• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA DAN PEMBENTUKAN HIPOTESIS

2. Tax System

2.9. Keterkaitan Antar Variabel Dengan Hipotesis

2.9.1. Intensitas Pemeriksaan Pajak Dengan Etika Penggelapan Pajak

Intensitas pemeriksaan pajak merupakan suatu hal yang sering dianggap sebagai momok bagi setiap Wajib Pajak, terutama WP Badan. Dimana pemeriksaan pajak menurut Ditjen Pajak adalah “serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kebutuhan perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan”.

Adanya korelasi antara intensitas pemeriksaan pajak dengan penggelapan pajak adalah bahwa ketika pemeriksaan pajak dilakukan secara intensif ataupun dalam suatu periode yang teratur, maka penggelapan pajak akan semakin kecil. Penggelapan pajak banyak dilakukan oleh Wajib Pajak karena kurangnya pengawasan yang dilakukan oleh Ditjen pajak, maka dari itu perlu adanya intensitas pemeriksaan pajak yang lebih intensif.Pemeriksaan pajak dapat dilakukan sebagai alat evaluasi penerapan berbagai Peraturan Perundang-Undangan Perpajakan yang seharusnya dapat diaplikasikan dengan baik.Untuk menghindari terjadinya penggelapan pajak, maka para Wajib Pajak harus lebih di kontrol untuk mengukur tingkat

kepatuhannya. Maka semakin tinggi tingkat intensitas pemeriksaan pajak yang dilakukan oleh Ditjen pajak, maka akan semakin rendah tingkat penggelapan pajak yang dilakukan. Hipotesis pertama adalah sebagai berikut :

Ha1 : Intensitas pemeriksaan pajak berpengaruh negatif terhadap etika penggelapan pajak.

2.9.2. Kepatuhan Wajib Pajak Dengan Etika Penggelapan Pajak

Definisi kepatuhan perpajakan menurut James (dalam Anggraeni 2013 : 5) menyatakan bahwa:

Kepatuhan pajak (Tax Compliance) Berarti bahwa Wajib Pajak mempunyai kesediaan untuk memenuhi kewajiban pajaknya sesuai dengan aturan yang berlaku tanpa perlu diadakannya pemeriksaan.Investigasi sesama (obtrusive investigation), peringatan ataupun ancaman dan penerapan sanksi baik hukum maupun administrasi.

Menurut Nurmantu (dalam Anggraeni 2013 : 86), terdapat dua macam kepatuhan yaitu kepatuhan materil dan kepatuhan formal. Kepatuhan materil adalah suatu keadaan dimana Wajib Pajak secara substantif memenuhi semua ketentuan materil perpajakan, yakni sesuai isi dan jiwa Undang-Undang Perpajakan.Sedangkan yang dimaksudkan kepatuhan formal adalah suatu keadaan dimana Wajib Pajak memenuhi kewajiban perpajakan secara formal sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-Undangan Perpajakan.Kewajiban perpajakan formal diatur dalam Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

Korelasi antara kepatuhan Wajib Pajak dengan etika penggelapan pajak adalah setiap Wajib Pajak yang memiliki tingkat kepatuhan yang tinggi tidak akan melakukan penggelapan pajak. Kepatuhan Wajib Pajak yang baik akan dapat dilihat dari keteraturannya untuk menyetorkan pajak. Kepatuhan Wajib Pajak di dasarkan pada adanya kesadaran secara mutlak untuk turut serta dalam pelaksanaan pembangunan nasional.Dengan demikian kepatuhan Wajib Pajak sangat erat hubungannya dengan etika penggelapan pajak. Hipotesis kedua adalah :

Ha2 : Kepatuhan Wajib Pajak berpengaruh negatif terhadap etika penggelapan pajak.

2.9.3. Pengetahuan Wajib Pajak Dengan Etika Penggelapan Pajak

Dalam penelitian Rahayu (2010) pengetahuan pajak dan keadilan mempengaruhi tingkat kepatuhan Wajib Pajak secara signifikan yang dilakukan pada 107 Wajib Pajak pribadi dan badan pada KPP Surakarta.Setiap Wajib Pajak diharapkan mampu memperoleh pengetahuan mengenai perpajakan secara baik. Menurut Hidayat (2013 : 358), untuk meningkatkan pengetahuan Wajib Pajak maka harus dilakukan sosialisasi secara luas, yang diharapkan dapat dijangkau oleh seluruh WP, sehingga WP tahu hak dan kewajibannya. Dimana, analoginya sebenarnya Direktorat Jenderal Pajak membutuhkan Wajib Pajak untuk taat pajak, bukan Wajib Pajak yang

butuh membayar pajak. Dengan demikian, melalui sosialisasi perpajakan maka Wajib Pajak akan memiliki pengetahuan yang lebih baik, mereka juga akan memiliki kesadaran yang lebih tinggi untuk membayar pajak.

Korelasi antara pengetahuan Wajib Pajak dengan etika penggelapan pajak adalah setiap Wajib Pajak yang memiliki pengetahuan pajak yang sempurna dia akan menyadari posisinya sebagai seorang Wajib Pajak. Maka, Wajib Pajak tersebut akan melakukan pembayaran pajak dengan baik, dia tidak akan merasa dirugikan dengan melakukan pembayaran pajak tersebut. Pengetahuan Wajib Pajak yang baik, akan meminimalisir terjadinya penggelapan pajak. Hal ini dikarenakan setiap Wajib Pajak akan melaksanakan kewajibannya sebagaimana mestinya, setiap Wajib Pajak yang merupakan para akademisi, ataupun praktisi akan lebih mampu memahami kewajibannya tanpa harus memungkiri dengan cara melakukan penggelapan pajak. Hipotesis ketigaadalah :

Ha3 : Pengetahuan Wajib Pajak berpengaruh negatif terhadap etika penggelapan pajak.

2.9.4. Sistem Perpajakan Dengan Etika Penggelapan Pajak

Sistem perpajakan di Indonesia menerapkan Self Assesment System yaitu suatu sistem pemungutan yang Wajib Pajaknya boleh menghitung, membayar, dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus disetor. Dalam sistem ini, Wajib Pajak bersifat aktif, sedangkan

fiskus (pemerintah) hanya mengawasi.Oleh karena itu, Wajib Pajak harus mengetahui kapan mulainya suatu kewajiban pajak dan kapan berakhirnya kewajiban-kewajiban yang menyertainya.

Dalam penelitian Suryani (2013 : 96) menunjukkan sistem perpajakan mempunyai tingkat pengaruh signifikasi sebesar 0,036 dan nilai t sebesar - 2,115. Hal ini berarti Ha2 diterima sehingga dapat dikatakan bahwa sistem perpajakan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap penggelapan pajak karena tingkat signifikasi yang dimiliki variabel sistem perpajakan < 0,05 (0,036 < 0,05) dan nilai t hitung > 1,97 (-2,115 > 1,97). Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian Suminarsasi (2011) menyatakan bahwa sistem perpajakan memiliki korelasi negatif signifikan terhadap penggelapan pajak.

Penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Nickerson (2009) yang menemukan dimensi skala etis dalam penggelapan pajak, salah satunya adalah dimensi sistem perpajakan. Peneliti berargumen bahwa pengelolaan uang pajak yang dapat dipertanggungjawabkan, petugas pajak yang kompeten dan tidak korup, dan juga prosedur perpajakan yang tidak berbelit-belit akan membuat Wajib Pajak enggan untuk menggelapkan pajak. Akan tetapi, apabila pengelolaan uang pajak tidak jelas, ditambah lagi petugas pajaknya justru mengkorupsi uang pajak, maka para Wajib Pajak enggan untuk melaporkan kewajibannya dengan jujur, mereka akan cenderung untuk menggelapkan pajak. Hipotesis keempatadalah :

Ha4 : Sistem Perpajakan berpengaruh negatif terhadap etika penggelapan pajak.

2.9.5. Kemungkinan Terdeteksi Kecurangan Dengan Etika Penggelapan Pajak

Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Suryani (2013 : 133), dapat dinyatakan bahwa “variabel kemungkinan terdeteksinya kecurangan memiliki pengaruh negatif terhadap etika penggelapan pajak”. Hal ini dapat dibuktikan dengan hasil penelitian variabel kemungkinan terdeteksi kecurangan mempunyai tingkat signifikasi sebesar 0,000 dan nilai t sebasar -4,490. Hal ini berarti Ha4 diterima sehingga dapat dikatakan bahwa kemungkinan terdeteksi kecurangan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap penggelapan pajak karena tingkat signifikasi yang dimiliki variabel kemungkinan terjadinya kecurangan < 0,05 (0,000 < 0,05) dan nilai thitung> 1,97 (-4,490 > 1,97).

Ketika Wajib Pajak menganggap bahwa persentase terhadap kemungkinan terdeteksinya kecurangan adalah tinggi yaitu dengan dilakukannya pemeriksaan pajak. Hal ini berarti bahwa adanya rasa khawatir yang dimiliki Wajib Pajak bahwa kemungkinan terdeteksinya kecurangan akan menyebabkan mereka lebih mematuhi peraturan perpajakan dan bahkan penggelapan pajak akan menjadi lebih rendah. Analoginya, Wajib Pajak akan sangat takut terjerat hukum, jika mereka melakukan penggelapan pajak yang nantinya mereka akan memperoleh

sanksi atau bahkan denda yang lebih besar. Hal ini tentunya akan meminimalisir penggelapan pajak yang mungkin terjadi. Hipotesis kelima dan keenamadalah :

Ha5 : Kemungkinan terdeteksinya kecurangan berpengaruh negatif terhadap etika penggelapan pajak.

Ha6: Intensitas pemeriksaan pajak (tax audit), kepatuhan Wajib Pajak (tax compliance), pengetahuan Wajib Pajak (tax knowledge),

sistem perpajakan (tax system) dan kemungkinan

terdeteksinya kecurangan (fiscal fraud) berpengaruh secara simultan terhadap persepsi Wajib Pajak mengenai etika penggelapan pajak (Tax Evasion).

Dokumen terkait