Lampiran 1: Kuesioner Penelitian
KUESIONER
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERSEPSI WAJIB PAJAK
MENGENAI ETIKA PENGGELAPAN PAJAK (TAX EVASION). STUDI EMPIRIS PADA KPP PRATAMA BINJAI.
TOMMY SUHERI NIM : 120503056
PROGRAM STUDI STRATA I DEPARTEMEN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Petunjuk : mohon jawaban atas pertanyaan berikut ini dengan memberi tanda centang (√) pada jawaban yang paling tepat menurut pendapat Bapak/Ibu/Saudara.
IDENTITAS RESPONDEN
Beri tanda (x) atau (√) pada identitas pengenal Bapak/Ibu/Saudara.
1. Nama : ...
2. Jenis Kelamin : Pria Wanita
3. Umur Responden : 20-24 25-35 > 35 Tahun
4. Pendidikan Terahir : D3 S1 S2 S3 Lainnya
5. Pekerjaan : Wiraswasta Pegawai Swasta
Pegawai Negeri
Keterangan :
1. Sangat Tidak Setuju (STS)
2. Tidak Setuju (TS)
3. Netral (N)
4. Setuju (S)
5. Sangat Setuju (SS)
INTENSITAS PEMERIKSAAN PAJAK (TAX AUDIT)
No. Pertanyaan SS S N TS STS
1. Penggelapan pajak dianggap tidak etis meskipun pemeriksaan pajak telah dilakukan secara berkala dan intensif.
2. Penggelapan pajak dianggap etis jika intensitas pemeriksaan pajak sangat jarang dilakukan.
3. Penggelapan pajak dianggap etis jika pemeriksaan pajak yang telah dilakukan tidak membuahkan hasil untuk penerimaan pajak yang seharusnya.
4. Penggelapan pajak dianggap etis jika pemeriksaan pajak yang diterapkan oleh fiskus tidak dilaksanakan secara benar dan jujur.
KEPATUHAN WAJIB PAJAK (TAX COMPLIANCE)
No. Pertanyaan SS S N TS STS
1. Penggelapan pajak dianggap etis jika kepatuhan wajib pajak yang telah direalisasikan tidak memperoleh feedback yang baik dikarenakan penyelewengan yang dilakukan oleh Direktorat Jendral Pajak (DJP).
2. Penggelapan pajak dianggap etis jika kepatuhan wajib pajak yang telah direalisasikan tidak mampu meningkatkan penerimaan negara dalam sektor perpajakan.
3. Penggelapan pajak dianggap etis jika sosialisasi untuk memberikan motivasi dalam rangka meningkatkan kepatuhan wajib pajak belum dilakukan secara maksimal. 4. Pnggelapan pajak dianggap etis jika kepatuhan wajib
SISTEM PERPAJAKAN (TAX SYSTEM)
No. Pertanyaan SS S N TS STS
1. Penggelapan pajak dianggap etis jika sistem perpajakan yang diterapkan bersifat memihak dan tidak adil.
2. Penggelapan pajak dianggap etis jika sistem perpajakan di Indonesia tidak mampu menerapkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
3. Penggelapan pajak dianggap etis dikarenakan sistem perpajakan di indonesia memiliki kontrol yang lemah dalam mendeteksi berbagai kecurangan yang dilakukan oleh wajib pajak.
4. Menurut saya, sistem perpajakan di indonesia sudah bagus tetapi harus diberikan pengawasan yang lebih ketat baik bagi para pemungut pajak maupun wajib pajak.
PENGETAHUAN WAJIB PAJAK (TAX KNOWLEDGE)
No. Pertanyaan SS S N TS STS
1. Penggelapan pajak dianggap tidak etis meskipun Direktorat Jendral Pajak telah melakukan berbagai sosialisasi mengenai perpajakan dalam rangka meningkatkan pengetahuan wajib pajak untuk menghindari etika penggelapan pajak yang dilakukan oleh wajib pajak.
2. Penggelapan pajak dianggap etis meskipun sistem perpajakan di Indonesia telah menerapkan self assesment system.
3. Penggelapan pajak dianggap etis jika setiap wajib pajak tidak memahami bagaimana cara untuk melakukan penghitungan pajak penghasilan mereka.
KEMUNGKINAN TERDETEKSINYA KECURANGAN (FISCAL FRAUD)
No. Pertanyaan SS S N TS STS
1. Wajib pajak akan melakukan pembayaran pajak
dikarenakan mereka takut terhadap hukum perpajakan.
2. Kemungkinan terdeteksinya kecurangan dalam
pembayaran pajak sangat kecil dikarenakan sistem perpajakan di indonesia, memperbolehkan setiap wajib pajak untuk melakukan penghitungan pajak penghasilannya sendiri.
3. Kemungkinan terdetksinya kecurangan dalam
pembayaran pajak sangat kecil dikarenakan pengawasan yang dilakukan oleh pihak Ditjen pajak sangat tinggi.
4. Menurut saya, fiskus seharusnya mampu
bertanggungjawab terhadap tugas dan kewajiban yang diembannya serta layak memperoleh sanksi jika tidak melaksanakan tugas dan kewajibannya dengan baik.
PENGGELAPAN PAJAK (TAX EVASION)
No. Pertanyaan SS S N TS STS
1. Menurut saya, etika penggelapan pajak harus diatasi sedini mungkin mengingat penerimaan negara dari sektor pajak merupakan bagian dari penerimaan yang paling besar.
2. Jika kinerja pemerintahan khususnya aparatur perpajakan baik, komunikatif dan inspiratif terhadap masyarakat/WP, maka masyarakat/WP tidak akan melakukan pnggelapan pajak.
3. Jika sanksi terhadap setiap pelanggaran di bidang perpajakan direalisasikan secara jelas, baik bagi pihak pemungut pajak maupun wajib pajak, maka penggelapan pajak tidak akan dilakukan.
4. Jika kinerja pemerintah khususnya aparatur perpajakan buruk dan tingginya angka korupsi terhadap dana perpajakan, maka masyarakat/WP akan enggan dalam membayar pajak.
Lampiran 2: Data Mentah Hasil Jawaban Responden
No.
Intensitas Pemeriksaan Pajak(Tax Audit)
42. 5.00 5.00 5.00 5.00 20.00 5.00
Kepatuhan Wajib Pajak (Tax Compliance)
33. 4.00 5.00 5.00 5.00 19.00 4.75
Pengetahuan Wajib Pajak (Tax Knowledge)
24. 5.00 4.00 4.00 5.00 18.00 4.50
Sistem Perpajakan (Tax System)
43. 5.00 5.00 5.00 5.00 20.00 5.00
Persepsi Wajib Pajak Mengenai Etika Penggelapan
Pajak (Tax Evasion)
31. 4.00 4.00 5.00 4.00 17.00 4.25
32. 5.00 4.00 5.00 4.00 18.00 4.50
33. 4.00 4.00 4.00 5.00 17.00 4.25
34. 2.00 2.00 1.00 2.00 7.00 1.75
35. 5.00 5.00 4.00 5.00 19.00 4.75
36. 4.00 5.00 5.00 5.00 19.00 4.75
37. 4.00 4.00 5.00 4.00 17.00 4.25
38. 4.00 4.00 4.00 3.00 15.00 3.75
39. 5.00 5.00 4.00 4.00 18.00 4.50
40. 4.00 4.00 4.00 5.00 17.00 4.25
41. 5.00 4.00 5.00 4.00 18.00 4.50
42. 1.00 1.00 1.00 1.00 4.00 1.00
43. 5.00 5.00 4.00 4.00 18.00 4.50
44. 4.00 4.00 5.00 4.00 17.00 4.25
45. 3.00 4.00 3.00 4.00 14.00 3.50
46. 2.00 1.00 2.00 1.00 6.00 1.50
47. 5.00 5.00 5.00 5.00 20.00 5.00
48. 3.00 2.00 2.00 2.00 9.00 2.25
49. 4.00 4.00 4.00 4.00 16.00 4.00
Lampiran 3: Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas
Intensitas Pemeriksaan Pajak(Tax Audit)
Reliability Statistics
Scale Variance if Item Deleted
Kepatuhan Wajib Pajak (Tax Compliance)
Reliability Statistics
Pengetahuan Wajib Pajak (Tax Knowledge)
Scale Variance if Item Deleted
Sistem Perpajakan (Tax System)
Reliability Statistics
Kemungkinan Terdeteksinya Kecurangan (Tax
Scale Variance if Item Deleted
Persepsi Wajib Pajak Mengenai Etika Penggelapan
Pajak (Tax Evasion)
Reliability Statistics
Lampiran 4: Hasil Uji Regresi Linier Berganda
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Intensitas Pemeriksaan Pajak (X1)
50 2.00 5.00 4.3400 .57312
Kepatuhan Wajib Pajak (X2) 50 2.00 5.00 4.3350 .45906
Pengetahuan Wajib Pajak (X3)
50 1.75 5.00 4.2900 .60474
Sistem Perpajakan (X4) 50 1.75 5.00 4.2950 .51182
Kemungkinan Terdeteksinya Kecurangan (X5)
50 3.50 5.00 4.2350 .43860
Etika Penggelapan Pajak (Y) 50 1.00 5.00 3.8850 .95058
Valid N (listwise) 50
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized Residual
N 50
Normal Parametersa,,b Mean .0000000
Std. Deviation 3.02751973
Most Extreme Differences Absolute .100
Positive .045
Negative -.100
Kolmogorov-Smirnov Z .707
Asymp. Sig. (2-tailed) .700
Model Summaryb
Model R R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
1 .605a .366 .294 3.195
a. Predictors: (Constant), Kemungkinan Terdeteksinya Kecurangan (X5), Pengetahuan Wajib Pajak (X3), Intensitas Pemeriksaan Pajak (X1), Sistem Perpajakan (X4), Kepatuhan Wajib Pajak (X2)
b. Dependent Variable: Etika Penggelapan Pajak (Y)
ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 259.292 5 51.858 5.080 .001a
Residual 449.128 44 10.207
Total 708.420 49
Coefficientsa
Kepatuhan Wajib Pajak (X2)
a. Dependent Variable: Etika Penggelapan Pajak (Y)
Coefficientsa
Intensitas Pemeriksaan Pajak (X1)
-.121 .941 -.019 -.129 .898
Kepatuhan Wajib Pajak (X2) 1.778 1.356 .224 1.311 .197
Pengetahuan Wajib Pajak (X3)
a. Dependent Variable: abs_residual_Glejser
Tabel Distribusi F
Tingkat Signifikansi df1 df2 F Tabel
Tabel Distribusi t
Derajat Bebas Tingkat Signifikansi T Tabel
31 0.05 2.039513
32 0.05 2.036933
33 0.05 2.034515
34 0.05 2.032245
44 0.05 2.015368
36 0.05 2.028094
37 0.05 2.026192
DAFTAR PUSTAKA
Augustine, Y. dan R. Kristaung.2013. Metodologi Penelitian Bisnis dan Akuntansi. Jakarta: PT Dian Rakyat.
Anggraeni, Fanny. 2013. Pengaruh Penerapan Peraturan Perpajakan Dan Kualitas Pemeriksaan Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Formal, Fakultas Ekonomi Universitas computer Indonesia, Bandung.
Ayu, Dyah dan Rini Hastuti. 2009. Persepsi WP: Dampak Pertentangan Diametral Pada Tax Evasion WP Dalam Aspek Kemungkinan Terdeteksinya Kecurangan, Keadilan, Ketepatan Pengalokasian, Teknologi Sistem Perpajakan, dan Kecenderungan Personal (Studi WP Orang Pribadi"). Kajian akuntansi.
Bertens, K. 2004. Etika.Gramedia. Jakarta.
Bologna, G. Jack, Robert J. Lindquist and Joseph T. Wells. (1993). Investigation Audit, 4th Edition, New Jersey: Prentice-Hall.
Doane, D. P., & Seward, L. E. (2011). Measuring Skewness: A Forgotten Statistic? Journal Of Statistics Education, Volume19, Number 2.
Ghozali, Imam. 2011. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program IBM SPSS 19, Edisi 5. Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang.
Gio, P.U. 2013.Aplikasi Statistika dalam SPSS.Medan: USUPress.
Gio, P.U. dan E. Rosmaini, 2015.Belajar Olah Data dengan SPSS, Minitab, R, Microsoft Excel, EViews, LISREL, AMOS, dan SmartPLS. Medan: USUpress.
Gujarati, Damodar. 2004. Ekonometrika Dasar, Erlangga, Jakarta.
Hamid, Abdul. 2010. Buku Panduan Penulisan Skripsi, Jakarta.
Hidayat, Nur. 2013. Pemeriksaan Pajak, PT Elex Media Komputindo, Jakarta.
Insukindro. 1998. Pemilihan Model Ekonomi Empirik dengan Pendekatan Koreksi Kesalahan. Journal Ekonomi dan Keuangan Indonesia, hal 1-8.
Kassipillai. 2006. Gender And Echnicity Differences In Tax Compliance. Asian Academy of Management Journal.
Kuncoro, Mudrajad. 2013. Metode Riset Untuk Bisnis & Ekonomi, Erlangga. Jakarta.
Kurnia, Rahayu. 2006. Perpajakan: Konsep, Teori, dan Isu. Kencana, Jakarta.
McGee, R.W., Simon dan Annie. 2008. A comparative Study on Perceived Ethics of Tax Evasion: Hong Kong Vs the United Stated, Journal of Business Ethics 2008, pp. 147-158.
Nickerson, Inge. 2009. Pleshko dan McGee. Presenting the Dimensionality of An Ethics
Scale pertaining To Tax Evasion, Journal of Legal, Ethical and Regulatory Issues, Volume 12, Number 1.
Noor, J. 2011. Metodologi Penelitian untuk Skripsi, Tesis, Disertasi & Karya Ilmiah. Jakarta: Kencana.
Nugroho. 2012. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kemauan Untuk Membayar Pajak Dengan Kesadaran Membayar Pajak Sebagai Variabel Intervening. Universitas Diponegoro: Skripsi Akuntansi.
Palil, M. R. 2005. Taxpayers Knowledge: A Descriptive Evidence On Demographic Factors In Malaysia. Jurnal Akuntansi dan Keuangan7 (1): 11-21.
Prasetyo, Sigit. 2010. Persepsi Etis Penggelapan Pajak Bagi Wajib Pajak Di Wilayah Surakarta.Universitas Sebelas Maret: Skripsi Akuntansi.
Priyatno, Duwi.2010. Teknik Mudah Dan Cepat Melakukan Analisis Data Penelitian Dengan SPSS.Yogyakarta: Gava Media.
Purwono, Herry. 2010. Dasar-Dasar Perpajakan & Akuntansi Pajak, Erlangga, Jakarta.
Pusdiklatwas BPKP. 2008. Fraud Auditing. Edisi Kelima
Putrawan, I Made. 2007. Pengujian Hipotesis Dalam Penelitian-Penelitian Sosial. Jakarta : Rineka Cipta.
Rahayu, Dewi P. dan Fallan. 2010. Pengaruh Pengetahuan Perpajakan, Transparansi Belanja Pajak, dan Keadilan Pajak Terhadap Kepatuhan Pajak Pada Wajib Pajak di Kota Surakarta. Yogyakarta, Tesis Program Magister Sains Akuntansi UGM.
Rahman, I. S. 2013.Pengaruh Keadilan, Sistem Perpajakan, Diskriminasi, dan Kemungkinan Terdeteksinya Kecurangan Terhadap Persepsi Wajib Pajak Mengenai Etika Penggelapan Pajak (Tax Evasion). Skripsi.Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.
Rietveld dan Sunaryanto. 1994. 87 Masalah Pokok dalam Regresi Berganda, Andi Offset, Yogyakarta
Sekaran, Uma. 2007. Research Methods For Business, Edisi 4, Salemba 4, Jakarta.
Sudarmanto, Gunawan. 2013. Statistika Terapan Berbasis Komputer, Mitra Wacana Media, Jakarta.
Suminarsasi, Wahyu dan Supriyadi. 2011. Pengaruh Keadilan, Sistem Perpajakan dan Diskriminasi Terhadap Persepsi Wajib Pajak Mengenai Penggelapan Pajak. Yogyakarta, PPJK 15 Universitas Gajah Mada.
Suryani, Irma. 2013. Pengaruh Keadilan, Sistem Perpajakan, Diskriminasi, dan Kemungkinan Terdeteksinya Kecurangan Terhadap Persepsi Wajib Pajak Mengenai Etika Penggelapan Pajak, Skripsi, UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.
Susetyo, B. 2010.Statistika untuk Analisis Data Penelitian, Bandung: Penerbit Refika Aditama.
Syopiansyah. 2009. Etika Bisnis dan Hak Kekayaan Intelektual. Jakarta.
Waluyo. 2007. Perpajakan Indonesia, Edisi 10, Salemba Empat, Jakarta.
Witono, Banu. 2008. Peranan Pengetahuan Pajak Pada Kepatuhan Wajib Pajak, Volume 7, Nomor 2, Hal 1-13, Indonesia.
Xynas, Lidya. 2011. Tax Planning, Avoidence and Evasion in Australia 1970-2010; The Regulatory Responses and Taxpayer Compliance. Review Law Journal, Vol. 20 No. 1.
Zain, M. 2007. Manajemen Perpajakan Edisi 3. Jakarta: Salemba Empat.
Trihastuti. (2009).Penghindaran atau Penggelapan Pajak?. Diakses pada dari World
BAB III
METODE PENELITIAN 3.1.Ruang Lingkup Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kausalitas, yaitu penelitian yang bertujuan
untuk mengetahui pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Penelitian
ini akan menguji pengaruh intensitas pemeriksaan pajak (tax audit), kepatuhan Wajib
Pajak (tax compliance), pengetahuan Wajib Pajak (tax knowledge), sistem perpajakan (tax
system), dan kemungkinan terdeteksinya kecurangan (fiscal fraud) terhadap persepsi
Wajib Pajak mengenai etika penggelapan pajak (Tax Evasion) pada Kantor Pelayanan
Pajak (KPP) Pratama Binjai.
3.2.Metode Penentuan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah Wajib Pajak Orang pribadi yang terdaftar di
Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Binjai. Doane dan Seward (2011) menyatakan
bahwa “population is all of the items that we are interested in”. Sugiyono (2013:215)
menyatakan bahwa populasi adalah “wilayah generalisasi yang terdiri atas subjek/objek
yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang telah ditetapkan peneliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya”.
Pengambilan sampel dilakukan dengan metode convenience sampling yaitu
sampel yang dipilih dengan pertimbangan kemudahan dimana peneliti akan melakukan
penyebaran kuesioner sejumlah 50 kuesioner kepada WP OP. Dalam metode ini, anggota
sampel yang dipilih atau diambil berdasarkan kemudahan memperoleh data yang
dibutuhkan, atau unit sampel yang ditarik mudah untuk diukurnya dan bersifat kooperatif
(Hamid, 2010). Hal ini dilakukan peneliti karena pertimbangan pengambilan sampel yang
berupa data primer yang membutuhkan lokasi yang mudah untuk dijangkau dan biaya
sampel ini dilakukan oleh peneliti bertujuan untuk mengetahui persepsi Wajib Pajak
mengenai etika penggelapan pajak, maka peneliti memilih Wajib Pajak Orang Pribadi
yang terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Binjai sebagai sampelnya.
3.3.Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data yang dilakukan oleh peneliti yaitu menggunakan survei
literatur dan melakukan studi lapangan dengan pengumpulan data primer secara aktif,
diantaranya adalah :
1. Survei literatur merupakan dokumentasi dari tinjauan menyeluruh terhadap karya
publikasi dan nonpublikasi dari sumber sekunder dalam bidang minat khusus bagi
peneliti (Sekaran, 2007 : 82). Perpustakaan merupakan pusat penyimpanan yang kaya
bagi data sekunder, dan biasanya peneliti menghabiskan beberapa minggu dan
terkadang bulan untuk menelusuri buku, jurnal, surat kabar, majalah, laporan
konferensi, disertasi doctoral, tesis master, publikasi pemerintah, laporan keuangan
dan lainnya untuk menemukan informasi yang terkait dengan topik penelitian mereka.
2. Pengumpulan Data Primer Secara Aktif (Penelitian Lapangan)
Penelitian bisnis kontemporer sangat menggantungkan pada penggunaan metode PDF
aktif. Ini didasarkan fakta bahwa bisnis pada dasarnya adalah fenomena sosial yang
berhubungan dengan manusia (Kuncoro, 2013 : 160). Akibatnya, data yang
diperlukan untuk membuat keputusan harus berasal dari manusia itu sendiri.PDF aktif
dirancang terutama untuk memperoleh informasi dari responden manusia.Kelebihan
utama metode ini adalah versatility-nya.Semua jenis opini abstrak berupa opini, sikap,
kehendak, dan pengharapan dapat diperoleh melalui survei. Kelemahan dari metode
ini adalah, kualitas informasi akan sangat bergantung pada kemampuan dan kemauan
responden untuk bekerjasama dengan peneliti. Sering sekali responden akan menolak
mereka memandang topik yang sedang diteliti terlalu sensitif. Pengumpulan data
kuesioner dilakukan dengan teknik personally administered questionnaires, yaitu
kuisioner disampaikan dan dikumpulkan langsung oleh peneliti Indriantoro dan
Supomo (dalam Suryani 2013 :154). Kuesioner yang
3.4.Metode Analisis Data
Metode analisis data menggunakan statistik deskriptif, uji kualitas data, uji asumsi
klasik dan uji regresi berganda.
3.4.1. Statistik Deskriptif
Statistika deskriptif adalah metode-metode yang berkaitan dengan
pengumpulan dan penyajian suatu gugus data sehingga memberikan informasi yang
berguna. Statistika deskriptif hanya memberikan informasi mengenai data yang
dipunyai dan sama sekali tidak menarik inferensia atau kesimpulan apapun tentang
gugus induknya yang lebih besar. Contoh statistika deskriptif yang sering muncul
adalah tabel, diagram, grafik, dan besaran-besaran lain di majalah dan koran-koran.
Dengan Statistika deskriptif, kumpulan data yang diperoleh akan tersaji dengan
ringkas dan rapi serta dapat memberikan informasi inti dari kumpulan data yang ada.
Informasi yang dapat diperoleh dari statistika deskriptif ini antara la
3.4.2. Uji Kualitas Data
Untuk melakukan uji kualitas data dalam pengolahan data penelitian ini, maka
peneliti akan melakukan uji validitas dan realibilitas.
a. Uji Validitas
Uji validitas dilakukan untuk mengetahui apakah alat ukur yang telah disusun
dapat digunakan untuk mengukur apa yang hendak diukur secara tepat. Apabila
dan sebaliknya, apabila tidak mampu untuk mengukur apa yang diukur, maka
dinyatakan tidak valid (Sudarmanto, 2013). Suatu kuesioner dikatakan valid jika
pertanyaan pada kuesioner mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan
diukur oleh kuesioner tersebut. Pengujian menggunakan dua sisi dengan taraf
Signifikasi 0,05. Kriteria pengujian adalah sebagai berikut:
1. Jika rhitung ≥ rtabel (uji 2 sisi dengan sig. 0,05) maka instrumen atau item-item
pertanyaan berkolerasi signifikan terhadap skor total (dinyatakan valid).
2. Jika rhitung < rtabel (uji 2 sisi dengan sig. 0,05) maka instrumen atau item-item
pertanyaan tidak berkolerasi signifikan terhadap skor total (dinyatakan tidak
valid). (Priyatno, 2010:94)
b. Uji Reliabilitas
Reliabilitas instrumen menggambarkan pada kemantapan dan keajegan alat ukur
yang digunakan.Suatu alat ukur dikatakan memiliki reliabilitas atau keajegan yang
tinggi atau dapat dipercaya, apabila alat ukur tersebut stabil (ajeg) sehingga dapat
diandalkan (dependability) dan dapat digunakan untuk meramalkan
(predictability). Dengan demikian, alat ukur tersebut akan memberikan hasil yang
tidak berubah-ubah dan akan memberikan hasil yang serupa apabila digunakan
berkali-kali (Sudarmanto, 2013). Variabel-variabel tersebut dikatakan cronbach
alphanya memiliki nilai lebih besar 0,70 yang berarti bahwa instrumen tersebut
dapat dipergunakan sebagai pengumpul data yang handal yaitu hasil pengukuran
relatif koefisien jika dilakukan pengukuran ulang. Uji reliabilitas ini bertujuan
3.4.3. Uji Asumsi Klasik
Untuk melakukan uji asumsi klasik terhadap data primer ini, maka peneliti
melakukan uji normalitas, uji multikolonieritas, uji heteroskedastisitas, dan uji
autokeralasi.
a. Uji Normalitas
Salah satu uji persyaratan yang harus dipenuhi dalam penggunaan analisis
parametrik yaitu uji normalitas data populasi. Hal ini dapat ditegaskan bahwa
suatu penelitian yang melakukan pengujian hipotesis dengan menggunakan uji-t
dan uji-F menuntut suatu asumsi yang harus diuji, yaitu populasi harus
berdistribusi normal (Putrawan, 2007 : 133). Untuk menafsirkan apakah data yang
diuji berdistribusi normal atau tidak, maka dapat dilakukan dengan cara
menggunakan harga koefisien Skewness atau Kurtosis. Jika koefisien Skewness
atau Kurtosis berada pada rentangan nilai -0,5 sampai dengan 0,5 maka dapat
dikatakan bahwa data masing-masing variabel penelitian terdistribusi secara
normal.
b. Uji Multikolinearitas
Uji asumsi tentang multikolinearitas ini dimaksudkan untuk membuktikan atau
menguji ada tidaknya hubungan yang linear antara variabel bebas (independen)
satu dengan variabel bebas (independen) yang lainnya.Gujarati (dalam Zain,
2007) menyatakan bahwa istilah multikolinearitas berarti adanya hubungan linear
yang “sempurna” atau pasti, diantara beberapa atau semua variabel yang
menjelaskan dari model regresi. Apabila menggunakan pendekatan Variance
Inflation Factor (VIF) untuk menguji hipotesisnya maka kriteria atau ukuran yang
1. Apabila harga koefisien VIF hitung pada Collinearity Statistics sama dengan
atau lebih kecil daripada 10 (VIP hitung ≤ 10) maka H 0 diterima yang berarti
tidak terdapat hubungan antar variabel independen (tidak terjadi gejala
multikolinearitas).
2. Apabila harga koefisien VIP hitung pada Collinearity Statistics lebih besar
daripada 10 (VIP hitung > 10), maka H0 ditolak yang berarti terdapat
hubungan antar variabel independen (terjadi gejala multikolinearitas).
c. Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah variasi residual
absolut sama atau tidak sama untuk semua pengamatan (Sudarmanto, 2013).
Apabila asumsi tidak terjadinya heteroskedastisitas ini tidak terpenuhi, maka
penaksir menjadi tidak lagi efisien baik dalam sampel kecil maupun besar
(Gujarati, 2004) dan estimasi koefisien dapat dikatakan menjadi kurang akurat
(Rietveld dan Sunaryanto, 1994). Jika menerapkan uji heteroskedastisitas
menggunakan korelasi Rank-Order dari Spearman, maka kriteria atau ketentuan
yang digunakan untuk menyatakan apakah terjadi hubungan antara data hasil
pengamatan dengan nilai residual absolutnya atau tidak (heteroskedastisitas),
dapat dilakukan dengan cara:
1. Apabila koefisien Signifikansi (nilai probabilitas) lebih besar dari alpha yang
ditetapkan (Sig. > alpha), maka dapat dinyatakan tidak terjadi
heteroskedastisitas diantara data pengamatan dengan nilai residual mutlaknya
berarti H0 diterima.
2. Apabila koefisien Signifikansi (nilai probabilitas) lebih kecil dari alpha yang
heteroskedastisitas diantara data pengamatan dengan nilai residual mutlaknya
berarti H0 ditolak.
d. Uji Autokorelasi
Pengujian autokorelasi dalam penelitian ini tidak digunakan, karena penelitian ini
melakukan pengolahan data dengan menggunakan data primer.Sehingga tidak
menggunakan autokorelasi karena tidak dimaksudkan untuk mengetahui apakah
terjadi korelasi di antara data pengamatan atau tidak.
3.4.4. Uji Regresi Linier Berganda
Pengujian Regresi Berganda dilakukan dengan penerapan uji persamaan
regresi linear berganda.Analisis regresi linear berganda adalah hubungan secara linear
antara dua atau lebih variabel independen (X1, X2, X3, X4, ……Xn) dengan variabel
dependen (Y).Analisis ini untuk mengetahui arah hubungan antara variabel
independen dengan variabel dependen apakah masing-masing variabel independen
berhubungan positif atau negatif dan untuk memprediksi nilai dari variabel dependen
apabila nilai variabel independen mengalami kenaikan atau penurunan (Kuncoro,
2013).Data yang digunakan biasanya berskala interval atau rasio.Model ini digunakan
untuk menguji apakah ada hubungan sebab akibat antara kedua variabel untuk
meneliti seberapa besar pengaruh antara variabel independen, yaitu: intensitas
pemeriksaan pajak (tax audit), kepatuhan Wajib Pajak (tax compliance), pengetahuan
Wajib Pajak (tax knowledge), sistem perpajakan (tax system) dan kemungkinan
terdeteksinya kecurangan (fiscal fraud) terhadap suatu variabel dependen yaitu
persepsi Wajib Pajak mengenai etika penggelapan pajak (Tax Evasion). adapun rumus
Y = a + β1X1+β2X2+ β3X3+ β4X4+β5X5+e
Dimana:
Y= Etika Penggelapan Pajak
X1 = Intensitas Pemeriksaan Pajak (Tax Audit)
X2 =Kepatuhan Wajib Pajak (Tax Compliance)
X3 =Pengetahuan Wajib Pajak (Tax Knowledege)
X4 =Sistem Perpajakan (Tax System)
X5 = Kemungkinan Terdeteksinya Kecurangan (Tax Fraud)
a = Bilangan Konstanta (harga Y, bila X=0)
e= Erroryang ditolerir (5%)
3.4.5. Uji Hipotesis Penelitian
Pengujuan hipotesis penelitian dilakukan melalui uji statistik t, uji statistik F
(Fishier), dan uji koefisien determinan (Adjusted R2).
a. Uji statistik t (Uji Signifikansi Parsial)
Uji statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel
penjelas secara individual dalam menerangkan variabel-variabel terikat (Kuncoro,
2013 : 244). Uji t bertujuan untuk mengetahui pengaruh antara variabel
independen dengan variabel dependen secara parsial. Untuk mengetahui apakah
terdapat pengaruh yang signifikan dari variabel masing-masing independen yaitu:
intensitas pemeriksaan pajak (tax audit), kepatuhan Wajib Pajak (tax compliance),
pengetahuan Wajib Pajak (tax knowledge), sistem perpajakan (tax system), dan
kemungkinan terdeteksinya kecurangan (fiscal fraud) terhadap suatu variabel dependen
yaitu persepsi Wajib Pajak mengenai etika penggelapan pajak (Tax Evasion). Maka nilai
Signifikan t dibandingkan dengan derajat kepercayaannya. Apabila Sig t lebih
besar dari 0,05 maka H0 diterima. Demikian pula sebaliknya jika Sig t lebih kecil
signifikan antara variabel independen terhadap variabel dependen (Ghozali,
2011:101).
b. Uji Statistik F (Uji Signifikansi Simultan)
Uji statistik F pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel bebas yang
dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap
variabel terikat.Uji F bertujuan untuk mengetahui pengaruh antara variabel
independen dengan variabel dependen secara simultan. Untuk mengetahui apakah
terdapat pengaruh yang signifikan dari variabel masing-masing independen yaitu:
intensitas pemeriksaan pajak (tax audit), kepatuhan Wajib Pajak (tax compliance),
pengetahuan Wajib Pajak (tax knowledge), sistem perpajakan (tax system), dan
kemungkinan terdeteksinya kecurangan (fiscal fraud) terhadap suatu variabel dependen
yaitu persepsi Wajib Pajak mengenai etika penggelapan pajak (Tax Evasion).Secara
bebas dengan Signifikan sebesar 0,05, dapat disimpulkan (Ghozali, 2011:98).
1. Jika nilai Signifikan < 0,05 maka Haditerima dan H0ditolak, ini berarti
menyatakan bahwa semua variabel independen atau bebas tidak mempunyai
pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen atau terikat.
2. Jika nilai Signifikan > 0,05 maka Haditolak dan H0diterima, ini berarti
menyatakan bahwa semua variabel independen atau bebas mempunyai
pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen atau terikat.
c. Koefisien Determinasi (Adjusted R2)
Koefisien determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan
model dalam menerangkan variasi variabel terikat.Nilai koefisien determinasi
adalah diantara 0 dan 1.Nilai R2yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel
independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen amat terbatas. Nilai
semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen
(Kuncoro, 2013 : 247). Insukindro menekankan bahwa koefisien determinasi
hanyalah salah satu dan bukan satu-satunya kriteria memilih model yang baik.
Alasannya, bisa suatu estimasi regresi linear menghasilkan koefisien determinasi
yang tinggi, tetapi tidak konsisten dengan teori ekonomika yang dipilih oleh
peneliti, atau tidak lolos dari uji asumsi regresi linear asumsi klasik, misalnya,
maka model tersebut bukanlah model penaksir yang baik dan seharusnya tidak
dipilih menjadi model empirik (Insukindro, 1998).
3.4.6. Operasionalisasi Variabel Penelitian
Pada bagian ini akan diuraikan penafsiran mengenai variabel yang dipilih oleh
peneliti sekaligus dengan definisi operasional dan cara pengukurannya.
3.4.6.1. Variabel Independen
3.4.6.1.1. Intensitas Pemeriksaan Pajak (X1)
Pengertian pemeriksaan dirumuskan dalam Pasal 1 angka
24 sebagai berikut: pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk
mencari, mengumpulkan, dan mengolah data dan atau keterangan
lainnya untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan
dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan
Peraturan Perundang-Undangan perpajakan. Dengan demikian,
pemeriksaan pajak sebagai sarana untuk melakukan pengawasan dan
pembinaan terhadap Wajib Pajak, selain mempunyai tujuan untuk
menguji tingkat kepatuhan Wajib Pajak di dalam memenuhi
kewajiban perpajakannya, juga mempunyai tujuan lain dalam rangka
Intensitas pemeriksaan pajak merupakan suatu hal yang
sangat penting untuk dilakukan, mengingat sistem perpajakan yang
diterapkan di Indonesia adalah Self Assesment System. Pemeriksaan
pajak akan memberikan partisipasi aktif untuk mengontrol
penghitungan pajak bahkan penyetoran pajak yang dilakukan oleh
Wajib Pajak. Instrumen pengukuran variabel ini menggunakan
sejumlah pertanyaan yang dikembangkan oleh peneliti, dimana
masing-masing pertanyaan menjelaskan masing-masing
variabel.Setiap item pertanyaan menggunakan skala likert 5 poin yang
terdiri dari (1) Sangat setuju, (2) Setuju, (3) Netral, (4) Tidak setuju,
(5) Sangat tidak setuju.
3.4.6.1.2. Kepatuhan Wajib Pajak (X2)
Menurut Erard dan Feinstein yang di kutip oleh Chaizi
Nasucha dan di kemukakan kembali oleh Kurnia (2006: 111)
pengertian kepatuhan Wajib Pajak adalah “rasa bersalah dan rasa
malu, persepsi Wajib Pajak atas kewajaran dan keadilan beban pajak
yang mereka tanggung, dan pengaruh kepuasan terhadap pelayanan
pemerintah”.Setiap Wajib Pajak sangat diharapkan mampu mematuhi
berbagai Peraturan Undang-Undang Perpajakan.Wajib Pajak yang
patuh dan taat dalam membayar pajak, maka sudah seharusnya
memperoleh keadilan dari penerimaan perpajakan yang diperoleh
pemerintah.
Kepatuhan Wajib Pajak merupakan pemenuhan kewajiban
perpajakan yang dilakukan oleh pembayar pajak dalam rangka
diharapkan di dalam pemenuhannya diberikan secara
sukarela.Kepatuhan Wajib Pajak menjadi aspek penting mengingat
sistem perpajakan Indonesia menganut
dalam prosesnya secara mutlak memberikan kepercayaan kepada
Wajib Pajak untuk menghitung, membayar dan melapor
kewajibannya.
Variabel kepatuhan Wajib Pajak menjadi tolok ukur untuk
menentukan seberapa besar kemungkinan Wajib Pajak melakukan
penggelapan pajak (tax evasion).Instrumen pengukuran variabel ini
menggunakan sejumlah pertanyaan yang dikembangkan oleh peneliti,
dimana masing-masing pertanyaan menjelaskan masing-masing
variabel.Setiap item pertanyaan menggunakan skala likert 5 poin yang
terdiri dari (1) Sangat setuju, (2) Setuju, (3) Netral, (4) Tidak setuju,
(5) Sangat tidak setuju.
3.4.6.1.3.Pengetahuan Wajib Pajak (X3)
Dalam kaitannya dengan Wajib Pajak, kepatuhan dapat
didefinisikan sebagai perilaku Wajib Pajak dalam memenuhi
kewajiban perpajakannya sesuai dengan peraturan yang
berlaku.Perilaku tersebut sangat dipengaruhi oleh motivasi. Biasanya
motivasi akan berpengaruh terhadap intensitas perilaku (termotivasi,
tanpa motivasi, dan apatis), dan kesesuaian dengan tujuan perilaku
(efektif, tidak efektif).
Salah satu unsur yang bisa ditekankan oleh aparat dalam
meningkatkan kesadaran dan kepatuhan pajak adalah dengan cara
moral baik dengan media billboard, baliho, maupun membuka situs
peraturan pajak yang setiap saat bisa diakses Wajib Pajak.
Pengetahuan tentang peraturan perpajakan penting untuk
menumbuhkan perilaku patuh, karena bagaimana mungkin Wajib
Pajak disuruh patuh apabila mereka tidak mengetahui bagaimana
peraturan perpajakan, artinya bagaimana Wajib Pajak disuruh untuk
menyerahkan SPT tepat waktu jika mereka tidak tahu kapan waktu
jatuh tempo penyerahan SPT.
Instrumen pengukuran variabel ini menggunakan sejumlah
pertanyaan yang dikembangkan oleh peneliti, dimana masing-masing
pertanyaan menjelaskan masing-masing variabel.Setiap item
pertanyaan menggunakan skala likert 5 poin yang terdiri dari (1)
Sangat setuju, (2) Setuju, (3) Netral, (4) Tidak setuju, (5) Sangat tidak
setuju.
3.4.6.1.4. Sistem Perpajakan (X4)
Sistem perpajakan di Indonesia diharapkan mampu
meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak untuk menyetorkan pajak
mereka.Sistem perpajakan di Indonesia, telah diterapkan sedemikian
rupa dimana setiap Wajib Pajak harus menghitung, dan menyetorkan
pajak mereka sendiri.Hal ini membuktikan bahwa pada dasarnya
sistem perpajakan di Indonesia memberikan kepercayaan yang baik
kepada setiap Wajib Pajak untuk turut serta dan menjadi Wajib Pajak
yang aktif.Sedangkan yang menjadi kontrolnya adalah pihak fiskus,
sistem ini disebut dengan Self Assesment System.Pajak menurut Pasal
terakhir dengan UU No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan umum dan
tata cara perpajakan adalah "kontribusi wajib kepada negara yang
terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa
berdasarkan Undang Undang, dengan tidak mendapat timbal balik
secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat''.
Dengan demikian, sistem perpajakan di Indonesia
diharapkan dapat memberikan motivasi untuk setiap Wajib Pajak
bahwa pihak Ditjen pajak tidak akan menerapkan sebuah sistem yang
ribet dan merepotkan. Analoginya, sebuah sistem perpajakan yang
baik akan memberikan kepercayaan kepada masyarakat untuk
membayarkan kewajiban pajak mereka. Maka dari itu, Instrumen
pengukuran variabel ini menggunakan sejumlah pertanyaan yang
dikembangkan oleh peneliti, dimana masing-masing pertanyaan
menjelaskan masing-masing variabel.Setiap item pertanyaan
menggunakan skala likert 5 poin yang terdiri dari (1) Sangat setuju,
(2) Setuju, (3) Netral, (4) Tidak setuju, (5) Sangat tidak setuju.
3.4.6.1.5. Kemungkinan Terdeteksi Kecurangan (X5)
G.Jack Bologna, Robert J.Lindquistdan Joseph
T.Wellsmendifinisikan kecurangan “ Fraud is criminal deception
intended to financially benefit the deceiver ( 1993 : 3 )” yaitu
kecurangan adalah penipuan kriminal yang bermaksud untuk memberi
manfaat keuangan kepada si penipu. Kriminal disini berarti setiap
tindakan kesalahan serius yang dilakukan dengan maksud jahat. Dan
korbannya secara finansial. Biasanya kecurangan mencakup tiga
langkah yaitu (1) tindakan/the act (2) Penyembunyian/the
concealmentdan (3) konversi/the conversion.
Dalam bidang perpajakan, yang dimaksudkan dengan
kecurangan adalah adanya perlakuan untuk melakukan penggelapan
pajak, meminimalisir pajak secara ilegal dan bahkan tidak
mendaftarkan diri sebagai Wajib Pajak.Instrumen pengukuran variabel
ini menggunakan sejumlah pertanyaan yang dikembangkan oleh
peneliti, dimana masing pertanyaan menjelaskan
masing-masing variabel.Setiap item pertanyaan menggunakan skala likert 5
poin yang terdiri dari (1) Sangat setuju, (2) Setuju, (3) Netral, (4)
Tidak setuju, (5) Sangat tidak setuju.
3.4.6.2. Variabel Dependen
3.4.6.2.1. Etika Penggelapan Pajak (Y)
Salah satu upaya yang dilakukan Wajib Pajakdalam
meminimalisir pajaknya adalah dengan melakukan penggelapan pajak
(tax evasion).Tax evasion adalah perbuatan melanggar
Undang-Undang Perpajakan, misalnya menyampaikan didalam Surat
Pemberitahuan Tahunan (SPT) jumlah penghasilan yang lebih
rendahdaripada yang sebenarnya (understatement of income) di satu
pihak dan ataumelaporkan biaya yang lebih besar daripada yang
sebenarnya (overstatement of the deductions) di lain pihak. Bentuk tax
evasionyang lebih parah adalah apabila WajibPajak (WP) sama sekali
tidak melaporkan penghasilannya (non-reporting of income).Adanya
terlalutinggi, kurang informasinya fiskus kepada WP tentang hak dan
kewajibannya dalammembayar pajak, kurangnya ketegasan pemerintah
dalam menanggapi kecurangandalam pembayaran pajak sehingga WP
mempunyai peluang untuk melakukan tax evasion.
Penggelapan pajak pada dasarnya dimotivasi oleh tarif yang
terlalu tinggi, tetapi tidak hanya itu melainkan setiap Wajib Pajak tidak
ingin membagi penghasilannya kepada pihak lain. Terlebih lagi apabila
laba yang diperoleh perusahaannya besar, maka pajaknya juga akan
semakin besar. Hal inilah yang menyebabkan setiap Wajib Pajak
berusaha untuk melakukan penggelapan pajak.Instrumen pengukuran
variabel ini menggunakan sejumlah pertanyaan yang dikembangkan
oleh peneliti, dimana masing pertanyaan menjelaskan
masing-masing variabel.Setiap item pertanyaan menggunakan skala likert 5
poin yang terdiri dari (1) Sangat setuju, (2) Setuju, (3) Netral, (4)
Tabel 3.1
Operasional Variabel penelitian
Variabel Sub Variabel Indikator Butir
Pertanyaan
1.Penerapan pemeriksaan pajak untuk mencegah penggelapan pajak.
1.Pemeriksan pajak dilakukan atas dasar sebuah kebijakan yang seharusnya dilaksanakan
Kepatuhan Wajib Pajak diharapkan mampu
meningkatkan penerimaan negara dalam sektor perpajakan.
2, 4 Interval
1. Pentingnya Kepatuhan Wajib Pajak.
1.Sosialisasi yang
diberikan oleh pihak KPP diharapkan mampu memberikan motivasi untuk meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak.
2. Pelayanan yang baik dari pihak Ditjen Pajak akan meningkatkan kepatuhan
1.Setiap Wajib Pajak harus memiliki pengetahuan yang baik mengenai perpajakan.
2. Pengetahuan Wajib Pajak yang cukup baik, akan mampu menghindari
1.Setiap Wajib Pajak perlu mengetahui asas-asas perpajakan agar mereka
(Sumber: Suryani(2013)).
memahami pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara.
1. Sistem Pemungutan Pajak.
1.Sistem pemungutan pajak yang diterapkan di
Indonesia membutuhkan kontrol yang ketat.
3, 4 Interval
1.Kecurangan dalam bidang perpajakan salah satunya adalah
melakukan penggelapan pajak.
2. Kecurangan dalam bidang perpajakan sangat mudah dilakukan karena sistem perpajakan di Indonesia memberikan kebebasan kepada Wajib Pajak untuk menghitung jumlah hutang pajaknya.
1, 3
2. 1.Etika penggelapan pajak
sangat bergantung pada kinerja fiskus.
2. Penerapan hukum di dalam bidang perpajakan, akan sangat
mempengaruhi etika penggelapan pajak.
3. Penggelapan pajak terjadi karena adanya
diskriminasi dan
rendahnya keadilan yang diterapkan.
2, 4
3
1
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Objek Penelitian
4.1.1. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dengan melakukan penyebaran kuesioner sejumlah
50 kuesioner, dengan objek penelitian adalah Wajib Pajak Orang Pribadi yang
terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Binjai yang beralamat di Jalan
Jambi No. 1, Rambung Barat, Binjai Selatan. Sampel diambil dengan metode
convenience sampling, yaitu anggota sampel yang dipilih atau diambil berdasarkan
kemudahan memperoleh data yang dibutuhkan, atau unit sampel yang ditarik mudah
untuk diukurnya dan bersifat kooperatif (Hamid, 2010). Teknik pemilihan sampel ini
dipilih karena pertimbangan lokasi yang mudah untuk dijangkau sehingga dapat
memudahkan peneliti dalam pengumpulan sampel yang akan digunakan dalam
penelitian dan dilakukan dengan penyebaran atau pembagian kuesioner di Kantor
Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Binjai yang di lakukan mulai dari 2 Mei 2016
sampai dengan 1 Juni 2016. Dimana data distribusi sampel penelitian dapat di lihat
dalam tabel 4.1.
Tabel 4.1
Data Distribusi Sampel Penelitian No. Nama KPP Kuesioner Yang di
Bagikan
Kuesioner Yang di Kembalikan
1. KPP Pratama Binjai 50 50
Kuesioner yang dibagikan ataupun disebarkan berjumlah 50 buah kuesioner,
kembali sejumlah 100% dan kuesioner yang dapat diolah sejumlah 50 buah kuesioner
atau 100%.
Tabel 4.2 Sampel Penelitian
No. Keterangan Wajib Pajak Persentase
1. Jumlah kuesioner yang
disebar 50 100%
2. Jumlah kuesioner yang
tidak kembali 0 0
3. Jumlah kuesioner yang
tidak dapat diolah 0 0
4. Jumlah kuesioner yang
dapat diolah 50 100%
Sumber Data: Data Primer yang diolah, 2016.
4.1.2. Data Responden
Karakteristik responden pada penelitian ini diukur dengan skala interval yang
menunjukkan besarnya frekuensi absolut dan persentase jenis kelamin, umur
responden, pendidikan terakhir responden dan jenis pekerjaan responden.Responden
yang digunakan dalam penelitian ini adalah Wajib Pajak yang terdaftar pada Kantor
Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Binjai. Dalam hal ini peneliti dibantu oleh para
pegawai yang berkedudukan pada bagian pelayanan di KPP Pratama Binjai untuk
melakukan penyebaran kuesioner, dengan tujuan agar kuesioner tersebut dapat
dijawab oleh para Wajib Pajak yang memang memiliki keseriusan untuk memberikan
respon mereka terhadap kuesioner penelitian ini. Dengan demikian, penyebaran
kuesioner ini dilakukan berdasarkan kebijakan pegawai. Berdasarkan pegawai disini
bermaksud bahwa para pegawai yang merupakan bagian pelayanan pada KPP
Pratama Binjai tersebut telah lebih mengenal dan bahkan memahami karakter setiap
Wajib Pajak yang terdaftar, maka dari itu kerja sama dengan para pegawai tersebut
akan sangat membantu proses penelitian ini. Pada karakteristik responden, terdapat 50
menjadi responden.Data mengenai karakteristik responden ditampilkan pada tabel
berikut ini.
Tabel 4.3
Data Statistik Responden
Deskripsi Jumlah Persentase (%)
Jenis Sumber Data: Data Primer yang diolah, 2016.
Tabel di atas menjelaskan mengenai data responden dilihat dari jenis kelamin,
umur responden, pendidikan terakhir dan jenis pekerjaan responden.Data-data
tersebut menjelaskan identitas Wajib Pajak Orang Pribadi yang terdaftar di KPP
Pratama Binjai. Adapun penjelasan mengenai data responden di jelaskan di dalam
Sumber Data: Data Primer yang diolah, 2016.
Gambar 4.1
Data Statistik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Grafik tersebut menjelaskan bahwa berdasarkan data yang telah diperoleh,
jumlah responden yang merupakan Wajib Pajak Orang Pribadi yang terdaftar di KPP
Pratama Binjai yaitu pria berjumlah 23 responden atau 46% sedangkan wanita
berjumlah 27 responden atau 54%. Hal ini dapat diasumsikan bahwa Wajib Pajak
Orang Pribadi yang terdaftar di KPP Pratama Binjai mayoritas yang melakukan
penyetoran pajak adalah wanita.
Sumber Data: Data Primer yang diolah, 2016.
Gambar 4.2
Data Statistik Responden Berdasarkan Umur Responden
Grafik tersebut menjelaskan bahwa berdasarkan data yang telah diperoleh,
jumlah responden yang merupakan Wajib Pajak Orang Pribadi yang terdaftar di KPP 46%
54%
pria wanita
40%
32% 28%
Pratama Binjai yaitu yang berumur 20-24 Tahun berjumlah 20 responden atau 40%
sedangkan yang berumur 25-35 berjumlah 16 responden atau 32%. Dan yang berumur
> 35 Tahun berjumlah 14 responden atau 28%. Dengan demikian, Wajib Pajak Orang
Pribadi yang terdaftar di KPP Pratama Binjai yang melakukan penyetoran pajak
mayoritas berumur 20-24 Tahun dan ini merupakan sesuatu hal yang sangat baik,
karena ada suatu kesadaran untuk melakukan pembayaran pajak yang dilakukan oleh
responden yang dapat dikatakan masih berusia lebih muda.
Sumber Data: Data Primer yang diolah, 2016.
Gambar 4.3
Data Statistik Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir
Grafik tersebut menjelaskan bahwa berdasarkan data yang telah diperoleh,
jumlah responden yang merupakan Wajib Pajak Orang Pribadi yang terdaftar di KPP
Pratama Binjai menurut jenjang pendidikan terakhirnya yaitu D3 berjumlah 21 orang
atau 42%, S1 berjumlah 19 orang atau 38%, S2 berjumlah 4 orang atau 8%, S3 tidak
ada dan Lainnya berjumlah 4 orang atau 12 %. Dengan demikian, menurut jenjang
pendidikan terakhirnya maka mayoritas Wajib Pajak Orang Pribadi yang terdaftar di
KPP Pratama Binjai adalah yang berasal dari Diploma 3.
42% 38%
8% 0%
12%
Sumber Data: Data Primer yang diolah, 2016.
Gambar 4.4
Data Statistik Responden Berdasarkan Pekerjaan
Grafik tersebut menjelaskan bahwa berdasarkan data yang telah diperoleh,
jumlah responden yang merupakan Wajib Pajak Orang Pribadi yang terdaftar di KPP
Pratama Binjai menurut pekerjaannya yaitu wiraswasta berjumlah 26 orang atau 52%,
pegawai negeri berjumlah 17 orang atau 34%, dan pegawai swasta berjumlah 7 orang
atau 14%. Hal ini menunjukkan bahwa Wajib Pajak Orang Pribadi yang terdaftar di
KPP Pratama Binjai dan melakukan penyetoran pajak, mayoritas berasal dari
wiraswasta berdasarkan penelitian yang telah dilakukan.
4.1.3. Hasil dan Pembahasan
4.1.3.1. Hasil Uji Statistik Deskriptif
Analisis statistik deskriptif digunakan untuk mengetahui deskripsi
suatu data yang dilihat dari nilai maksimum, nilai minimum, nilai rata-rata
(mean), dan nilai standar deviasi, dari variabel intensitas pemeriksaan pajak,
kepatuhan wajib pajak, pengetahuan wajib pajak, sistem perpajakan, dan
persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak. Berdasarkan analisis
statistik deskriptif diperoleh gambaran sampel sebagai berikut.
52% 34%
14%
Tabel 4.4Statistik Deskriptif
Kepatuhan Wajib Pajak (X2)
Etika Penggelapan Pajak (Y)
50 1.00 5.00 3.8850 .95058
Valid N (listwise) 50
4.1.3.2.Hasil Uji Kualitas Data
4.1.3.2.1. Hasil Uji Validitas
Berikut hasil dari uji validitas terhadap butir-butir pertanyaan
dari variabel intensitas pemeriksaan pajak, kepatuhan wajib pajak,
pengetahuan wajib pajak, sistem perpajakan, kemungkinan terdeteksinya
kecurangan, dan etika penggelapan pajak.
Tabel 4.5Hasil Uji Validitas Variabel Intensitas Pemeriksaan Pajak
Item-Total Statistics
Scale Mean if Item Deleted
Scale Variance if Item Deleted
Corrected Item-Total Correlation
Cronbach's Alpha if Item Deleted
x11 12.6600 3.045 .740 .758
x12 13.2800 3.553 .715 .788
x13 13.1400 2.735 .653 .809
x14 13.0000 3.143 .622 .811
Tabel 4.6Hasil Uji Validitas Variabel Kepatuhan Wajib Pajak
Item-Total Statistics
Scale Mean if Item Deleted
Scale Variance if Item Deleted
Corrected Item-Total Correlation
Cronbach's Alpha if Item Deleted
x21 12.9400 1.853 .697 .621
x22 13.1400 2.245 .467 .747
x23 12.9400 2.058 .545 .708
x24 13.0000 2.041 .525 .720
Tabel 4.7 Uji Validitas Variabel Pengetahuan Wajib Pajak
Item-Total Statistics Scale Mean if Item
Deleted
Scale Variance if Item Deleted
Corrected Item-Total Correlation
Cronbach's Alpha if Item Deleted
x31 12.8200 3.375 .792 .833
x32 12.9400 3.568 .761 .846
x33 12.8600 3.347 .689 .875
Tabel 4.8 Uji Validitas Variabel Sistem Perpajakan
Item-Total Statistics Scale Mean if Item
Deleted
Scale Variance if Item Deleted
Corrected Item-Total Correlation
Cronbach's Alpha if Item Deleted
x41 12.9400 2.547 .459 .689
x42 12.9600 2.651 .531 .646
x43 12.7800 2.257 .563 .624
x44 12.8600 2.858 .499 .668
Tabel 4.9 Uji Validitas Variabel Kemungkinan Terdeteksinya Kecurangan
Item-Total Statistics
Scale Mean if Item Deleted
Scale Variance if Item Deleted
Corrected Item-Total Correlation
Cronbach's Alpha if Item Deleted
x51 12.6600 2.188 .351 .601
x52 12.8400 2.178 .369 .592
x53 12.8200 1.824 .575 .456
x54 13.0400 1.304 .445 .585
Tabel 4.10Hasil Uji Validitas Variabel
Persepsi Wajib Pajak Mengenai Etika Penggelapan Pajak Item-Total Statistics
Scale Mean if Item Deleted
Scale Variance if Item Deleted
Corrected Item-Total Correlation
Cronbach's Alpha if Item Deleted
y11 11.6000 8.408 .826 .899
y12 11.7000 8.133 .880 .881
y13 11.7800 7.604 .761 .931
y14 11.7800 8.624 .858 .892
Nilai patokan untuk uji validitas adalah koefisien korelasi
(Corrected Item-Total Correlation) yang mendapat nilai lebih besar dari 0,3
(Sekaran dalam Augustine dan Kristaung, 2013:70). Berdasarkan hasil uji
validitas pada Tabel 4.5 hingga 4.10, diketahui seluruh pertanyaan bersifat
valid. Hal ini karena seluruh nilai Corrected Item-Total Correlation bernilai
4.1.3.2.2. Hasil Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas harus dilakukan hanya pada pertanyaan yang telah
memiliki atau memenuhi uji validitas, jadi jika tidak memenuhi syarat uji validitas
maka tidak perlu diteruskan untuk uji reliabilitas (Noor, 2011:130).Berikut hasil
dari uji reliabilitas terhadap butir-butir pertanyaan yang valid.
Tabel 4.11 Hasil Uji Reliabilitas
Variabel Nilai Alpha Cronbach
intensitas pemeriksaan pajak kepatuhan wajib pajak pengetahuan wajib pajak
sistem perpajakan
kemungkinan terdeteksinya kecurangan etika penggelapan pajak
0,835
Jika nilai Alpha Cronbach lebih besar dari 0,6, maka kuesioner
penelitian bersifat reliable (Augustine dan Kristaung, 2013:73, Noor,
2011:165). Diketahui bahwa kuesioner bersifat reliable, karena nilai Alpha
Cronbach lebih besar dari 0,6.
4.1.3.3 Hasil Uji Asumsi Klasik 4.1.3.3.1Hasil UjiNormalitas
Dalam penelitian ini, uji normalitas terhadap residual
dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov. Tingkat signifikansi
yang digunakan � = 0,05. Dasar pengambilan keputusan adalah
melihat angka probabilitas �, dengan ketentuan sebagai berikut.Jika
nilai probabilitas � ≥ 0,05, maka asumsi normalitas terpenuhi. Jika
probabilitas < 0,05, maka asumsi normalitas tidak terpenuhi.(Gio dan
Elly, 2015).
Unstandardize d Residual
N 50
Normal Parametersa,,b Mean .0000000
Std. Deviation 3.02751973
Most Extreme Differences
Absolute .100
Positive .045
Negative -.100
Kolmogorov-Smirnov Z .707
Asymp. Sig. (2-tailed) .700
a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.
Perhatikan bahwa berdasarkan Tabel 4.12, diketahui nilai
probabilitas p atau Asymp.Sig. (2-tailed) sebesar 0,700. Karena nilai
probabilitas p, yakni 0,700, lebih besar dibandingkan tingkat
signifikansi yakni 0,05. Hal ini berarti asumsi normalitas terpenuhi.
Gambar 4.5
Hasil Uji Normalitas Data
Berdasarkan plot di atas yang merupakan hasil dari pengujian SPSS 19, maka dapat dilihat pada grafik plot tersebut terlihat titik-titik mengikuti dan mendekati garis diagonalnya sehingga dapat disimpulkan bahwa model regresi ini memenuhi asumsi normalitas. Dengan demikian, setiap variabel bergerak mengikuti garis diagonal secara normal.
Gambar 4.6
Hasil Uji Normalitas Data
Selain itu histogram ini juga membuktikan bahwa data
tersebut berdistribusi secara normal.Gambar histogram ini
menunjukkan bahwa pola distribusinya melenceng ke kanan yang
artinya adalah data tersebut berdistribusi secara normal.
4.1.3.3.2 HasilUji Multikolinearitas
Untuk memeriksa apakah terjadi multikolinearitas atau
tidak dapat dilihat dari nilai variance inflation factor (VIF). Nilai VIF
yang lebih dari 10 diindikasi suatu variabel bebas terjadi
Tabel 4.13Hasil Uji Multikolinearitas Data
Model
Collinearity Statistics Tolerance VIF
1 (Constant)
Intensitas Pemeriksaan Pajak (X1)
.980 1.021
Kepatuhan Wajib Pajak (X2) .735 1.361
Pengetahuan Wajib Pajak (X3) .745 1.343
Sistem Perpajakan (X4) .968 1.033
Kemungkinan Terdeteksinya Kecurangan (X5)
.961 1.040
Perhatikan bahwa berdasarkan Tabel 4.10, nilai VIF dari
variabel intensitas pemeriksaan pajak adalah 1,021, nilai VIF dari
variabel kepatuhan wajib pajakadalah 1,361, nilai VIF dari variabel
pengetahuan wajib pajakadalah 1,343, nilai VIF dari variabel sistem
perpajakanadalah 1,033, dan nilai VIF dari kemungkinan
terdeteksinya kecurangan adalah 1,040. Karena masing-masing nilai
VIF tidak lebih besar dari 10, maka tidak terdapat gejala
multikolinearitas yang berat.
4.1.3.3.3 Hasil Uji Heteroskedastisitas
Asumsi homoskedastisitas (tidak terjadi heteroskedastisitas)
menyatakan terjadi kesamaan varians dari error (errors with constant
variance) untuk setiap tingkatan atau level dari variabel-variabel
bebas. Ketika asumsi homoskedastisitas tidak dipenuhi, maka
peristiwa tersebut disebut heteroskedastisitas.Untuk mendeteksi
terjadinya gejala heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan
menggunakan uji Glejser (Gio dan Elly, 2015).
Uji statistik Glejser dipilih karena lebih dapat menjamin
menimbulkan bias (Ghozali, 2011, Gujarati, 2004, Gio dan Elly,
2015). Kriteria yang digunakan untuk menyatakan apakah terjadi
heteroskedastisitas atau tidak di antara data pengamatan dapat
dijelaskan dengan menggunakan koefisien signifikansi.Koefisien
signifikansi harus dibandingkan dengan tingkat signifikansi yang
ditetapkan sebelumnya (5%).Apabila koefisien signifikansi lebih
besar dari tingkat signifikansi yang ditetapkan, maka dapat
disimpulkan tidak terjadi heteroskedastisitas (homoskedastisitas).Jika
koefisien signifikansi lebih kecil dari tingkat signifikansi yang
ditetapkan, maka dapat disimpulkan terjadi heteroskedastisitas.
Tabel 4.14Hasil Uji Heteroskedastisitas dengan Uji Glejser Coefficientsa
Kepatuhan Wajib Pajak (X2)
1.778 1.356 .224 1.311 .197
Pengetahuan Wajib Pajak (X3)
a. Dependent Variable: abs_residual_Glejser
Berdasarkan Tabel 4.14, diketahui nilai probabilitas atau
Sig. dari intensitas pemeriksaan pajak adalah 0,898, nilai probabilitas
atau Sig. dari kepatuhan wajib pajak adalah 0,197, nilai probabilitas
atau Sig. dari sistem perpajakan adalah 0,846, dan nilai probabilitas
atau Sig. dari kemungkinan terdeteksinya kecurangan adalah 0,847.
Karena masing-masing nilai probabilitas (Sig.) > 0,05, maka
disimpulkan tidak terjadi gejala heteroskedastistas.
4.1.3.4 Hasil Uji Regresi Linier Berganda
Regresi linier berganda digunakan untuk memodelkan hubungan
antara variabel dependen dengan variabel independen, dengan jumlah variabel
independen lebih dari satu.Secara umum, analisis regresi biasanya adalah studi
mengenai ketergantungan variabel dependen dengan satu atau lebih variabel
independen dengan tujuan untuk mngestimasi dan atau memprediksi rata-rata
populasi atau nilai rata-rata variabel dependen berdasarkan nilai variabel
independen yang diketahui.Model regresi berganda bertujuan untuk
memprediksi besar variabel dependen dengan menggunakan data variabel
independen yang sudah diketahui besarnya (Susetyo, 2010:63), berikut ini
hasil persamaan regresi linier berganda.
Tabel 4.15 Hasil Uji Regresi Linier Berganda
Intensitas Pemeriksaan Pajak (X1)
-.518 .201 -.312
Kepatuhan Wajib Pajak (X2) -.377 .290 -.182
Berdasarkan Tabel 4.15 diperoleh persamaan regresi linear
sebagai berikut berikut.
Y = 48,948 – 0,518X1 - 0,377X2 - 0,447X3 - 0,511X4 – 0,084X5 + e
Berdasarkan Tabel 4.15, disajikan kembali nilai koefisien regresi untuk
masing-masing variabel bebas, besertas interpretasinya (Tabel 4.16).
Tabel 4.16 Koefisien Regresi Beserta Interpretasinya
Variabel Koefisien Regresi dan Interpretasi
Intensitas Pemeriksaan Pajak -0,518 (bernilai negatif), berarti intensitas pemeriksaan pajak memiliki pengaruh negatif terhadap penggelapan pajak.
Kepatuhan Wajib Pajak -0,377 (bernilai negatif), berarti kepatuhan wajib pajak memiliki pengaruh negatif terhadap penggelapan pajak.
Pengetahuan Wajib Pajak -0,447 (bernilai negatif), berarti pengetahuan wajib pajak memiliki pengaruh negatif terhadap penggelapan pajak.
Sistem Perpajakan
-0,511 (bernilai negatif), berarti sistem perpajakan memiliki pengaruh negatif terhadap penggelapan pajak.
Kemungkinan Terdeteksinya Kecurangan
-0,084 (bernilai negatif), berarti kemungkinan terdeteksinya kecurangan memiliki pengaruh negatif terhadap penggelapan pajak.
4.1.3.5. Hasil Uji Hipotesis Penelitian 4.1.3.5.1 Hasil Uji Statistik F
Uji � bertujuan untuk menguji pengaruh variabel bebas
secara bersama-sama atau simultan terhadap variabel tak bebas.
Tabel 4.17Hasil Uji StatistikF ANOVAb
a. Predictors: (Constant), Kemungkinan Terdeteksinya Kecurangan (X5), Pengetahuan Wajib Pajak (X3), Intensitas Pemeriksaan Pajak (X1), Sistem Perpajakan (X4), Kepatuhan Wajib Pajak (X2)
Diketahui nilai F tabel adalah 2,427 (nilai F tabel tersaji di
lampiran). Berdasarkan Tabel 4.13, diketahui nilai F hitung adalah
5,080. Perhatikan bahwa karena nilai F hitung (5,080) ≥ F tabel
(2,427), maka disimpulkan bahwa pengaruh simultan dari seluruh
variabel bebas signifikan secara statistika terhadap penggelapan
pajak. Diketahui nilai Sig. 0,001 < 0,05, maka pengaruh simultan
dari seluruh variabel bebas signifikan terhadap penggelapan pajak.
4.1.3.5.2. Hasil Uji Statistik t
Uji statistik t berguna untuk menguji pengaruh dari masing-masing variabel independen secara parsial terhadap variabel dependen.Untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh masing-masing variabel independen secara parsial terhadap variabel dependen dapat dilihat pada tingkat signifikansi 0.05.Hasil uji statistik t dapat dilihat pada tabel 4.18, jika nilai probability t < 0.05 maka Haditerima, sedangkan jika nilai probability t > 0.05 maka Ha ditolak.(Ghozali, 2011: 101).
Tabel 4.18
Hasil Uji Statistik t (Uji Signifikansi Parsial) Coefficientsa
Tabel 4.19 Menguji Signifikan Pengaruh dengan Nilai t
Variabel Nilai T
Hitung
Nilai T Tabel (Tersaji di
Lampiran) Interpretasi
Intensitas
Pemeriksaan Pajak -2,576 ±2,015 Pengaruh intensitas pemeriksaan pajak
signifikan terhadap penggelapan pajak
Kepatuhan Wajib
Pajak -1,302 ±2,015 Pengaruh kepatuhan wajib pajak tidak
signifikan terhadap penggelapan pajak
Pengetahuan Wajib
Pajak -2,043 ±2,015
Pengaruh pengetahuan wajib pajak signifikan terhadap penggelapan pajak
Sistem Perpajakan -2,257
±2,015
Pengaruh sistem perpajakan signifikan terhadap penggelapan pajak Kemungkinan
Terdeteksinya Kecurangan
-0,315 ±2,015
Pengaruh kemungkinan terdeteksinya kecurangan tidak signifikan terhadap
penggelapan pajak
Tabel 4.20 Menguji Signifikan Pengaruh dengan Nilai Probabilitas (Sig.)
Variabel Nilai Sig. Tingkat Signifikansi Interpretasi
Intensitas
Pemeriksaan Pajak 0,013 �= 0,05
Pengaruh intensitas pemeriksaan pajak signifikan terhadap penggelapan pajak
(Sig. < 0,05) Kepatuhan Wajib
Pajak 0,2 �= 0,05
Pengaruh faktor kepatuhan wajib pajak tidak signifikan terhadap penggelapan
pajak (Sig. > 0,05)
Pengetahuan Wajib
Pajak 0,047
�= 0,05
Pengaruh faktor pengetahuan wajib pajak signifikan terhadap penggelapan
pajak (Sig. < 0,05)
Sistem Perpajakan 0,029 �= 0,05
Pengaruh faktor sistem perpajakan signifikan terhadap penggelapan pajak
(Sig. < 0,05)
Kemungkinan Terdeteksinya Kecurangan
0,754 �= 0,05
Pengaruh faktor kemungkinan terdeteksinya kecurangan tidak signifikan terhadap penggelapan pajak
(Sig. > 0,05)
Berdasarkan hasil pengujian dari tabel 4.18, maka dapat ditarik
1. Hasil Uji Hipotesis Satu: Intensitas pemeriksaan pajak berpengaruh negatif terhadap etika penggelapan pajak.
Hasil uji hipotesis 1 yang ditunjukkan pada tabel 4.18, variabel intensitas
pemeriksaan pajak mempunyai tingkat signifikasi sebesar 0.013 dan nilai t
sebesar -2.576.Hal ini berarti Ha1diterima sehingga dapat dikatakan bahwa
intensitas pemeriksaan pajak berpengaruh negatif dan signifikan terhadap
etika penggelapan pajak karena tingkat signifikasi yang dimiliki variabel
intensitas pemeriksaan pajak < 0.05 (0.013< 0.05) dan nilai thitung> 2.015
(-2.576 > 2.015).Intensitas pemeriksaan pajak merupakan salah satu aplikasi
ataupun tindakan antisipasi untuk mencegah terjadinya penggelapan pajak.
Semakin intensif pemeriksaan pajak dilakukan maka setiap Wajib Pajak akan
semakin takut untuk melakukan penggelapan pajak. Pada dasarnya, penerapan
self assessment system harus memiliki kontrol yang tinggi dan salah satunya
dilakukan dengan cara meningkatkan intensitas pemeriksaan pajak.
Pada penelitian ini, hipotesis diterima bahwa intensitas pemeriksaan pajak
berpengaruh negatif.Apabila pihak fiskus melakukan pemeriksaan secara baik
maka penggelapan pajak dapat di minimalisir. Singkatnya, intensitas
pemeriksaan pajak akan memberikan peranan yang lebih baik untuk
menghindarkan terjadinya penggelapan pajak. Tidak terbatas hanya berfokus
pada Wajib Pajak, namun intensitas pemeriksaan pajak juga menjadi alat
evaluasi untuk penerapan Undang-Undang Perpajakan juga.Dengan demikian,
segala tindakan yang tidak baik dalam bidang perpajakan harus dilakukan
2. Hasil Uji Hipotesis Dua: Kepatuhan Wajib Pajak berpengaruh negatif terhadap etika penggelapan pajak.
Hasil uji hipotesis 2 yang ditunjukkan pada tabel 4.18, variabel kepatuhan
Wajib Pajak mempunyai tingkat signifikasi sebesar 0.2 dan nilai t sebesar
-1.302. Hal ini berarti Ha2diterima sehingga dapat dikatakan bahwa kepatuhan
Wajib Pajak berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap etika
penggelapan pajak karena tingkat signifikasi yang dimiliki variabel kepatuhan
Wajib Pajak< 0.05 (0.2< 0.05) dan nilai thitung> 2.015 (-1.302 >
2.015).Setiap Wajib Pajak yang memiliki kesadaran yang tinggi untuk
melakukan pembayaran pajak, diasumsikan memiliki tingkat kepatuhan yang
tinggi pula untuk melakukan pembayaran pajak dan mematuhi undang-undang
perpajakan yang dibuat oleh pemerintah.
Kepatuhan Wajib Pajak memiliki hubungan yang negatif dengan etika
penggelapan pajak. Mereka yang mematuhi undang-undang perpajakan akan
mampu menyadari kewajibannya sebagai Wajib Pajak untuk melakukan
pembayaran pajak. Dengan demikian, semakin tinggi tingkat kepatuhan Wajib
Pajak maka akan semakin minim tingkat penggelapan pajak. Baik kepatuhan
secara materil maupun formal memiliki hubungan yang negatif dengan etika
penggelapan pajak.
3. Hasil Uji Hipotesis Tiga: Pengetahuan Wajib Pajak berpengaruh negatif terhadap etika penggelapan pajak.
Hasil uji hipotesis 3 yang ditunjukkan pada tabel 4.18, variabel
pengetahuan Wajib Pajak mempunyai tingkat signifikasi sebesar 0.047 dan
nilai t sebesar -2.043. Hal ini berarti Ha3diterima sehingga dapat dikatakan