BAB VI ANALISIS DAN PEMBAHASAN DARI PROSES
E. Keterlaksanaan Desain Instruksional di Dalam Kelas (Kesesuaian
Pada penelitian ini, peneliti menerapkan desain instruksional yang sudah
disusun. Desain ini disusun untuk 4 pertemuan, ada yang dapat terlaksana
dengan baik tetapi ada juga yang tidak terlaksana dan apakah sesuai dengan
hipotesis peneliti atau tidak.
1. Kegiatan 1 : Mengingat Kembali Kelipatan Persekutuan Terkecil (KPK)
Pada pertemuan ini, desain disusun untuk mengulang materi KPK.
KPK sudah diajarkan oleh guru kelas. Siswa telah memiliki pengetahuan
awal tentang penjumlahan, pembagian, perkalian dan membaca jam serta
kalender. Aktifitas pembelajaran dimulai dengan siswa diberi
permasalahan yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari yaitu :
Pada pukul 05.00 lonceng A dan lonceng B berdentang bersamaan. Lonceng A berdentang setiap 2 jam sekali. Lonceng B berdentang setiap 3 jam sekali. Pada pukul berapakah lonceng A dan lonceng B dapat berdentang bersama lagi?
Siswa diberi kesempatan untuk mengeksplorasi soal tersebut dengan
kemampuan masing-masing. Peneliti memiliki hipoteis bahwa siswa sudah
memiliki ide atau dapat menentukan menentukan pukul berapa lonceng A
dan lonceng B berdentang. Tetapi pada pelaksanaannya, siswa belum bisa
menentukan karena tidak tahu pakai cara apa.
Melihat banyak siswa yang tidak tahu, maka siswa diarahkan untuk
masih bingung dalam membedakan KPK dan FPB. Tetapi pada
pelaksanaannya, siswa sudah dapat membedakan antara KPK dan FPB.
Siswa dapat mencari kelipatan dari 2 dan 3. KPK diperoleh dari kelipatan
persekutuan terkecil dari 2 dan 3. Siswa mencari kelipatan dari 2 dan 3.
Kemudian dicari kelipatan persekutuan terkecil dari 2 dan 3.
Kelipatan dari 2 adalah 2, 4, 6, 8, 10, 12, …
Kelipatan dari 3 adalah 3, 6, 9, 12, 15, …
Salah satu siswa bersedia menuliskan idenya di papan tulis, diperoleh
KPK dari 2 dan 3 adalah 6. Dalam desain yang telah disusun, digunakan
alat peraga jam atau gambar jam (di papan tulis) untuk menentukan 6 jam
setelah pukul 05.00. Dengan menggunakan alat peraga siswa dapat
menetukan 6 jam setelah pukul 05.00. Siswa menghitung, dipeoleh pukul
11.00. Dalam desain, diberikan soal latihan lagi yaitu :
Pada tanggal 2 September 2009 Tuti dan Ani les matematika. Tuti les setiap 4 hari sekali, dan Ani les setiap 5 hari sekali. Pada tanggal berapakah di bulan September Tuti dan Ani les bersama lagi?
Pada soal kedua ini, siswa telah memiliki gamabaran tentang menentukan
tanggan berapa Ani dan Tuti les lagi, tetapi siswa tetap diberi kesempatan
untuk mengerjakan sal tersebut dengan cara sesuai kemampuan
masing-masing. Dari pengalaman mengerjakan soal pertama, untuk soal kedua ini
siswa mencari KPK dari 6 dan 5. Siswa dapat mencari kelipatan dari 5 dan
6. Kemudian siswa mencari KPK dari 5 dan 6, yakni 30. Siswa juga dapat
lagi, agar siswa lebih paham tentang KPK. Soal yang diberikan adalah
mencari KPK dari 4 dan 5. Siswa dapat mencari KPK dari 4 dan 5, dengan
mendaftar kelipatan kelipatan. Kemudian mencari kelipatan persekutuan
yang terkecil. Pada dasarnya desain instruksional yang disusun untuk hari
pertama ini dapat terlaksana.
2. Kegiatan 2 : Melakukan operasi penjumlahan dan pembandingan pecahan
dengan penyebut sama.
Dalam desain instruksional kedua ini, siswa telah memiliki
pengetahuan awal yakni tentang pecahan yang telah dipelajari di kelas III.
Untuk pertemuan keduan ini, sebelum masuk materi inti alam desain
pembelajaran digunakan apersepsi pecahan dengan meminta siswa
menggambar pizza. Salah satu siswa yakni SG maju menggambar di papan
tulis. SG menggambar lingkaran kemudian membagi menjadi 8 bagian
yang sama besar. Kemudian siswa diberi permasalahan yang berhubungan
dengan kehidupan sehari-hari yakni :
Ibu mempunyai sebuah kue, kue itu akan dibagikan untuk Ani dan Budi. Berapa bagian yang diperoleh oleh Ani? .
Sebelum siswa diminta untuk mengungkapkan pendapatnya, terlebih
dahulu siswa mengeksplorasi soal tersebut sesuai dengan kemampuan
masing-masing. Pelaksanaan dari soal yang diberikan ini adalah SN
bersedia menggambarkan idenya. SN mulai menggambar awalnya SN
menggambar lingkaran, kemudian menghapus dan menggambar persegi
yang sama besar dan mengarsir satu bagian. SN menulis di bawah
gambar. Hipotesis peneliti adalah dimungkinkan ada siswa yang belum
bisa menggambarkan keadaan tersebut. Tetapi ternyata, dalam pelaksanaan
di kelas siswa sudah dapat menggambarkan keadaan dari soal yang
diberikan. Bermacam gambar yang dibuat oleh siswa untuk menyelesaikan
soal yang diberikan. Agar siswa lebih paham, siswa diminta untuk
menggambar keadaan pecahan . Sesuai dengan hipotesis peneliti, siswa
mampu menggambar soal yang diberikan. Siswa menggambar persegi
panjang lalu membagi menjadi tiga bagian yang sama besar. Kemudian
mengarsir satu bagian. Pecahan termasuk materi yang sulit dan abstrak
untuk siswa. Oleh karena itu dalam melaksanakan desain ini, digunakan
alat peraga yaitu kertas lipat. Kertas lipat digunkan untuk menunjukkan
bagian. Pada pelaksanaannya beberapa siswa menunjukkan hasil
pemikirannya. Siswa melipat kertas lipat yang sudah dibagikan menjadi 2
bagian. Ketika peneliti bertanya bagaimana kalau bagian. Beberapa siswa
melipat kertas lipat menjadi 4 bagian yang sama besar. Agar siswa lebih
paham, diberikan soal menggambar keadaan pecahan . Sesuai
dengan hipotesis peneliti, pada pelaksanaannya ada 5 siswa yang bersedia maju menggambarkan idenya. SK mengerjakan nomor 1, SL nomor 2, SC nomor 3, SE nomor 4 dan SS nomor 5. Kelima siswa tersebut
kesulitan, melihat SE mengalami kesulitan SC dan SL membantu SE.
Berikut hasil gambar siswa.
Dari hasil pekerjaan siswa terlihat bahwa untuk soal nomor 1 SK
menggambar sebuah persegi panjang kemudian membagi menjadi 3
bagian yang sama besar dan mengarsir 2 bagian. Untuk soal nomor 2 SL
menggambar sebuah persegi panjang lalu membagi persegi tersebut
menjadi 5 bagian dan mengarsir 3 bagian. SC menggambar sebuah persegi
panjang dan membagi persegi tersebut menjadi 8 segitiga yang sama
besar. Kemudian mengarsir 4 bagian. Untuk soal nomor 4 awalnya SE
mengalami kesulitan, tetapi SC dan SL membantu SE. SE menggambar
sebuah persegi panjang dan membagi menjadi 9 bagian yang sama besar.
Tetapi SE mengalami kesulitan dalam membagi. Setelah siswa paham
dalam menggambarkan keadaan pecahan, pada desain instruksional yang
telah disusun diberikan materi penjumlahan pecahan dengan penyebut
sama. Dalam desain instruksional diberikan persoalan sebagi berikut :
Ibu memiliki 3 1
kue. Kemudian membeli 3 1
kue lagi. Berapakah kue ibu sekarang?
Tetapi peneliti lupa memberikan soal tersebut, tetapi peneliti memberikan
soal lain yang tipe permasalahannya sama yaitu :
Izal makan bagian pizza dan Risky makan bagian pizza. Berapa jumlah pizza yang dimakan?
Peneliti memiliki hipotesis bahwa siswa sudah dapat menggambarkan
keadaan pecahan yang ditanyakan. Tetapi dimungkinkan untuk
menyelesaikan soal tersebut, banyak siswa yang masih bingung. Siswa
mengerjakan soal tersebut dengan bermacam cara sesuai dengan
kemampuan masing-masing. Hipotesis dari peneliti adalah ada siswa yang
menjumlahkan pembilang dan menjumlahkan penyebutnya. Tetapi pada
pelaksanaannya ada bermacam jawaban siswa.
P : “Kok bisa Tiga per delapan itu dari mana? Hayo dapat tiga per delapan itu dari mana?”
(Salah satu siswa SL mencoba menjawab)
P : “Ini SL mau mencoba menjawab..” SL : “dari tiga ditambah delapan”
Melihat jawaban dari SL kurang tepat, peneliti bertanya pada siswa lain.
SL kembali mengutarakan pendapatnya.
SL : “Mbak..mbak.. karena ada delapan dimakan tiga?”
Tidak jarang suasana kelas sangat ramai, sehingga peneliti meminta siswa
untuk lebih tenang. Setelah siswa paham bagaimana menjumlahkan
pecahan dengan penyebut sama, dalam desain juga ditanyakan tentang
menentukan hubungan dari 2 pecahan dengan penyebut sama
Ida memiliki kue. Tono memiliki kue. Siapa yang memiliki kue yang lebih besar?
Dari pengalaman siswa dalam menggambar keadaan pecahan, siswa
diharap dapat menentukan siapa yang memiliki kue yang lebih besar
dengan kemampuannya sendiri. Dalam pelaksanaannya salah satu siswa
yaitu SN bersedia maju. Berikut hasil jawaban dari SN :
SN : “Yang memiliki kue lebih besar adalah Tono karna Ida cuma punya dua per lima sedangkan Tono tiga per lima, jadi besar kue adalah punya Tono. Dan yang b dua per lima ditambah tiga per lima sama dengan lima per lima atau satu, karena penyebut dan pembilangnya sama”
Banyak siswa memiliki jawaban yang sama dengan SN. Pada dasarnya
siswa sudah tahu bahwa dalam penjumlahan pecahan dengan penyebut
sama, yang dijumlahkan adalah pembilangnya sedangkan penyebutnya
tetap atau dapat ditulis . Desain instruksional yang disusun
pada dasarnya dapat dilaksanakan di kelas.
3. Kegiatan 3 : Menyamakan penyebut pecahan
Desain instruksional untuk hari ke-3 ini banyak menggunakan
bantuan gambar. Pengetahuan awal yang sudah dimiliki siswa adalah
dari kegiatan I dan II. Sebelum masuk dalam materi inti siswa diberikan
apersepsi contoh pecahan dengan penyebut sama. Berikut contoh yang
diberikan oleh siswa : dan serta , , , . Banyak siswa yang dapat
memberikan contoh. Selain itu juga peneliti bertanya tentang penjumlahan
pecahan dengan penyebut sama. Menjumlahkan . SG menuliskan
idenya .
P : “Itu tujuh per Sembilan itu dipeoleh darimana?” SG : “Dari empat ditambah tiga sama dengan tujuh” P : “Lalu, penyebutnya?”
SG : “tetap, karena sama”
Setelah apersepsi, diberikan materi inti yaitu penjumlahan pecahan
dengan penyebut berbeda.
Adik mempunyai
3 1
bagian kue, sedangkan Kakak mempunyai
2 1
bagian kue. Berapakah jumlah kue adik dan kakak dan kue siapa yang lebih besar?
Siswa diberikan kesempatan untuk mengerjakan soal tersebut, tetapi
yang menjawab . Tetapi ada juga yang menjawab
. Melihat banyak siswa yang tidak bisa
mengerjakan latihan tersebut, peneliti meminta siswa membagi 2 tiap
bagian yang diarsir atau yang tidak diarsir pada kue adik. Banyak siswa
yang tidak tahu maksud dari peneliti. Oleh karena itu salah satu siswa SK
diminta untuk maju. Tetapi dalam pelaksanaannya siswa hanya membagi
2 pada bagian yang tidak diarsir, tujuannya agar sama dengan kakak. Satu
bagian utuh kue adik dibagi menjadi 3 bagian. Desain pada bagian ini
tidak terlaksana dengan baik di kelas. Untuk kue kakak, Ada siswa yang
menjawab tiap bagian kue kakak dibagi tiga. Ada juga yang menjawab
dibagi dua. Dan akhirnya siswa tahu kalau dibagi dua, maka tidak sama
dengan kue adik. Kemudian siswa membagi tiap bagian menjadi tiga.
Diperoleh kue kakak bagian. Sekarang sudah sama gambar kue adik dan
kue kakak, satu bagian dibagi jadi 6 bagian yang sama besar. Peneliti
bertanya pada siswa, sudah bisa dijumlahkan belum. Semua siswa
menjawab bisa dijumlahkan. Peneliti bertanya berapa jumlah kue kakak
dan adik, siswa menjawab . Siswa dapat menjawab . Untuk
pertanyaan kue siapa yang lebih besar, siswa banyak menggunakan
gambar, siswa menjawab bahwa kue kakak lebih besar. Alasan karena kue
kakak sedangkan kue adik . Untuk mengetahui apakah siswa sudah
paham belum tentang materi yang diberikan, dalam desain diberikan
Ayah memiliki bagian kain, ibu memiliki bagian kain. Berapakah jumlah kain ayah dan ibu? Siapa yang memiliki kain yang lebih besar?
Dari pengalaman siswa mengerjakan soal penjumlahan kue kakak dan
adik, diduga salah satu kemungkinan jawaban siswa adalah siswa
menggambar terlebih dahulu kain milik ayah dan kain milik ibu.
Kain milik ayah
Kain milik ibu
Diduga siswa akan membagi tiap bagian menjadi 4 bagian untuk gambar
kain ayah (yang diarsir maupun yang tidak diarsir).
kain ayah
Dari gambar tersebut diduga siswa mampu menarik kesimpulan bahwa
6 4
bagian kain dapat dinyatakan menjadi
24 16
bagian kain.
Diduga siswa akan membagi tiap bagian menjadi 6 bagian untuk gambar
kain ibu (yang diarsir atau tidak diarsir) Tiap bagian dibagi 4
Kain ibu
Dari gambar tersebut siswa menarik kesimpulan bahwa 4 1
bagian kain
dapat dinyatakan menjadi
24 6
bagian kain. Dari gambar tersebut diduga
siswa mampu menarik kesimpulan bahwa
6 4
bagian kain dapat dinyatakan
menjadi 24 16
bagian kain. Diduga siswa akan membagi tiap bagian menjadi
6 bagian untuk gambar kain ibu (yang diarsir atau tidak diarsir). Tetapi
pada pelaksanaannya, apa yang menjadi hipotesis peneliti tidak terjadi.
P : “sekarang satu bagian utuh yang kanan dan yang kiri sudah sama belum?”
S : “Belum”
P : “biar sama, yang kiri dibagi berapa?” SL : “Dibagi dua mbak…”
(Peneliti membagi dua tiap bagian, baik yang diarsir atau yang tidak
diarsir)
P : “Lalu yang kanan?” SL : “Dibagi tiga…”
(Peneliti membagi tiga tiap bagian, baik yang diarsir atau yang tidak
diarsir)
Tiap bagian dibagi 6
Setelah itu peneliti dan siswa menghitung satu bagian pada gambar yang
mewakili kain ayah dan ibu. Setelah dihitung satu bagian baik gambar kain
ayah atau ibu terdiri dari 12 bagian. Peneliti bertanya pada siswa, sudah
sama atau belum, siswa menjawab sudah.
P : “jadi yang ini yang diarsir jadi berapa bagian?” P : “Satu…”
S : “Dua, tiga, empat, lima, enam, tujuh, delapan…” P : “Lalu yang ini jadi?”
S : “Tiga per dua belas”
P : “Lalu dijumlahin ada berapa?” S : “Sebelas per dua belas…”
Untuk pertanyaan siapa yang memiliki kain yang lebih besar, dengan
bantuan gambar siswa menjawab bahwa kain ayah lebih besar dari kain
ibu. Pada pertemuan ketiga ini, desain tidak semuanya dapat terlaksana
dengan baik, karena siswa masih bingung dalam membagi gambar.
4. Kegiatan 4 : Menggunakan KPK untuk menyamakan penyebut pecahan
Siswa sudah memiliki pengetahuan awal yakni siswa dapat
menentukan KPK dan penjumlahan pecahan dengan penyebut sama.
Aktifitas pembelajaran dimulai dengan mengulang materi penjumlahan
. Siswa diminta untuk mengingat kembali soal yang sudah diberikan
pada pertemuan sebelumnya. 2 siswa maju mengerjakan dengan
Kemudian untuk soal Penjumlahan , 2 siswa juga maju mengerjakan
dengan gambar. Diperoleh hasil penjumlahan = .
Peneliti bertanya, adakah cara lain yang dapat digunakan untuk
menyelesaikan soal penjumlahan pecahan dengan penyebut berbeda, selain
menggunakan gambar. Siswa diminta untuk mengeksplorasi adakah cara
lain untuk menyelesaikan soal penjumlahan pecahan dengan penyebut
berbeda. Siswa menjawab ada, tetapi tidak tahu cara apa yang bisa
digunakan. Siswa diarahkan untuk menyamakan penyebut pecahan dengan
menggunakan KPK. Tetapi siswa baru bisa mencari KPK nya saja, salah
P : “oke, perhatikan ya, ubah penyebut pecahan ”. “Penyebut pecahan empat per enam itu berapa?”
S : “Enam”
P : “Ubah, penyebut pecahan menjadi pecahan dengan penyebut?” S : “12”
Setelah itu siswa tidak tahu lagi soalnya harus diapakan, oleh karena itu
peneliti menuntun siswa untuk mengubah pecahan diubah menjadi
pecahan dengan penyebut 12.
Untuk pecahan , desain dapat dilaksanakan salah satu siswa yaitu SB
mengerjakan di papan tulis.
Untuk 2 2
Peneliti bertanya pada siswa tentang jawaban yang diberikan oleh SB,
apakah siswa yang lain paham terhadap jawaban yang diberikan oleh SB.
P : “Penyebut dari seperempat itu berapa?” S : “Empat”
P : “Lalu empat jadi dua belas itu diapain?” S : “Dikali…”
P : “Dikali berapa?” S : “tiga…”
P : “Iya, kalau penyebutnya dikali tiga, maka pembilangnya juga dikali ya
Karena penyebut kedua pecahan sudah sama, siswa dapat menjumlahkan
pecahan. Siswa menjumlahkan . Agar siswa lebih
paham, siswa diberi soal lagi . Salah satu siswa yaitu SG maju
menuliskan idenya. Ide dari SG adalah sebagai berikut :
SX memberi masukan pada SG untuk membalik bilangan 3 dan 1 pada
. Kemudian SG merubah sedikit idenya menjadi sebagai berikut :
Tetapi ketika peneliti bertanya pada SG, mengapa harus dikali untuk
dan dikali untuk . SG diam saja, sementara siswa yang lain ramai
sendiri.
P : “Yo…sini yo…perhatikan, nanti gak bisa kalau dikasih soal.. Kenapa penyebutnya tiga dikali dua dan dua dikali tiga, kenapa jawabannya kaya gitu biar apa?”
P : “Biar penyebutnya?” S : “Sama…”
P : “Biar penyebutnya sama…”
Di dalam desain juga diberikan soal lagi, yakni penjumlahan . SM
mencoba menuliskan idenya sebagai berikut : : =
. Untuk menentukan hubungan dari 2 pecahan yakni ,
siswa menggunakan bantuan gambar. Dengan menggunakan gambar siswa mampu menentukan bahwa . Desain instruksional pada pertemuan
keempat ada yang dapat dilaksanakan dengan baik ada juga yang tidak.
Dalam kegiatan pembelajaran, tidak jarang siswa ramai sendiri dan tidak
memperhatikan. Banyak siswa yang dapat mengerjakan soal dari desain,
tetapi tidak tahu mengapa bisa demikian. Selain itu dalam mengerjakan
soal, cara yang digunakan oleh siswa bermacam-macam tidak hanya satu