DESAIN INSTRUKSIONAL DAN PROSES PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN REALISTIK PADA MATERI
MENGGUNAKAN KELIPATAN PERSEKUTUAN TERKECIL (KPK) UNTUK MENYAMAKAN PENYEBUT PECAHAN
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Matematika
Program Studi Pendidikan Matematika
Oleh : Felline Megaliana NIM : 051414050
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
i
DESAIN INSTRUKSIONAL DAN PROSES PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN REALISTIK PADA MATERI
MENGGUNAKAN KELIPATAN PERSEKUTUAN TERKECIL (KPK) UNTUK MENYAMAKAN PENYEBUT PECAHAN
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Matematika
Program Studi Pendidikan Matematika
Oleh : Felline Megaliana NIM : 051414050
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
iv
“Pada hari aku berseru, Engkau pun menjawab aku,
Engkau menambahkan kekuatan dalam jiwaku”
(Mazmur 138 : 3)
Skripsi ini kupersembahkan untuk
v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan di dalam kutipan atau daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 2 Juni 2010
Penulis,
v
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswi Universitas Sanata Dharma :
Nama : Felline Megaliana Nomor Mahasiswa : 051414050
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kapada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :
DESAIN INSTRUKSIONAL DAN PROSES PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN REALISTIK PADA MATERI
MENGGUNAKAN KELIPATAN PERSEKUTUAN TERKECIL (KPK) UNTUK MENYAMAKAN PENYEBUT PECAHAN
beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal : 2 Juni 2010 Yang menyatakan
vii ABSTRAK
Felline Megaliana, 2010, Desain Instruksional dan Proses Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Realistik pada Materi Menggunakan Kelipatan Persekutuan Terkecil (KPK) untuk Menyamakan Penyebut Pecahan.
Program Studi Pendidikan Matematika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
Penelitian ini bertujuan untuk membuat desain instruksional dengan pendekatan realistik pada materi menggunakan kelipatan persekutuan terkecil (KPK) untuk menyamakan penyebut pecahan. Penelitian dilaksanakan di SD Timbulharjo. Subyek penelitian adalah siswa-siswi kelas IV SD Timbulharjo.
Penelitian diawali dengan melaksanakan desain instruksional di kelas selama 4 pertemuan. Pada pertemuan I, II, IV siswa diberi Lembar Kerja Siswa (LKS) sesuai pada materi yang dipelajari pada pertemuan tersebut. Setelah semua desain dapat dilaksanakan, dipilih 5 orang siswa secara acak untuk diwawancarai. Pertanyaan yang diberikan dalam wawancara, berupa soal-soal tentang KPK, penjumlahan pecahan baik dengan penyebut sama atau beda serta hal-hal yang berkaitan dengan pecahan. Setelah itu dilihat bagaimana keterlaksanaan desain pembelajaran dikelas dan bagaimana hasil LKS siswa serta hasil wawancara yang telah dilakukan.
viii
ABSTRACT
Felline Megaliana, 2010, Instructional Design and Mathematics Learning Process Using Realistic Approach on the Materials of Using Least Common Multiple (LCM) to Equalize Fraction Denominator.
Mathematics Education Study Program, Department of Mathematics and Science Education, Faculty of Teacher Training and Education, Sanata Dharma University, Yogyakarta.
This research was aimed to make an instructional design using realistic approach on the materials of using Least Common Multiple (LCM) to equalize fraction denominator. The research was conducted at SD Timbulharjo (Timbulharjo Elementary School). The subjects of this research were grade 4 students of Timbulharjo Elementary School.
The research was started by carrying out the instructional design for 4 (four) sessions in the classroom. In the first, second and fourth sessions, the students were given worksheets related to the materials they were learning in those sessions. Five students were chosen randomly for interwiews. The given questions were about Least Common Multiple (LCM), fraction addition using the same or different denominator and the problems related to fraction.
ix
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan pada Tuhan Yesus Kristus atas berkat yang telah diberikan, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul : “Desain Instruksional dan Proses Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Realistik pada Materi Menggunakan Kelipatan Persekutuan Terkecil (KPK) untuk Menyamakan Penyebut Pecahan”.
Tujuan dari penyusunan skripsi ini adalah untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Matematika Program Studi Pendidikan Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Dalam penyusunan skripsi ini, peneliti mendapat bantuan dari beberapa pihak. Oleh karena itu peneliti menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. St. Suwarsono selaku Ketua Program Studi Pendidikan Matematika dan Dosen Pembimbing yang telah bersedia membimbing dan memberikan pengarahan sampai skripsi ini terselesaikan.
2. Ibu Domesia Novi Handayani, S.Pd., M.Sc yang telah membantu dan memberikan pengarahan pada penulis.
3. Bapak Drs. Sukardjono, M.Pd dan Bapak Drs. Th. Sugiarto, M.T selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan yang berguna bagi penulis. 4. Para Dosen Pendidikan Matematika yang telah memberikan pengetahuan
x
5. Bapak Muh. Thoyib, S.Pd selaku Kepala Sekolah dan Bapak Mukija, S.Pd. SD selaku guru kelas IV SD Timbulharjo.
6. Siswa-siswi kelas IV SD Timbulharjo yang telah berpartisipasi dalam penelitian.
7. Mama, mami, adek-adekku Mario dan Tata, tante-tante dan om ku yang selalu memberikan doa, pengorbanan, kesabaran, kepercayaan dan dukungan kepada peneliti.
8. Saudara Eva dan Made atas pinjaman handycam saat penelitian dan saudara Maria Fransisca atas pinjaman printer.
9. Teman-teman kos Dini, Lesti, Fani, Kristin, Desi, Prapti, Eni, Nita, Ita, Sisil, Kak Oktaf dan Sesi yang telah mendukung dan memberikan semangat pada peneliti.
10. Dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu demi satu.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu peneliti mengharapkan saran, kritik dan masukan yang bersifat membangun dari pembaca.
Harapan penulis, semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangan manfaat bagi dunia pendidikan dan ilmu pengetahuan.
Yogyakarta, 2 Juni 2010 Penulis,
xi DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii
HALAMAN PENGESAHAN... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN... iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... v
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS... vi
ABSTRAK... vii
ABSTRACT... viii
KATA PENGANTAR... ix
DAFTAR ISI... xi
DAFTAR LAMPIRAN... xv
BAB I PENDAHULUAN... 1
A. Latar Belakang... 1
B. Rumusan Masalah... 3
C. Tujuan Penelitian...3
D. Pembatasan Masalah... 3
xii
F. Manfaat Penelitian... 4
BAB II LANDASAN TEORI... 5
A. Desain Pembelajaran... 5
B. Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI)... 8
C. Pemahaman Siswa... 13
D. Kelipatan Persekutuan Terkecil (KPK)... 16
1. Mendaftar Kelipatan... 18
2. Menggunakan Tabel... 19
3. Menggunakan Faktorisasi Prima... 20
E. Ekuivalensi 2 Pecahan... 21
F. Menyamakan Penyebut Pecahan... 23
a. Menjumlahkan Dua Pecahan dengan Penyebut Berbeda... 23
b. Membandingkan Dua Buah Pecahan... 31
BAB III METODE PENELITIAN... 31
A. Jenis Penelitian... 33
B. Subyek Penelitian... 33
C. Tempat dan Waktu Penelitian... 31
D. Bentuk Data dan Metode Pengumpulan Data... 34
E. Instrumen Penelitian... 35
F. Cara Penganalisisan Data... 36
BAB IV DESAIN INSTRUKSIONAL... 37
xiii
B. Kegiatan 2 : Melakukan operasi penjumlahan dan pembandingan
pecahan dengan penyebut sama... 41
C. Kegiatan 3 : Menyamakan penyebut pecahan ... 48
D. Kegiatan 4 : Menggunakan KPK untuk menyamakan penyebut pecahan... 57
BAB V DESKRIPSI KEGIATAN PEMBELAJARAN... 64
A. Deskripsi Kegiatan Pembelajaran Rabu, 7 Oktober 2009... 64
B. Deskripsi Kegiatan Pembelajaran Kamis, 8 Oktober 2009... 75
C. Deskripsi Kegiatan Pembelajaran Selasa, 13 Oktober 2009... 85
BAB VI ANALISIS DAN PEMBAHASAN DARI PROSES PEMBELAJARAN... 97
A. Hasil Penelitian Lembar Kerja Siswa... 97
B. Hasil Penelitian pada Kegiatan Pembelajaran... 101
C. Hasil Penelitian pada Wawancara... 106
D. Pembahasan Hasil Penelitian Lembar Kerja Siswa (LKS)... 108
1. Pemahaman Siswa tentang KPK... 106
2. Pemahaman Siswa tentang Penjumlahan Pecahan dengan Penyebut Sama... 111
3. Pemahaman Siswa tentang Penjumlahan Pecahan dengan Penyebut Berbeda... 118
E. Keterlaksanaan Desain Instruksional di Dalam Kelas (Kesesuaian Desain Instruksional)... 128
xiv
2. Kegiatan 2 : Melakukan operasi penjumlahan dan pembandingan
pecahan dengan penyebut sama... 130
3. Kegiatan 3 : Menyamakan penyebut pecahan ... 134
4. Kegiatan 4 : Menggunakan KPK untuk menyamakan penyebut pecahan... 139
F. Pembahasan Wawancara... 144
1. Pemahaman Siswa Mengenai KPK... 144
2. Pemahaman Siswa Mengenai Pecahan dengan Penyebut Sama..151
3. Pemahaman Siswa Mengenai Pecahan dengan Penyebut Berbeda... 165
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN... 187
A. Kesimpulan... 187
B. Saran... 189
xv LAMPIRAN-LAMPIRAN
Lampiran 1 : Transkrip Hari Pertama... 193
Lampiran 2 : Transkrip Hari Kedua... 196
Lampiran 3: Transkrip Hari Ketiga... 211
Lampiran 4 : Transkrip Hari Keempat... 228
Lampiran 5 : Transkrip Wawancara dengan SG... 246
Lampiran 6 : Transkrip Wawancara dengan SX... 253
Lampiran 7 : Transkrip Wawancara dengan SZ... 259
Lampiran 8 : Transkrip Wawancara dengan SL... 269
Lampiran 9 : Transkrip Wawancara dengan SAA... 277
Lampiran 10 : Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) pertemuan 1... 283
Lampiran 11 : Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) pertemuan 2... 288
Lampiran 12 : Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) pertemuan 3... 293
Lampiran 13 : Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) pertemuan 4... 298
xvi
Lampiran 15 : Soal Lembar Kerja Siswa (LKS) tentang Penjumlahan Pecahan
dengan Penyebut Sama... 305
Lampiran 16 : Soal Lembar Kerja Siswa (LKS) tentang Penjumlahan Pecahan dengan Penyebut Berbeda... 306
Lampiran 17 : Dokumentasi Kegiatan Pembelajaran... 307
Lampiran 18 : Hasil Lembar Kerja Siswa... 309
Lampiran 19 : Surat Izin Permohonan Penelitian... 335
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Matematika adalah mata pelajaran yang dianggap sulit oleh kebanyakan
siswa. Bahkan dari SD matematika dianggap sebagai momok yang
menakutkan hal ini tampak dari tak sedikit siswa yang merasa gelisah ketika
mengikuti pelajaran matematika. Dari pengalaman peneliti ketika mengikuti
pelajaran matematika di sekolah dasar, materi matematika kelas IV, V, VI
adalah materi yang mulai sulit diikuti dan ketika mengikuti pelajaran
matematika siswa merasa takut dan gugup. Terlebih ketika peneliti mendapat
materi yang baru di kelas IV Sekolah Dasar, seperti KPK dan materi pecahan.
Dalam materi pecahan ini terdapat persoalan yang sulit yaitu membandingkan
pecahan dengan penyebut yang berbeda. Hal yang sama mungkin juga
dirasakan oleh siswa lain saat ini. Hal ini dilatarbelakangi oleh kurang
terampilnya siswa dalam menyamakan penyebut pecahan. Menyamakan
penyebut digunakan sebagai dasar untuk membandingkan pecahan dengan
penyebut yang berbeda. Selain itu juga diperlukan dalam melakukan operasi
penjumlahan dan pengurangan pecahan dengan penyebut beda. Kurangnya
pemahaman siswa terhadap konsep menyamakan pecahan dapat disebabkan
strategi pembelajaran yang digunakan oleh guru kurang sesuai. Kebanyakan
Dari latar belakang yang pernah dihadapi peneliti dan mungkin juga
siswa lain inilah, maka peneliti berusaha membuat rancangan atau desain
pembelajaran yang diharapkan dapat memberi masukkan bagi guru. Dalam hal
ini peneliti membuat desain pembelajaran dengan pendekatan realistik pada
materi menggunakan KPK untuk menyamakan penyebut pecahan. KPK
adalah kelipatan persekutuan terkecil, dimana dapat mempermudah siswa
dalam menyamakan penyebut pecahan dan menyederhanakan pecahan.
Menyamakan penyebut pada pecahan sangat dibutuhkan sebagai dasar operasi
penjumlahan dan pengurangan pecahan dengan penyebut berbeda. Masalah
yang sering dihadapi pada penjumlahan dan pengurangan pecahan dengan
penyebut berbeda adalah siswa langsung menjumlahkan atau mengurangkan
pecahan tanpa menyamakan penyebut terlebih dahulu. Selain itu menyamakan
penyebut juga dibutuhkan dalam membandingkan pecahan. Karena tidak
semua siswa sekolah dasar mampu membandingkan pecahan secara langsung.
Desain instruksional ini dibuat menggunakan pendekatan realistik,
dengan tujuan siswa dapat terlibat aktif dalam kegiatan pembelajaran. Selain
itu juga diharapkan dapat meningkatkan pemahaman siswa. Pendekatan
relistik di Indonesia dikenal dengan PMRI (Pendidikan Matematika Realistik
Indonesia). Salah satu karakteristik dari PMRI adalah murid aktif, guru aktif
oleh karena itu diharapkan siswa dapat mengikuti kegiatan pembelajaran
secara aktif (Marpaung, 2007 : 9). Karakteristik lain PMRI adalah
pembelajaran sedapat mungkin dimulai dengan masalah-masalah yang
berkaitan dengan pecahan adalah membagi sebuah kue menjadi beberapa
bagian. Karena penyampaian materi dimulai dari masalah yang kontekstual
atau nyata diharapkan siswa dapat lebih memahami materi yang disampaikan
guru. Oleh karena itu peneliti berusaha membuat desain instuksional dengan
pendekatan realistik dengan tujuan dapat memberi masukkan untuk guru. Agar
siswa dapat dengan nyata memahami materi yang disampaikan oleh guru
yakni mampu membandingkan pecahan, terlebih lagi dapat meningkatkan
pemahaman siswa.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah desain instruksional matematika dengan pendekatan
realistik subbab menggunakan KPK untuk menyamakan penyebut pecahan
dapat membantu (memfasilitasi) pemahaman siswa?
2. Bagaimanakah proses pembelajaran matematika yang dilaksanakan
berdasarkan desain tersebut?
C. Tujuan Penelitian
Membuat desain instruksional dengan pendekatan realistik pada materi
menggunakan KPK untuk menyamakan penyebut pecahan.
D. Pembatasan Masalah
Desain instruksional dan hasil penelitian hanya berlaku di kelas IV SD
E. Penjelasan Istilah
1. Desain instruksional merupakan rancangan yang memuat rangkaian
proses pembelajaran, yang merumuskan tujuan pembelajaran, strategi,
materi, teknik dan media agar tujuan pembelajaran dapat tercapai.
2. Pendekatan Realistik dalam pembelajaran adalah pendekatan yang
menggunakan konteks nyata, siswa aktif dan siswa diberi kesempatan
untuk mengerjakan soal sesuai dengan cara dan kemampuan
masing-masing.
3. KPK merupakan kelipatan persekutuan terkecil dari dua bilangan atau
lebih.
F. Manfaat Penelitian
1. Dengan adanya penelitian ini, diharapkan dapat memberikan masukkan
bagi guru bagaimana desain instruksional dengan pendekatan realistik
pada subbab menggunakan KPK untuk menyamakan penyebut pecahan.
2. Bagi penulis, diharapkan dapat menjadi pengalaman dan pengetahuan
yang berguna bagi seorang calon guru.
3. Bagi pembaca, diharapkan penelitian ini menambah referensi pengetahuan
5 BAB II
LANDASAN TEORI
A. Desain Pembelajaran
Dalam kegiatan pembelajaran dibutuhkan suatu desain pembelajaran,
dengan tujuan memfasilitasi proses belajar. Menurut Reigeluth (Dewi Salma
Prawiradilaga, 2007 : 15), desain pembelajaran adalah kisi-kisi dari penerapan
teori belajar dan pembelajaran untuk memfasilitasi proses belajar seseorang.
Rothwell dan Kazanas merumuskan desain pembelajaran terkait dengan
peningkatan mutu kinerja seseorang dan pengaruhnya bagi organisasi. Selain
itu Gagne, Briggs, dan Wager (2007) mengembangkan konsep desain
pembelajaran dengan menyatakan bahwa desain pembelajaran membantu
proses belajar seseorang, di mana proses belajar itu sendiri memiliki tahapan
dan jangka panjang. Proses belajar terjadi karena adanya kondisi-kondisi
belajar, internal maupun eksternal. Kondisi internal adalah kemampuan dan
kesiapan pebelajar, sedangkan yang dimaksud kondisi eksternal adalah
pengaturan lingkungan yang didesain. Penyiapan kondisi ekternal belajar
inilah yang disebut sebagai desain pembelajaran. Proses belajar yang terjadi
secara internal dapat ditumbuhkan dan diperkaya jika faktor ekternal yaitu
pembelajaran dapat didesain dengan efektif.
Menurut Gentry (2007), desain pembelajaran adalah suatu proses yang
menentukan tujuan pembelajaran, stretegi, teknik, dan media agar tujuan
rangkaian prosedur sebagai suatu sistem untuk pengembangan program
pendidikan dan pelatihan dengan konsisten dan teruji. Desain pembelajaran
juga sebagai proses yang rumit tapi kreatif, aktif, dan berulang-ulang. Definisi
Reiser bermakna sistem, pelatihan yaitu yaitu pendidikan organisasi, serta
proses yang teruji dan dapat dikaji ulang, penerapannya.
Dick, Carey & Carey (2007) menjelaskan bahwa penggunaan konsep
pendekatan sistem sebagai landasan pemikiran suatu desain pembelajaran.
Menurut mereka pendekatan sistem terdiri atas analisis, desain,
pengembangan, implementasi dan evaluasi.
Desain pembelajaran mencakup empat komponen yakni siswa, tujuan,
materi, metode, dan evaluasi, serta ditambah dengan analisis topik (2007).
1. Siswa (Peserta Didik)
Desain pembelajaran dibuat agar tujuan utama pembelajaran dapat tercapai
dan peserta didik dapat merasa nyaman serta termotivasi dalam proses
belajar. Faktor fisik maupun mental dapat mempengaruhi peserta didik
dalam belajar, baik sebelum dan selama belajar. Banyak faktor fisik yang
menjadi kendala bagi siswa untuk belajar seperti kelelahan secara fisik,
mengantuk, bosan, atau jenuh dapat mengurangi konsentrasi. Kelelahan
mental juga dapat mengurangi daya tangkap siswa dalam memahami
materi ajar. Selain itu tampilan materi ajar juga dapat mempengaruhi mutu
belajar siswa. Sebagai contoh tampilan buku atau modul yang menarik
dapat menimbulkan minat belajar. Pengolahan serta penyajian isi yang
guru juga dapat memberikan pengaruh terhadap keberhasilan siswa. Hal
ini dapat terlihat dari bagaimana cara atau strategi guru dalam
menyampaikan materi, gaya bicara, penampilan guru dan masih banyak
hal yang dapat mempengaruhi keberhasilan siswa.
2. Tujuan Pembelajaran
Setiap kegiatan pembelajaran mempunyai tujuan pembelajaran. Tujuan
pembelajaran dikembangkan berdasarkan kompetensi yang harus dimiliki
oleh peserta didik jika selesai belajar. Seandainya tujuan pembelajaran
atau kompetensi dirasakan masih terlalu sulit, maka dapat dibuat lebih
sederhana menjadi kompetensi yang mudah dicapai.
3. Materi Pembelajaran
Materi pembelajaran disampaikan dalam kegiatan pembelajaran. Secara
garis besar terdiri dari pengetahuan, ketrampilan, dan sikap yang harus
dipelajari siswa dalam rangka mencapai standar kompetensi yang telah
ditentukan.
4. Metode
Metode merupakan strategi pembelajaran yang sebaiknya dirancang agar
proses pembelajaran dapat berjalan dengan lancar. Metode merupakan cara
atau teknik yang dianggap sesuai untuk menyampaikan materi ajar.
Metode merupakan hal yang penting karena menentukan situasi belajar
yang sesungguhnya. Metode sebagai strategi pembelajaran biasa dikaitkan
5. Evaluasi (Penilaian)
Penilaian hasil belajar peserta didik sangat penting. Indikator keberhasilan
pencapaian suatu tujuan belajar dapat diamati dari penilaian hasil belajar
ini. Penilaian dapat diukur dengan kemampuan menjawab dengan benar
sejumlah soal-soal objektif, tetapi penilaian juga dapat dilakukan dengan
menggunakan instrumen pengamatan, wawancara, dan sebagainya.
Dari definisi menurut para ahli, maka peneliti menyimpulkan bahwa desain
pembelajaran merupakan rangkaian proses pembelajaran yang merumuskan
tujuan pembelajaran, strategi, teknik dan media agar tujuan pembelajaran
dapat tercapai.
B. Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI)
Pendekatan pembelajaran matematika dengan realistik berkembang pesat
di Belanda. Realistic Mathematics Education (RME) adalah suatu teori
pembelajaran matematika yang khusus dikembangkan dalam dunia pendidikan
matematika di negera Belanda. Teori ini dikembangakan sejak tahun 1969
oleh Freudenthal.
Dalam pelaksanaannya, RME memiliki prinsip-prinsip. Seperti
disebutkan dalam Suwarsono (2001 : 3), Gravemeijer mengungkapkan
prinsip-prinsip RME sebagai berikut :
a. Reinvensi Terbimbing dan Matematisasi Progresif (Guided Reinvention
Yang berarti dalam mempelajari matematika, perlu diupayakan agar
siswa bisa mempunyai pengalaman dalam menemukan sendiri berbagai
konsep, prinsip matematika, dan lain-lain, dangan bimbingan orang
dewasa, dengan melalui proses matematisasi horizontal dan matematisasi
vertikal seperti yang dulu pernah dialami oleh para pakar yang pertama
kali menemukan atau mengembangkan konsep-konsep atau meteri-materi
tersebut.
b. Fenomena Didaktis (Didactial Phenomenology)
Dalam mempelajari konsep-konsep, prinsip-prinsip, dan
materi-materi lain dalam matematika, para siswa perlu bertolak dari
masalah-masalah (fenomena-fenomena) kontekstual, yaitu masalah-masalah-masalah-masalah yang
berasal dari dunia nyata, atau setidak-tidaknya dari masalah-masalah yang
dapat dibayangkan sebagai masalah-masalah yang nyata.
c. Mengembangkan Model-model Sendiri (Self-Developed Models)
Dalam mempelajari konsep-konsep dari materi-materi matematika
yang lain, dengan melalui masalah-masalah yang kontekstual, siswa perlu
mengembangkan sendiri model-model atau cara-cara menyelesaikan
masalah-masalah tersebut. Model-model tersebut dimaksudkan sebagai
wahana untuk mengembangkan proses berpikir siswa, dari proses yang
paling dikenal oleh siswa, tang mungkin masih bersifat intuitif ke arah
Selain Gravemeijer, de Lange (dalam Suwarsono, 2001) juga
mengungkapkan ciri dari pendidikan matematika realistik menjadi 5, yakni:
a. Digunakannya konteks nyata (real context) untuk dieksplorasi
b. Digunakannya instrumen-instrumen vertikal
Siswa diajarkan menemukan model-model, skema-skema,
diagram-diagram, simbol-simbol dan sebagainya untuk menjadi jembatan antara
level pemahaman yang satu ke level pemahaman berikutnya.
c. Digunakannya proses yang konstruktif dalam pembelajaran
Siswa mengkonstruksi sendiri proses penyelesaian soal atau masalah
kontekstual yang dihadapi, yang menjadi awal dari proses matematisasi
berikutnya.
d. Terdapat interaksi
Interaksi ini dapat terjadi antara siswa yang satu dengan siswa yang lain
atau juga antara siswa dengan pembimbing, mengenai proses konstruksi
yang dilakukan oleh masing-masing beserta hasil dan konstruksi tersebut,
sedemikian sehingga setiap siswa mendapat manfaat positif dari interaksi
tersebut.
e. Terdapat banyak keterkaitan (intertwining) diantara berbagai bagian dari
materi pembelajaran
Gagasan pendekatan pembelajaran realistik ini mempengaruhi kerja para
pendidik matematika di bagian di dunia. Beberapa penelitian pendahuluan di
beberapa negara menunjukkan bahwa pembelajaran menggunakan pendekatan
• Matematika lebih menarik, relevan dan bermakna, tidak terlalu formal
dan tidak terlalu abstrak.
• Mempertimbangkan tingkat kemampuan siswa.
• Menekankan belajar matematika pada “learning by doing”.
• Memfasilitasi penyelesaian masalah matematika dengan tanpa
menggunakan penyelesaian (algoritma) yang baku.
• Menggunakan konteks sebagai titik awal pembelajaran matematika
(Suherman, 2001).
Pengembangan pembelajaran matematika dengan pendekatan realistik
merupakan salah satu usaha meningkatkan kemampuan siswa memahami
matematika. Dalam pembelajaran yang menggunakan pendekatan realistik
tidak hanya dibutuhkan dominasi guru dalam kegiatan pembelajaran, tetapi
juga dibutuhkan interaksi sesama siswa, kerja individual, kerja kelompok,
diskusi kelas, presentasi hasil pekerjaan siswa, presentasi guru, dan aktivitas
lainnya sehingga hasil yang diperoleh maksimal.
Pendekatan pembelajaran matematika dengan realistik di Indonesia
dikenal dengan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI). PMRI
merupakan adaptasi dari RME. Karena PMRI dikembangkan di Indonesia,
maka PMRI memiliki karakteristik sendiri, tetapi ketiga prinsip dalam RME
tetap ada dalam PMRI. Karakteristik PMRI menurut Marpaung (2007 : 9)
adalah sebagai berikut :
2. Pembelajaran sedapat mungkin dimulai dengan masalah-masalah
yang kontekstual atau realistik bagi siswa.
3. Guru memberi kesempatan pada siswa menyelesaikan masalah
dengan cara sendiri.
4. Siswa menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan.
5. Siswa dapat menyelesaikan masalah dalam kelompok atau secara
individual.
6. Pembelajaran tidak selalu di kelas.
7. Guru mendorong terjadinya interaksi dan negosiasi, baik antara guru
dan siswa, maupun antara siswa dan siswa.
8. Siswa bebas memilih representasi yang sesuai dengan struktur
kognitifnya sewaktu menyelesaikan masalah.
9. Guru bertindak sebagai fasilitator.
10. Guru menghargai pendapat siswa, termasuk pendapat itu betul atau
salah. Guru menggunakan pendekatan Sani (santun, terbuka, dan
komunikatif), tepa selira dan ngewongke wong dalam proses
pembelajaran.
Dalam penyusunan desain pembelajaran, peneliti menerapkan beberapa
prinsip PMRI menurut Marpaung yakni murid aktif, guru aktif (dalam arti
berbeda). Diharapkan dari prinsip ini, siswa dapat terlibat aktif dalam kegiatan
pembelajaran jadi tidak hanya mendengarkan guru saja. Selain itu guru aktif
memantau perkembangan siswa, guru diharapkan tidak terlalu sering
dengan caranya sendiri. Prinsip lain yang digunakan adalah pembelajaran
sedapat mungkin dimulai dengan masalah-masalah yang kontekstual atau
realistik bagi siswa. Dari prinsip ini diharapkan materi yang akan disampaikan
tidak terlalu abstrak. Guru memberi kesempatan pada siswa menyelesaikan
masalah dengan cara sendiri karena prinsip ini dapat mendorong kreatifitas
berpikir siswa. Guru bertindak sebagai fasilitator, dalam arti kegiatan
pembelajaran tidak didominasi oleh guru. Prinsip penting lain dalam PMRI
yang digunakan adalah siswa diberi kesempatan untuk mengerjakan soal
sesuai dengan cara (kemampuannya) masing-masing.
C. Pemahaman Siswa
Pada tahun 1976, Richard Skemp mengajukan gagasan tentang
tingkatan-tingkatan pemahaman (the levels of understanding) siswa pada pembelajaran
matematika. Skemp dalam Wahyudi (2001), membagi tingkat pemahaman
menjadi dua, yaitu :
1. Tingkatan pemahaman yang pertama (instrumental understanding).
Instrumental understanding atau disebut pemahaman instruksional. Pada
tingkatan ini dapat dikatakan bahwa siswa baru berada di tahap tahu atau
hafal, tetapi belum atau tidak tahu mengapa hal itu bisa terjadi dan dapat
terjadi. Pada tahap ini siswa juga belum atau tidak bisa menerapkan hal
2. Tingkatan pemahaman yang kedua (relational understanding)
Tingkatan pemahaman yang kedua disebut pemahaman relasional. Skemp
berpendapat bahwa siswa tidak hanya sekedar tahu dan hafal tentang suatu
hal, tetapi dia juga tahu bagaimana dan mengapa hal itu dapat terjadi.
Lebih lanjut, siswa dapat menggunakannya untuk menyelesaikan
masalah-masalah yang terkait pada situasi lain.
Byers dan Herscovics (1997, dalam Wahyudi (2001)), menganalisis dan
mengembangkan lebih jauh ide Skemp yaitu, siswa terlebih dahulu berada
pada tingkatan pemahaman antara, yaitu tingkatan pemahaman intuitif
(intuitive understanding) dan tingkatan pemahaman formal (formal
understanding). Sebelum sampai pada tingkatan pemahaman instruksional,
siswa terlebih dahulu berada intuitif.
Tahapan pemahaman menurut Byers dan Herscovics adalah sebagai
berikut :
1. Pemahaman Intuitif (intuitive understanding)
Pada tingkat ini siswa sering menebak jawaban berdasar
pengalaman-pengalaman sehari-hari tanpa melakukan analisis terlebih dahulu. Ini
dapat berakibat meskipun siswa dapat menjawab pertanyaan, tetapi
siswa tidak dapat menjelaskan alasan dari jawaban tersebut.
2. Pemahaman Instrmental (instrumental understanding)
Pada tahap ini, siswa mampu menerapkan rumus atau aturan yang telah
mereka miliki untuk memecahkan masalah, namun mereka masih
3. Pemahaman formal (formal understanding)
Pada tingkatan ini, siswa sudah mampu memahamai atau menguasai
simbol-simbol dan notasi-notasi yang digunakan dalam matematika
atau sains kemudian menghubungkannya dengan konsep-konsep yang
relevan di dalam matematika atau sains dan menggabungkannya ke
dalam rangkaian pemikiran yang logis.
4. Pemahaman Relasional (relational understanding)
Pada tingkatan ini, siswa telah mampu unuk menyimpulkan aturan atau
prosedur secara spesifik dari hubungan matematika atau sains yamg
lebih umum.
Selain Byers dan Herscovics, Buxton (1978, dalam Wahyudi (2001))
juga menanggapi pendapat Skemp. Buxton mengembangkan dua tingkatan
pemahaman dari Skemp menjadi empat, yakni :
1. Tingkatan pemahaman pertama
Tingkatan pertama disebut pemahaman meniru (rote learning). Pada
tingkatan ini siswa dapat mengerjakan soal tapi tidak tahu mengapa.
2. Tingkatan pemahaman kedua
Tingkatan ini disebut pemahaman observasi (observational
understanding). Pada tingkat ini siswa menjadi lebih mengerti setelah
melihat adanya suatu pola (pattern) atau kecenderungan.
3. Tingkatan pemahaman ketiga
Tingkatan ini sebagai tingkatan pemahaman pencerahan (insightful
dengan tepat dan baik, tetapi baru kemudian menyadari mengapa dan
bagaimana dia dapat menyelesaikannya setelah berdiskus ulang atau
mempelajari ulang materinya.
4. Tingkatan pemahaman keempat
Tingkatan pemahaman keempat adalah pemahaman relasional. Pada
tingkatan ini menurut Buxton siswa tidak hanya tahu tentang
penyelesaian suatu masalah, melainkan juga dapat menerapkannya
pada situasi yang lain, baik yang relevan maupun yang lebih kompleks.
Dari penjelasan para ahli di atas, peneliti berpendapat bahwa pemahaman
siswa pada pembelajaran matematika memiliki beberapa tingkatan. Tingkat
paling rendah tingkat dimana siswa baru mampu menebak tanpa melakukan
analisis, kemudian tingkat meniru apa yang sudah dilihat, tingkat mampu
menerapkan rumus atau aturan yang ada tapi tidak tahu mengapa aturan
tersebut digunakan. Tingkat yang lebih tinggi adalah siswa tidak hanya
sekedar tahu dan hafal saja, tapi juga tahu mengapa dan bagaimana hal itu bisa
terjadi.
D. Kelipatan Persekutuan Terkecil (KPK)
Kelipatan persekutuan terkecil (KPK) erat hubungannya dalam
kehidupan sehari-hari. KPK dapat digunakan untuk menentukan kapan suatu
peristiwa dapat terjadi bersama. Misalnya kapan lampu dapat menyala
bersama, kapan siswa dapat mengikuti les bersama-bersama, kapan bus
digunakan untuk menyamakan penyebut pecahan. Berikut contoh penggunaan
KPK dalam kehidupan sehari-hari.
Rudi mengikuti les matematika setiap 6 hari sekali. Tono mengikuti les matematika setiap 4 hari sekali. Suatu saat Rudi dan Tono mengikuti les matematika bersamaan pada tanggal 1 Agustus 2009. Pada tanggal berapakah Rudi dan Tono dapat les bersama lagi?
Jawab :
Rudi les setiap 6 hari, ini berarti setiap 6 hari sekali Rudi mengikuti les.
6 hari pertama, 6 hari kedua, 6 hari ketiga dan seterusnya.
Atau dapat dinyatakan 6, 6+6, 6+6+6,…
Dapat ditulis 6, 12, 18… . jadi, tiap hari ke 6, ke 12, ke 18, dst… Rudi
mengikut i les matematika.
Tono les setiap 4 hari, ini berarti setiap 4 hari Tono mengikuti les. 4 hari
pertama, 4 hari kedua, 4 hari ketiga dan seterusnya.
Atau dapat dinyatakan 4, 4+4, 4+4+4,…
Dapat ditulis 4, 8, 12… . jadi, tiap hari ke 4, ke 8, ke 12, dst… Tono
mengikut i les matematika.
Dari data di atas Rudi mengikuti les setelah hari ke 6 , , 18, 24, 30, 36, dst… atau dapat ditulis sebagai berikut :
7 Agustus 2009, 13 Agustus 2009, 19 Agustus 2009, 25 Agustus 2009, 31 Agustus 2009, 6 September 2009, dst...
Tono mengikuti les setelah hari ke 4, 8, , 16 , 20, 24, 28, 32, 36, dst… atau dapat ditulis sebagai berikut :
12
5 Agustus 2009, 9 Agustus 2009, 13 Agustus 2009, 17 Agustus 2009, 21 Agustus 2009, 25 Agustus 2009, 29 Agustus 2009, 2 September 2009, 6 September 2009...
Terlihat bahwa Rudi dan Tono pada 13 Agustus 2009, 25 Agustus 2009,
6 September 2009 mengikuti les matematika bersama.
Jadi, tampak bahwa Rudi dan Tono dapat mengikuti les matematika
secara bersama setelah 12 hari, 24 hari atau 36 hari dari 1 Agustus 2009.
Penyelesaian dari kasus di atas diperoleh dengan mencari kelipatan dari
masing-masing bilangan. Bilangan mewakili setiap berapa hari Rudi dan Tono
mengikuti les matematika. Mencari kelipatan dari masing-masing bilangan
inilah yang disebut dengan mencari kelipatan persekutuan. Dalam kasus di
atas diplih tanggal terdekat setelah 1 Agustus 2009 yakni 13 Agustus 2009
atau 12 hari setelah 1 Agustus 2009, hal ini yang disebut mencari kelipatan
persekutuan terkecil (KPK).
Oleh karena itu, Kelipatan Persekutuan Terkecil (KPK) adalah bilangan
yang merupakan kelipatan persekutuan terkecil dari dua bilangan atau lebih.
(Wono Setya Budhi, 2007 : 70).
KPK dapat dicari dengan 3 cara :
1. Dengan mendaftar kelipatan
Contoh 1 : Tentukanlah KPK dari 3 dan 4 !
Jawab : Kelipatan 3 adalah 3, 6, 9, 12, 15, 18, 21, 24, 27, 30, 33, 36 … Kelipatan 4 adalah 4, 8, 12, 16, 20, 24, 28, 32, 36, …
Kelipatan persekutuan terkecil ( KPK ) dari 3 dan 4 adalah 12 Contoh 2 : Tentukanlah KPK dari 9 dan 12 !
Jawab : Kelipatan 9 adalah 9, 18, 27, 36, 45, 54, 63, 72, 81, … Kelipatan 12 adalah 12, 24, 36, 48, 60, 72, 84, 96, … Kelipatan dari 9 dan 12 adalah 36, 72, …
Kelipatan persekutuan terkecil ( KPK ) dari 9 dan 12 adalah 36 Contoh 3 : Tentukanlah KPK dari 10 dan 15
Jawab : Kelipatan 10 adalah 10, 20, 30, 40, 50, 60, 70 …. Kelipatan 15 adalah 15, 30, 45, 60, 75, 90, … Kelipatan dari 10 dan 15 adalah 30, 60, …
Kelipatan persekutuan terkecil ( KPK ) dari 10 dan 15 adalah 30
2. Menentukan KPK dengan tabel
Contoh 1 : Tentukan KPK dari 4 dan 6
Jawab :
× 1 × 2 × 3 × 4 × 5 × 6
4 4 8 12 16 20 24
6 6 12 18 24 30 36
KPK dari 4 dan 6 adalah 12
Contoh 2 : Tentukan KPK dari 5 dan 6
Jawab :
× 1 × 2 × 3 × 4 × 5 × 6
5 5 10 15 20 25 30
KPK dari 5 dan 6 adalah 30
3. Menentukan KPK dengan faktorisasi prima
KPK dapat dicari dengan faktorisasi prima. Faktorisasi prima dari suatu
bilangan adalah penulisan bilangan tersebut dengan hasil kali bilangan
primanya. Bilangan prima didefinisikan sebagai bilangan yang mempunyai
tepat dua faktor yaitu 1 dan bilangan itu sendiri.
Contoh bilangan prima : 2, 3, 5, 7, 11, 13,…
Contoh : 8 adalah 2×2×2, sehingga faktorisasi prima dari 8 adalah 2 3 Faktorisasi prima dari 30 adalah 2× 3 × 5
Faktorisasi prima dari 72 adalah 3 2
3 2 ×
Untuk menentukan KPK dengan faktorisasi prima, kalikan semua faktor
primanya. Jika ada faktor yang sama, ambil faktor yang pangkatnya paling
tinggi dengan alasan agar diperoleh bilangan bulat posotif yang habis
dibagi kedua bilangan tersebut.
Contoh :
1. Tentukan KPK dari 30 dan 36 !
Jawab :
30 = 2× 3 × 5 36 = 22 ×32
2
3 15
5
2
2 18
9
Penulisan bilangan dengan faktorisasi primanya 30 = 2 × 3 × 5
36 = 2 ×2 ×3 ×3 = 22 ×32
Sehingga diperoleh KPK sebagai berikut
KPK 30 dan 36 adalah 22 ×32× 5 = 180 2. Tentukan KPK dari 36 dan 40
Jawab :
36 = 22 ×32 40 = 23×5
36 = 2 ×2 ×3 ×3 = 22×32
40 = 23×5
KPK dari 36 dan 40 adalah 23×32 ×5 = 8 ×9 ×5 = 360
E. Ekuivalensi 2 Pecahan
Pecahan dan , dan adalah ekuivalen jika hanya jika
. Hal itu dapat dibuktikan dengan jika suatu persegi panjang utuh, dibagi
menjadi 4 bagian yang sama, maka tiap bagian menunjukkan bagian. Jika bagian 2
2 20
10
2 5
2
2 18
9
daerah yang diarsir dibandingkan terhadap daerah seluruhnya, maka menunjukkan
1 bagian dari 4 bagian yang sama (dinyatakan ).
Jika dari gambar (a) tersebut dibagi jadi 8 bagian yang sama maka akan
diperoleh gambar sebagai berikut:
Jika bagian yang diarsir dibandingkan terhadap daerah seluruhnya, maka
bagian yang diarsir menunjukkan bagian.
Jika dari gambar (b) tersebut dibagi jadi 16 bagian yang sama maka akan
diperoleh gambar sebagai berikut:
Jika bagian yang diarsir dibandingkan terhadap daerah seluruhnya, maka
bagian yang diarsir menunjukkan bagian. Dari ketiga gambar dapat dilihat
bahwa masing-masing menyatakan daerah yang diarsir yang sama.
Oleh karena itu ketiga pecahan dikatakan ekuivalen atau . Dapat
juga dinyatakan menggunakan tanda , misalnya .
Gambar (a)
Gambar (b)
F. Menyamakan Penyebut Pecahan
Menyamakan penyebut pecahan dapat digunakan pada operasi
penjumlahan, pengurangan atau membandingkan pecahan dengan penyebut
berbeda. Menyamakan penyebut pecahan dilakukan agar lebih mudah. Pada
operasi perkalian atau pembagian pada pecahan dengan penyebut berbeda,
tidak perlu disamakan penyebutnya. Perkalian dua pecahan dengan penyebut
beda dapat langsung dilakukan, yakni dengan mengalikan pembilang dengan
pembilang dan penyebut dengan penyebut. Selain itu pembagian pecahan
dengan penyebut berbeda juga tidak perlu disamakan penyebutnya. Cara
menyamakan penyebut pada skripsi ini, dilakukan dengan menggunakan
Kelipatan Persekutuan Terkecil (KPK).
a. Menjumlahkan Dua Pecahan dengan Penyebut Berbeda
Untuk menjumlahkan pecahan dengan penyebut sama mudah
dilakukan yakni tinggal menjumlahkan pembilangnya, tampak pada
contoh 1 berikut.
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, dapat digunakan bantuan
Penjumlahan pada pecahan dengan penyebut berbeda seperti contoh
dibawah ini, diselesaikan dengan menggunakan gambar dan
menggunakan KPK.
Kita dapat menggunakan bantuan gambar untuk mengerjakan soal
tersebut.
dapat digambarkan
•
Gambar yang diarsir tersebut menunjukkan 2 1
. Apabila tiap bagian
baik yang diarsir maupun yang tidak diarsir dibagi menjadi 3
bagian, maka dapat digambarkan sebagai berikut :
Tampak bahwa 1 bagian utuh dibagi menjadi 6 bagian yang sama
besar. Bagian yang diarsir menunjukkan
•
Gambar yang diarsir tersebut menunjukkan 3 1
. Apabila tiap bagian
baik yang diarsir maupun yang tidak diarsir dibagi menjadi 2
bagian, maka dapat digambarkan sebagai berikut :
Tampak bahwa 1 bagian utuh dibagi menjadi 6 bagian yang sama
besar. Bagian yang diarsir menunjukkan
6
2bagian. Ini berarti
2. Berapakah
Jawab : Kita dapat menggunakan gambar untuk menyelesaikan soal
tersebut.
. Apabila tiap bagian baik yang diarsir
atau yang tidak diarsir, kita bagi menjadi 8 bagian lagi, maka diproleh
gambar sebagai berikut :
Setelah tiap bagian dibagi 8 bagian, tampak bahwa sekarang 1 bagian
utuh dibagi menjadi 24 bagian yang sama besar dan tiap bagian
menunjukkan 24
1
. Bagian yang diarsir menunjukkan 24 16
. Dari
gambar di atas dapat terlihat bahwa 3
. Apabila pada gambar (2) tiap bagian
baik yang diarsir maupun yang tidak, kita bagi menjadi 6 bagian yang
Dari gambar tersebut, tampak bahwa sekarang 1 bagian dibagi
menjadi 24 bagian yang sama besar. Tiap bagian menyatakan 24
1 .
Bagian yang diarsir pada gambar tersebut menunjukkan 24
6
. Dari
gambar di atas dapat terlihat bahwa 4
dapat digambarkan
Pada contoh di atas, pada gambar (1), tiap bagian dibagi menjadi 8
bagian yang sama besar dan pada gambar (2) tiap bagian dibagi
menjadi 6 bagian yang sama besar. Dan diperoleh pada gambar (1)
dan gambar (2), 1 bagian utuh dibagi menjadi 24 bagian.
Apabila sekarang pada gambar (1) tiap bagian dibagi 4 bagian yang
sama besar dan tiap bagian pada gambar (2) dibagi menjadi 3 bagian
yang sama besar , atau dapat digambarkan sebagai berikut :
Pada gambar (1) tiap bagian dibagi 4 bagian yang sama besar, dapat
digambarkan sebagai berikut :
Dari gambar di atas, setelah tiap bagian dibagi menjadi 4 bagian yang
sama besar, terlihat bahwa 1 bagian utuh dibagi 12. Tiap bagian
menyatakan 12
1
dan bagian yang diarsir menyatakan 12
Untuk gambar (2) sekarang kita bagi tiap bagian baik yang diarsir
atau yang tidak diarsir, kita bagi menjadi 3 bagian yang sama besar.
Gambar di atas menunjukkan bahwa setelah tiap bagian dibagi
menjadi 3 bagian yang sama besar, kini terlihat bahwa 1 bagian utuh
dibagi menjadi 12 bagian yang sama besar. Tiap bagian menunjukkan
12 1
Oleh karena
Atau dengan bantuan gambar sebagai berikut :
Sehingga
Kita peroleh 2 nilai untuk 3
tersebut benar semua, kita bisa menggunakan hasil 24 22
, tetapi sebisa
mungkin kita pilih pecahan yang paling sederhana. Jadi, hasil yang
dimaksud adalah 12 11
. Untuk mendapat hasil yang paling sederhana,
selain dengan menggunakan gambar, kita juga dapat menggunakan
kelipatan persekutuan terkecil (KPK). KPK digunakan untuk
menyamakan penyebut pecahan yang berbeda, agar pecahan dapat
3. Berapakah
Samakan penyebut pecahan dulu, menyamakan penyebut dapat
menggunakan KPK. Kita cari KPK dari 3 dan 4. KPK dari 3 dan 4
dapat dicari dengan mendaftar kelipatan, dengan tabel, atau dengan
faktorisasi prima.
KPK dengan mendaftar kelipatan.
Kelipatan dari 3 adalah 3, 6, 9, 12, 15, 18, 21, 24, …
Terlihat bahwa penyebut kedua pecahan telah sama yakni 12. Setelah
penyebut kedua pecahan telah sama, kita dapat menjumlahkan kedua
4. Berapakah
b. Membandingkan Dua Buah Pecahan
Untuk membandingkan dua buah pecahan dapat menggunakan media
berupa alat peraga atau gambar, agar siswa dapat lebih memahami.
Contoh :
1. Bandingkanlah kedua pecahan berikut
3 2
… 4 3
Untuk memudahkan siswa, kita dapat menggambarnya terlebih dahulu
Dari gambar tersebut tampak bahwa 4 3
bagian lebih besar daripada 3 2
Selain dengan menggambar, dapat juga dilakukan dengan cara
menyamakan penyebutnya menggunakan KPK, menyamakan penyebut
kedua pecahan dilakukan agar lebih mudah dalam membandingkan
besar kedua pecahan, atau melakukan operasi penjumlahan dan
pengurangan pecahan dengan penyebut berbeda.
2. Bandingkanlah kedua pecahan berikut
3
Samakan penyebut kedua pecahan terlebih dahulu, gunakan KPK
untuk menyamakan penyebut kedua pecahan.
33 BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dipakai adalah penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif kualitatif bertujuan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan keadaan atau fenomena yang ada di lapangan (Moleong, 1988). Dalam penelitian ini, peneliti akan mendiskripsikan bagaimana pemahaman siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran dengan desain instruksional yang dibuat oleh peneliti. Dalam penelitian ini, langkah awal yang dilakukan peneliti adalah membuat desain instruksional, kemudian mencobakan di kelas, setelah itu melakukan analisis.
B. Subyek Penelitian
Subyek penelitian adalah siswa – siswi kelas IV SD Timbulharjo.
C. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat penelitian
Penelitian dilaksanakan di SD Timbulharjo. 2. Waktu penelitian
D. Bentuk Data dan Metode Pengumpulan Data
Menurut Lofland dan Lofland (1984:47) sumber utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan (Moleong, 2007 : 157). Pada penelitian ini bentuk data yang digunakan adalah kata-kata dan tindakan. Kata-kata dan tindakan merupakan tindak lanjut guru. Kata-kata berupa hasil wawancara siswa dan kegiatan pembelajaran di kelas, serta tindakan yang terjadi dalam kegiatan pembelajaran di kelas. Pengumpulan data dilakukan dengan cara :
1. Wawancara
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu, yang dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara (interviewer) sebagai pihak yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewee) pihak yang diwawancarai sebagai pemberi jawaban atas pertanyaan yang diajukan (Moleong, 2007 : 186). Wawancara dimaksudkan agar peneliti mendapat informasi langsung dari subyek peneliti berupa kata-kata. Wawancara dilakukan terhadap beberapa siswa secara acak.
2. Rekaman video
E. Instrumen Penelitian
Dalam peneltian ini digunakan instrumen atau alat pengumpul data. Instrumen ini digunakan untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa. Instrumen utama yang dipakai adalah desain instruksional yang disusun oleh peneliti. Sedangkan instrumen lain yang mendukung penelitian adalah wawancara. Selain itu untuk desain instruksional, peneliti membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang pada proses penyusunannya dikonsultasikan dengan dosen pembimbing dan guru kelas IV SD Timbulharjo. Instrumen penelitian atau alat pengumpul data merupakan hal penting, oleh karena itu perlu diuji keabsahan atau validitasnya. Pada penelitian ini digunakan teknik pemeriksaan triangulasi untuk menguji validitasnya.
F. Cara Penganalisisan Data
Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian jenis deskriptif kualitatif. Analisis yang dilakukan berupa deskripsi dari data yang diperoleh pada saat pengumpulan data yang diperoleh dari pengamatan, wawancara dan rekaman video. Selain itu juga menganalisis data tertulis.
1. Menganalisis data wawancara
a. Wawancara dilakukan terhadap beberapa siswa
b. Hasil wawancara yang direkam, kemudian dideskripesikan atau dituangkan dalam bentuk tulisan.
2. Menganalisis hasil tertulis
Menganalisis setiap jawaban siswa dengan menuangkan dalam bentuk kata - kata, untuk mengetahui sejauh mana pemahaman siswa terhadap materi dengan desain yang telah dibuat oleh penliti.
3. Menganalisis rekaman video
Rekaman video ini berisi tentang rekaman dari mulai pelajaran sampai akhir pelajaran. Rekaman video dianalisis dituangkan dalam bentuk kata – kata.
4. Menyatukan hasil analisis
37 BAB IV
DESAIN INSTRUKSIONAL
Desain instruksional dibutuhkan dalam kegiatan belajar. Desain disusun agar tujuan pembelajaran dapat tercapai. Pada penelitian ini, peneliti membuat desain untuk meningkatkan pemahaman siswa. Desain yang disusun oleh peneliti menggunakan prinsip-prinsip dari PMRI. Desain penelitian ini berisi tujuan, pengetahuan awal yang dimiliki siswa, aktivitas pembelajaran, hipotesis proses pembelajaran.
A. Kegiatan 1 : Mengingat kembali KPK (Kelipatan persekutuan Terkecil). 1. Tujuan
Tujuan dari aktivitas ini adalah mengingat kembali materi KPK yang pernah dipelajari, agar siswa lebih terampil dalam menentukan KPK. 2. Pengetahuan Awal
Siswa memiliki pengetahuan awal tentang penjumlahan, pembagian, perkalian, membaca jam. Pengetahuan ini diperoleh siswa ketika belajar di sekolah maupun dalam kehidupan sehari-hari.
3. Rancangan Aktivitas Pembelajaran
Dalam kegiatan belajar mengingat kembali KPK, siswa diberi masalah-masalah yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Contoh permasalahan tersebut :
Pada pukul 05.00 lonceng A dan lonceng B berdentang bersamaan.
setiap 3 jam sekali. Pada pukul berapakah lonceng A dan lonceng B
dapat berdentang bersama lagi?
Siswa diminta untuk mengerjakan soal tersebut, sesuai dengan cara dan kemampuannya masing-masing. Pada dasarnya KPK dapat dicari dengan mendaftar kelipatan, dengan tabel, dengan pohon faktor. Siswa diberi kesempatan dalam mengerjakan soal tersebut. Karena materi menentukan KPK telah dipelajari, diharapkan siswa dapat menemukan jawaban dari persoalan tersebut. Siswa dapat mengerjakan menggunakan cara yang berbeda-beda. Beberapa siswa diminta menuliskan jawaban di papan tulis, agar siswa yang lain dapat melihat. Selain itu, agar siswa lain dapat memeberikan tanggapan. Siswa yang diberi kesempatan untuk maju, menjelaskan jawaban yang telah diperoleh. Mungkin ada siswa yang menjawab dengan menggunakan cara mendaftar kelipatan. Apabila menggunakan cara dengan mendaftar kelipatan salah satu kemungkinan jawaban siswa adalah sebagai berikut :
Jawab :
Kelipatan dari 2 adalah 2, 4, 6, 8, 10, 12, … Kelipatan dari 3 adalah 3, 6, 9, 12, 15, …
bantuan jam (jam dinding, jam tangan, atau dengan menggambar di papan tulis). Siswa mempraktekkan dalam menghitung 6 jam setelah pukul 05.00 dengan bantuan jam, diperoleh pukul 11.00.
Siswa kembali mencoba menyelesaikan soal. Soal yang diberikan adalah Pada tanggal 2 September 2009 Tuti dan Ani les matematika. Tuti les setiap 4 hari sekali, dan Ani les setiap 5 hari sekali. Pada tanggal berapakah di bulan September Tuti dan Ani les bersama lagi?
Siswa diberi kesempatan untuk mengerjakan soal tersebut dengan cara dan kemampuannya masing-masing. Setelah beberapa saat, beberapa siswa diminta untuk menyelesaikan soal tersebut dan menjelaskan idenya pada teman-teman. Apabila ada siswa yang menyelesaikan dengan menggunakan tabel maka dapat diperoleh jawaban sebagai berikut :
Jawab :
1
× ×2 ×3 ×4 ×5
4 4 8 12 16 20
5 5 10 15 20 25
KPK dari 4 dan 5 adalah 20.
Untuk menentukan tanggal berapa di bulan September Tuti dan Ani les matematika, siswa dapat menggunakan bantuan kalender. Dengan bantuan kalender siswa secara bersama menghitung 20 hari setelah 2 September 2009 diperoleh 22 September 2009.
dinding. Bantuan ini digunakan agar mempermudah siswa dalam mneyelesaikan soal. Pada kesempatan ini, peneliti memberikan lembar kerja berupa soal sebagai berikut :
Carilah KPK ! 1.dari 5 dan 7 2.dari 3 dan 9 3. dari 8 dan 9 4. dari 12 dan 15 5. dari 15 dan 20
4. Hipotesis Proses Pembelajaran
B. Kegiatan 2 : Melakukan operasi penjumlahan dan pembandingan pecahan dengan penyebut sama
1. Tujuan
Tujuan dari kegiatan 2 ini :
a. Siswa mendapat pengetahuan awal tentang operasi pada pecahan berpenyebut sama.
b. Siswa mampu melakukan operasi pemjumlahan pada pecahan dengan penyebut sama.
2. Pengetahuan Awal
Pengetahuan awal yang dimiliki siswa pada materi yang berkaitan dengan kegiatan II ini adalah pecahan dengan penyebut sama. Pecahan telah sedikit dibahas di kelas 3. Walaupun meteri yang diberikan masih awal. Tetapi dapat membantu siswa dalam memahami operasi penjumlahan dan pembandingan pada pecahan.
3. Rancangan Aktivitas Pembelajaran
Materi pecahan sudah mulai diajarkan di kelas 3 walau tidak terlalu banyak yang disampaikan. Pada kegiatan ini, peneliti menggunakan bantuan alat peraga yaitu kertas lipat untuk menunjukkan pecahan. Alat peraga digunakan sebagai alat bantu pemahaman siswa, selain itu agar materi tidak terlalu abstrak bagi siswa. Kegiatan ini dimulai dengan memberikan permasalahan sebagai berikut :
Setelah soal diberikan, siswa diberi kesempatan untuk mengerjakan soal tersebut terlebih dahulu sesuai dengan kemampuan siswa. Jika siswa sudah selesai mengerjakan, pada kesempatan ini peneliti mencoba menggali pengetahuan awal siswa dengan meminta salah satu siswa untuk menggambarkan keadaan dari permasalahan yang diberikan. Diharapkan siswa tersebut dapat menggambarkan keadaan tersebut :
Tapi, dimungkinkan juga siswa belum mampu menggambarkan keadaan tersebut. Atau mungkin bingung sama sekali terhadap soal tersebut. Apabila siswa belum mampu menggambarkan keadaan tersebut, peneliti mencoba membantu siswa dalam mengeksplorasi keadaan tersebut.
• Siswa diminta untuk menggambar sebuah lingkaran, persegi atau
persegi panjang yang melambangkan kue ibu.
• Kemudian meminta siswa untuk membagi kue tersebut menjadi dua
bagian yang sama besar. Satu bagian untuk Ani dan satu bagian untuk Budi.
• Kemudian beberapa siswa diminta untuk menggambarkan keadaan tersebut di papan tulis.
peneliti memberikan soal-soal yang sampai dirasa siswa mampu mamahami arti pecahan. Mungkin soal yang diberikan adalah :
gambarlah keadaan pecahan berikut:
3
Karena desain ini disusun dengan prinsip-prinsip PMRI maka diutamakan siswa diberi kesempatan untuk mengerjakan soal atau latihan yang diberikan, sesuai dengan cara atau kemampuannya masing-masing selain itu siswa aktif. Siswa mengeksplorasi soal-soal yang diberikan,
dengan bantuan kertas lipat pada soal nyatakan pecahan
3 1
dengan
gambar. Kemudian diberi kesempatan untuk menggambarkan di papan tulis. Selain menggunakan media papan tulis, peneliti dapat menggunakan media kertas lipat. Langkah penggunaannya adalah :
• Kertas tersebut dilipat menjadi 3 bagian yang sama besar, secara visualisasi dapat digambarkan sebagai berikut :
• Media dapat mewakili keadaan yang sebenarnya. Setelah itu arsir
satu bagian kertas yang sudah dilipat menjadi 3 bagian. Diperoleh arsiran sebagai berikut :
Dengan media, materi yang diberikan menjadi tidak terlalu abstrak.
Untuk soal 3 1
Tetapi mungkin untuk soal kedua sampai kelima, diduga siswa mengalami kesulitan. Karena pembilang pecahan tersebut bukan 1. Tetapi diharapkan siswa tetap mengeksplorasi soal tersebut. Peneliti bertindak sebagai fasilitator saja. Peneliti berkeliling kelas untuk memeriksa hasil latihan siswa. Setelah siswa dapat menjawab soal yang diberikan, beberapa siswa diminta untuk menuliskan di papan tulis sesuai dengan idenya. Siswa lain memberikan tanggapan. Apabila ada siswa yang memiliki jawaban lain, peneliti dan siswa-siswa lain dapat mendiskusikan bersama.
Materi penjumlahan disampaikan jika siswa telah mampu memahami arti dan mampu menggambarkan pecahan. Peneliti memberikan persoalan :
Ibu memiliki
3 1
kue. Kemudian membeli
3 1
kue lagi. Berapakah kue ibu sekarang?
Siswa diberi kesempatan untuk mengeksplorasi persoalan tersebut, sambil berdiskusi dengan teman sebangku. Kemudian salah satu atau beberapa siswa diminta untuk menjelaskan idenya di depan kelas. Siswa lain menanggapi, jika ada perbedaan jawaban dapat didiskusikan bersama, dan peneliti sebagai fasilitator. Selanjutnya dalam kegiatan belajar, peneliti memberikan masalah perbandingan pecahan. Soal yang diberikan adalah sebagai berikut :
Ida memiliki
5 2
kue, Tono memiliki
5 3
Dari pengetahuan yang telah diperoleh yakni menyatakan pecahan dalam bentuk gambar, siswa diberi kesempatan untuk mengerjakan latihan tersebut sesuai kemampuan masing-masing. Kemudian siswa diminta untuk mengerjakan soal tersebut di papan tulis dan menjelaskan idenya kepada teman-teman. Apabila siswa mampu menggambar dengan benar, maka akan diperoleh bahwa kue Tono lebih besar dari kue Ida atau
5 2
〈
5 3
. Siswa diberikan LKS, tujuan dari LKS untuk melihat apakah
desain pembelajaran yang disusun dapat memfasilitasi pemahaman siswa. 4. Hipotesis Proses Pembelajaran
Diduga ada siswa yang mampu menyatakan pecahan
2 1
dalam gambar
antara lain :
bagian untuk Ani dan satu bagian untuk Budi. Siswa mengarsir bagian untuk Ani. Apabila siswa belum begitu paham, maka peneliti memberikan soal lagi yang dimaksud dapat meningkatkan pemahaman siswa :
gambarlah keadaan pecahan berikut:
3
Diduga siswa mampu menggambar pecahan
3 1
. Selain langsung
menggambar, dimungkinkan dengan bantuan kertas lipat siswa menggambarkan keadaan kertas yang dibagi menjadi 3 bagian. Siswa memegang kertas lipat masing-masing dan mungkin akan menggunakan penggaris untuk membagi kertas itu menjadi 3 kemudian melipatnya. Tetapi bisa juga siswa langsung membagi kertas menjadi 3 bagian. Dari sini, sudah tampak bahwa siswa memiliki pengetahuan awal untuk mengerjakan soal pertama. Tetapi untuk soal kedua sampai kelima, mungkin ada siswa yang mengalami kesulitan. Usaha peneliti adalah dengan mencoba mengarahkan siswa untuk memahami konsep pecahan sebagai bagian dari keseluruhan. Peneliti menggunakan ilustrasi : ibu
memiliki 3 2
kue. Siswa diminta menggambarkan keadaan tersebut.
Dari sini, dimungkinkan siswa mampu menggambarkan karena siswa
sudah mampu menggambarkan
3 1
. Ada bermacam kemungkinan gambar
antara lain :
diharapkan untuk soal berikutnya siswa tidak mengalami kesulitan.
Pada masalah penjumlahan kue yang dimiliki ibu, diduga siswa telah
mampu menggambarkan
3 1
kue yang dimiliki ibu, dan menggambarkan
3 1
kue yang dibeli ibu.
Diduga bahwa siswa sedikit memiliki gambaran
3
Tetapi ada kemungkinan bahwa
3
menjawab demikian, peneliti mencoba membantu siswa dengan ilustrasi gambar sebagai berikut.
Diduga bahwa siswa sedikit memiliki gambaran
3
gambar akan diperoleh :
Atau dapat ditulis sebagai berikut :
Diharapkan dengan bantuan gambar atau ilustrasi tersebut, pemahaman siswa meningkat.
Untuk masalah membandingkan pecahan, diduga siswa tidak begitu mengalami kesulitan. Siswa telah mampu menyatakan pecahan dalam bentuk gambar. Mungkin siswa mempunyai ide untuk menggambar kue yang dimiliki oeh Ida dan Tono. Kemudian membandingkan, kue siapa yang lebih besar.
Dari gambar yang diperoleh siswa, siswa diduga mampu menentukan kue milik Tono lebih besar dibanding kue milik Ida.
C. Kegiatan 3 : Menyamakan penyebut pecahan 1. Tujuan
Tujuan dari kegiatan 3 ini adalah menyamakan penyebut pecahan. 2. Pengetahuan Awal
Pada kegiatan ini, siswa memiliki pengetahuan awal perkalian, menyatakan pecahan dalam bentuk gambar dan cara menentukan KPK dari kegiatan 1 dan 2.
3. Rancangan Aktivitas Pembelajaran
Kegiatan 3 adalah menyamakan penyebut pecahan. Siswa diberikan permasalahan tentang penjumlahan dan perbandingan pecahan dengan penyebut berbeda.
Adik mempunyai
3 1
bagian kue, sedangkan Kakak mempunyai
2 1
bagian kue. Berapakah jumlah kue adik dan kakak dan kue siapa yang lebih besar?
Siswa diminta untuk mengerjakan dulu persoalan tersebut dengan cara dan kemampuannya masing-masing. Diduga banyak siswa yang tidak dapat mengerjakan persoalan tersebut karena persoalan tersebut belum pernah dipelajari. Tetapi permasalahan tersebut dapat dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Diduga siswa belum mampu menjawab, tetapi siswa tetap diminta untuk mengemukakan idenya tentang bagaimana mengerjakan soal.
Kegiatan belajar menggunakan media papan tulis dan alat peraga yakni kertas lipat. Dalam kegiatan ini, akan banyak menggunakan gambar.
Siswa diminta untuk melipat kertas atau menggambar kue bagian adik dan kakak. Ada banyak kemungkinan gambar siswa, salah satu kemungkinan gambar adik (
3 1
bagian kue) adalah sebagai berikut :
Sedangkan kemungkinan gambar milik kakak
2 1
bagian kue
Pada kegiatan ini, siswa sudah memperoleh pengetahuan awal tentang cara menyatakan pecahan dalam bentuk gambar dan menentukan KPK. Menyamakan penyebut pecahan ini perlu dilakukan sebelum melakukan operasi penjumlahan dan pembandingan pecahan. Terutama untuk siswa kelas IV yang belum pernah menerima materi menjumlahkan dan membandingkan pecahan dengan penyebut beda. Menyamakan penyebut pecahan, selain perlu juga dapat mempermudah siswa dalam menjumlahkan dan membandingkan pecahan dengan penyebut beda. Setelah siswa menggambar kue adik dan kakak, siswa diminta untuk mengeksplorasi dan mengerjakan soal tersebut. Siswa diminta untuk berdiskusi dengan teman sebangku. Kemudian meminta beberapa siswa untuk menuliskan jawabannya di papan tulis, agar siswa lain dapat memberikan pendapat. Diduga siswa belum bisa mencari penyelesaikan soal tersebut. Peneliti berusaha untuk memberikan pancingan pada siswa. Siswa diminta untuk menggambar kue adik dan kakak dengan posisi sejajar, gambar sebagai berikut :
+
Peneliti kembali memberikan pancingan pada siswa, dengan bertanya bagaimana menjumlahkan kue adik dan kakak? Ada kemungkinan siswa
menjawab
5 2
. Seandainya ada siswa yang menjawab demikian, usaha
peneliti adalah mencoba mengarahkan siswa untuk menyamakan penyebutnya terlebih dahulu. Siswa diminta untuk mengungkapkan bagaimana cara menyamakan penyebutnya.
• Untuk kue adik : Siswa diminta untuk membagi tiap bagian baik
yang diarsir atau yang tidak diarsir menjadi 2 bagian. Siswa menggambarkan keadaan tersebut dibuku masing-masing. Diharapkan gambar siswa adalah sebagai berikut :
Dari gambar tersebut tampak bahwa 1 bagian utuh dibagi menjadi 6
bagian yang sama besar. Bagian yang diarsir menunjukkan
6 2
. Siswa
diminta untuk mencari kesimpulan dari gambar tersebut. Kesimpulan
yang diharapkan adalah bahwa
3
Dari pengalaman membagi kue adik, siswa diminta untuk mengeksplorasi bagian kue yang dimiliki oleh kakak. Setelah itu siswa diminta menjelaskan idenya. Diharapkan siswa mampu mengeksplorasi sebagai berikut.
• Untuk kue kakak : Kue kakak (
2 1
bagian) juga dibagi, tetapi tiap
bagian dibagi menjadi 3 bagian. Dari pengetahuan tentang gambar kue adik, diharapkan siswa mampu menggambar kue kakak sebagai berikut :
Beberapa siswa kembali diminta untuk menarik kesimpulan dari gambar tersebut. Telah diperoleh gambar
Siswa diminta untuk mengutarakan pendapat tentang penjumlahan kue kakak dan kue adik. Karena siswa telah mampu menjumlahkan pecahan dengan penyebut sama, maka diharapkan jawaban siswa sebagai berikut :
Untuk soal berikutnya yakni kue siapa yang lebih besar, siswa dapat menggunakan bantuan gambar yang telah diperoleh pada saat menjumlahkan kue kakak dan adik.
Dari gambar tersebut diketahui bahwa kue adik
, diduga siswa mampu menjawab kue kakak lebih besar. Untuk melihat
apakah siswa sudah paham atau belum, peneliti memberikan soal :
Ayah memiliki
6 4
bagian kain dan ibu memilki
4 1
bagian kain. Berapakah jumlah kain ayah dan ibu?
Siswa diminta untuk mengeksplorasi soal tersebut sesuai dengan kemampuanny masing-masing. Salah satu siswa diminta untuk mencoba mengerjakan soal di papan tulis agar siswa yang lain dapat memberikan masukkan ide atau tanggapan.
4. Hipotesis Proses Pembelajaran
Pada awal kegiatan 3 ini, diduga siswa belum begitu mengerti bagaimana
menyelesaikan persoalan yang diberikan. Kue adik adalah
3
bagian. Ada kemungkinan jawaban siswa jumlah kue
adik dan kakak adalah
5 2
bagian. Apabila ada jawaban seperti itu, maka
peneliti akan berusaha mengarahkan siswa untuk menyamakan penyebutnya terlebih dahulu. Seperti yang sudah dijabarkan dalam kegiatan pembelajaran pada kegiatan 3. Untuk melihat apakah siswa
6 2
sudah paham atau belum, siswa diminta untuk mengerjakan soal : ayah
bagian kain. Berapakah
jumlah kain ayah dan ibu? Kain siapa yang lebih besar?
Salah satu siswa diminta untuk mencoba mengerjakan soal di papan tulis. Siswa yang lain memberikan tanggapan atau masukkan ide. Dari pengalaman siswa mengerjakan soal penjumlahan kue kakak dan adik, diduga salah satu kemungkinan jawaban siswa adalah
• Siswa menggambar terlebih dahulu kain milik ayah dan kain milik
ibu.
• Diduga siswa akan membagi tiap bagian menjadi 4 bagian untuk
gambar kain ayah (yang diarsir maupun yang tidak diarsis).
Dari gambar tersebut diduga siswa mampu menarik kesimpulan
bahwa 6 4
bagian kain dapat dinyatakan menjadi 24 16
bagian kain.
• Diduga siswa akan membagi tiap bagian menjadi 6 bagian untuk
gambar kain ibu (yang diarsir atau tidak diarsir) Kain milik Ayah Kain milik Ibu
Tiap bagian dibagi 4