• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ketersediaan (Daya Dukung) Hijauan Makanan Ternak

3 METODE PENELITIAN

B. Ketersediaan (Daya Dukung) Hijauan Makanan Ternak

Untuk mengkaji ketersediaan hijauan makanan ternak di suatu wilayah, dilakukan penilaian terhadap daya dukung hijauan. Daya dukung hijauan makanan ternak adalah kemampuan suatu wilayah untuk menghasilkan pakan ternak terutama berupa hijauan yang dapat dihasilkan untuk kebutuhan sejumlah sapi potong dalam bentuk segar maupun kering, tanpa melalui pengolahan dan tanpa pengolahan khusus.

Daya dukung hijauan dihitung berdasarkan produksi bahan kering cerna (BKC) terhadap kebutuhan satu satuan ternak (1 ST) sapi potong dalam satu tahun, dimana kebutuhan bahan kering adalah 6,25 kg/hari atau 2,28 ton/tahun (NRC 1984), untuk sapi hidup dengan berat mencapai 500 kg. Untuk ternak sapi Indonesia pada umumnya tiap 1 ST memiliki kisaran berat sebesar 200-250 kg. Jadi kebutuhan pakan/bahan kering minimum untuk 1 ST selama satu tahun dapat berbeda-beda, tergantung berat sapinya. Berat hidup ternak sapi secara rata-rata di Kabupaten Cianjur adalah 200 kg. Kebutuhan pakan minimum ternak ruminansia per satu satuan ternak (1 ST) dihitung menurut Thahar et al. (1991) dalam Juarini et al. (2007) sebagai berikut: (dengan modifikasi)

K = 2,5% x 50% x 365 x 200 kg = 0,9125 ton BKC/tahun/ST dimana,

K : Kebutuhan pakan minimum untuk 1 (ST) dalam ton bahan kering tercerna atau DDM (digestible dry matter) selama satu tahun;

2,5% : Kebutuhan minimum jumlah ransum hijauan pakan (bahan kering) terhadap berat badan ternak

50% : Nilai rata-rata daya cerna berbagai jenis tanaman 365 : Jumlah hari dalam 1 tahun

200 kg: Berat hidup 1 ST

Produksi bahan kering (BK) hijauan merupakan jumlah dari produksi pakan asal limbah pertanian dan produksi pakan dari hijauan alami. Potensi limbah pertanian dihitung dari sisa hasil produksi tanaman pangan seperti jerami padi sawah, jerami padi ladang, daun jagung, daun kacang kedelai, daun kacang hijau dan daun kacang tanah. Potensi hijauan alami dihitung dari luas perkebunan dan luas penggunaan lahan seperti pekarangan, tegalan, huma, ladang, kebun, lahan bera, penggembalaan, hutan rakyat dan lain-lain. Luas perkebunan merupakan luas tanaman kelapa dalam dan luas perkebunan karet.

Jumlah potensi limbah dari masing-masing tanaman pangan merupakan potensi ketersediaan pakan potensial saat ini. Perhitungan pakan asal limbah pertanian dan hijauan alami per kecamatan dihitung menurut Ashari et al. (1996) dalam Juarini et al. (2007) sebagai berikut: (dengan modifikasi)

Potensi limbah (kg) = (ps x 0,4) + (pl x 3 x 0,4) + (jg x 3 x 0,5) + (kd x 3 x 0,55) + {(kh + kt) x 2 x 0,55} + {(uj x 0,25/6) + (uk x 0,25/4)} x 0,65 ... (1) ( ps:padi sawah; pl:padi ladang; jg:jagung; kd:kedelai; kh:kacang hijau; kt:kacang tanah; uj:ubi jalar; uk:ubi kayu; angka-angka dalam rumus merupakan asumsi potensi limbah yang dihasilkan dari produksi tiap jenis tanaman pangan)

Potensi hijauan alami(kg)= {(pkarang x 0,53 x 2) + (teg. + huma + lad + kebun + l.bera) x 2,875) + (penggem x 0,75)) + (Hryt x 0,6) + (lain x 0,75) + (Lkld x 10) + (Lkrt x 2)} x 0,5 ... (2) ( pkarang: pekarangan; teg: tegalan, huma; lad: ladang, kebun; L.bera: lahan bera, penggembalaan; Hryt: hutan rakyat, lain-lain; Lkld: luas tanaman kelapa dalam; Lkrt: luas tanaman karet; angka-angka dalam rumus merupakan asumsi potensi hijauan yang dihasilkan per hektar luasan penggunaan lahan)

Hasil perhitungan produksi bahan kering selanjutnya digunakan untuk mendapatkan daya dukung pakan hijauan dengan menggunakan persamaan sebagai berikut (Haryanto et al. 2002) :

Untuk mengetahui tingkat keamanan pakan ternak pada suatu wilayah untuk mendukung kehidupan ternak yang berada di atasnya diperlukan suatu indikator yang disebut Indeks Daya Dukung Ternak (IDD). IDD ternak dihitung untuk mengetahui status nilai daya dukung suatu wilayah dengan persamaan menurut Ashari et al. (1996) dalam Juarini et al. (2007) sebagai berikut:

atau :

Berdasarkan nilai IDD diperoleh standar kriteria seperti yang ditunjukkan pada Tabel 4. Nilai IDD menunjukkan tingkat keamanan hijauan makanan ternak pada suatu wilayah.

Tabel 4 Kriteria Status Daya Dukung Hijauan Berdasarkan Indeks Daya Dukung

No. Indeks Daya Dukung (IDD) Kriteria

1. ≤ 1 Sangat kritis

2. > 1 - 1,5 Kritis

3. > 1,5 - 2 Rawan

4. > 2 Aman

Sumber : Ashari et al. (1996) dalam Juarini et al. (2007)

Masing-masing nilai IDD tersebut mempunyai makna sebagai berikut: - Nilai ≤1: (a) ternak tidak mempunyai pilihan dalam memanfaatkan sumber

yang tersedia; (b) terjadi pengurasan sumberdaya dalam agro-ekosistemnya; (c) tidak ada hijauan alami maupun limbah yang kembali melakukan siklus haranya.

Produksi Bahan Kering (Kg)

Jumlah Pop Ternak (ST) x Kebutuhan BK Sapi Dewasa (Kg/ST) IDD Hijauan =

Daya Dukung Hijauan Makanan Ternak (ST) Jumlah Populasi Ternak (ST)

IDD Hijauan =

Produksi Bahan Kering Hijauan (Kg) Daya Dukung (ST)

Kebutuhan Pakan Minimum BK Sapi Dewasa (Kg/ST) =

- Nilai >1–1,5: ternak telah mempunyai pilihan untuk memanfaatkan sumberdaya tetapi belum terpenuhi aspek konservasi.

- Nilai >1,5- 2: pengembangan bahan organik ke alam pas-pasan.

- Nilai >2: ketersediaan sumberdaya pakan secara fungsional mencukupi kebutuhan lingkungan secara efisien.

Untuk mengetahui sebaran daya dukung hijauan makanan ternak di Kabupaten Cianjur dilakukan analisis secara spasial menggunakan software SIG. Analisis dilakukan pada satuan wilayah administrasi kecamatan (Gambar 8). Nilai IDD yang telah dianalisis ditambahkan pada atribut peta administrasi sehingga dihasilkan peta sebaran daya dukung hijauan makanan ternak. Selanjutnya dilakukan overlay dengan peta kesesuaian hijauan makanan ternak untuk menghasilkan peta kesesuaian dan daya dukung hijauan makanan ternak di Kabupaten Cianjur.

Gambar 8 Alur pembuatan peta kesesuaian dan daya dukung hijauan makanan ternak di Kabupaten Cianjur

3.5.3. Analisis Pemusatan Aktifitas Usaha Peternakan

Pemusatan aktifitas usaha peternakan dinilai dengan menggunakan analisis Location Quotient (LQ). Metode LQ merupakan teknis analisis untuk mengidentifikasi konsentrasi ekonomi secara relatif terhadap referensi lokasi yang lebih luas. Analisis ini lebih ringkas disebut dengan analisis basis ekonomi. Analisis ini secara umum digunakan untuk menunjukkan lokasi pemusatan/basis aktifitas. Persamaan yang digunakan sebagai berikut (Panuju dan Rustiadi 2012) :

dimana,

Xij: Nilai ekonomi komoditas sapi potong ke-j pada kecamatan ke-i;

Xi.: Jumlah nilai ekonomi seluruh komoditas peternakan di kecamatan ke-i; X.j: Jumlah nilai ekonomi komoditas sapi potong ke-j di seluruh kecamatan; X..: Jumlah nilai ekonomi seluruh komoditas peternakan di seluruh wilayah.

LQij

X.j/X..

Xij/Xi. =

Peta KHMT Hasil Analisis Indeks Daya Dukung/ Ketersediaan

Hijauan Makanan Ternak (Ashari et al. 1996)

dalam Juarini et al. (2007)

Peta Sebaran Daya Dukung Hijauan Makanan Ternak

Peta Administrasi Kab. Cianjur Peta PL untuk

peternakan

Peta Kesesuaian dan Daya Dukung Hijauan Makanan Ternak (KD2HMT)

Analisis LQ digunakan untuk mengetahui pemusatan aktifitas ekonomi wilayah kecamatan yang merupakan basis peternakan sapi potong terhadap aktifitas ekonomi lainnya di wilayah Kabupaten Cianjur. Dalam hal ini, wilayah di Kabupaten Cianjur dianalisis untuk mengetahui wilayah kecamatan yang menjadi pendorong pertumbuhan wilayah di sekitarnya.

Interpretasi nilai LQ>1 adalah terjadi konsentrasi pemusatan aktifitas komoditas sapi potong dalam suatu wilayah dibandingkan dengan komoditas ternak lainnya dalam wilayah tersebut. Nilai LQ=1 berarti aktifitas ekonomi komoditas sapi potong dalam wilayah setara dengan aktifitas ekonomi komoditas ternak lainnya, dan nilai LQ<1 menunjukkan bahwa aktifitas ekonomi komoditas sapi potong dalam wilayah lebih kecil proporsinya dibandingkan dengan komoditas ternak lainnya.

3.5.4. Analisis Penyusunan Arahan dan Strategi Pengembangan Ternak Sapi Potong di Kabupaten Cianjur

Arahan pengembangan ternak sapi potong di Kabupaten Cianjur dilakukan dengan membuat kriteria berdasarkan pandangan praktisi peternakan dan pemegang kebijakan di Kabupaten Cianjur dengan menggunakan Analytical Hierarchy Process (AHP) yang diperkuat dengan teknik Strenght, Weakness, Opportunities, and Threats (SWOT). AHP digunakan untuk mengetahui bobot kepentingan terkait strategi dan arahan pengembangan peternakan sapi potong di Kabupaten Cianjur. Informasi yang diperoleh selanjutnya digunakan dalam analisis SWOT. Tehnik yang mengkombinasikan AHP dan SWOT lebih dikenal

dengan analisis A’WOT adalah suatu penggunaan struktur hirarki untuk proses perencanaan strategis berdasarkan studi SWOT, serta adanya penggunaan teknik kuantitatif untuk memperkirakan nilai efisiensi strategi ideal untuk masing-masing strategi yang diusulkan (Osuna dan Aranda 2007).

A. Analytical Hierarchy Process (AHP)

Metode AHP dikembangkan oleh Saaty (1993) yang digunakan untuk menyelesaikan permasalahan yang kompleks atau tidak berkerangka dimana data dan informasi statistik dari masalah yang dihadapi sangat sedikit. AHP sangat berguna dari beberapa faktor atau alternatif yang ada dan akan diterapkan. Analisis menggunakan AHP dilakukan melalui beberapa proses yaitu :

1. Identifikasi pokok permasalahan, tujuan yang ingin dicapai, kriteria-kriteria yang digunakan untuk menentukan pilihan alternatif-alternatif

2. Penyusunan hierarki yang saling berkaitan, tersusun dari puncak atau sasaran utama turun ke sub-sub tujuan

3. Penyusunan matriks setiap kriteria dan alternatif dilakukan melalui perbandingan berpasangan, yaitu perbandingan setiap elemen sistem dengan elemen lainnya pada setiap tingkat hierarki secara berpasangan sehingga didapat nilai tingkat kepentingan elemen dalam bentuk pendapat kuantitatif. Skala penilaian digunakan untuk mengkuantifikasikan pendapat kualitatif sehingga diperoleh nilai pendapat dalam bentuk angka (kualitatif). Nilai-nilai perbandingan relatif kemudian diolah untuk menentukan peringkat relatif dari seluruh alternatif. Baik kriteria kualitatif maupun kriteria kualitatif dapat dibandingkan sesuai dengan judgement yang telah ditentukan untuk menghasilkan bobot dan prioritas.

Pada penelitian ini, AHP digunakan untuk melakukan identifikasi alternatif- alternatif kepentingan yang terkait dengan pengembangan peternakan di Kabupaten Cianjur. Alternatif kepentingan yang diperoleh digunakan untuk menyusun faktor-faktor strategi internal dan eksternal.