• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengembangan Budidaya Sapi Potong yang Dikandangkan di Kabupaten Cianjur

4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN CIANJUR

B. Pengembangan Budidaya Sapi Potong yang Dikandangkan di Kabupaten Cianjur

Luas wilayah pengembangan peternakan sapi potong yang dikandangkan ditunjukkan Tabel 32. Wilayah yang sesuai untuk pengembangan peternakan sapi potong yang dikandangkan seluas 78.065,89 ha (21,59%) dan wilayah dengan pembatas THI seluas 81.964,54 ha (22,66%). Wilayah Kecamatan Agrabinta dan Sindangbarang merupakan wilayah potensial untuk pengembangan peternakan sapi potong yang dikandangkan yang berada di Cianjur bagian selatan. Untuk wilayah Cianjur bagian tengah terdapat Kecamatan Cijati yang paling potensial untuk pengembangan sapi potong yang dikandangkan. Adapun Kecamatan Ciranjang dan Karangtengah merupakan wilayah di Cianjur bagian utara yang potensial untuk pengembangan sapi potong yang dikandangkan.

Sebaran wilayah pengembangan peternakan sapi potong yang dikandangkan disajikan pada Gambar 29. Dalam gambar tersebut terlihat bahwa sebaran wilayah yang potensial untuk pengembangan peternakan sapi potong yang dikandangkan umumnya terdapat di wilayah Cianjur bagian selatan. sedangkan untuk wilayah dengan pembatas THI (Sn) dapat dikembangkan sebagai wilayah peternakan sapi potong yang dikandangkan dengan pertimbangan bahwa di wilayah tersebut perlu manajemen pemeliharaan yang optimal sehingga tercipta kondisi lingkungan fisik yang sesuai untuk pertumbuhan sapi potong.

Gambar 29 Peta pengembangan wilayah peternakan sapi potong yang dikandangkan di Kabupaten Cianjur

Tabel 32 Luas wilayah pengembangan budidaya sapi potong yang dikandangkan di Kabupaten Cianjur

Kecamatan

Luas lahan (ha)*

Jumlah (ha)* Budidaya Sn

budidaya

Non

budidaya TD a. Wilayah Cianjur bagian selatan

Agrabinta 14.255,59 2.039,04 - 3.271,23 19.565,86 Cibinong 10.592,74 7.338,74 2.468,42 3.084,90 23.484,80 Cidaun 10.276,50 7.113,54 1.725,92 10.727,59 29.843,54 Cikadu 3.384,83 5.588,27 2.661,32 7.185,99 18.820,42 Leles 6.867,17 1.212,71 181,32 3.142,05 11.403,24 Naringgul 5.147,98 8.428,94 1.603,04 12.840,68 28.020,65 Sindangbarang 8.905,74 3.200,52 - 4.262,51 16.368,77 Jumlah (ha)* 59.430,55 34.921,77 8.640,01 44.514,95 147.507,28

b. Wilayah Cianjur bagian tengah

Campaka 36,05 2.506,89 2.191,66 9.604,61 14.339,20 Campakamulya - 1.943,22 704,78 4.760,96 7.408,96 Cijati 2.425,33 113,25 - 2.299,54 4.838,12 Kadupandak 3.073,70 802,17 695,58 5.867,45 10.438,90 Pagelaran 1.354,18 2.555,18 2.088,52 13.888,12 19.886,00 Pasirkuda 328,07 4.385,96 1.317,15 5.450,89 11.482,07 Sukanagara - 2.123,31 945,51 14.295,95 17.364,78 Takokak 203,46 3.083,83 6.066,80 4.825,93 14.180,02 Tanggeung 1.710,62 567,23 15,94 3.672,78 5.966,58 Jumlah (ha)* 9.131,40 18.081,04 14.025,94 64.666,25 105.904,63

c. Wilayah Cianjur bagian utara

Bojongpicung 1.729,02 3.213,87 291,05 3.579,16 8.813,10 Cianjur 39,50 299,40 100,53 2.169,17 2.608,60 Cibeber 1.325,81 2.511,14 2.746,08 5.859,92 12.442,96 Cikalongkulon - 9.880,11 - 4.477,28 14.357,38 Cilaku 835,43 913,84 0,56 3.491,16 5.240,99 Cipanas - 2.805,63 367,16 3.531,07 6.703,85 Ciranjang 228,10 197,97 - 3.045,37 3.471,44 Cugenang - 2.460,04 2.009,82 3.125,89 7.595,75 Gekbrong - 740,56 1.611,21 2.697,73 5.049,50 Haurwangi 966,64 1.532,59 5,90 2.096,75 4.601,88 Karangtengah 291,70 25,94 - 4.523,82 4.841,47 Mande 2.899,94 717,48 1.222,26 5.013,46 9.853,15 Pacet - 1.387,83 646,35 2.126,10 4.160,28 Sukaluyu 836,80 309,76 0,98 3.643,59 4.791,13 Sukaresmi 335,88 1.362,35 3.950,45 3.544,60 9.193,28 Warungkondang 15,12 603,21 710,82 3.181,34 4.510,49 Jumlah (ha)* 9.503,94 28.961,73 13.663,17 56.106,41 108.235,25 Jumlah a+b+c (ha)* 78.065,89 81.964,54 36.329,12 165.287,60 361.647,15 *Luas merupakan penghitungan luas dari peta digital; Non budidaya: lahan tidak tersedia untuk

5.3. Pemusatan Aktifitas Wilayah Pengembangan Peternakan Sapi Potong Nilai Location Quotient (LQ) untuk sapi potong di Kabupaten Cianjur ditunjukkan pada Lampiran 9. Data yang digunakan merupakan rataan data time series populasi ternak 2007 sampai 2011. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari bias data. Menurut Hendayana (2003), bias data dalam penghitungan LQ dapat dikurangi dengan dipakainya data series minimal 5 tahun. Hasil perhitungan LQ menunjukkan bahwa kecamatan-kecamatan Agrabinta (3,13), Leles (2,70), Cikalongkulon (1,74), Gekbrong (1,53), dan Cidaun (1,26) memiliki nilai LQ>1. Pemusatan aktifitas komoditas sapi potong terjadi di Kecamatan Agrabinta yang memiliki nilai LQ tertinggi (3,13).

Wilayah dengan nilai LQ>1 (Gambar 29) untuk sapi potong menunjukkan bahwa wilayah tersebut merupakan basis pertumbuhan ekonomi untuk komoditas sapi potong. Kecamatan Agrabinta merupakan wilayah sentra sapi potong di Cianjur bagian selatan yang kemudian berkembang ke Kecamatan Leles dan Cidaun. Wilayah Cianjur bagian selatan merupakan kantong-kantong produksi ternak sapi potong dengan tujuan utama penambahan jumlah ternak melalui kelahiran. Kecamatan-kecamatan Agrabinta, Leles dan Cidaun merupakan wilayah-wilayah pembibitan sapi potong dengan produksi utama adalah sapi bakalan. Produk tersebut didistribusikan ke kecamatan lain di dalam kabupaten hingga ke luar kecamatan-kecamatan di Kabupaten Cianjur.

.

Gambar 30 Peta pemusatan aktifitas komoditi sapi potong di Kabupaten Cianjur Kecamatan Gekbrong dan Cikalongkulon merupakan wilayah pengembangan sapi potong di wilayah Cianjur bagian utara dengan produk yang dihasilkan adalah sapi siap potong. Wilayah Cianjur bagian utara adalah wilayah yang didukung oleh infrastruktur jalan yang memadai, sehingga kondisi ini mempercepat lalu lintas/mutasi ternak antar wilayah. Pertumbuhan wilayah ini

terjadi karena jalur niaga sapi yang kontinyu sehingga masyarakat memilih usaha penggemukan sapi potong yang relatif cepat.

5.4. Strategi dan Arahan Pengembangan Peternakan Sapi Potong Perumusan arahan pengembangan sapi potong di Kabupaten Cianjur terkait didalamnya dengan pencapaian swasembada daging sapi nasional. Dalam hal ini rumusan dicapai dengan melakukan analisis terhadap faktor strategi internal dan eksternal dengan mengumpulkan faktor-faktor terkait melalui analisis AHP (Lampiran 10) dan SWOT atau yang dikenal dengan analisis A’WOT. Proses perumusan A’WOT melalui tahapan identifikasi, pengumpulan data, analisis, dan pengambilan keputusan (Rangkuti 2009).

5.4.1. Identifikasi Faktor Strategi Internal dan Eksternal

Pada tahap ini dilakukan kegiatan pengumpulan data yang sekaligus melakukan pengklasifikasian terhadap faktor-faktor yang berperan dalam pengembangan sapi potong di Kabupaten Cianjur (Lampiran 11). Pengklasifikasian dilakukan untuk membedakan faktor strategi internal dan eksternal. Hasil identifikasi faktor strategi tersebut diuraikan sebagai berikut : A. Faktor Strategi Internal

a. Kekuatan

1. Ketersediaan hijauan makanan ternak

2. Ketersediaan lahan yang sesuai untuk pertumbuhan ternak

3. Teknologi Inseminasi Buatan (IB) yang menunjang peningkatan mutu bibit ternak

4. Keterampilan peternak dan pengalaman beternak 5. Tenaga kerja yang selalu tersedia

b. Kelemahan

1. Infrastruktur yang kurang memadai

2. Kurangnya dukungan permodalan bagi peternak dengan skala usaha kecil 3. Ketersediaan konsentrat terkendala dengan mahalnya bahan baku

4. Pengolahan dan pengelolaan limbah ternak belum optimal 5. Skala usaha kecil sehingga pendapatan peternak tidak optimal B. Faktor Strategi Eksternal

a. Peluang

1. Wilayah pemasaran yang dekat dengan kota-kota besar untuk pemasaran produk

2. Dukungan pemerintah dalam meningkatkan kemampuan peternak dengan melakukan berbagai pelatihan dan penguatan modal

3. Semakin meningkatnya pelayanan Inseminasi Buatan (IB) yang berpengaruh kepada perbaikan mutu bibit ternak

4. Kecenderungan kenaikan harga daging sapi dari tahun ke tahun sehingga motivasi beternak tetap tinggi

b. Ancaman

1. Persaingan harga dengan daging sapi impor

2. Terjadinya konversi lahan yang digunakan menjadi lahan terbangun

3. Lemahnya kontrol terhadap penyebaran penyakit akibat mutasi ternak yang cukup tinggi

4. Harga konsentrat semakin meningkat karena sebagian bahan baku pembuatan konsentrat masih impor

5. Sistem rantai tata niaga sapi yang cenderung tertutup sehingga cenderung terjadinya monopoli harga.

5.4.2. Analisis Faktor Strategi Internal dan Eksternal

Setelah dilakukan identifikasi dan evaluasi terhadap faktor startegi internal dan eksternal maka dilakukan penyusunan matriks Internal Strategic Factor Analysis Summary (IFAS) dan External Strategic Factor Analysis Summary (EFAS) untuk mengetahui tingkat kepentingan yang ditunjukkan oleh bobot faktor dan pengaruh yang ditunjukkan dengan rating nilai faktor-faktor internal dan eksternal terhadap pengembangan sapi potong di Kabupaten Cianjur. Nilai bobot dan rating (pengaruh) merupakan nilai rataan dari pengumpulan data.

A. Analisis Faktor Strategi Internal

Hasil penyusunan matriks IFAS pada Tabel 33 diperoleh kekuatan yang dapat dimaksimalkan dan kelemahan yang perlu diminimalkan pada pengembangan sapi potong di Kabupaten Cianjur. Faktor yang memiliki kepentingan paling tinggi adalah penerapan teknologi IB (0,139) diikuti oleh ketersediaan hijauan makanan ternak, ketersediaan lahan, ketersediaan tenaga kerja dan keterampilan peternak yang memiliki nilai kepentingan yang terendah (0,060).

Tabel 33 IFAS pengembangan peternakan sapi potong di Kabupaten Cianjur Faktor-faktor strategi internal Bobot Pengaruh

(rating) Skor

Kekuatan :

a. Ketersediaan hijauan makanan ternak 0,137 4 0,547

b. Ketersediaan lahan yang sesuai 0,118 4 0,471

c. Teknologi IB 0,139 4 0,556

d. Keterampilan peternak 0,060 3 0,181

e. Tenaga kerja 0,088 3 0,263

Faktor-faktor strategi internal Bobot Pengaruh

(rating) Skor

Kelemahan :

a. Infrastruktur yang kurang memadai 0,111 3 0,334

b. Permodalan 0,082 3 0,246

c. Ketersediaan konsentrat 0,087 2 0,173

d. Pengolahan limbah ternak 0,080 2 0,160

e. Skala usaha 0,099 2 0,198

Jumlah 1,000 3,128

Penggunaan teknologi IB dalam pengembangan sapi potong di Kabupaten Cianjur dipandang penting karena menyangkut perbaikan kualitas mutu bibit

ternak yang sangat berkaitan dengan nilai ekonomis ternak itu sendiri. Dari tingkat pengaruh, ketersediaan hijauan makanan ternak, ketersediaan lahan yang sesuai, dan teknologi IB memiliki pengaruh yang sangat kuat (rating 4) yang selanjutnya diikuti dengan keterampilan peternak serta ketersediaan tenaga kerja dengan nilai rating 3.

Faktor infrastruktur memiliki nilai kepentingan yang paling tinggi (0,111) dari keseluruhan faktor kelemahan IFAS sedangkan pengolahan limbah memiliki kepentingan yang paling kecil (0,080). Dari sisi pengaruh menunjukkan bahwa permodalan memiliki pengaruh yang sama dengan infrastruktur (rating 3), sedangkan ketersediaan konsentrat, pengolahan limbah ternak dan skala usaha memiliki pengaruh yang paling kecil (rating 2).