V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.2.2 Ketersediaan Satwa mangsa
Makanan bagi satwaliar merupakan faktor pembatas. Makanan harus selalu tersedia dengan baik dari segi kuantitas maupun kualitasnya (Alikodra, 2002). Bagi macan tutul Jawa ketersediaan pakan merupakan suatu kebutuhan yang sangat penting sehingga tipe habitat dengan jumlah satwa mangsa yang melimpah akan menjadi pilihan dalam menentukan habitat yang sesuai bagi kehidupannya.
Dari hasil pengamatan disetiap tipe habitat yang mernjadi lokasi penelitian ditemukan beberapa jenis satwa mangsa macan tutul Jawa yaitu babi hutan, kancil, kijang, lutung, monyet ekor panjang, banteng dan owa Jawa dengan komposisi kelimpahan yang berbeda di setiap tipe habitat.
Untuk banteng, macan tutul Jawa memangsa anak dan satwa yang lemah atau sakit. Jarang sekali dijumpai macan tutul Jawa memangsa banteng dewasa yang ukurannya jauh lebih besar dari ukuran macan tutul jawa. Hal ini sesuai dengan pernyataan Seidensticker (19760 dalam Gunawan (1988) bahwa berdasarkan ukuran tubuh mangsa, macan tutul lebih sering memangsa satwa dengan ukuran berat badan antara 25-50 kg, yaitu satwa yang memiliki ukuran setengah hingga sama dengan ukuran badan macan tutul.
Pada tipe habitat hutan dataran rendah ditemukan sebanyak 7 jenis satwa mangsa macan tutul Jawa yaitu banteng, babi hutan, kancil, kijang, lutung, monyet ekor panjang dan owa Jawa. Jenis satwa mangsa yang memiliki kelimpahan tertinggi adalah babi hutan yaitu sebesar 11,84 individu/km2 dan nilai dugaan terkecil yaitu pada kancil sebesar 0,28 ind/km2. Babi hutan banyak
terdapat di hutan dataran rendah karena di tipe habitat ini cukup banyak pakan seperti cacing tanah dan umbi-umbian.
Untuk jenis-jenis primata sebenarnya banyak terdapat di tipe habitat ini seperti lutung, monyet ekor panjang dan owa Jawa. Namun saat penelitian dilakukan kondisinya selalu hujan sehingga perjumpaan dengan satwa primata cukup jarang. Pada tipe hutan dataran rendah terdapat jenis karnivora lain yaitu ajag (Cuon alpinus) yang hidup berkelompok.
Meskipun selama penelitian tidak dijumpai ajag, berdasarkan keterangan dari petugas ajag sering muncul saat-saat tertentu dalam jumlah besar kurang lebih 15-20 ekor dalam satu kelompok (Sorhim, 2009 komunikasi pribadi). Hal ini menjadikan macan tutul Jawa memiliki pesaing berat dalam mendapatkan mangsa di habitat hutan dataran rendah karena ajag merupakan satwa yang hidup berkelompok sedangkan macan tutul Jawa adalah satwa yang soliter.
Satwa mangsa yang dijumpai di tipe habitat hutan pantai hampir sama dengan yang dijumpai di hutan dataran rendah seperti babi hutan, kijang, kancil, lutung , monyet ekor panjang, banteng dan owa Jawa. Akan tetapi dilihat dari kepadatan populasi dugaannya cukup berbeda. Babi hutan memiliki nilai populasi dugaan tertinggi yaitu sebesar 21,98 ind/km2, sedangkan nilai kepadatan terendah adalah pada jenis kijang yaitu sebesar 0,23 ind/km2.
Pada tipe habitat hutan mangrove hanya dijumpai babi hutan dengan nilai kepadatan dugaan sebesar 5,38 ind/km2. Hal ini dapat disebabkan karena tipe vegetasi ini berada di daerah pasang surut sehingga jarang didatangi oleh satwa khususnya satwa terrestrial. Selain itu, air pasang yang menggenangi lantai hutan dapat menghapus jejak-jejak yang ditinggalkan oleh satwa.
Padang rumput merupakan tipe vegetasi yang terbuka karena tidak memiliki tutupan hutan berupa tajuk. Satwa yang dijumpai di habitat ini adalah babi hutan dan banteng. Kepadatan babi hutan di padang rumput adalah sebesar 2,53 ind/km2, sedangkan untuk banteng tidak dapat di analisis karena datanya tidak mencukupi.
Berdasarkan hasil analisis kotoran macan tutul Jawa, dari empat sampel kotoran yang dianalisis secara makroskopis semuanya mengandung rambut kancil (Tragulus javanicus). Kancil merupakan mamalia kecil pemakan tumbuhan. Dari
hasil pengamatan, kancil hanya ditemukan di habitat hutan dataran rendah dan hutan pantai. Pada hutan dataran rendah kepadatan kancil hanya sebesar 0,28 individu/ha sedangkan pada hutan pantai sebesar 3,93 individu/ha. Meskipun kepadatan kancil tidak terlalu tinggi akan tetapi satwa ini mudah ditangkap oleh macan tutul Jawa karena kancil dalam keadaan terancam binatang ini tidak segera lari menjauh tapi bersembunyi dan diam.
Babi hutan ditemukan di semua tipe habitat mulai dari hutan dataran rendah hingga padang rumput. Di setiap tipe habitat, babi hutan memiliki kepadatan tertinggi sehingga kelimpahannya tinggi. Meskipun dalam kotoran macan tutul yang dianalisis tidak ditemukan sisa-sisa babi hutan yang dimakan oleh macan tutul Jawa, akan tetapi berdasarkan keterangan petugas dan penduduk sekitar hutan macan tutul Jawa sering memangsa babi hutan. Meskipun babi hutan lebih sulit ditangkap oleh macan tutul Jawa daripada kancil karena babi hutan biasanya hidup dalam kelompok dengan jumlah besar, satwa ini termasuk salah satu satwa mangsa yang disukai macan tutul Jawa karena mudah dijumpai di berbagai tempat.
Selain memangsa satwaliar, di TNUK macan tutul Jawa terkadang memangsa satwa ternak meskipun jarang terjadi. Berdasarkan wawancara dengan penduduk sekitar hutan, macan tutul Jawa menyerang ternak yang berkeliaran dipinggir hutan. Jenis ternak yang sering dimangsa oleh macan tutul Jawa adalah kambing dan domba yang ukurannya setengah atau sama dengan ukuran badannya. Macan tutul Jawa menyerang ternak diperkirakan karena adanya proses belajar pada macan tutul Jawa bahwa satwa ternak lebih mudah ditangkap.
Penduduk sekitar TNUK terbiasanya melepaskan ternaknya begitu saja sehingga ketika ternak tersebut berkeliaran disekitar hutan macan tutul Jawa akan menganggapnya sebagai mangsa. Karena satwa ternak lebih mudah ditangkap daripada satwaliar seperti babi hutan akhirnya macan tutul Jawa terkadang masuk ke perkampungan saat malam hari untuk menyerang ternak milik penduduk.
Ketersediaan satwa mangsa macan tutul Jawa berbeda-beda disetiap tipe habitat. Hutan dataran rendah dan hutan pantai memiliki keanekaragaman dan kelimpahan satwa mangsa yang melimpah sedangkan hutan mangrove dan padang rumput memiliki keanekaragaman dan ketersediaan satwa mangsa yang
rendah. Babi hutan dan kancil merupakan satwa mangsa yang disukai macan tutul Jawa karena kedua jenis satwa ini mudah dijumpai dan kelimpahannya cukup banyak.Hal ini terlihat dari sampel kotoran yang ditemukan banyak mengandung rambut kancil. Berdasarkan informasi dari petugas, macan tutul Jawa sering memangsa babi hutan (Hadimi, 2009 komunikasi pribadi).
5.2.3 Ketersediaan Air
Air adalah komponen yang sangat vital bagi makhluk hidup. Ujung Kulon merupakan kawasan yang memiliki daerah aliran sungai yang cukup banyak. Beberapa sungai besar seperti sungai Cikeusik, Citadahan dan Cibandawoh mengalir di bagian selatan semenanjung Ujung kulon dan bermuara ke laut Selatan.
Tipe habitat hutan dataran rendah dan padang rumput terletak di lokasi yang sama yaitu Cibunar. Di kedua tipe habitat ini mengalir sungai Cibunar yang berair jernih mengalir sepanjang tahun. Karena itu, pada kedua tipe habitat ini disaat musim kering tidak pernah kekurangan air. Hal ini pula salah satunya yang mempengaruhi ketersediaan satwa mangsa di hutan dataran rendah. Selain sungai besar, di daerah Cibunar banyak mengalir sungai-sungai kecil dan mata air.
Disekitar sungai Cibunar ini banyak dijumpai jejak-jejak kaki satwaliar seperti banteng dan babi hutan. Pada sungai ini ditemukan juga jejak kaki macan tutul jawa sehingga diperkirakan sungai ini sering digunakan oleh macan tutul Jawa dan satwa mangsanya.
Pada tipe hutan pantai mengalir banyak sumber air berupa sungai besar seperti sungai Cilintang dan Ciperepet. Selain itu terdapat sumber-sumber air lain yang hanya tersedia saat musim hujan seperti rawa-rawa dan genangan-genangan air. Hal ini diketahui karena saat penelitian berlangsung TNUK sedang mengalami musim penghujan. Apabila dilihat dari kualitas airnya, kondisi air di hutan pantai tidak sebaik sumber air di hutan dataran rendah.
Pada hutan pantai, sungai-sungainya memiliki warna air yang agak keruh dan berkapur. Hal ini dikarenakan sebagian besar tanah di hutan pantai mengandung kapur dan pasir serta sering kali juga mengandung lumpur yang berasal dari rawa-rawa disepanjang aliran sungai. Berbeda dengan sumber air pada
hutan dataran rendah dan padang rumput di Cibunar yang jernih karena asar sungainya berbatu dan tiak mengandung lumpur. Akan tetapi hal ini tidak menjadi kendala bagi macan tutul Jawa karena dari hasil pengamatan, intensitas perjumpaan dengan tanda-tanda macan tutul jawa di sumber air seperti sungai Cilintang di hutan pantai cukup banyak meskipun tidak sebanyak di hutan dataran rendah.
Tipe habitat hutan mangrove terletak didaerah pasang surut dan bersinggungan langsung dengan air laut sehingga sumber-sumber air yang ada biasanya berupa muara sungai dari sungai Cilintang dan Ciperepet. Kondisi air pada muara ini kurang baik karena selain keruh, air pada muara ini berasa payau yang disebabkan oleh percampuran antara air tawar dengan air laut. Jarang terlihat satwaliar menggunakan air di muara ini dan biasanya lebih memilih ke bagian sungai yang lebih hulu yang termasuk kedalam tipe habitat hutan pantai.
Jarangnya satwaliar menggunakan air disekitar muara ini selain dipengaruhi kondisi airnya juga dipengaruhi oleh adanya beberapa reptilia seperti buaya muara dan ular sanca yang sering memangsa satwaliar saat minum.
Sumber air tersebar di setiap tipe habitat yang digunakan macan tutul Jawa. Sumber-sumber air yang ditemukan berupa sungai, rawa-rawa dan genangan atau kubangan kecil. Sumber air yang berbentuk sungai umumnya mengalir sepanjang tahun sedangkan rawa-rawa dan genangan air hanya dijumpai saat musim hujan. Macan tutul Jawa menyukai sumber air yang tawar dan tidak tergantung oleh kekeruhan air. Sungai Besar seperti Cilintang dan Cibunar serta sumber-sumber air kecil seperti rawa dan genangan air sering digunakan oleh macan tutul Jawa dan mangsanya untuk minum.
5.2.4 Ketersediaan Cover
Cover merupakan salah satu komponen habitat yang sangat diperlukan oleh satwaliar. Macan tutul Jawa memerlukan cover untuk berlindung, istirahat, mengintai mangsa saat berburu dan mengasuh anak. Beberapa tipe cover macan tutul Jawa yang berhasil diidentifikasi adalah tajuk pohon,banir pohon, gua, rumpun bambu dan pandan.
Tipe-tipe cover diatas banyak dijumpai di tipe habitat hutan dataran rendah dan hutan pantai. Hutan dataran rendah memiliki keanekaragaman jenis vegetasi yang tinggi dan memiliki tegakan pohon yang berusia tua sehingga ukurannya besar. Hal ini terlihat dari ukuran lebar tajuk yang sangat rapat sehingga melindungi satwa dibawahnya dari terik matahari (thermal cover).
Pohon yang besar memiliki banir yang sangat besar dan lebar. Terkadang pada beberapa pohon yang berusia sangat tua pada banirnya terdapat lubang gerowong yang besar. Tempat ini disinyalir sering digunakan macan tutul Jawa sebagai tempat berlindung. Beberapa jenis pohon dengan karakteristik seperti ini diantaranya adalah ki calung (Diospyros macrophylla) dan ki geunteul (Dispyros javanica).
Langkap merupakan jenis palem yang cukup mendominasi di hutan dataran rendah. Bahkan menurut penelitian yang pernah dilakukan, jenis palem ini diduga dapat menginvasi vegetasi lainnya karena memiliki zat allelopati. Akan tetapi tegakan ini memiliki lantai hutan yang bersih sehingga sering digunakan macan tutul Jawa dan satwa lainnya seperti badak Jawa (Rhinoceros sondaicus) sebagai tempat beristirahat. Selain langkap, terdapat juga rumpun bambu yang sering pula digunakan oleh macan tutul Jawa sebagai tempat berlindung dan menyembunyikan diri dari penglihatan mangsanya saat berburu.
Pada hutan pantai terdapat tajuk pohon dari jenis katapang (Terminalia catappa) yang memiliki tajuk lebar dan rapat sehingga berfungsi sebagai thermal cover bagi satwaliar.
Untuk tipe cover banir, ditemukan dari jenis kiara (Ficus glibbosa). Sebagai pohon pencekik atau strangler, jenis kiara memiliki banir atau akar yang lebar dan bercabang-cabang. Tipe cover seperti ini sering digunakan macan tutul Jawa sebagai tempat istirahat atau menyembunyikan sisa mangsa yang tidak habis dimakan.
Gua merupakan cover yang digunakan oelh macan tutul Jawa sebagai tempat tinggal. Meskipun tidak dalam jangka waktu yang lama, gua biasanya digunakan selama mengasuh anak. Gua yang dijumpai di hutan pantai ini berupa gua berukuran kecil dengan lebar mulut gua sekitar dua meter. Kedalamannya sekitar lima meter dimana semakin kedalam ukuran goa semakin menyempit.
Tegakan langkap memiliki lantai hutan yang relatif bersih dari jenis tumbuhan lain. Hal ini disebabkan karena langkap (Arenga obsitufolia) memiliki sifat allelopati atau memiliki zat yang menghambat pertumbuhan vegetasi lain. Tipe habitat berupa tegakan langkap digunakan macan tutul Jawa sebagai tempat untuk beristirahat sementara. Selain itu, kondisi lantai hutan yang bersih memudahkan macan tutul Jawa dalam melakukan perburuan dan pengejaran mangsa.
Tipe cover berupa rumpun pandan terdapat disekitar hutan pantai yang berdekatan dengan garis pantai. Berdasarkan keterangan dari petugas TNUK, rumpun pandan ini sering digunakan macan tutul Jawa sebagai cover untuk beristirahat dan bersembunyi saat mengintai satwa mangsa yang mengasin di laut.
Hutan mangrove memiliki cover yang sangat sedikit bagi macan tutul Jawa dan satwa mangsanya. Tipe cover yang dijumpai hanya berupa tajuk pohon yang melindungi satwa dari panas matahari. Selain itu, tipe habitat ini hanya bisa didatangi oleh macan tutul Jawa pada saat-saat tertentu ketika air laut surut. Padang rumput didominasi oleh rerumputan dan tumbuhan bawah meskipun pada titik-titik tertentu terdapat pepohonan sehingga cover yang ada ditipe habitat ini sangat terbatas yaitu berupa rumpun bambu dan tajuk pohon.
Tipe cover yang digunakan macan tutul Jawa di TNUK berupa tajuk dan banir pohon-pohon besar seperti jenis ki geunteul (Diospyros javanica) dan ki calung (Diospyros macrophylla), rumpun bambu dan pandan, tegakan langkap dan gua. Tipe-tipe cover ini berada pada kisaran ketinggian antara 0-100 meter dari permukaan laut.
Hutan dataran rendah dan hutan pantai memiliki tipe cover yang lengkap seperti yang disebutkan di atas, sedangkan hutan mangrove dan padang rumput hanya memiliki tipe cover seperti tajuk pohon yang tidak terlalu rapat dan jenis- jenis pandan yang membentuk rumpun. Ketersediaan cover ini menyebabkan macan tutul tutul Jawa lebih sering menggunakan habitat hutan dataran rendah dan hutan pantai daripada hutan mangrove dan padang rumput.
5.2.5 Keberadaan dan Kelimpahan Macan Tutul Jawa
Selama penelitian berlangsung, individu macan tutul Jawa yang berhasil diidentifikasi adalah sebanyak empat ekor. Dari jumlah total ini satu individu dijumpai secara langsung di tipe habitat hutan pantai, akan tetapi perjumpaan langsung ini terjadi diluar waktu pengamatan sehingga hanya dijadikan sebagai data penunjang untuk memperjelas keberadaan macan tutul Jawa.
Tiga individu lainnya diidentifikasi dari jejak kaki yang ditemukan melalui perbedaan ukuran jejak kaki. Dua individu ditemukan di tipe habitat hutan dataran rendah dengan ukuran jejak kaki untuk panjang 8 cm dan lebar 9 cm serta panjang 7 dan lebar 8 cm. Pada hutan pantai dijumpai satu individu yang diidentifikasi dari jejak kaki berukuran panjang 8 cm dan lebar 8,5 cm.
Pada tipe habitat hutan mangrove ditemukan satu buah jejak kaki dengan bentuk yang tidak beraturan karena jejak ini sudah rusak oleh air laut yang pasang. Jejak kaki ini diperkirakan berasal dari individu yang sama dengan macan tutul Jawa yang ada di hutan pantai. Perkiraan ini berdasarkan keterangan petugas yang pernah melihat individu yang sama di kedua tipe habitat tersebut. Selain itu jarak antara habitat jalur pengamatan hutan pantai dengan hutan mangrove tidak terlalu jauh sekitar tiga kilometer.
Hal ini diperkuat juga oleh Santiapillai dan Ramono (1992) yang mengasumsikan bahwa macan tutul memiliki jelajah untuk satu individu per 10 km2 untuk habitat yang tidak terganggu dan satu individu per 5 km2 untuk habitat yang telah terganggu.
Dari keempat tipe habitat yang diteliti, tanda-tanda keberadaan macan tutul Jawa hanya ditemukan di habitat hutan dataran rendah, hutan pantai dan hutan mangrove, sedangkan di habitat padang rumput tidak ditemukan tanda keberadaan macan tutul Jawa. Hal ini terkait dengan karakteristik setiap tipe habitat yang berbeda-beda terutama ketersediaan air, cover dan satwa mangsa.
Pada habitat padang rumput, satwa mangsa seperti rusa, banteng dan babi hutan lebih mudah dijumpai karena kondisi padang rumput yang terbuka. Akan tetapi macan tutul Jawa sulit untuk melakukan perburuan karena tidak adanya
cover untuk mengintai dan bersembunyi. Hal ini yang menyebabkan pada habitat padanga rumput tidak dijumpai tanda keberadaan macan tutul Jawa.
5.2.6 Wilayah Jelajah dan Teritori Macan Tutul Jawa
Dari hasil pengamatan diseluruh lokasi penelitian dijumpai sebanyak 56 tanda keberadaan macan tutul Jawa. Dari total jumlah ini terbagi menjadi 32 tanda keberadaan macan tutul Jawa dijumpai di hutan dataran rendah terdiri atas 4 buah jejak kaki, 25 bekas cakaran ditanah (scrape), dan 3 buah kotoran.
Pada hutan pantai dijumpai sebanyak 23 tanda keberadaan macan tutul Jawa terdiri atas 6 buah jejak kaki, 16 buah bekas cakaran di tanah, dan satu buah kotoran. Pada hutan mangrove hanya dijumpai satu tanda berupa jejak kaki dengan bentuk yang tidak jelas karena jejak ini sudah cukup lama dan terkikis oleh air pasang. Pada tipe habitat padang rumput tidak dijumpai sama sekali tanda-tanda keberadaan macan tutul Jawa.
Dari tanda-tanda keberadaan macan tutul Jawa ini scrape dan kotoran merupakan cara macan tutul untuk menandai teritorinya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Eisenberg dan Lockhart (1972) bahwa cara mempertahankan daerah teritori dilakukan dengan pengiriman tanda-tanda berupa suara, cakaran, maupun
urine, dan kotoran. Selain scrape dan kotoran, jejak kaki merupakan tanda keberadaan macan tutul Jawa yang menunjukkan bahwa tempat ditemukannya jejak kaki merupakan wilayah jelajah dari macan tutul Jawa.
Whitten (1982) menjelaskan bahwa wilayah jelajah didefinisikan sebagai suatu areal yang merupakan “gudang” sumberdaya. Sumberdaya tersebut dimanfaatkan oleh satwa yang menempatinya untuk aktifitas yang berbeda-beda pada waktu yang berbeda pula.
Tempat-tempat dimana ditemukan jejak kaki macan tutul Jawa menunjukkan bahwa lokasi tersebut merupakan tempat yang sering digunakan oleh macan tutul Jawa. Tempat-tempat tersebut dipilih macan tutul Jawa berdasarkan adanya sumberdaya-sumberdaya yang menunjang kehidupannya meliputi makanan, sumber air dan ketersediaan tempat untuk berlindung. Hal ini didukung oleh pernyataan Boghey (1973) bahwa wilayah yang dikunjungi secara tetap karena dapat mensuplai makanan, minum, serta mempunyai fungsi sebagai tempat berlindung atau bersembunyi, tempat tidur dan tempat kawin disebut wilayah jelajah (home range).
Selama penelitian dilakukan, data mengenai tanda keberadaan macan tutul Jawa banyak ditemukan di hutan dataran rendah. Ditemukan 25 cakaran di tanah (scrape) dengan ukuran berbeda dan tiga kotoran macan tutul Jawa. Banyaknya bekas penandaan teritori ini menunjukkan bahwa hutan dataran rendah di Cibunar merupakan daerah teritori macan tutul Jawa.
Dari jejak kaki yang ditemukan dapat diketahui bahwa macan tutul yang ada di habitat hutan dataran rendah Cibunar berjumlah dua individu (8 cm x 9 cm dan 7 cm x 8 cm). Melihat dekatnya jarak antar tempat ditemukannya jejak kaki dari individu satu (ukuran 8 cm x 9 cm) dengan individu kedua (7 cm x 8 cm) diduga bahwa kedua macan tutul Jawa ini berbeda jenis kelamin karena keduanya memiliki wilayah jelajah yang berdekatan dan saling tumpang tindih. Macan tutul jantan dan betina dapat mendiami daerah perburuan yang sama, tetapi hal ini tidak berlaku bagi individu-individu berjenis kelamin sama.
Hutan dataran rendah menjadi wilayah jelajah dan teritori macan tutul Jawa karena habitat ini memiliki keragaman jenis dan kelimpahan mangsa yang cukup tinggi serta tersedia sumber air yang mengalir sepanjang tahun, banyaknya tempat-tempat yang dapat digunakan macan tutul Jawa untuk berlindung dan bersembunyi.
Hutan pantai pun diperkirakan menjadi wilayah jelajah dan teritori macan tutul Jawa. Banyaknya scrape dan kotoran yang ditemukan disepanjang jalur pengamatan pada habitat ini menunjukkan bahwa macan tutul Jawa menandai daerah ini sebagai wilayah teritori dan wilayah jelajahnya.
Ditemukan sebanyak 16 scrape dan sebuah kotoran pada hutan pantai. Jumlah jejak kaki macan tutul Jawa yang ditemukan di hutan pantai sebanyak 6 buah dan diduga berasal dari satu individu dengan ukuran jejak 8 cm x 8,5 cm. Sebagaimana hutan dataran rendah Cibunar, hutan pantai menjadi wilayah jelajah dan teritori macan tutul Jawa karena pada habitat ini terdapat sumberdaya yang menunjang kehidupan macan tutul Jawa meskipun kedua tipe habitat ini memiliki karakteristik yang berbeda
Hutan mangrove memiliki lantai hutan yang selalu berlumpur dan basah karena sangat dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Hal ini sangat berpengaruh terhadap sulitnya menemukan tanda-tanda keberadaan macan tutul Jawa. Akan
tetapi apabila dilihat dari faktor-faktor yang lain seperti kondisi lantai hutan yang selalu basah dan kurang sumber air yang menyebabkan jarangnya satwaliar mendatangi habitat ini juga akan menyebabkan macan tutul Jawa jarang