V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1.6 Wilayah Jelajah dan Teritori Macan Tutul Jawa
Berdasarkan hasil pengamatan pada setiap jalur di setiap tipe habitat didapatkan data perjumpaan tidak langsung dengan macan tutul jawa berupa jejak kaki, cakaran di tanah dan kotoran. Cakaran di tanah dan kotoran banyak ditemukan di habitat hutan dataran rendah dan hutan pantai sehingga kedua tipe habitat ini diperkirakan menjadi wilayah teritorial macan tutul jawa.
Eisenberg dan Lockhart (1972) mengatakan bahwa cara mempertahankan daerah teritori macan tutul dilakukan dengan meninggalkan tanda-tanda berupa suara, cakaran, maupun urine dan kotoran. Pada tipe habitat hutan mangrove dan padang rumput tidak ditemukan kotoran dan cakaran.
Tabel 22 Aktifitas teritorial macan tutul Jawa
No Lokasi Tipe habitat Jenis aktifitas
Scrape (n) Kotoran (n)
1 Cibunar Hutan dataran rendah 25 3
2 Karang Ranjang Hutan pantai 16 1
3 Karang Ranjang Hutan mangrove 0 0
4 Cibunar Padang rumput 0 0
n = jumlah
Dari tabel 22 terlihat bahwa pada habitat hutan dataran rendah dan hutan pantai banyak ditemukan aktifitas teritorial macan tutul Jawa berupa cakaran di tanah (scrape) dan kotoran sedangkan pada habitat hutan mangrove dan padang rumput sama sekali tidak ditemukan. Hal ini dapat menunjukkan bahwa habitat
hutan dataran rendah dan hutan pantai sering digunakan oleh macan tutul Jawa karena kedua habitat ini merupakan wilayah teritorial macan tutul Jawa yang akan selalu dipertahankan.
Tabel 23 Aktifitas jelajah macan tutul Jawa
No Lokasi Tipe habitat Jumlah jejak kaki (n)
1 Cibunar Hutan dataran rendah 4
2 Karang Ranjang Hutan pantai 6
3 Karang Ranjang Hutan mangrove 1
4 Cibunar Padang rumput 0
n = jumlah
Dari hasil pengamatan ditemukan beberapa jejak kaki macan tutul yang tersebar di beberapa tipe habitat (Tabel 23). Jumlah jejak kaki yang ditemukan sebanyak sebelas buah dan teridentifikasi berasal dari tiga individu macan tutul.
Empat jejak yang ditemukan di hutan dataran rendah berasal dari dua individu dan diduga berbeda jenis kelamin. Pendugaan ini didasari pada pada asumsi bahwa wilayah jelajah macan tutul pada habitat yang belum terganggu seluas 10 km2 per individu (Santiapillai dan Ramono, 1992). Sedangkan sebaran jejak kaki dari kedua individu macan tutul Jawa di hutan dataran rendah ini terdapat di wilayah yang luasnya kurang dari 10 km2. Eisenberg dan Lockhart (1972) menyatakan bahwa macan tutul jantan dan betina dapat mendiami daerah perburuan yang sama, akan tetapi hal ini tidak berlaku bagi individu-individu berjenis kelamin sama. Dari pernyataan ini dapat diduga apabila kedua individu ini berjenis kelamin sama maka akan terjadi konflik.
Enam jejak kaki yang ditemukan di hutan pantai dan satu jejak kaki di hutan mangrove berasal dari satu individu yang sama karena selain ukurannya sama, jarak antara hutan mangrove dan hutan pantai cukup dekat. Hal ini menunjukkan bahwa untuk wilayah jelajah hutan mangrove termasuk tipe habitat yang digunakan oleh macan tutul Jawa.
Pada tipe habitat padang rumput tidak ditemukan tanda-tanda aktifitas macan tutul jawa meskipun lokasi tipe habitat ini tidak terlalu jauh dengan lokasi penelitian habitat hutan dataran rendah sehingga diduga tipe habitat ini jarang dikunjungi oleh macan tutul Jawa.
Gambar 13 (a) Tapak ukuran 7 cm x 8 cm ditemukan di Cibunar (b) Tapak yang tidak beraturan di hutan mangrove (c) Cakaran di tanah ukuran 35 cm x 25 cm di Cibunar (d) Kotoran macan berisi rambut kancil di Karang Ranjang
5.1.7 Analisis Preferensi Habitat Macan Tutul Jawa
Pada penelitian ini, perlu dilakukan uji chi-squre (χ2hit) untuk mengetahui
kebenaran akan ada tidaknya preferensi habitat oleh macan tutul Jawa. Berdasarkan uji chi-square yang dilakukan (Tabel 17), hasil pengujian menunjukkan nilai χ2hit
sebesar 18,42. Nilai ini jauh lebih besar dibandingkan dengan nilai χ20,02 yaitu
sebesar 5,991. Karena nilai χ2hit lebih besar dari nilaiχ20,02 maka dapat dibuktikan
Tabel 24 Jumlah aktivitas macan tutul Jawa yang teramati dan harapan aktifitas yang dijumpai
No Tipe habitat Jumlah aktivitas teramati (ni = Oi) Proporsi areal pengamatan (ai) Harapan jumlah aktivitas (∑ni. ai = Ei) Oi – Ei (Oi – Ei)2 Ei 1 Hutan dataran rendah 32 0,50 28 4 0,57 2 Hutan pantai 23 0,25 14 9 5,78 3 Hutan mangrove 1 0,25 14 -13 12,07 Total 56 1 56 18,42
Macan tutul melakukan preferensi habitat karena pada habitat yang disukai terdapat faktor-faktor habitat yang menunjang kehidupannya seperti ketersediaan mangsa, cover dan air.
Untuk mengetahui tipe habitat yang disukai oleh macan tutul Jawa dari keempat tipe habitat yang diamati yaitu hutan dataran rendah, hutan pantai, hutan mangrove, dan padang rumput maka dilakukan pengujian dengan menggunakan indeks neu. Suatu habitat disukai apabila nilai indeksnya sama dengan atau lebih dari satu. Karena dari keempat tipe habitat yang dibandingkan, tipe habitat padang rumput tidak dijumpai sama sekali aktifitas panggunaan habitat dari macan tutul maka tipe habitat ini tidak dimasukkan kedalam pengujian. Hasil pengujian preferensi habitat dapat dilihat pada tabel 25.
Tabel 25 Indeks preferensi habitat macan tutul Jawa
Hasil pengujian memperlihatkan bahwa habitat yang paling disukai adalah hutan pantai dengan nilai indeks 1,64 kemudian hutan dataran rendah dengan nilai indeks 1,14 sedangkan hutan mangrove tidak disukai karena nilai indeksnya dibawah satu yaitu sebesar 0,07. Hutan pantai lebih disukai oleh macan tutul jawa No Tipe habitat Proporsi luas
areal pengamatan (availability) Aktifitas penggunaan habitat Indeks
Teramati Proporsi (r) Seleksi (w) Terstandari sasi 1 Hutan dataran rendah 0,5 32 0,57 1,14 0,4 2 Hutan pantai 0,25 23 0,41 1,64 0,57 3 Hutan mangrove 0,25 1 0,02 0,07 0,03 Jumlah 1 56 1 2,85 1
karena pada habitat ini terdapat keanekaragaman dan kelimpahan satwa mangsa yang cukup tinggi. Selain itu hutan pantai memiliki sumber air yang cukup melimpah baik yang tersedia sepanjang tahun seperti sungai Ciperepet maupun yang hanya berair saat musim hujan seperti rawa-rawa maupun genangan- genangan kecil serta banyaknya tipe-tipe cover yang digunakan macan tutul sebagai tempat berlindung.
Hutan dataran rendah termasuk habitat yang disukai oleh macan tutul Jawa. Sama halnya dengan hutan pantai, pada habitat ini terdapat komponen-komponen habitat yang diperlukan macan tutul Jawa dalam memenuhi kehidupannya seperti ketersediaan mangsa, cover, dan sumber air.
5.2 PEMBAHASAN
5.2.1 Struktur dan Komposisi Vegetasi
Taman Nasional Ujung Kulon memiliki luas sebesar 120.551 ha yang terdiri atas 76.214 daratan (63,22%) dan 44.337 ha (36,78%) perairan laut. Daratan TNUK meliputi Gunung Honje, semenanjung Ujung Kulon, Pulau Peucang, Pulau Panaitan dan Kepulauan Handeuleum yang tersusun atas berbagai tipe ekosistem
terrestrial yaitu hutan dataran rendah, hutan pantai, hutan mangrove, rawa, padang rumput dan semak belukar.
Hutan yang luas dan disertai dengan keanekaragaman vegetasi yang tinggi merupakan habitat yang potensial bagi satwaliar. Setiap jenis satwaliar bergantung pada kelompok tumbuhan untuk mendapatkan sumber pakan dan cover (Alikodra, 2002). Macan tutul Jawa sebagai satwaliar tentu saja sangat bergantung terhadap vegetasi yang ada di habitatnya. Selain sebagai cover, vegetasi yang berada dalam habitat macan tutul akan sangat mempengaruhi kehidupan satwa mangsanya. Untuk mendapatkan data mengenai kondisi struktur dan komposisi vegetasi di TNUK dilakukan analisis vegetasi di setiap tipe habitat yang diteliti dengan menggunakan metode garis berpetak.
Hasil analisis vegetasi menunjukkan bahwa struktur dan komposisi vegetasi hutan pantai paling disukai oleh macan tutul Jawa karena bentuk struktur vegetasi hutan pantai berkaitan dengan banyaknya tempat yang berfungsi sebagai cover
melimpahnya satwa mangsa. Selain hutan pantai, struktur dan komposisi hutan dataran rendah juga disukai macan tutul Jawa terutama sebagai tempat berlindung karena memiliki tajuk dan banir yang lebar. Hutan mangrove tidak disukai macan tutul Jawa karena struktur dan komposisi vegetasinya tidak memiliki karakteristik yang menunjang kehidupan macan tutul Jawa, demikian juga dengan struktur dan komposisi vegetasi padang rumput yang sangat terbuka sehingga ketersediaan tempat berlindung sangat terbatas.
a. Hutan Dataran rendah
Hutan dataran rendah di TNUK memiliki keanekaragaman hayati yang cukup tinggi. Analisis vegetasi yang dilakukan di Cibunar menemukan sebanyak 36 jenis pohon. Jumlah ini merupakan yang tertinggi dibandingkan dengan tipe habitat lain yang diamati. Selain keanekaragaman jenis vegetasi yang tinggi, hutan dataran rendah juga memiliki strata tajuk yang lengkap mulai dari strata A hingga strata C sehingga hal ini berpengaruh terhadap penutupan lantai hutan. Dari hasil analisis vegetasi, jenis pohon yang mendominasi adalah kiara (Ficus glibbosa). Jenis ini memiliki nilai bidang dasar yang cukup besar sehingga berpengaruh pada nilai dominansinya.
Menurut Gunawan (1988) macan tutul tidak menuntut adanya dominansi jenis-jenis pohon tertentu baik itu di hutan alam maupun hutan tanaman. Secara langsung macan tutul memanfaatkan vegetasi yang bertajuk rapat sebagai pelindung dari panas matahari (thermal cover) sehingga macan tutul Jawa tidak memerlukan jenis pohon tertentu untuk kebutuhan hidupnya.
Kerapatan tajuk berpengaruh terhadap intensitas sinar matahari yang sampai ke lantai hutan. Hal ini menjadi salah satu penentu penggunaan ruang oleh macan tutul Jawa (Ahmad, 2007). Hutan dataran rendah Cibunar memiliki vegetasi dengan tajuk yang rapat sehingga intensitas cahaya matahari yang sampai ke lantai hutan sangat rendah. Kondisi ini menjadikan macan tutul Jawa dan satwa mangsanya terlindungi dari panas matahari sehingga tajuk yang rapat berfungsi sebagai thermal cover, akan tetapi dengan rendahnya intensitas cahaya matahari yang sampai ke lantai hutan membuat tumbuhan bawah dan semai kekurangan suplai cahaya matahari untuk berfotosintesis sehingga pada habitat hutan dataran
rendah memiliki lantai hutan dengan tumbuhan bawah dan semai yang jarang yang mengakibatkan sumber makanan bagi satwa-satwa herbivora seperti kijang dan kancil menjadi jarang sehingga satwa-satwa ini jarang dijumpai di hutan dataran rendah dengan kerapatan tajuk yang tinggi.
Meskipun demikian struktur vegetasi yang rapat dan lebar sangat mendukung kehidupan jenis-jenis primata seperti lutung dan owa Jawa yang juga merupakan satwa mangsa macan tutul Jawa.
Hal ini didukung pula dengan hasil pengamatan yang dilakukan di hutan dataran rendah, satwa mangsa macan tutul Jawa lebih banyak dijumpai di peralihan hutan dataran rendah dengan padang rumput, peralihan hutan dataran rendah dengan hutan pantai dan sepanjang aliran sungai dimana di daerah-daerah tersebut banyak terdapat tumbuhan bawah karena sinar matahari cukup tersedia.
Hutan dataran rendah memiliki karakteristik habitat berupa tingginya keanekaragaman jenis vegetasi serta memiliki strata tajuk yang lengkap (strata A hingga C) dan rapat sehingga kondisi lantai hutannya jarang ditumbuhi tumbuhan bawah. Macan tutul Jawa menggunakan hutan dataran rendah sebagai tempat berburu mangsa dan berlindung.
b. Hutan Pantai
Hutan pantai merupakan tipe vegetasi yang tersebar disepanjang pantai selatan semenanjung Ujung Kulon. Tipe vegetasi ini tidak dipengaruhi oleh pasang surut air laut walaupun terletak dekat dengan garis pantai. Hasil analisis vegetasi hutan pantai yang berlokasi di daerah Karang Ranjang menemukan jumlah jenis pohon sebanyak 26 jenis.
Dari kondisi fisiknya, hutan pantai memiliki topografi yang datar dengan lantai hutan berpasir dan terkadang mengandung kapur sehingga kondisinya selalu kering karena pasir cepat menyerap air. Dari segi biotik, tipe hutan pantai ini memiliki tajuk lebar tetapi tidak serapat hutan dataran rendah.
Jenis vegetasi yang dijumpai adalah jenis jambu-jambuan seperti jambu kopo (Eugenia sp), lampeni (Ardisia humilis) dan salam (Syzigium polyanthum). Selain itu ditemukan jenis-jenis pohon khas hutan pantai seperti waru (Hibiscus tilaceus) dan nyamplung (Calophyllum inophyllum). Jenis-jenis ini memiliki
percabangan yang rendah dan biasanya tumbuh dengan batang miring atau mencondong kearah pantai. Macan tutul Jawa sangat menyukai vegetasi dengan percabangan yang rendah karena memiliki kemampuan memanjat yang baik. Hal ini biasanya dilakukan untuk berlindung, beristirahat atau menyembunyikan mangsa. Ahmad (2007) menyatakan bahwa untuk melindungi hasil buruannya dari pemangsa lain, macan tutul menyembunyikannya di atas pohon, atau menutupinya dengan daun, ranting, rumput atau serasah.
Pada hutan pantai, intensitas cahaya matahari lebih tinggi dibandingkan dengan hutan dataran rendah sehingga pada habitat ini lantai hutannya banyak ditumbuhi oleh jenis-jenis tumbuhan bawah dan semai. Hal ini berpengaruh terhadap kelimpahan satwa mangsa macan tutul Jawa seperti kancil, kijang dan babi hutan yang menjadikan jenis-jenis tumbuhan bawah dan semai sebagai makanannya. Selain itu lantai hutan yang dipenuhi tumbuhan bawah berupa semak dan perdu membuat macan tutul jawa lebih mudah untuk menyembunyikan diri dari mangsanya saat berburu maupun saat merasa terancam.
Karakteristik habitat hutan pantai di daerah Karang Ranjang adalah memiliki keanekaragaman vegetasi dan satwaliar yang cukup tinggi, struktur vegetasinya bertajuk tidak terlalu rapat sehingga cahaya matahari masih bisa menembus lantai hutan serta memiliki percabangan yang rendah dan melebar, dan lantai hutannya banyak ditumbuhi tumbuhan bawah. Macan tutul Jawa menggunakan hutan pantai sebagai tempat berburu karena ketersediaan mangsa dihabitat ini cukup melimpah. Selain itu percabangan yang rendah dan lebar sering digunakan macan tutul Jawa sebagai tempat beristirahat dan bersembunyi.
c. Hutan mangrove
Di TNUK, hutan mangrove memiliki persebaran yang terbatas. Tipe vegetasi ini hanya tersebar di pesisir utara semenanjung Ujung Kulon, kepulauan Handeuleum, dan sebelah utara pulau Panaitan yang memiliki perairan laut yang tenang. Analisis vegetasi untuk hutan mangrove dilakukan di daerah Laban. Ditemukan sebanyak 4 jenis mangrove. Dari hasil analisis vegetasi dapat diketahui bahwa kondisi hutan mangrove lebih homogen dibandingkan dengan tipe vegetasi
lainnya. Jenis yang sangat mendominasi adalah Bangka cengkeh (Bruguiera sp) yang memiliki akar lutut.
Hutan mangrove sangat dipengaruhi oleh pasang surut air laut sehingga pada saat pasang naik, lantai hutan ini terendam air laut. Hal ini sangat menyulitkan bagi satwaliar khususnya macan tutul dan satwa mangsanya untuk tinggal di habitat ini. Habitat ini hanya didatangi oleh macan tutul Jawa saat surut sehingga intensitas perjumpaan dengan macan tutul Jawa dan satwa mangsanya di tipe vegetasi ini sangat jarang.
Hutan mangrove memiliki keanekaragaman jenis vegetasi dan satwaliar yang rendah, kondisi lantai hutannya selalu basah dan berlumpur, serta struktur vegetasinya tidak memiliki tajuk dan percabangan yang lebar sehingga cahaya matahari dapat mencapai lantai hutan. Macan tutul Jawa jarang menggunakan habitat ini karena sifatnya yang tidak terlalu menyukai air dan jarang dijumpai satwa mangsa.
d. Padang Rumput
Padang rumput memiliki karakteristik yaitu sebagian besar tutupannya didominasi oleh jenis rerumputan. Akan tetapi ada juga beberapa jenis pohon dan perdu yang tumbuh bergerombol pada titik tertentu seperti pohon salam (Syzygium polyanthum), dan nyamplung (Calophyllum inophyllum). Beberapa jenis pandan seperti pandanus spp dan pandanus bidur. Analisis vegetasi di padang penggembalaan Cibunar menemukan 5 jenis rumput dengan jenis yang mendominasi adalah jampang piit (Axonopus compressus).
Padang rumput merupakan sumber pakan bagi satwa-satwa herbivora seperti rusa dan banteng. Jenis rumput yang disukai oleh rusa dan banteng ini adalah jampang piit yang merupakan jenis yang paling mendominasi padang rumput Cibunar. Meskipun di habitat padang rumput satwa-satwa herbivora lebih mudah dijumpai, macan tutul Jawa jarang ditemukan di habitat ini.
Selama penelitian berlangsung tidak ditemukan sama sekali tanda-tanda keberadaan macan tutul Jawa di habitat padang rumput. Hal ini berhubungan dengan kondisi padang rumput yang terlalu terbuka sehingga macan tutul Jawa akan kesulitan dalam berburu mangsa karena tidak terdapat tempat untuk
menyembunyikan diri. Selain itu, padang rumput tidak memiliki tutupan tajuk yang melindungi macan tutul jawa dari panas sinar matahari.
Macan tutul Jawa jarang menggunakan padang rumput dalam aktifitas hariannya karena pada habitat ini tidak memiliki tempat yang berfungsi sebagai tempat berlindung seperti tajuk pohon. Selain itu meskipun satwa mangsa lebih mudah ditemukan di padang rumput tapi sulit untuk didapatkan karena tidak tersedianya tempat untuk mengintai mangsa sehingga mangsa akan lebih dulu mengetahui kehadiran macan tutul Jawa.