• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR LAMPIRAN

III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

3.1 Letak dan Luas

Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) secara administratif terletak di Kecamatan Sumur dan Cimanggu, Kabupaten Pandeglang, Propinsi Banten (Gambar 1). Sedangkan secara geografis terletak antara 102°02'32”-105°37'37” BT dan 06°30'43”-06°52'17” LS. TNUK terletak di ujung barat daya Pulau Jawa, membentuk segitiga dengan pulau-pulau di sekitarnya yang terdiri dari semenanjung Ujung Kulon, Gunung Honje, Pulau Panaitan, Pulau Peucang, Kepulauan Handeuleum dan perairan sekitarnya. Kawasan TNUK juga dikelilingi oleh 19 desa yang telah dinyatakan sebagai daerah penyangga TNUK dengan luas 29.850 ha terdiri dari 23.850 ha daratan dan perairan seluas 6.000 ha.

Gambar 1. Peta Taman Nasional Ujung Kulon

Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan No.284/Kpts-II/1992 luas kawasan TNUK adalah 120.551 ha yang terdiri dari 76.214 ha daratan (63,22%) dan 44.337 ha (36,78%) perairan laut. Penataan zonasi kawasan TNUK berdasarkan Keputusan Dirjen PHPA No.172/Kpts/Dj-VI/1991 tanggal 7 November 1991, terbagi menjadi 6 zona pengelolaan yaitu zona rimba 77.295 ha,

zona inti 37.150 ha, zona pemanfaatan tradisional 1.810 ha, zona pemanfaatan intensif 1.096 ha, zona rehabilitasi 3.200 ha dan zona penyangga 23.850 ha.

3.2 Kondisi Fisik Kawasan

3.2.1 Topografi

Kawasan TNUK secara umum merupakan dataran rendah dan sebagian dataran tinggi. Bagian timur didominasi oleh deretan pegunungan Honje (620 mdpl). Di sebelah baratnya dipisahkan oleh dataran rendah tanah genting Semenanjung Ujung Kulon yang merupakan daratan utama TNUK. Semenanjung ini memiliki topografi datar di pantai utara dan barat, bergunung dan berbukit di sekitar Gunung Telanca (480 mdpl) dan pantai barat daya. Dataran rendahnya berupa rawa-rawa yang ditumbuhi bakau dan pantainya terdiri dari formasi dataran rendah pesisir dan batu karang.

Sementara Pulau Panaitan memiliki topografi datar sampai berbukit dan bergunung dengan puncak tertinggi Gunung Raksa (320 mdpl) serta memiliki pantai datar berpasir dengan terumbu karang yang indah. Topografi di sekitar kawasan TNUK umumnya datar sampai bergelombang, dengan ketinggian 0-150 mdpl

3.2.2 Geologi dan Tanah

Kawasan TNUK termasuk sistem tersier muda pada dangkalan Sunda sebelum zaman tersier. Selama masa Plistosen deretan pegunungan Honje membentuk ujung selatan dari deretan pegunungan Bukit Barisan Selatan di Sumatera yang kemudian terpisah setelah terlipatnya kubah Selat Sunda. Bagian tengah dan timur semenanjung Ujung Kulon terdiri dari formasi batu kapur miosen yang tertutupi endapan aluvial di bagian utara dan endapan pasir di bagian selatan. Deretan Gunung Payung dari endapan batuan miosen, sedangkan deretan pegunungan Honje dari batuan kapur dan tanah liat. Pulau Panaitan mempunyai pola lipatan dan formasi batuan yang sama dengan Gunung Payung, dan di bagian barat laut ditemukan bahan-bahan vulkanis termasuk breksia, tufa dan kuarsit yang terbentuk pada zaman holosen. Geologi di sekitar kawasan TNUK umumnya tidak jauh berbeda dengan Gunung Honje.

Tanah di TNUK telah mengalami modifikasi lokal akibat letusan Gunung Krakatau tahun 1883. Bahan induk tanah di TNUK berasal dari batuan vulkanik seperti batuan lava merah, marl, tuff, batuan pasir dan konglomerat. Jenis tanah di kawasan TNUK didominasi oleh jenis tanah kompleks grumosal, regosal dan mediteran dengan fisiografi bukit lipatan. Dimana sebagian tanahnya mempunyai tingkat kesuburan rendah dengan batuan induk asam dan miskin unsur hara. Kondisi tanah di sekitar kawasan TNUK berupa tanah grumusol, regosol dan latosol dengan tingkat kesuburan rendah dan miskin hara.

3.2.3 Iklim

Daerah TNUK beriklim laut tropika yang khusus dan menurut Schmidt- Ferguson termasuk tipe curah hujan B, dengan curah hujan tahunan rata-rata 3.249 mm. Temperatur udara berkisar 25º-30ºC dan kelembaban 80%-90%. Musim hujan terjadi pada bulan Oktober-April bersamaan dengan bertiupnya angin barat laut, dimana curah hujan mencapai lebih dari 200 mm/bulan. Curah hujan pada bulan Desember dan Januari mencapai lebih dari 400 mm. Sedangkan musim kemarau terjadi pada bulan Mei-September saat angin bertiup dari arah timur dengan curah hujan normalnya mencapai lebih dari 100 mm/bulan. Iklim di sekitar kawasan TNUK memiliki iklim laut tropika dan tipe B, dengan temperatur 15o-30oC, kelembaban udara 80%-90% dan curah hujan 100-400 mm/bulan.

3.3 Kondisi Biologi Kawasan

3.3.1 Flora

Kawasan TNUK memiliki tiga tipe ekosistem yaitu ekosistem perairan laut, ekosistem daratan dan ekosistem pesisir pantai. Ekosistem perairan laut terdapat di wilayah perairan semenanjung Ujung Kulon, Pulau Handeuleum, Pulau Peucang dan Pulau Panaitan yang meliputi habitat terumbu karang dan padang lamun. Ekosistem daratan terdapat di Gunung Honje, Semenanjung Ujung Kulon dan Pulau Panaitan yang berupa hutan hujan tropis asli. Sedangkan ekosistem pesisir pantai terdiri dari hutan pantai dan hutan mangrove di sepanjang pesisir pantai, serta hutan mangrove di bagian timur laut semenanjung Ujung Kulon, Pulau Handeuleum dan sekitarnya. Tipe vegetasi di kawasan TNUK berupa vegetasi

hutan pantai, hutan mangrove, hutan rawa air tawar, hutan hujan dataran rendah dan padang rumput.

Kawasan TNUK memiliki potensi biotik berupa keanekaragaman flora dan fauna yang sangat tinggi. TNUK memiliki 700 jenis flora, dengan 57 jenis diantaranya termasuk jenis langka. Beberapa tumbuhan diketahui langka diantaranya Batryophora geniculata, Cleidion spiciflorum, Heritiera percoriacea

dan Knema globularia.

3.3.2 Fauna

TNUK memiliki 35 jenis mamalia, 5 jenis primata, 59 jenis reptilia, 22 jenis amfibia, 240 jenis burung, 72 jenis insekta, 142 jenis ikan dan 33 jenis terumbu karang. Kawasan TNUK memiliki beragam jenis fauna yang bersifat endemik maupun bersifat penting untuk dilindungi. Beberapa jenis mamalia endemik penting dan langka yang sangat perlu dilindungi adalah badak Jawa (Rhinoceros sondaicus), banteng (Bos javanicus), rusa (Cervus timorensis), owa Jawa (Hylobates moloch), surili (Presbytis comata),kukang (Nycticebus coucang), anjing hutan (Cuon alpinus javanicus) dan macan tutul (Panthera pardus melas). Selain itu, terdapat beberapa jenis burung langka seperti elang jawa (Spizaetus bartelsi), rangkong badak (Buceros rhinoceros), dan merak (Pavo muticus) (BTNUK, 2005).

Dokumen terkait