• Tidak ada hasil yang ditemukan

KETUA DAN SEKTENYA

Dalam dokumen pendekar 4 alis buku1 (Halaman 125-147)

Sinar bulan terang benderang. Fajar masih 6 jam lagi. Lu Xiao Feng telah kembali ke losmen di mana ia menginap dan memesan semeja penuh arak dan makanan.

“Tak perduli apa,” ia tertawa, “paling tidak aku masih bisa makan dan minum semua yang aku inginkan sekali lagi.”

“Seharusnya kau tidur dulu.” Hua Man Lou memberi nasehat.

“Jika kau akan berduel dengan seseorang seperti Huo TianQing saat matahari terbit nanti, bisakah kau tidur?”

“Tidak, aku tak bisa.”

“Kau tahu apa hal terbaik yang ada padamu?” Lu Xiao Feng tertawa. “Kau tak pernah berdusta. Sayangnya, kadang-kadang kau seperti seorang pembohong waktu kau mengatakan hal yang sebenarnya.”

“Aku tak akan dapat tidur, tapi hanya karena aku tak memahami dirinya sama sekali!” “Ia benar-benar seorang yang penuh teka-teki.”

“Telah berapa lama kau mengenalnya?”

“Kira-kira 4 tahun. Empat tahun yang lalu waktu Yan TieShan pergi ke TaiShan untuk melihat matahari terbit, ia juga ikut. Seorang pencuri dan aku kebetulan telah menetapkan tanggal dan tempat pertemuan di puncak TaiShan untuk melihat siapa yang bisa bersalto lebih banyak.” “Berapa baik kau mengenal dirinya?”

“Tidak tahu banyak.”

“Kau bilang, walaupun usianya masih muda, dia adalah orang yang dituakan!”

“Pernahkah kau mendengar tentang Menara Langit dan Bangau Awan, dua orang tetua dari ShangShan?”

“Kedua tetua dari ShangShan itu telah lama dianggap sebagai Bintang Utara di dunia persilatan. Bahkan jika aku tuli, aku pasti mendengar nama mereka.”

“Nah, kudengar dia adalah adik seperguruan mereka.”

Ekspresi wajah Hua Man Lou berubah hebat. “Jika mereka berdua masih hidup sekarang, mungkin usia mereka sekitar 70 atau 80 tahun. Huo TianQing belum berumur 30 tahun. Bagaimana mungkin ada selisih umur yang begitu besar di antara saudara-saudara

P E N D E K A R E M P A T A L I S / T H E A D V E N T U R E S O F L U X I A O F E N G

seperguruan?”

“Ada banyak pasangan suami-isteri yang berselisih umur 40 atau 50 tahun, apalagi cuma saudara seperguruan….”

“Jadi itulah sebabnya bahkan seorang yang sudah terkenal selama 40 tahun seperti Shan XiYan hanya menjadi murid keponakannya.”

“Benar.”

“Dulu waktu Tetua Pemburu Langit terkenal di seluruh dunia, ia hanya mengambil Dua Tetua dari ShangShan sebagai muridnya. Bagaimana tiba-tiba sekarang muncul Huo TianQing?”

“Keluarga Hua dulu hanya punya 6 anak,” Lu Xiao Feng tersenyum dan membalas, “jadi bagaimana kau sekarang tiba-tiba muncul?”

Orang tua punya anak, guru punya murid, hal seperti ini bukanlah urusan orang lain. Tapi ekspresi serius telah muncul di wajah Hua Man Lou.

“Aku belum pernah bertemu Shan XiYan sebelumnya. Tapi aku tahu bahwa ilmu meringankan tubuh dan ilmu tangan kosongnya terkenal sebagai 2 keajaiban dunia persilatan. Tak tahu bagaimana bila Huo TianQing dibandingkan dengan dirinya.”

“Aku juga belum pernah melihat Huo TianQing bertarung. Tapi melihat bagaimana ia mampu menggunakan ilmu seperti Burung Walet Tiga Kali Mengaduk Air sewaktu memondong tubuh Yan TieShan yang berat tadi, aku bisa mengatakan bahwa tidak banyak orang di dunia ini yang lebih hebat darinya.”

“Bagaimana denganmu?”

Lu Xiao Feng tidak menjawab. Ia tak pernah suka menjawab pertanyaan seperti ini. Sebenarnya, selain dari dirinya sendiri, mungkin tak ada orang lain di dunia ini yang tahu seberapa hebat sebenarnya ilmu kungfunya.

Tapi kali ini Hua Man Lou tampaknya terus berusaha menemukan jawabannya dan bertanya lagi.

“Kau yakin bisa mengalahkannya?”

Lu Xiao Feng masih tidak menjawab. Ia hanya menuangkan secangkir arak lagi dan meminumnya dengan lamban.

Hua Man Lou tiba-tiba menarik nafas. “Kau tidak yakin. Itulah sebabnya kau berhati-hati dan tidak terlalu banyak minum arak.” Lu Xiao Feng biasanya tidak minum arak dengan cara seperti ini.

Sejak tiba di situ, Puteri DanFeng menjadi sangat pendiam. Ia hanya duduk di sana dan mendengarkan sepanjang waktu. Sekarang ia tiba-tiba bicara: “Kau baru saja mengatakan bahwa kau dan seorang pencuri bertanding salto di puncak TaiShan, siapakah pencuri itu?” “Si Raja Pencuri!” Lu Xiao Feng tertawa kecil. “Mencuri di mana-mana dan tak pernah bertemu tandingannya. Tapi bukan hanya korbannya tidak menjadi marah, mereka malah merasa terhormat.”

“Mengapa?”

“Karena tidak banyak orang yang cukup sesuai baginya untuk dicuri barangnya. Di samping itu, ia tak pernah mencuri sembarang benda. Ia hanya mencuri karena ia bertaruh dengan seseorang bahwa ia mampu.”

Lu Xiao Feng tertawa kecil dan meneruskan. “Suatu saat, ia bertaruh dengan seseorang bahwa ia mampu mencuri pakaian milik isteri orang paling kikir sedunia, Cheng Fu Zhou.”

Puteri DanFeng tak tahan untuk tidak tertawa mendengar cerita itu. “Lalu apa yang terjadi?” “Ia memenangkan taruhan itu.”

“Lalu mengapa kau berlomba salto dengannya?”

“Karena aku tahu bahwa aku tak bisa mencuri dari dia. Dan aku benar-benar ingin mendapatkan 50 kendi arak yang baru saja ia menangkan itu.”

“Itu benar. Gunakan kekuatanmu untuk menyerang kelemahan musuh. Mengapa kau tidak melakukan itu terhadap Huo TianQing nanti?”

Puteri DanFeng merenung. “Kau tidak perlu bertarung mati-matian dengan dia.”

Lu Xiao Feng menarik nafas. “Ada beberapa orang di dunia ini yang, tak perduli apa pun tipuan yang kau lakukan padanya, maka tipuan itu tak akan berhasil. XiMen Chui Xue adalah salah seorang dari mereka, Huo TianQing juga.”

“Kau fikir dia benar-benar ingin bertarung mati-matian denganmu?”

“Karena perlakuan Yan TieShan selama ini padanya, maka ia harus membalas budi. Ia telah lama memutuskan bahwa ia akan rela memberikan nyawanya untuk membalas budi itu.” Ekspresi Lu Xiao Feng tampak sangat serius.

“Tapi kau kan tidak perlu bersikap seperti dia!”

Lu Xiao Feng tersenyum sekilas, seakan-akan ia tidak ingin membicarakan masalah ini lagi. Ia bangkit dan berjalan menghampiri jendela dengan perlahan-lahan.

P E N D E K A R E M P A T A L I S / T H E A D V E N T U R E S O F L U X I A O F E N G

Jendela itu telah terbuka sejak awal. Tiba-tiba ia menyadari bahwa beberapa saat yang lalu seorang laki-laki tua yang mengenakan jubah panjang telah datang membawa sebuah bangku dan duduk di tengah halaman sana sambil menghisap pipa. Malam telah larut, tapi laki-laki tua itu tidak memperlihatkan tanda-tanda kelelahan. Ia duduk diam-diam di sana, seakan-akan ia bermaksud untuk duduk di sana sampai matahari terbit. “Cuaca semakin dingin,” Lu Xiao Feng tiba-tiba tersenyum dan bicara, “jika Tuan tidak keberatan, mengapa tidak masuk dan menikmati beberapa cangkir minuman bersama kami agar malam panjang ini berlalu lebih cepat?”

Tapi laki-laki tua itu tidak menjawab sedikit pun. Seakan-akan ia seorang yang tuli dan tidak mendengar kata-kata Lu Xiao Feng. Lu Xiao Feng hanya tersenyum saja.

“Tidak sopan menolak maksud baik orang lain!” Puteri DanFeng kesal dan mendengus. Tiba-tiba ia berlari ke jendela dan, dengan sebuah kibasan tangan, melemparkan cangkir arak yang ada di tangannya ke arah laki-laki tua itu. Cangkir itu meluncur dengan cepat tapi mantap, tak ada setetes pun arak di dalamnya yang tumpah.

Laki-laki tua itu tiba-tiba mendengus dingin, mengulurkan tangannya, dan menangkap cangkir itu. Lalu ia menuangkan seluruh isi cangkir itu ke tanah dan mulai memakan cangkir itu. Sepotong demi sepotong, ia melahap cangkir tersebut, dan menimbulkan suara gemeretak di dalam mulutnya.

Puteri DanFeng terpana melihat kejadian itu. “Adakah yang salah dengan orang tua ini?” ia bertanya. “Ia tidak meminum araknya, tapi malah memakan cangkirnya?”

Mata Lu Xiao Feng berkerlap-kerlip dalam sinar bulan.

“Itu mungkin karena arak itu adalah sesuatu yang kita tawarkan,” ia berkata sambil tersenyum. “Dan cangkir arak itu tidak.”

Pada saat itu, seorang pedagang roti isi daging berjalan memasuki halaman. Malam sudah begitu larut, apakah ia benar-benar berharap bisa berdagang di sini?

“Hei, kamu!” Puteri DanFeng mengedip-ngedipkan matanya. “Apakah kau menjual roti isi daging?”

“Selama kalian punya uang, tentu saja ya!” “Berapa harganya?”

Wajah Puteri DanFeng berubah warna sedikit. “Ok, berikan aku 2 potong roti yang berharga 10.000 tael itu.” Ia berkata. “Bawakan ke sini.”

“Baik!”

Ia baru saja mengambil 2 potong roti isi daging waktu seekor anjing berbulu kuning melompat keluar dari sebuah sudut dan berlari menghampirinya, lalu menggonggong dengan keras.

“Apa? Mungkinkah kau ingin membeli roti isi dagingku seperti gadis yang di sana itu?” Pedagang itu memandang si anjing. “Apakah kau tidak tahu bahwa rotiku ini asalnya memang dibuat untuk memukul anjing?”

Ia benar-benar mulai memukuli anjing itu dengan roti tersebut. Anjing itu segera berhenti menggonggong dan menggigit roti itu beberapa kali. Tiba-tiba anjing itu menyalak dan bergulingan di tanah, berubah dari anjing hidup menjadi anjing mati.

Wajah Puteri DanFeng kembali berubah warna. “Ada racun di dalam roti itu?”

“Bukan hanya racun,” si pedagang tersenyum santai. “dagingnya sendiri adalah daging manusia.” “Beraninya kau menjual roti seperti ini?” Puteri DanFeng membentak dengan marah.

“Aku hanya melakukan pekerjaanku,” si pedagang memutar-mutar biji matanya sambil memandang Puteri DanFeng, “apakah kau membelinya atau tidak, itu adalah urusanmu. Aku tidak memaksamu untuk membelinya.”

Wajah Puteri DanFeng hampir berubah menjadi kuning karena marahnya. Ia hampir tak mampu untuk menahan diri agar tidak berlari maju dan menampar orang itu beberapa kali. Tapi Lu Xiao Feng diam-diam telah memegang tangannya.

Saat itulah mereka mendengar seseorang menarik nafas dengan perlahan: “Sinar bintang di malam hari, untuk siapakah angin berhembus melalui jendela?”

Seorang sasterawan yang jorok dan kotor, dengan tangan terlipat di balik punggungnya, berjalan lambat-lambat memasuki halaman itu. Tiba-tiba ia berbelok ke arah si pedagang dan tersenyum.

“Berapa banyak yang telah kau bunuh hari ini?”

“Roti isi dagingku hanya membunuh anjing, bukan manusia,” si pedagang memutar-mutar bola matanya lagi. “Cobalah dan kau akan lihat.”

Ia melemparkan sepotong roti kepada si sasterawan, yang segera menangkap dan memakannya. “Tampaknya kau mengatakan hal yang sebenarnya,” ia berkata sambil menepuk-nepuk perutnya. “Bukan hanya itu, roti ini juga bisa menyembuhkan penyakit.”

P E N D E K A R E M P A T A L I S / T H E A D V E N T U R E S O F L U X I A O F E N G

“Penyakit macam apa?” Sebuah suara bertanya dari luar tembok. “Penyakit lapar!” si sasterawan menjawab.

“Oh, aku faham. Aku pun sangat lapar nih.” Orang di luar menyahut. “Cepat, berikan aku roti dan sembuhkan penyakitku ini.”

“Baik!”

Si pedagang mengeluarkan sepotong roti lagi dan melemparkannya ke atas tembok. Seorang pengemis, yang tiba-tiba telah muncul di atas tembok itu, membuka mulutnya dan menangkap roti itu dengan mulutnya dan menelannya. Lemparan-lemparan si pedagang sangat cepat, si pengemis pun menelan roti itu dengan sama cepatnya. Dalam sekejap mata, 7 atau 8 potong roti telah menghilang ke dalam perut si pengemis.

“Tampaknya roti itu akhirnya bisa menyembuhkan penyakit laparmu!” si sasterawan berkata. Si pengemis mengerutkan keningnya. “Kalian menipuku, tak mungkin mati gara-gara racun dalam roti ini, tapi orang memang bisa mati karena terlalu kenyang makan roti!”

“Bukan masalah besar!” Seorang lagi telah muncul di luar tembok. “Mati karena kekenyangan? Karena kelaparan? Karena dimarahi isteri? Jangan cemas, aku punya obatnya.” Seorang pedagang ramuan obat-obatan, sambil membawa sebuah kotak obat dan lonceng kecil berjalan memasuki halaman itu dengan tersandung-sandung. Jelas ia adalah seorang cacat.

Halaman kecil yang sepi itu, seakan-akan orang-orang itu telah berencana untuk berkumpul di situ, tiba-tiba berubah menjadi tempat yang ramai dan berisik. Segera saja seorang pedagang alat rias wanita, pedagang barang bekas, dan seorang penjual sayur ikut bergabung.

Mata Puteri DanFeng semakin sakit melihat semua itu. Walaupun ia tidak memiliki pengalaman dunia persilatan yang banyak, ia sekarang menyadari bahwa orang-orang ini datang untuk mereka. Yang paling aneh adalah semua orang ini tetap berada di luar, berjejalan di halaman, dan tampaknya sedikit pun tidak tertarik untuk masuk dan membuat masalah dengan mereka.

“Menurutmu orang-orang ini datang untuk membalaskan dendam Yan TieShan?” Puteri DanFeng tak tahan untuk tidak bertanya pada Lu Xiao Feng.

“Bagaimana mungkin Pemimpin Besar Yan punya teman-teman seperti ini?” Lu Xiao Feng tersenyum dan menggelengkan kepalanya.

“Mereka semua tampaknya bisa kungfu.”

Feng menyahut. “Selama mereka tidak mengganggu kita, kenapa kita harus mengganggu mereka dan terlibat dalam urusan mereka?”

“Sejak kapan kau menjadi orang yang tidak ingin ikut campur dalam urusan orang lain?” Hua Man Lou tiba-tiba memotong sambil tertawa.

Lu Xiao Feng balas bergurau. “Baru sekarang.”

Suara genta penjaga malam bisa terdengar dari tempat itu. Tiga kali dentangan, berarti hari sudah tengah malam. {Catatan: Di kota-kota China kuno, ada penjaga-penjaga malam yang berlalu-lalang di jalan sambil memukul genta kecil sebagai petunjuk waktu. Malam hari dibagi menjadi 5 bagian yang sama, dan penjaga malam pun memukul gentanya sesuai dengan jumlah hitungannya. Jadi, 3 dentangan berarti tengah malam.}

Laki-laki tua yang menghisap pipa tiba-tiba berdiri dan menguap: “Kenapa orang yang mengundang kita ke sini malah belum datang?” Ternyata ia bukan orang tuli ataupun bisu. Puteri DanFeng jadi semakin pusing. Siapa yang mengundang orang-orang ini ke sini? Dan untuk apa?

“Ia tentu akan segera tiba,” si sasterawan menjawab.

“Aku akan pergi melihat-lihat,” si pedagang roti menawarkan diri. Tangannya segera beraksi kembali, melempar-lemparkan roti isi daging dari dalam keranjangnya. Puluhan potong roti yang ia lemparkan, satu demi satu, membentuk sebuah tumpukan yang ketinggiannya lebih dari 10 meter.

Dengan sedikit mengeluarkan tenaga, si pedagang roti pun melompat ke puncak tumpukan roti itu seperti seekor ayam jago yang hinggap di atas pagar. Kedudukannya mantap, tidak bergeming sedikit pun dalam terpaan angin. Bukan hanya kemampuan tangannya yang cepat dan akurat, ilmu meringankan tubuhnya juga termasuk kelas satu.

“Kelihatannya berkelana di dunia persilatan bukanlah hal yang mudah,” Puteri DanFeng menarik nafas dan bergumam. “Baru sekarang aku memahami itu.”

“Paling tidak kau mengerti sekarang, itu hal yang bagus,” Hua Man Lou menjawab sambil tersenyum.

“Dia datang!” si pedagang roti tiba-tiba berseru.

Seruannya itu seperti membangkitkan energi semua orang. Bahkan jantung Puteri DanFeng seperti hendak melompat keluar dari tenggorokannya. Ia ingin tahu, seperti apakah orang yang ditunggu-tunggu itu.

P E N D E K A R E M P A T A L I S / T H E A D V E N T U R E S O F L U X I A O F E N G

muda, jika orang ini bukan seorang jago pedang muda yang lembut dan tampan, paling tidak ia tentulah seorang pendekar dunia persilatan yang berwibawa dan penuh kekuatan. Tapi orang yang datang ini hanyalah seorang laki-laki tua berkepala botak dengan raut wajah yang tirus dan muka kekuning-kuningan. Ia mengenakan pakaian berwarna abu-abu yang terbuat dari kain kasar dan panjangnya hanya sampai ke lutut. Di kakinya ia mengenakan kaus kaki putih dan sepatu abu-abu yang biasa digunakan oleh seorang petani tua yang datang ke kota untuk berjualan di pasar.

Tapi matanya berkilat-kilat. Bersinar terang dan kuat, mata itu berkerlap-kerlip dalam sinar bulan. Hal yang aneh adalah setiap orang di halaman itu jelas sedang menunggu dirinya, tapi sekarang setelah ia muncul, tidak ada yang menghampiri dan menyapanya. Mereka hanya diam-diam minggir dan memberikan jalan untuknya.

Mata laki-laki tua berkepala botak itu memandang sekelilingnya sebentar sebelum ia tiba-tiba mulai berjalan ke arah Lu Xiao Feng. Sepertinya ia tidak berjalan dengan cepat, tapi dalam 2 atau 3 langkah ia telah tiba di pintu. Pintu itu selama ini terbuka. Ia tidak mengetuk pintu, juga tidak mengatakan apa-apa. Ia hanya, dan dengan sangat santai, duduk di hadapan Lu Xiao Feng, mengambil kendi arak yang terdapat di lantai, dan mengendus-endus arak itu. “Arak yang bagus.”

“Memang ini arak yang sangat bagus,” Lu Xiao Feng mengangguk. “Dibagi setengah-setengah?”

“Boleh.”

Laki-laki tua itu tidak mengucapkan apa-apa lagi. Ia hanya mengangkat kendi dan meneguk arak itu dengan suara decak yang ribut. Dalam sekejap setengah isi kendi itu telah habis dan wajahnya yang kuning berubah jadi merah, seolah-olah seluruh raganya telah kembali menjadi muda.

“Benar-benar enak,” ia berkata sambil mengusap mulutnya dengan lengan baju. Lu Xiao Feng tidak menjawab. Ia hanya menerima kendi itu dan meneguk isinya, tidak lebih lambat dari laki tua itu, tidak lebih lambat dari siapa pun juga. Setelah seluruh isi kendi habis, laki-laki tua berkepala botak itu tiba-tiba tertawa. “Barang bagus! Arak bagus, teman minum di sini juga tidak jelek!”

“Hanya bila teman minum itu tidak jelek barulah araknya bagus!” Lu Xiao Feng menjawab sambil mengusap mulutnya.

“Tidak melihatmu selama 3 tahun ini,” laki-laki tua itu memandangnya, “dan kau masih belum mati karena mabuk?”

“Hanya orang baik yang mati muda, orang jahat hidup selamanya. Aku sendiri yang agak mencemaskanmu. Kau orang yang baik.”

“Setiap orang di dunia persilatan mengatakan, bukan hanya Shan XiYan baik, ia juga setia, ia adalah orang terbaik di dunia.”

“Kau benih kejahatan, dan aku orang baik? Itu hal yang benar-benar menarik,” laki-laki tua itu tertawa sepenuh hatinya.

Puteri DanFeng memandang orang itu, hampir ia tidak mempercayai matanya sendiri. Ia tak pernah membayangkan bahwa laki-laki tua yang botak, jorok dan suka mencaci-maki ini adalah pendekar terkenal yang telapak besi kembarnya telah mengguncangkan dunia, Shan XiYan. Tak perduli apa, bukanlah hal yang mudah untuk disebut sebagai seorang “pendekar”. Tapi laki-laki tua ini benar-benar tidak mirip seorang “pendekar”. Mungkinkah itu rahasia kesuksesannya? Puteri DanFeng tak bisa membayangkannya. Ia tiba-tiba menyadari bahwa hal-hal yang tak mampu ia bayangkan tampaknya semakin dan semakin banyak.

Suara tawa Shan XiYan telah berhenti terdengar. Dengan matanya yang berkilat-kilat, ia menatap Lu Xiao Feng: “Kau mungkin tidak menyangka kalau aku akan datang mencarimu.” “Tidak, aku memang tidak menyangka,” Lu Xiao Feng mengaku.

“Sebenarnya aku telah tahu kedatanganmu sejak di TaiYuan.”

“Bukan hal yang luar biasa,” Lu Xiao Feng tersenyum. “Bahkan jika kau tak tahu kedatanganku, itu baru luar biasa.”

“Tapi baru sekarang aku menemuimu.” “Kau orang yang sibuk.”

“Aku sama sekali tidak sibuk. Aku tidak datang, karena kau adalah tamu paman guruku. Karena aku tidak mungkin bersaing dengannya untuk menjadi tuan rumah bagimu, maka aku pura-pura tidak tahu saja.”

“Kukira karena aku telah mencukur kumisku, sehingga teman-teman lamaku tidak mengenaliku lagi!” Lu Xiao Feng tertawa.

Shan XiYan tertawa mendengar lelucon itu. “Aku selalu menganggap kumismu itu sangat menjengkelkan untuk dilihat!”

“Aku tak perduli kalau kau menganggapnya menjengkelkan, tapi orang lain tidak menganggapnya demikian.” Lu Xiao Feng membalas dengan santai.

Tawa Shan XiYan berhenti lagi: “Huo TianQing adalah paman guruku, banyak orang di luar sana yang tidak mempercayai hal ini. Tapi kau seharusnya tahu.”

“Aku tahu.”

“Orang tua aneh yang menghisap pipa itu adalah Fan-Er. Kau kenal dia?”

“Mungkinkah dia adalah Tuan Fan Da yang terkenal itu? Tuan Fan yang pipanya hanya digunakan untuk menyerang 36 urat darah besar dan 72 urat darah kecil lawannya itu?” “Itulah dia.”

“Bintang Kembar dari Barat Laut terdiri dari Fan dan Jian. Mungkinkah sasterawan kotor dan jorok di sana itu adalah pemilik ‘Sentilan Jari Dewa’, Tuan Jian-Er yang terkenal?” {Catatan: “Sentilan Jari Dewa”, atau “Tan Zhi Sheng Tong” adalah salah satu ilmu kungfu paling terkenal dalam karya-karya Jin Yong.}

Shan XiYan mengangguk: “Pengemis miskin, si pedagang barang bekas, pedagang roti serta si penjual sayur, pedagang alat rias wanita, serta penjaga tempat ini dan orang gemuk yang

Dalam dokumen pendekar 4 alis buku1 (Halaman 125-147)