• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kewajiban Berbakti Kepada Orang Tua

^ji^-j Ali»- JU

J

Al jul '¿02114^1

Ma'asyiral muslimin rahimakumullah,

Segala puji hanyalah untuk Allah Subhanahu wa Ta'ala yang memiliki kesempurnaan pada seluruh nama dan sifat-Nya. Kita memuji-Nya dan memohon pertolongan-Nya, serta memohon ampunan-sifat-Nya. Kita berlindung kepada-Nya atas kesalahan diri-diri kita dan kejelekan amalan-amalan kita. Shalawat dan salam semoga senantiasa Allah

Subhanahu wa Ta'ala curahkan kepada Nabi kita Muhammad, keluarganya dan para sahabatnya, serta kepada

seluruh kaum muslimin yang benar-benar mengikuti petunjuknya. Aku bersaksi bahwasanya tidak ada yang berhak untuk diibadahi, kecuali hanya Allah Subhanahu wa Ta'ala semata dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya.

Hadirin rahimakumullah,

Marilah kita senantiasa bertakwa kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dengan menjalankan kewajiban-kewajiban kita kepada-Nya dan kewajiban yang harus ditunaikan terhadap hamba-hamba-Nya.

Jama'ah jum'ah rahimakumullah,

Ketahuilah, bahwa kewajiban paling besar yang harus ditunaikan oleh seorang hamba setelah kewajibannya kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dan Rasul-Nya adalah kewajiban dalam memenuhi hak orangtua. Hal ini sebagaimana dalam firman-Nya,

I

Kumpulan Khutbah Jumat Terbaik - Volume 1

Di dalam ayat lainnya, Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman,

"Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada kedua orangtuanya, ibunya telah mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah-payah (pula)." (Al-Ahqaf: 15)

Semakna dengan ayat tersebut Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman,

* ' ' /z a'

(jyLp- (J

A

JL^

LÌJJ

J

ÄJ

LI

Ä

J Aal 4Ül5^

"Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah dan menyapihnya dalam dua tahun." (Luqman: 14)

Pada dua ayat tersebut Allah Subhanahu wa Ta'ala menjelaskan betapa pentingnya kewajiban berbakti kepada orangtua dengan menggambarkan betapa besarnya pengorbanan dan jasa orangtua terutama ibu kepada anaknya. Maka, sudah semestinya bagi seorang anak untuk berbuat baik kepada orangtuanya, karena orang yang berakal tentu tidak akan melupakan kebaikan orang lain terhadapnya apalagi membalas kebaikannya dengan menyakitinya. Maka, apakah layak bagi seorang anak untuk melupakan kebaikan orangtuanya sehingga tidak berbuat baik kepadanya? Begitu pula, tentu lebih tidak pantas lagi bagi seorang anak untuk menyakiti orangtuanya yang telah terus-menerus berbuat baik kepadanya dengan mengeluarkan pengorbanan yang sangat besar bahkan hingga mempertaruhkan nyawanya.

Hadirin rahimakumullah,

Nabi shallallahu „alaihi wa sallam juga telah menyebutkan besarnya keutamaan berbakti kepada orangtua. Bahkan, lebih besar dari jihad di jalan Allah Subhanahu wa Ta'ala. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam Ash-Shahihain, dari sahabat Abdullah ibnu Mas'ud radhiallahu „anhu, beliau berkata,

Aku bertanya kepada Nabi shallallahu „alaihi wa sallam, "Amalan apakah yang paling dicintai oleh Allah Subhanahu

wa Ta'ala?" Beliau shallallahu „alaihi wa sallam menjawab, "Shalat pada waktunya." Aku berkata, "Kemudian apa?" Nabi shallallahu „alaihi wa sallam menjawab, "Berbakti kepada orang tua." Aku berkata, "Kemudian apa?" Beliau shallallahu „alaihi wa sallam menjawab, "Kemudian jihad di jalan Allah." (H.R. Al-Bukhari dan Muslim)

I

Kumpulan Khutbah Jumat Terbaik - Volume 1

Dari ayat-ayat dan hadits di atas serta yang lainnya, seseorang akan memahami dengan jelas betapa tinggi dan mulianya amalan berbakti kepada orangtua.

Hadirin rahimakumullah,

Kewajiban berbuat baik kepada orangtua semasa hidup mereka tidaklah melihat kepada siapa dan bagaimana keadaan orangtua. Bahkan, Allah Subhanahu wa Ta'ala memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya untuk berbuat baik kepada orangtuanya meskipun seandainya keduanya dalam keadaan kafir sekalipun. Sebagaimana dalam berfirman-Nya,

"Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, namun pergaulilah keduanya di dunia dengan baik." (Luqman: 15)

Di dalam ayat tersebut kita memahami bahwa berbuat baik kepada orangtua tidaklah gugur, karena keduanya dalam keadaan kafir, serta memerintahkan untuk berbuat syirik atau melakukan kekafiran, meskipun perintah keduanya yang berupa kemungkaran tetap tidak boleh ditaati.

Kaum muslimin yang semoga dirahmati Allah Subhanahu wa Ta'ala,

Berbuat baik kepada orangtua sangat banyak caranya dan sangat luas cakupannya. Bisa dilakukan dengan ucapan, perbuatan, maupun dengan harta.

Berbuat baik dengan ucapan, maka bisa dilakukan dengan menjaga tutur kata yang baik dan tidak menyakitkan serta dengan berlemah-lembut ketika berbicara kepadanya. Sedangkan berbuat baik dengan perbuatan, bisa dilakukan dengan membantu menyiapkan keperluan-keperluannya atau melakukan pekerjaan-pekerjaan lainnya untuk meringankan bebannya serta memenuhi perintah-perintah-Nya, selama bukan dalam bentuk berbuat maksiat kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Sedangkan berbuat baik dengan harta, bisa dilakukan dengan menginfakkan sebagian dari hartanya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.

Hadirin rahimakumullah,

Berbuat baik kepada orangtua juga tidaklah terbatas pada saat keduanya masih hidup. Bahkan, di saat keduanya sudah meninggal dunia pun, berbuat baik kepadanya masih bisa dilakukan. Asy-Syaikh Abdul 'Aziz ibnu Abdullah ibnu Baz rahimahullah, salah seorang ulama terkemuka di Saudi Arabia mengatakan, "Disyariatkan berdoa kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala untuk yang telah meninggal dunia, begitu pula bersedekah atas namanya dengan berbuat baik berupa memberikan bantuan kepada fakir miskin, (yaitu) seseorang mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu

wa Ta'ala dengan perbuatan tersebut dan kemudian berdoa kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala agar menjadikan

I

Kumpulan Khutbah Jumat Terbaik - Volume 1

kecuali dari tiga perkara: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shalih yang berdoa untuknya.'Disebutkan

dalam hadits Nabi shallallahu „alaihi wa sallam, bahwa ada seseorang bertanya kepada beliau shallallahu „alaihi

wa sallam,

C~2 J-I^J O] J>rl 14-1-91 'O! J y? t) O-ii^O* ji l4^i? lj jj^'j-' O-lU yJl 0] 'Al

Jjij ll

"Wahai Rasulullah, sesungguhnya ibuku telah meninggal dunia dan beliau belum sempat berwasiat namun aku yakin kalau beliau sempat berbicara tentu beliau ingin bersedekah, apakah beliau (ibuku) akan mendapatkan pahala jika aku bersedekah atas namanya?" Nabi shallallahu „alaihi wa sallam menjawab, "Benar." (Muttafaqun 'alaih)

Begitu pula (akan bermanfaat untuk orang yang telah meninggal dunia) amalan ibadah haji atas nama si mayit, demikian pula ibadah umrah, serta membayarkan utang-utangnya. Semua itu akan bermanfaat untuk yang meninggal sebagaimana telah datang dalil-dalil yang syar'i menunjukkan hal tersebut." (Majmu' Fatawa wa

Maqalat, 4/342)

Termasuk amalan berbakti kepada orangtua yang bisa dilakukan sepeninggal mereka adalah menghubungi kerabat dan teman-teman mereka. Bahkan juga dengan menghubungi atau berbuat baik kepada keluarga dari teman-teman orang tua kita. Hal itu sebagaimana disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Al-Imam Muslim dalam

Shahih-nya dari sahabat Abdullah ibnu 'Umar ibn Al-Khaththab radhiallahu „anhuma, bahwa beliau berjalan

menuju kota Makkah dan mengendarai keledai yang ditungganginya untuk beristirahat di saat lelah. Ketika beliau sudah bosan duduk di atas kendaraannya, lewatlah di depan beliau seorang badui dan berkatalah beliau (kepada badui tersebut), "Apakah engkau Fulan ibnu Fulan?" Orang badui tersebut menjawab, "Benar." Maka, beliau (sahabat Abdullah ibn 'Umar radhiallahu „anhuma) memberikan keledainya kepada badui tersebut seraya mengatakan, "Naikilah kendaraan ini." Kemudian beliau juga memberikan kain surbannya yang sedang dipakai seraya mengatakan, "Pakailah kain ini untuk diikatkan sebagai penutup kepalamu." Maka, berkatalah orang-orang kepada sahabat Abdullah ibn 'Umar radhiallahu „anhuma, "Mudah-mudahan Allah mengampunimu. Engkau berikan kepadanya keledai yang engkau tunggangi di saat ingin beristirahat dari kelelahan dan engkau berikan

imamah yang sedang engkau ikatkan di kepalamu." Maka, 'Abdullah ibn 'Umar mengatakan, "Sesungguhnya dia

adalah teman (orangtua saya) 'Umar ibn Al-Khaththab', dan sungguh saya mendengar Rasulullah shallallahu „alaihi

wa sallam bersabda,