• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

D. Hak dan kewajiban konsumen

Pembangunan dan perkembangan perekonomian di bidang perindustrian dan perdagangan nasional telah menghasilkan berbagai variasi barang dan / atau jasa yang dapat dikonsumsi. Kondisi seperti ini di satu pihak mempunyai manfaat bagi konsumen karena kebutuhan akan barang dan/ atau jasa yang diinginkan dapat terpenuhi serta semakin terbuka lebar, tetapi di sisi lain, dapat mengakibatkan kedudukan pelaku usaha dan konsumen menjadi tidak seimbang dan konsumen berada pada posisi yang lemah. Berkenaan dengan pertimbangan tersebut, maka konsumen sebagai pemakai barang/ jasa perlu juga diketengahkan apa yang menjadi hak dan kewajibannya.

Hak konsumen sebagaimana tertuang dalam Pasal 4 UU No. 8 Tahun 1999 adalah sebagai berikut : ( a ). Hak atas kenyamanan dan keselamatan dalam mengonsumsi barang dan/ atau jasa; ( b ). Hak untuk memilih barang dan/ atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan; ( c ). Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenaikondisi dan jaminan barang dan / atau jasa; ( d ). Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan / atau jasa yang digunakan; ( e ). Hak untuk mendapatkan advokasi perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut; ( f ). Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen; ( g ). Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif; ( h ). Hak untuk mendapatkan kompensasi ganti rugi dan/ atau penggantian, apabila barang dan/ atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak

sebagaimana mestinya; ( i ). Hak- hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang- undangan lainnya.

Hak – hak dasar konsumen tersebut sebenarnya bersumber dari hak- hak dasar umum yang diakui secara internasional. Hak- hak dasar umum tersebut pertama kali dikemukakan oleh John F. Kennedy, Presiden Amerika Serikat, pada tanggal 15 maret 1962 yang menghasilkan empat hak dasar konsumen yang harus dilindungi,20

1. Hak memperoleh keamanan ( the right to safety ) yaitu :

Aspek ini ditujukan pada perlindungan konsumen dari pemasaran barang dan / atau jasa yang membahayakan keselamatan konsumen. Pada posisi ini, intervensi, tanggung jawab dan peranan pemerintah dalam rangka menjamin keselamatan dan keamanan konsumen sangat penting.

2. Hak memilih ( the right to choose )

Bagi konsumen, hak memilih merupakan hak prerogatif konsumen apakah ia akan membeli atau tidak membeli suatu barang dan/ atau jasa.

3. Hak mendapat informasi ( the right to be informed )

Hak ini mempunyai arti yang sangat fundamental bagi konsumen bila dilihat dari sudut kepentingan dan kehidupan ekonominya. Setiap keterangan mengenai sesuatu barang yang akan dibelinya atau akan

20

Vernon A. Musselman dan Jhon H. Jackson introduction to modern Business, diterjemahkan Kusma Wiriadisastra, ( Jakarta : Erlangga, 1992 ), h. 294-295. Inosentius Samsul, Perlindungan Konsumen, Kemungkinan Penerapan Tanggung Jawab Mutlak, ( Jakarta : Universitas Indonesia, 2004 ), h. 7. Bismar Nasution, Keterbukaan dalam Pasar Modal, ( Jakarta : Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011 ), h. 121. Marium Darus Badrul Zaman,

Pembentukan Hukum Nasional dan Permasalahannya, ( Bandung : Alumni, 1981 ), h. 5. Donald P. Rothschild dan David W. Carrol, Consumer Protecting : Reporting Service, Vol. 1 ( Maryland : National Law Publishing Corporation, 1986 ), h. 20

mengikat dirinya, haruslah diberikan selengkap mungkin dan dengan penuh kejujuran.

4. Hak untuk didengar ( the right to be heard )

Hak ini dimaksudkan untuk menjamin konsumen bahwa kepentingannya harus diperhatikan dan tercermin dalam kebijaksanaan pemerintah, termasuk turut didengar dalam pembentukan kebijaksanaan tersebut. Selain itu, konsumen juga harus didengar setiap keluhannya dan harapannya dalam mengonsumsi barang dan/ atau jasa yang dipasarkan produsen.

Akhirnya, jika semua hak- hak yang disebutkan itu disusun kembali secara sistematis, akan diperoleh urutan sebagai berikut :

1. Hak Konsumen Mendapatkan Keamanan

Konsumen berhak mendapatkan keamanan dari barang dan jasa yang ditawarkan kepadanya. Produk barang dan jasa itu tidak boleh membahayakan jika dikonsumsi sehingga kosumen tidak dirugikan baik secara jasmani maupun rohani. Hak untuk memperoleh keamanan itu penting ditempatkan pada kedudukan utama, karena selama berabad- abad berkembang suatu falsafah berpikir bahwa konsumen ( terutama pembeli ) adalah pihak yang wajib berhati – hati, bukan pelaku usaha.

Dalam barang dan/ atau jasa yang dihasilkan dan dipasarkan oleh pelaku usaha beresiko sangat tinggi terhadap keamanan konsumen, maka Pemerintah selayaknya mengadakan pengawasan secara ketat. Satu hal yang harus diperhatikan dalam kaitan dengan hak untuk mendapatkan

keamanan adalah penyediaan fasilitas umum yang memenuhi syarat yang ditetapkan.

2. Hak Untuk Mendapatkan Informasi Yang Jelas

Setiap produk yang diperkenalkan kepada konsumen harus disertai dengan informasi yang benar. Informasi ini diperlukan agar konsumen tidak sampai mempunyai gambaran yang keliru atas produk barang dan jasa. Informasi ini dapat disampaikan dengan berbagai cara, seperti lisan kepada konsumen melalui iklan di berbagai media, atau mencantumkan dalam kemasan produk.

Jika dikaitkan dengan hak konsumen atas keamanan, maka setiap produk yang mengandung resiko terhadap keamanan konsumen, wajib disertai informasi berupa petunjuk pemakaian yang jelas. Menurut Troelstrup, konsumen pada saat ini membutuhkan banyak informasi yang relevan dibandingkan dengan sekitar 50 tahun lalu. Alasannya, saat ini (1) terdapat lebih banyak produk, merek, dan juga penjualnya, (2) daya beli konsumen yang semakin meningkat, (3) lebih banyak variasi merek yang beredar dipasaran, sehingga belum banyak diketahui semua orang, (4) model- model produk lebih cepat berubah, (5) kemudian transportasi dan komunikasi sehingga membuka akses yang lebih besar kepada bermacam- macam produsen atau penjual.21

21

A.W. Troelsrup, The Consumer in American Soceity : Personal and Family Finance, ed. 5 ( New York : Merrow Hill, 1974 ), 515.

Hak untuk mendapatkan informasi menurut Prof. Hans W. Micklitz,22

Selain ciri- ciri konsumen yang tidak terinformasikan, karena hal- hal khusus dapat juga dimasukkan kelompok anak- anak, orang tua, dan orang asing ( yang tidak dapat berkomunikasi dengan bahasa setempat ) sebagai jenis konsumen yang wajib dilindungi oleh negara. Informasi ini harus diberikan secara sama bagi semua konsumen). Itulah sebabnya,

seorang ahli hukum konsumen dari Jerman, dalam ceramah di Jakarta, 26- 30 oktober 1998 membedakan konsumen berdasarkan hak ini. Ia menyatakan, sebelum kita melangkah lebih detail dalam perlindungan konsumen, terlebih dahulu harus ada persamaan persepsi tentang tipe konsumen yang akan mendapat perlindungan. Menurutnya, secara garis besar dapat dibedakan dua tipe konsumen, yaitu konsumen yang terinformasi (well informed) dan konsumen yang tidak terinformasi. Ciri- ciri tipe pertama, antara lain (1) memiliki tingkat pendidikan tertentu, (2) mempunyai sumber daya ekonomi yang cukup, sehingga dapat berperan dalam ekonomi pasar, (3) lancar berkomunikasi. Dengan memiliki tiga potensi, konsumen jenis ini mampu bertanggung jawab dan relatif tidak memerlukan perlindungan. Tipe konsumen kedua memiliki ciri- ciri, antara lain (1) kurang pendidikan, (2) termasuk kategori kelas menengah ke bawah, dan (3) tidak lancar berkomunikasi. Konsumen jenis ini perlu dilindungi, dan khususnya menjadi tanggung jawab Negara untuk memberi perlindungan.

22

RUUPK di Mata Pakar Hukum Jerman, Warta Konsumen Tahun XXIV No. 12 ( Desember, 1998 ), hal. 33-34.

hukum perlindungan konsumen memberikan hak konsumen atas informasi yang proporsional dan diberikan secara tidak diskriminatif.

3. Hak untuk Didengar

Hak yang erat kaitannya denganhak untuk mendapatkan informasi adalah hak untuk didengar. Ini disebabkan oleh informasi yang diberikan pihak yang berkepentingan atau berkompeten sering tidak cukup memuaskan konsumen. Untuk itu konsumen berhak mengajukan permintaan informasi lebih lanjut.

4. Hak untuk Memilih

Dalam mengkonsumsi suatu produk, konsumen berhak menentukan pilihannya. Ia tidak boleh mendapat tekanan dari pihak luar sehingga ia tidak lagi bebas untuk membeli atau tidak membeli. Seandainya ia juga membeli, ia juga bebas menentukan produk mana yang akan dibeli.

Hak untuk memilih ini erat kaitannya dengan situasi pasar.Jika seseorang atau suatu golongan diberikan hak monopoli untuk memproduksi dan memasarkan barang dan jasa, maka besar kemungkinan konsumen kehilangan hak untuk memilih produk yang satu dengan produk yang lain.

Jika terdapat monopoli oleh perusahaan yang tidak berorientasi pada kepentingan konsumen, akhirnya konsumen pasti didikte untuk mengonsumsi barang atau jasa itu tanpa dapat berbuat yang lain. Dalam

keadaan seperti itu, pelaku usaha dapat secara sepihak mempermainkan mutu barang dan harga jual. Monopoli juga dapat timbul akibat- akibat perjanjian- perjanjian antara pelaku usaha yang bersifat membatasi hak konsumen untuk memilih.23

5. Hak untuk mendapatkan produk barang dan/ atau jasa sesuai dengan nilai tukar yang diberikan

Dengan hak ini berartikonsumen harus dilindungi dari permainan harga yang tidak wajar. Dengan kata lain, kuantitas dan kualitas barang dan/ atau jasa yang dikonsumsi harus sesuai dengan nilai uang yang akan dibayar sebagai penggantinya. Namun, ketidakbebasan pasar, pelaku usaha dapat saja mendikte pasar dengan menaikkan harga, dan konsumen menjadi korban ketidakadaan pilihan. Konsumen dihadapkan pada kondisi “ take it or leave it “. Jika setuju silahkan membeli, dan jika tidak maka tinggalkan ( padahal di tempat lain pun pasar sudah dikuasainya ).

Dalam situasi demikian, biasanya konsumen terpaksa mencari produk alternative ( bila masih ada ), yang boleh jadi kualitasnya malahan lebih buruk. Akibat tidak berimbangnya posisi tawar menawar antara pelaku usaha dan konsumen, maka pihak pertama dapat saja membebankan biaya- biaya tertentu yang sewajarnya tidak ditanggung konsumen. Praktik yang terpuji ini lazim dikenal dengan externalities.

23

Sutan Remi Sjahdeni, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan Yang Seimbang Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, Jakarta, Institut Bankir Indonesia, 1993, hal. 33-37

6. Hak untuk mendapatkan ganti rugi

Jika konsumen merasakan, kuantitas dan kualitas barang dan/atau jasa yang dikonsumsinya tidak sesuai dengan nilai tukar yang diberikannya, ia berhak mendapatkan ganti kerugian yang pantas. Jenis dan jumlah ganti kerugian itu tentu saja harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku atau asas kesepakatan masing- masing pihak.

7. Hak untuk mendapatkan penyelesaian hukum

Hak untuk mendapatkan ganti kerugian harus ditempatkan lebih tinggi dari pada hak pelaku usaha ( produsen/ penyalur produk ) untuk membuat klausula eksonerasi secara sepihak. Jika permintaan yang diajukan konsumen dirasakan tidak mendapat tanggapan yang layak dari pihak- pihak terkait dalam hubungan hukum dengannya, maka konsumen berhak mendapatkan penyelesaian hukum, termasuk advokasi. Dengan kata lain, konsumen berhak menuntut pertanggungjawaban hukum dari pihak- pihak yang dipandang merugikan karena mengkonsumsi produk itu.

Hak untuk mendapat penyelesaian hukum ini sebenarnya meliputi juga hak untuk mendapat ganti kerugian, tetapi kedua hak tersebut tidak berarti identik. Untuk memperoleh ganti kerugian, konsumen tidak selalu harus menempuh upaya hukum terlebih dahulu. Sebaliknya, setiap upaya hukum pada hakikatnya berisikan tuntutan memperoleh ganti kerugian oleh salah satu pihak. Tentu ada beberapa karakteristik tuntutan yang tidak membelohkan tuntutan ganti kerugian ini, seperti dalam upaya legal

standing LSM yang dibuka kemungkinannya dalam pasal 46 ayat (1) huruf (c) UUPK.

8. Hak untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat

Hak konsumen atas lingkungan yang baik dan sehat merupakan hak yang diterima sebagai salah satu hak dasar konsumen oleh berbagai organisasi konsumen didunia. Lingkungan hidup yang baik dan sehat berarti sangat luas, dan setiap makhluk hidup adalah konsumen atas lingkungan hidupnya. Lingkungan hidup dalam arti fisik dan lingkungan non fisik.

Menurut Heindrad Steiger, sebagaimana dikutip oleh Koesnadi Hardjasoemantri,24

24

Koesnadi Hardjasoemantri, Hukum Tata Lingkungan, Cet. 11, Yogyakarta : Gadjah Mada University Press, 1994, 119

hak atas lingkungan yang baik dan yang sehat merupakan bagian dari hak- hak subjektif sebagai bentuk yang paling luas dari perlindungan seseorang. Ini berarti setiap pemilik hak dapat mengajukan tuntutan agar kepentingannya terhadap lingkungan yang baik dan sehat dapat dipenuhi. Steiger menjelaskan, tuntutan tersebut memiliki dua fungsi yang berbeda. Pertama, the function of defence, yakni hak bagi individu untuk mempertahankan diri dari pengaruh lingkungan yang merugikannya. Kedua, function of ferformance, yakni hak individu untuk menuntut dilakukannya suatu tindakan agar lingkungannya dipulihkan atau diperbaiki.

Fungsi- fungsi itu telah tertampung sejak lama dalam hukum positif indonesia. Desakan pemenuhan hak konsumen atas lingkungan hidup yang bauik dan sehat semakin dikemukakan akhir- akhir ini. Karena hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan bagian dari hak- hak subjektif sebagai bentuk yang paling luas dari perlindungan seseorang.25

9. Hak untuk dilindungi dari akibat negatif persaingan curang

Persaingan curang atau dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 disebut dengan “ persaingan usaha tidak sehat dapat terjadi jika seorang pengusaha menarik langganan atau klien pengusaha lain untuk memajukan usahanya atau memperluas penjualan atau pemasarannya, dengan menggunakan alat atau sarana yang bertentangan dengan itikad baik dan kejujuran dalam pergaulan perekonomian.

Hak konsumen untuk dihindari dari akibat negatif persaingan curang dapat dikatakan sebagai upaya pre-emptive yang harus dilakukan, khususnya oleh pemerintah, guna mencegah munculnya akibat- akibat langsung yang merugikan konsumen. Itulah sebabnya, gerakan konsumen sudah selayaknya menaruh perhatian terhadap keberadaan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan hak ini, seperti yang ada pada saat ini, yaitu Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.26

25

Shidarta, Op.cit, hal. 24-25

26

Emmy Pangaribuan Simanjuntak, “ Aspek Yuridis dan Cara Penanggulangan Persaingan Curang” ( makalah, Yogya, 6-7 Oktober 1992 ) hal.1.

10.Hak untuk mendapatkan Pendidikan

Masalah perlindungan konsumen di Indonesia termasuk masalah yang baru. Oleh sebab itu, wajar bila masih banyak konsumen yang belum melayani hak-haknya. Kesadaran akan hak tidak dapat dipungkiri sejalan dengan kesadaran hukum. Semakin tinggi tingkat kesadaran hukum masyarakat, semakin tinggi penghormatannya pada hak- hak dirinya dan orang lain. Upaya pendidikan konsumen tidak selalu harus melewati jenjang pendidikan formal, tetapi dapat melalui media massa dan kegiatan lembaga swadaya masyarakat.

Dalam banyak hal, pelaku usaha terikat untuk memperhatikan hak konsumen untuk mendapatkan “ pendidikan konsumen “ ini. Pengertian pendidikan konsumen ini tidak harus diartikan sebagai proses formal yang dilembagakan. Pada prinsipnya, makin kompleks teknologi yang diterapkan dalam menghasilkan suatu produk menuntut pula makin banyak informasi yang harus disampaikan pada konsumen. Bentuk informasi yang lebih kompherensif dengan tidak semata- mata menonjolkan unsur komersialisasi, sebenarnya sudah merupakan bagian dari pendidikan konsumen.

Disamping mempunyai hak- hak konsumen juga mempunyai kewajiban atau tanggung jawab yang harus dilaksanakan, sebagai makhluk yang saling membutuhkan satu sama lain. Dengan demikian apabila konsumen berharap hak- haknya ingin dipenuhi secara baik, hal itu dapat terlaksana apabila konsumen

mempunyai kesediaan yang sama terhadap pemenuhan kewajibannya, untuk itu seorang konsumen perlu menyadari dan mengetahui tentang kewajibannya.

Dalam Pasal 5 Undang- Undang Perlindungan Konsumen, juga ditegaskan mengenai kewajiban, dengan pengertian konsumen tidak hanya dapat menuntut hak- haknya, namun demikian konsumen berkewajiban melaksanakan hal- hal sebagai berikut :

1. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/ atau jasa, demi kemananan dan keselamatan. 2. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/ atau

jasa;

3. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati

4. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut

Sejalan dengan pasal 5 tersebut Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia-Medan juga menggaris bawahi bahwa konsumen berkewajiban untuk :

1) Bersikap kritis

Bertanggung jawab untuk bertindak lebih waspada pada kritis terhadap harga dan mutu suatu barang atau jasa yang digunakan, serta akibat lain yang mungkin ditimbulkannya. Sikap kritis konsumen sangat diperlukan dalam rangka menentukan barang/jasa yang akan dikonsumsinya.

- Kritis terhadap penawaran barang/jasa oleh produsen secara langsung maupun yang tidak langsung melalui media iklan di media cetak maupun elektronika.

- Kritis terhadap penampilan fisik barang, takaran, ukuran dan timbangan maupun mutu.

2) Berani bertindak atas kesadaran

Berani bertindak guna melindungi dirinya sendir maupun secara berkelompok dalam upaya menjamin perolehan perlakuan yang adil.

3) Memiliki kepedulian sosial

Turut bertanggung jawab serta waspada terhadap segala akibat yang ditimbulkan oleh sikap dan pola konsumsi kita bagi orang lain, terutama golongan masyarakat bawah. Meskipun konsumen bebas memilih dalam berkomunikasi barang/jasa sesuai dengan kemampuan ekonomi, sosial dan pengetahuan, tapi cara berkomunikasi yang berlebihan tanpa memperhatikan kondisi sosial masyarakat sekitarnya, akan dapat menimbulkan kecemburuan sosial.

4) Tanggung jawab terhadap lingkungan hidup

Mempunyai rasa tanggung jawab dalam melestarikan lingkungan hidup. Konsumen wajib memiliki kesadaran terhadap kebersihan, keamanan, kesehatan sebagai akibat pola konsumsinya terhadap lingkungan, seperti tidak membuang sampah/limbah di parit atau sungai, atau di sembarang tempat.

5) Memiliki rasa kesetiakawanan

Maksudnya adalah mempunyai rasa tanggung jawab sosial untuk menggalang kekuatan guna mempengaruhi dan memperjuangkan kepentingan- kepentingan konsumen. Konsumen wajib tolong menolong dan saling memberikan informasi serta berhimpun untuk melindungi kepentingannya sebagai konsumen

Dokumen terkait