• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kewenangan Notaris dapat Melakukan Pembuatan Akta Pelepasan Hak dengan Ganti Rugi terhadap Tanah yang Belum Bersertipikat

KABUPATEN DELI SERDANG

C. Eksistensi Notaris Melakukan Pembuatan Akta Pelepasan Hak dengan Ganti Rugi terhadap Tanah yang Belum Bersertifikat

2. Kewenangan Notaris dapat Melakukan Pembuatan Akta Pelepasan Hak dengan Ganti Rugi terhadap Tanah yang Belum Bersertipikat

Mengalihkan hak atas tanah haruslah dilakukan dihadapan seorang Notaris atau PPAT. Untuk akta-akta tanah, sebenarnya kewenangan khusus dari PPAT karena untuk membuat akta otentik dalam perjanjian peralihan hak atas tanah ini dimaksudkan adalah untuk:

1. Memindahkan hak atas tanah;

2. Memberikan sesuatu hak baru atas tanah;

3. Menggadaikan tanah;

4. Meminjamkan uang dengan hak atas tanah sebagai tanggungan.50

50

Efendi Perangin-angin, Praktek Permohonan Hak Atas Tanah, Rajawali Press, Jakarta, 1993, hal. 34.

Dari keempat macam perjanjian tersebut, yang penting berhubungan dengan perjanjian peralihan hak atas tanah yang menurut ketentuan dapat berupa:

a. Jual beli

b. Hibah

c. Tukar menukar

d. Pemindahan dan pembagian biasa

e. Pemindahan dan pembagian harta warisan

f. Penyerahan hibah wasiat (legaat).51

Namun dalam kenyataan yang terjadi di kota-kota besar, untuk perjanjian peralihan hak-hak atas tanah seperti yang disebutkan di atas dapat dilaksanakan dihadapan Notaris.

Khusus untuk tanah-tanah yang bersertipikat, jual beli atau pengalihan hak atas tanah berikut segala sesuatu yang berada di atas tanah tersebut harus dilaksanakan dihadapan PPAT tetapi ada kalanya kewajiban PPAT ini atas permintaan para penghadap dibuat dengan Akta Notaris.

Dalam hal ini jika dihubungkan mengenai pembuatan akta Pelepasan Hak Dengan Ganti Rugi dengan akta-akta tanah tersebut di atas, dapat diketahui bahwa akta-akta tanah tersebut objek tanahnya adalah tanah-tanah yang telah bersertipikat yang apabila hendak melakukan perbuatan hukum misalnya

perjanjian memindahkan hak atas tanah, maka pembuatan aktanya akan menjadi wewenang PPAT.

Tetapi apabila ada syarat ataupun sebab lain sehingga pemindahan hak atas tanah tersebut yang kurang memenuhi persyaratan pembuatan akta tanah oleh PPAT, sedangkan perbuatan hukum perjanjian jual beli tanah dan bangunan itu tetap dilakukan oleh pihak penjual dan pembeli, maka Notaris tidak dapat menolak untuk membuat akta perjanjian jual beli dengan akta Notaris.

Bentuk akta PPAT dalam peralihan hak atas tanah harus mempergunakan formulir baku yang ditetapkan oleh pemerintah, sehingga setiap deeds of

conveyance (setiap peralihan hak ataupun pengikatan sebagai jaminan dengan hak

tanggungan) harus menggunakan formulir baku tersebut. Sedangkan bentuk akta Notaris diatur berdasarkan UUJN sehingga dapat dilihat bentuk akta PPAT jauh berbeda dengan bentuk akta Notaris.

Kewenangan seorang Notaris dapat melakukan pembuatan akta peralihan hak atas tanah yang belum bersertipikat, adalah:

1. Berdasarkan Pasal 1 UUJN

Menurut Pasal 1 UUJN, bahwa Notaris adalah pejabat umum satu-satunya yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini.

Hal ini mengandung pengertian bahwa Notaris mempunyai kewenangan khusus untuk membuat akta-akta otentik tentang semua tindakan-tindakan,

perjanjian-perjanjian dan keputusan-keputusan. Akta otentik itu harus dibuat berdasarkan apa yang dikehendaki oleh pihak-pihak yang berkepentingan dan oleh undang-undang, hal mana tersebut di atas harus dinyatakan dalam akta. Pasal 16 ayat (1) huruf d UUJN menentukan bahwa Notaris berkewajiban untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang terutama membuat akta-akta yang diperlukan oleh yang berkepentingan. Notaris hanya dibenarkan menolaknya apabila ada alasan-alasan yang kuat.

2. Berdasarkan Pasal 2 ayat (2) dan ayat (3) UUPA

Berpangkal pada ketentuan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 bahwa bangsa Indonesia tidak perlu dan tidak pada tempatnya bertindak sebagai pemilik tanah, lebih tepat jika Negara sebagai organisasi kekuasaan dari rakyat bertindak selaku badan penguasa.

Adapun kekuasaan Negara yang dimaksudkan itu mengenai semua bumi, air, ruang angkasa. Jadi baik sudah dimiliki haknya oleh seseorang maupun yang tidak, kekuasaan Negara mengenai hak yang sudah dipunyai dengan sesuatu hak dibatasi oleh isi dari hak tersebut artinya sampai seberapa jauh Negara memberi kekuatan kepada yang memilikinya untuk menggunakan haknya, sampai disitulah batas kekuasaan Negara. Kekuasaan Negara atas tanah yang tidak dipunyai dengan sesuatu hak oleh seseorang atau pihak lainnya adalah lebih luas dan penuh. Dengan berpedoman pada tujuan yang disebutkan di

atas, Negara dapat memberikan tanah yang sedemikian itu kepada seseorang ataupun badan hukum dengan sesuatu hak menurut peruntukan dan keperluannya. Misalnya hak milik, hak guna usaha, atau memberikannya dalam pengelolaan kepada sesuatu badan penguasa untuk dipergunakan dalam tugasnya masing-masing.

3. Berdasarkan Pasal 15 ayat (2) huruf F UUJN yang mengatur wewenang

notaris untuk membuat akta yang berkaitan dengan tanah.

4. Berdasarkan pada Pasal 1457 KUH Perdata

Sebelum diberlakukannya UUPA, dikenal lembaga hukum jual beli tanah, ada yang diatur dalam KUH Perdata yang tertulis dan ada yang diatur oleh hukum adat yang tidak tertulis.

Menurut Pasal 1457 KUH Perdata yang disebut jual beli adalah suatu perjanjian dalam mana pihak yang mempunyai tanah disebut penjual menyerahkan tanah kepada pihak lain yang disebut pembeli.

Dengan dilakukannya jual beli tersebut belum terjadi perubahan apapun atas hak atas tanah yang bersangkutan. Oleh karena itu, ketentuan hukum mengenai jual beli tanah tersebut bukan merupakan hukum tanah, melainkan ketentuan perdata, tegasnya hukum perjanjian Barat. Tidak ada bedanya dengan jual beli benda-benda bukan tanah, biasanya jual belinya dilakukan dihadapan Notaris.

Hak atas tanah baru berpindah kepada pembeli jika penjual sudah menyerahkan secara yuridis kepadanya dalam rangka memenuhi kewajiban hukumnya (Pasal 1459 KUH Perdata). Menurut Pasal 616 dan 620 KUH Perdata, penyerahan yuridis itu harus juga dilakukan di hadapan Notaris dengan membuat akta transport (acte transport) dan wajib didaftarkan kepada pejabat yang disebut penyimpan hypothek. Dengan selesainya dilakukan pendaftaran tersebut, hak atas tanah yang bersangkutan berpindah kepada pembeli.

5. Berdasarkan yurisprudensi

Putusan Mahkamah Agung tanggal 12 Mei 1972 Nomor 1363/K/SIP/1972 adalah menyangkut jual beli persil berikut bangunannya yang dilakukan di Bandung yang tidak dilaksanakan dengan Akta PPAT. Dalam putusan tersebut ditetapkan bahwa Peraturan Pemerintah tidak bermaksud untuk mengesampingkan pasal-pasal KUH Perdata atau ketentuan hukum tidak tertulis lainnya mengenai jual beli. Hal ini berarti bahwa suatu Peraturan Pemerintah tidak dapat menetapkan suatu syarat bagi sahnya suatu perbuatan hukum jual beli tersebut.

Akta PPAT sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 19 PP Nomor 37 Tahun 1998 berfungsi sebagai alat pembuktian mengenai tanda sudah dilakukannya peralihan hak (jual beli), akan tetapi jual beli tersebut masih dapat dibuktikan dengan alat bukti lainnya seperti akta yang dibuat oleh Notaris.

Keputusan hukum tersebutlah yang mendasari sehingga kewenangan Notaris dapat membuat akta untuk setiap perbuatan peralihan hak atas tanah yang dibuat secara otentik.

BAB III

KEKUATAN HUKUM ALAT BUKTI ALAS HAK BERUPA AKTA