• Tidak ada hasil yang ditemukan

KABUPATEN DELI SERDANG

C. Eksistensi Notaris Melakukan Pembuatan Akta Pelepasan Hak dengan Ganti Rugi terhadap Tanah yang Belum Bersertifikat

1. Prosedur Pembuatan Akta Pelepasan Hak dengan Ganti Rugi

Jual beli hak atas tanah merupakan hal yang sering dilakukan oleh masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Pihak penjual dalam hal ini adalah pemegang yang sah dari hak atas tanah tersebut. Namun apabila jual beli hak atas tanah dilakukan oleh pihak lain dengan etiket yang tidak baik, perbuatan hukum tersebut akan berakibat batal demi hukum (van rechtswegnictige atau disebut juga batas absolut). Maksudnya objek yang diperjual-belikan menurut hukum akan tetap sah namun perbuatan hukum yang dilakukan yaitu jual beli hak atas tanah menjadi batal.

Apabila tanah yang dimaksud masih merupakan kesatuan tanah bundel warisan maka harus ada fatwa yang menerangkan tentang tanah tersebut dari instansi yang berwenang yaitu dari Pengadilan Negeri untuk orang pribumi yang beragama Kristen, sedangkan Surat Keterangan mewaris yang dibuat oleh Notaris diberikan terhadap golongan Tionghoa. Sedangkan untuk golongan orang pribumi yang beragama Islam dapat dibuat sendiri oleh semua ahli waris dengan diketahui Lurah atau dibuat oleh Camat atau Pengadilan Agama setempat.

Dalam jual beli hak atas tanah, seringkali bangunan dan atau tanaman di atas tanah yang bersangkutan turut menjadi objek jual beli, sebelum dibuatkan akta tersebut harus jelas apakah bangunan dan atau tanaman di atas tanah tersebut turut dijual atau tidak. Hal itu nantinya akan disebut secara tegas dan jelas dalam akta.

Apabila bangunan dan atau tanaman itu tidak disebutkan secara jelas dan tegas di dalam akta, maka tanaman dan atau bangunan itu tidak turut diperjual-belikan karena menurut hukum pertanahan di Indonesia berlaku asas hukum adat, yaitu asas pemisahan horizontal. Menurut asas ini, bangunan dan atau tanaman bukan merupakan bagian dari tanah, dengan demikian hak atas tanah tidak dengan sendirinya meliputi pemilikan bangunan dan atau tanaman yang ada diatasnya. Dalam hal ini yang perlu diperhatikan lagi adalah memeriksa dan meneliti kelengkapan surat-surat yang menyatakan kepemilikan seseorang terhadap tanah tersebut.

Kepemilikan tanah yang dimaksud dalam hal ini adalah penguasaan atas tanah yang belum bersertipikat atau tanah yang belum memiliki hak tertentu dan tanah tersebut langsung dikuasai oleh Negara. Penguasaan atas tanah yang belum bersertipikat lebih mengacu kepada hak seseorang yang telah memperoleh manfaat dari tanah tersebut atau seseorang hanya dapat menggarapnya untuk diusahakan. Tanah tersebut dapat berobah kepemilikannya setelah terlebih dahulu

dimohonkan haknya untuk didaftarkan ke kantor Pertahanan setempat sehingga tanah tersebut beralih menjadi tanah hak milik.

Begitu juga tanah-tanah hak adat pada saat pemerintah swapraja seperti Grant Sultan dan sebagainya disebut dengan tanah-tanah hak Indonesia yang kekuatan pembuktiannya lebih luas lagi dari tanah-tanah adat lainnya, tanah-tanah tersebut hampir kesemuanya belum terdaftar. Mengenai hal ini hendaknya diperhatikan apakah tanah tersebut juga mempunyai alas hak yang menyatakan seseorang itu adalah pemilik tanah yang sah misalnya dengan adanya surat keterangan dari pengetua adat setempat ataupun dengan adanya surat pemberitahuan pajak terutang, hak-hak yang demikian dapat di jadikan sebagai bukti pengganti tentang kepemilikan tanah tersebut. Untuk itu yang harus diperhatikan dari isi surat tersebut adalah kesesuaian nama yang tercantum dalam surat keterangan dengan nama pemilik yang mengakui hak atas tanah itu sebagai kepunyaannya.

Apabila kelengkapan surat-surat telah diperiksa oleh calon pembeli dan telah mengetahui bahwa penjual adalah benar-benar pemilik tanah tersebut, selanjutnya pihak calon penjual dan pembeli dapat melakukan penawaran atau transaksi harga yang bertujuan untuk mencari kesepakatan tentang harga tanah yang diperjual belikan.

Setelah tercapai kesepakatan tentang harga tanah tersebut, maka surat-surat kelengkapan yang berhubungan dengan tanah tersebut juga harus diperiksa

kebenarannya. Lalu kedua belah pihak dapat segera menghadap Notaris untuk dimintakan pembuatan Akta Notaris sehubungan dengan perbuatan hukum yang dilakukan.

Pada dasarnya seorang notaris sebelum membuat Akta Pelepasan Hak dengan Ganti Rugi ini terlebih dahulu harus memeriksa keabsahan dan kelengkapan alas hak maupun surat-surat yang berhubungan dengan pembuktian kepemilikan tanah tersebut sehingga dapat dijadikan sebagai syarat pembuatan akta.

Untuk pembuktian material atau kebenaran isi surat-surat yang berkenaan dengan eksistensi bidang tanah yang bersangkutan, Notaris tidak secara langsung pergi ketempat dimana letak tanah itu berada. Dapat disebutkan bahwa bukan merupakan wewenang notaris untuk menilai secara langsung tentang kebenaran material alas hak yang diberikan oleh para penghadap, karena notaris cukup memeriksa bukti-bukti hak yang diberikan kepadanya tanpa perlu turun kelapangan untuk memeriksa kebenarannya.

Sebenarnya ini merupakan salah satu perbedaan dalam hal pelaksanaan pembuatan akta Pelepasan Hak dengan Ganti Rugi yang dibuat oleh notaris dengan akta atau surat pernyataan Pelepasan Hak dengan Ganti Rugi yang dibuat oleh Camat.

Hal ini berdasarkan pada hasil wawancara yang diperoleh dengan camat Lubuk Pakam, bahwa untuk pembuatan akta yang dibuat oleh camat, terlebih

dahulu pegawai kantor camat akan terjun memeriksa secara langsung tentang eksistensi bidang tanah tersebut. Berdasarkan berita acara pengukuran di lapangan untuk memperoleh keterangan atau gambaran tentang keadaan tanah yang sebenarnya. Namun tidak semua Camat memeriksa eksistensi bidang tanah yang bersangkutan karena dengan berdasarkan bukti keterangan tanah yang telah ada dapat langsung diterima oleh Camat untuk dijadikan sebagai alat bukti.42

Lain halnya dengan pelaksanaan di kantor notaris, menurut Notaris Parningotan Simbolon, SH, “Notaris tidak perlu mendatangi secara langsung lokasi tanah tersebut, Notaris cukup menerima surat bukti yang sah tentang kepemilikan tanah yang ada”.43

Maka pada saat para pihak datang menghadap notaris hendaklah

memenuhi syarat-syarat yang diperlukan antara lain : 1. Tanda pengenal atau identitas diri para pihak.

2. Surat Kuasa ( apabila penjual atau pembeli diwakili oleh seseorang kuasa ) dan bukti si penerima kuasa.

3. Tanda bukti hak atas tanah.

4. Bukti setoran pajak berupa Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT)

PBB.

42

Hasil wawancara dengan Bapak Drs. Sariguna Tanjung M.si selaku camat Lubuk Pakam, tgl 14 September 2007.

43

Hasil wawancara dengan Bapak Notaris Parningotan Simbolon, SH, tanggal 12 September 2007.

Beberapa syarat tersebut harus di serahkan kepada notaris untuk selanjutnya diteliti guna pemenuhan pembuatan akta Pelepasan Hak dengan Ganti Rugi.

Identitas para penghadap harus dikenal oleh notaris, sebab jika terjadi pemalsuan mengenai diri seseorang dihadapan notaris akan berakibat akta tersebut menjadi batal secara relatif.44

Jika pembeli atau penjual atau keduanya tidak bisa hadir semua dan yang hadir hanya para kuasanya saja, maka diperlukan surat kuasa yang sedapat mungkin dibuat secara otentik setidak-tidaknya kuasa dibawah tangan yang dilegalisir oleh pejabat yang berwenang, terhadap pihak penjual harus dengan kuasa tertulis sedangkan bagi kuasa pembeli dimungkinkan dengan kuasa lisan.

Menurut keterangan dari notaris Reno Yanti, SH, SPN, MKn45, terlebih

dahulu notaris akan meminta identitas diri dari pihak penjual maupun pihak pembeli, identitas para penghadap dapat berupa KTP dan paspor.

Terhadap calon pembeli atau penjual atau keduanya berhalangan atau tidak dapat hadir dihadapan notaris maka dapat dikuasakan pada kuasanya, pihak penerima kuasa harus menyerahkan surat kuasa yang telah dibuat sebagai bukti diri bahwa ia benar telah dikuasakan oleh pihak pemberi kuasa dan sedapat mungkin surat kuasa tersebut dibuat secara otentik, setidak-tidaknya dibuat

44

R. Soegondo Notodisoerjo,1982, Hukum Notariat di Indonesia Suatu Penjelasan, CV. Rajawali, Jakarta, 1982, hal. 148.

dengan surat kuasa dibawah tangan yang telah dilegalisir oleh notaris. Surat kuasa ini harus tertulis (bukan lisan) terlebih lagi bagi pihak penjual, sedangkan bagi kuasa pembeli dapat dengan kuasa lisan sebagaimana menurut penjelasan tersebut diatas.

Pemegang hak atas tanah harus menyerahkan tanda bukti hak atas tanah, salah satunya dengan menyerahkan surat keterangan bahwa tidak ada silang sengketa. Surat silang sengketa ini dikeluarkan Lurah setempat yang diketahui oleh Camat sebagai bukti bahwa tanah yang akan dijual berada dalam keadaan tidak bersengketa. Dalam hal ini Lurah dapat mengeluarkan silang sengketa jika diminta oleh sipenjual.

Mengenai berlakunya surat keterangan silang sengketa, Camat Lubuk

Pakam46 menjelaskan bahwa pengeluaran surat keterangan silang sengketa atas

tanah tidak ada dasar hukumnya, surat tersebut hanya bersifat keterangan mengenai keadaan fisik tanah di lapangan yang diketahui oleh Lurah maupun Camat. Akan tetapi surat keterangan silang sengketa ini sering digunakan sebagai salah satu alat bukti kepemilikan tanah oleh pemiliknya.

Dapat disebutkan bahwa dasar hukum berlakunya surat keterangan silang sengketa tidak secara jelas disebutkan dalam perundang-undangan yang berlaku sekarang ini karena pada mulanya surat keterangan silang sengketa hanya diatur

46

Hasil wawancara dengan Bapak Drs. Sariguna Tanjung, MSi, Camat Lubuk Pakam, tgl 14 September 2007.

secara tersirat didalam Pasal 198 HIR berlaku di Jawa dan Madura dan Pasal 213

R.Bg untuk daerah luar Jawa dan madura.47

Surat keterangan silang sengketa ini untuk pelaksanaannya berguna terhadap:

1. Pihak penjual

Untuk menunjukkan itikad baik bahwa benar objek hak atas tanah yang hendak dijual tidak dalam keadaan sengketa.

2. Pihak pembeli

Pihak pembeli juga mempunyai itikad baik terhadap pihak penjual bahwa pihak pembeli percaya atau membenarkan surat keterangan silang sengketa yang diterbitkan oleh Lurah (dikuatkan oleh Camat) merupakan salah satu syarat akan kebenaran dari keadaan tanah yang hendak dijual.

3. Pejabat Notaris terhadap pihak ketiga.

Bahwa notaris telah melakukan tugasnya menjaga kebenaran akan bukti-bukti yang di perlukan dalam perjanjian peralihan hak atas tanah.

47

Menurut Mr. Trsina, Komentar HIR, Pradnya Paramita, Jakarta, hal. 177, Pasal 198/Pasal 213 R.Bg, yaitu: (1) jika barang yang tidak bergerak disita maka berita acara penyitaan itu diumumkan kepada umum, apabila jika barang tidak bergerak itu sudah didaftarkan berdasarkan ordonansi pendaftaran pemindahan hak milik atas barang tidak bergerak dan pendaftaran Hypotheek di Indonesia (S.1834-27) dengan menyalin berita itu dalam daftar yang tersebut pada Pasal 50 dari peraturan tentang menjalankan undang-undang baru dan perubahan untuk itu (S.1848-10) jika tidak diftarkan menurut Ordonansi yang tersebut di atas itu dengan menyalin berita acara itu dalam daftar yang disediakan untuk maksud itu di kantor Panitera Pengadilan Negeri, dalam kedua hal itu dengan menyebut jam, hari, bulan dan tahun itu harus disebut oleh Panitera dalam surat asli yang diberikan kepadanya, (2) selain itu haruslah orang yang diperintahkan menyita barang itu menyuruh kepada Kepala Desa atau Kampung supaya tentang penyitaan barang itu diumumkan di tempat itu menurut

Maka dalam kenyataan sehari-hari oleh masyarakat surat keterangan silang sengketa ini masih tetap berlaku dan hanya diperlukan untuk pembuatan peralihan hak atas tanah yang belum bersertipikat melalui Akta Notaris maupun SK Camat.

Begitu juga dengan bukti lainnya, misalnya meminta keterangan dari kantor Badan Pertanahan Nasional, apakah tanah tersebut merupakan sebidang tanah Negara yang sedang dalam proses penyitaan atau tidak. Namun untuk meminta Surat Keterangan ini hanya sedikit masyarakat yang mau melakukannya karena disamping prosesnya lama, biaya yang dibutuhkan juga mahal.

Sebelum berlakunya Undang-undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan, disingkat PBB, terhadap tanah-tanah yang belum bersertipikat hanya dibuktikan dengan kohir atau petok yaitu surat keterangan Pajak (Ipeda dan Ireda) dan bukan bukti tentang hak atas tanah. Pada umumnya masyarakat tidak mempunyai bukti lain atas hak tanah yang dimilikinya, maka petok atau girik ini diterima sebagai bukti pengganti tentang pemilikan tanah tersebut.48

Dalam praktek-praktek, surat setoran PBB ini sangat diperlukan untuk dijadikan dasar penentuan besarnya harga transaksi dari objek tanah yang akan dijual, yaitu berdasarkan besarnya Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang tertera. Para pihak dapat dengan mudah menentukan besarnya harga transaksi jual beli tanah tersebut.

48

Bukti setoran PBB ini juga membantu para pihak baik itu pembeli maupun Notaris untuk mengetahui bahwa pihak penjual telah membayar kewajiban perpajakannya ke kas Negara. Berdasarkan setoran PBB ini juga dapat diketahui ukuran luas tanah dan bangunannya, sehingga akan lebih menguatkan kebenaran

bukti lainnya.49 Setelah semua persyaratan terpenuhi, maka Notaris dapat

membuatkan aktanya dengan memperhatikan substansi yang penting dari isi akta, diantaranya kesesuaian dengan tanggal pembuatan akta tersebut, identitas dan kedudukan para pihak di dalam akta tersebut, keadaan dari objek jual beli, maksudnya apakah peralihan hak atas tanah tersebut juga disertakan dengan bangunan yang berada diatas tanah tersebut, atau apakah hanya terhadap hak atas tanahnya saja atau hanya bangunan saja.

Di dalam akta harus dijelaskan tentang bagaimana keadaan tanah dan bangunannya sehingga pihak lainnya dapat mengetahui tentang keadaan objek jual belinya. Begitu juga dengan isi pasal-pasal yang terdapat di dalam akta. Setelah Notaris selesai membuat aktanya, dihadapan para pihak yang juga dihadiri oleh dua orang saksi, Notaris membacakan dan menjelaskan isi dari akta Pelepasan Hak Dengan Ganti Rugi ini dengan maksud para pihak dan saksi-saksi dapat mengerti isi akta yang telah dibuat Notaris.

49

Jika terdapat perbedaan besarnya harga yang tertera di dalam Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) dengan surat bukti hak atas tanah yang dihubungkan dengan besarnya harga transaksi antara pihak penjual dan pihak pembeli, maka Notaris hendaknya menanyakan kepada para pihak bahwa harga manakah yang akan diberlakukan sebagai harga transaksi di dalam akte karena

Setelah para pihak dan saksi-saki telah mengetahui isi akta tersebut lalu para pihak, saksi-saksi dan Notaris menandatangani akta tersebut. Minuta akta akan disimpan oleh Notaris, sedangkan salinan aktanya hanya dapat diserahkan kepada pihak pembeli saja karena dalam hal ini pihak pembeli diartikan sebagai pihak yang memperoleh hak atas peralihan hak atas tanah tersebut sehingga kepadanya diperlukan akta otentik sebagai alat bukti telah terjadinya perbuatan hukum jual beli dihadapan Notaris. Sedangkan kepada pihak penjual tidak diserahkan salinan aktanya karena pihak penjual dianggap telah menyerahkan atau melepaskan hak-haknya atas tanah tersebut.

2. Kewenangan Notaris dapat Melakukan Pembuatan Akta Pelepasan Hak