• Tidak ada hasil yang ditemukan

C. Pajak Rokok

3. Kewenangan Pemda Provinsi

Berdasarkan uraian pada huruf A di atas, sistem pemungutan pajak rokok menggunakan sistem Self Assesment yaitu wajib pajak menghitung dan membayar sendiri jumlah pajak yang terutang yang dilakukan bersamaan dengan pembayaran cukai rokok. Ditjen Bea Cukai hanya bertugas melakukan verifikasi tentang kebenaran jumlah pajak yang dibayar dan menyampaikan laporannya kepada Ditjen Perimbangan Keuangan.

Selanjutnya Ditjen Perimbangan Keuangan menetapkan keputusan mengenai proporsi pembagian hasil pendapatan pajak rokok untuk masing-masing provinsi berdasarkan rasio jumlah penduduk provinsi terhadap jumlah penduduk nasional. Penyetoran hasil pajak rokok kepada daerah provinsi dilakukan per triwulan dan dibayarkan pada bulan pertama bulan berikutnya.

Berdasarkan Pasal ... UU PDRD jo Pasal 33 ayat (1) PP KUPD, hasil pendapatan pajak rokok yang diterima daerah provinsi dibagi hasilkan kepada provinsi dan Kabupaten/Kota dengan propporsi sebagai berikut :

a. Provinsi : 30 %

Pembayaran hasil pajak rokok kepada Kabupaten/Kota dilakukan oleh daerah provinsi yang bersangkutan.

Dengan demikian wewenang daerah provinsi dalam pajak rokok meliputi : 1. membagi hasilkan pendapatan pajak rokok kepada daerah Kabupaten/Kota. 2. melakukan penagihan kepada wajib pajak rokok, dalam hal wajib pajak tidak

melunasi/terdapat kekurangan pembayaran.

Meskipun kantor bea cukai mempunyai kewenangan untuk melakukan penelitian atas kebenaran jumlah pajak rokok yang terutang akan tetapi wewenang penagihannya menjadi kewenangan pemerintah daerah provinsi.

Apabila mencermati Permenkeu No. 115/KMK.07/2013 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Permenkeu No. 11/KMK.07/2017, terjadinya kekurangan bayar atau tidak membayar pajak rokok. sangat kecil kemungkinannya mengingat pembayaran pajak rokok dilakukan bersamaan dengan pembayaran cukai. Dalam hal terjadi kekurangan pembayaran pajak, Bea Cukai akan menunda/tidak memberikan pelayanan pita cukai sampai dilunasinya pajak rokok.

D. PBBKB

Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (selanjutnya disebut PBBKB) adalah pajak atas penggunaan bahan bakar kendaraan bermotor.3 Bahan bakar kendaraan bermotor adalah semua jenis bahan bakar cair atau gas yang digunakan untuk kendaraan bermotor.4 Berdasarkan ketentuan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (selanjutnya disebut UU PDRD) termasuk jenis pajak provinsi, artinya, kewenangan memungut PBBKB adalah pada pemerintah provinsi, dalam hal ini Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Selain PBBKB, jenis pajak lainnya yang termasuk pajak provinsi adalah pajak kendaraan bermotor, bea balik nama kendaraan bermotor, pajak air permukaan, dan pajak rokok.

3 Pasal 1 angka 15 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

4 Pasal 1 angka 16 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

PBBKB diatur dalam Bagian Keempat UU PDRD, dari Pasal 16 sampai dengan Pasal 20. PBBKB juga diatur dalam Bab V Pasal 35 sampai dengan Pasal 49 Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 13 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah (selanjutnya disebut Perda 13/2011). PBBKB berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di atas, dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Para Pihak

Berbicara mengenai para pihak dalam perpajakan maka akan berbicara mengenai subjek pajak, objek pajak, dan pemungut pajak. Subjek pajak berbeda dengan wajib pajak. Subjek pajak adalah setiap orang pribadi atau badan yang dapat dikenai pajak, sementara wajib pajak adalah setiap orang pribadi atau badan yang telah memiliki hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Yang menjadi subjek pajak dari PBBKB adalah konsumen bahan bakar kendaraan bermotor. Wajib PBBKB adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan bahan bakar kendaraan bermotor.

Pemungutan PBBKB dilakukan oleh penyedia bahan bakar kendaraan bermotor, yaitu produsen dan/atau importir bahan bakar kendaraan bermotor, baik untuk dijual maupun untuk digunakan sendiri. Berdasarkan Pasal 37 ayat (3) Perda 13/2011, Pemungutan PBBKB dilakukan oleh penyedia bahan bakar kendaraan bermotor adalah produsen dan/atau importir bahan bakar kendaraan bermotor, baik untuk dijual maupun untuk digunakan sendiri yang disebut Wajib Pungut. Kewenangan pelaksanaan penetapan dan persyaratan sebagai Wajib Pungut dilaksanakan oleh Dinas.

2. Objek Pajak

Objek PBBKB adalah bahan bakar kendaraan bermotor yang disediakan atau dianggap digunakan untuk kendaraan bermotor, termasuk bahan bakar yang digunakan untuk kendaraan air.

3. Dasar pengenaan pajak

Dasar pengenaan PBBKB adalah nilai jual bahan bakar kendaraan bermotor sebelum dikenakan pajak pertambahan nilai.

4. Tarif PBBKB

Berdasarkan Pasal 19 ayat (1) UU PDRD, tarif PBBKB paling tinggi sebesar 10%. Berdasarkan Pasal 40 ayat (1) Perda 13/2011, tarif PBBKB ditetapkan sebesar 5%

5. Rumus Penghitungan PBBKB

PBBKB = tarif (5%) X nilai jual bahan bakar kendaraan bermotor

Masa PBBKB adalah satu bulan kalender dan digunakan sebagai dasar untuk menghitung jumlah pajak terutang. PBBKB terutang dalam masa pajak, terjadi pada saat pembayaran bahan bakar kendaraan bermotor kepada penyedia bahan bakar kendaraan bermotor.

6. Wilayah pemungutan

PBBKB dipungut di wilayah tempat bahan bakar dipasarkan.

7. Tata cara pemungutan dan penagihan

Setiap wajib pungut diwajibkan mengisi SPTPD, yang paling kurang memuat: (a) nama dan alamat lengkap wajib pungut; (b) wilayah penyaluran bahan bakar; (c) jenis, harga jual, dan jumlah bahan bakar kendaraan bermotor yang diserahkan oleh penyedia bahan bakar kendaraan bermotor; (d) jumlah PBBKB yang terutang; (e) jenis penggunaan dan volume penjualan. SPTPD dibuat dengan benar dan lengkap, ditandatangani wajib pungut atau kuasanya, dan diserahkan kepada Dinas paling lambat tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya. Wajib pungut menghitung jumlah PBBKB yang harus dibayarkan.

Dalam jangka 5 (lima) tahun sesudah saat terutangnya pajak, Kepala Dinas dapat menerbitkan :

a. SKPDKB dalam hal :

1) Jika berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain, pajak yang terutang tidak atau kurang bayar;

2) Jika SPTPD tidak disampaikan kepada Kepala Dinas dalam jangka waktu 15 (lima belas) hari dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan pada waktunya sebagaimana ditentukan dalam surat teguran; dan

3) Jika kewajiban mengisi SPTPD tidak dipenuhi, pajak yang terutang dihitung secara jabatan;

b. SKPDKBT jika ditemukan data baru dan/atau data yang semula belum terungkap yang menyebabkan jumlah pajak yang terutang; dan

c. SKPDN jika jumlah pajak yang terutang sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.

Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKPDKB sebagaimana yang dimaksud pada poin 1) dikenakan sanksi administratif berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak saat terutangnya pajak.

Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKPDKB sebagaimana yang dimaksud pada poin 2) dikenakan sanksi administratif berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak saat terutangnya pajak dan sanksi administratif berupa kenaikan sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah kekurangan pajak tersebut. Kenaikan tersebut tidak dikenakan jika wajib pajak melaporkan sendiri sebelum dilakukan tindakan pemeriksaan.

Jumlah pajak yang terutang dalam SKPDKB sebagaimana dimaksud pada poin 3) dikenakan sanksi administratif berupa kenaikan sebesar 25%

(dua puluh lima persen) dari pokok pajak ditambah sanksi administratif berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak saat terutangnya pajak.

8. Penyetoran dan sanksi administrasi

PBBKB wajib disetorkan ke kas daerah paling lambat pada tanggal 25 (dua puluh lima) bulan berikutnya dari masa pajak yang terutang setelah berakhirnya masa pajak. Dalam hal tanggal jatuh tempo pembayaran pada hari libur, maka pembayaran dilakukan pada hari kerja berikutnya. Dalam hal terjadi keterlambatan penyetoran PBBKB, maka dikenakan sanksi administratif sebesar 2% (dua persen) setiap bulan dari pajak terutang dengan menerbitkan SKPDKB.

E. Retribusi