• Tidak ada hasil yang ditemukan

4 GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

5 KEWIRAUSAHAAN PETERNAK

Gambaran Umum Lingkungan Usaha Menurut Peternak

Gambaran umum lingkungan usaha menurut peternak akan diceritakan ke dalam dua sub pembahasan. Sub bab pembahasan yang pertama yaitu gambaran umum persaingan usaha. Sub bab pembahasan yang kedua yaitu gambaran umum kedinamisan dalam kegiatan usaha. Hasil input kuesioner mengenai lingkungan usaha dapat dilihat pada Lampiran 2.

Gambaran umum persaingan usaha menurut peternak dapat diceritakan berdasarkan tiga hal. Hal pertama yaitu kemudahan di dalam menebak kegiatan peternak lainnya dalam meningkatkan penjualan. Hal kedua adalah pengaruh perubahan teknologi dalam kualitas hasil. Hal ketiga yakni persepsi peternak

terhadap manfaat yang lebih besar apabila kepemilikan sapi laktasi lebih dari 10 ekor.

Berdasarkan Lampiran 2, tidak ada responden mengemukakan bahwa tindakan peternak lainnya sulit ditebak dalam meningkatkan penjualan, 44.76 persen peternak responden menjawab tidak tahu apakah tindakan peternak lainnya dalam meningkatkan penjualan dapat ditebak dengan mudah atau tidak, dan sisanya yaitu sebanyak 55.24 persen peternak mengemukakan bahwa tindakan peternak lainnya mudah ditebak dalam meningkatkan penjualan. Dengan

demikian berdasarkan kuesioner sebagian besar peternak responden

mempersepsikan bahwa tindakan peternak lainnya tidak sulit ditebak dalam meningkatkan penjualan.

Berdasarkan Lampiran 2, sebanyak 88.57 persen peternak responden menjawab bahwa perubahan teknologi sangat mempengaruhi akan kualitas hasil, 8.57 persen peternak responden menjawab tidak tahu apakah perubahan teknologi sangat mempengaruhi akan kualitas hasil, dan sisanya yaitu sebanyak 2.86 responden menjawab bahwa perubahan teknologi tidak mempengaruhi kualitas hasil. Dengan demikian, sebagian besar peternak responden mempersepsikan bahwa perubahan teknologi sangat mempengaruhi kualitas hasil.

Berdasarkan Lampiran 2, sebanyak 81 persen peternak responden mempersepsikan bahwa jumlah kepemilikan sapi laktasi lebih dari 10 ekor akan menghasilkan manfaat lebih, dan sisanya yaitu 19 persen peternak responden mempersepsikan bahwa jumlah kepemilikan sapi laktasi lebih dari 10 ekor akan menghasilkan manfaat lebih. Berdasarkan hal tersebut, maka ditemukan adanya kecenderungan keengganan peternak untuk menambah jumlah kepemilikan sapi laktasi hingga lebih dari 10 ekor. Hal tersebut dikarenakan adanya persepsi peternak yang mengemukakan bahwa biaya pakan cenderung meningkat, sedangkan harga relatif tetap.

Berdasarkan pemaparan tersebut, dapat disimpulkan bahwa persaingan usaha menurut peternak relatif kecil, hal tersebut dikarenakan tindakan peternak lainnya dapat dengan mudah ditebak dalam meningkatkan penjualan. Salah satu langkah yang dapat dilakukan untuk meningkatkan penjualan yaitu dengan merubah teknologi. Perubahan teknologi dapat dilakukan antara lain perbaikan kualitas semen inseminasi buatan, perbaikan mutu konsentrat, dan regenerasi sapi laktasi. Kepemilikan jumlah sapi laktasi hingga lebih dari 10 ekor dipersepsikan oleh peternak responden sebagai suatu kerugian.

Gambaran umum kedinamisan dalam kegiatan usaha yang dilakukan peternak dapat diceritakan berdasarkan stabil atau fluktuasi harga susu yang diterima oleh peternak responden. Berdasarkan Lampiran 2, sebanyak 73.33 persen peternak responden menjawab bahwa harga susu stabil, dan 26.67 persen menjawab tidak tahu, serta tidak adanya responden yang menjawab harga susu

berfluktuatif. Dengan demikian, sebagian besar peternak responden

mempersepsikan bahwa kedinamisan usaha yang dihadapi relatif kecil atau cenderung stabil. Pendapat peternak mengenai lingkungan yang dihadapi dapat dilihat pada Tabel 21.

Tabel 21 Persepsi peternak mengenai lingkungan usaha yang dihadapi

Uraian Persentase Responden

Persaingan Usaha a. Mudah ditebak 55.24 b. Sulit ditebak 0.00 c. Tidak tahu 44.76 Jumlah 100.00 Kedinamisan Usaha a. Stabil 73.33 b. Fluktuatif 0.00 c. Tidak Tahu 26.67 Jumlah 100.00

Gambaran Umum Orientasi Individu Peternak

Pada sub bab ini akan dibahas mengenai orientasi individu peternak yang dapat dilihat dari dua hal. Hal pertama yaitu sikap terhadap kelompok peternak, dan yang kedua yaitu sikap peternak terhadap resiko.

Pemaparan pertama yaitu sikap terhadap kelompok peternak. Berdasarkan kuesioner, sebanyak 62 persen peternak responden memiliki sikap menyukai kebersamaan yang dilakukan di dalam kelompok peternak, dan sisanya yaitu sebanyak 38 persen peternak responden memiliki sikap kurang menyukai kebersamaan yang dilakukan di dalam kelompok peternak. Hasil input kuesioner mengenai sikap terhadap kelompok peternak dapat dilihat pada Lampiran 3.

Selanjutnya yaitu sikap peternak terhadap resiko. Sebanyak 60 persen peternak responden memiliki sikap memperhitungkan resiko di dalam pengambilan keputusan usahanya, dan sisanya yaitu sebanyak 40 persen peternak responden memiliki sikap menghindari resiko di dalam pengambilan keputusan usahanya. Hasil input kuesioner mengenai sikap terhadap kelompok peternak dapat dilihat pada Lampiran 4. Persepsi peternak mengenai sikap terhadap kelompok ternak dan resiko dapat dilihat pada Tabel 22.

Tabel 22 Orientasi individu peternak

Uraian Persentase Responden

Sikap terhadap kelompok ternak

a. Suka 62.00 b. Tidak suka 38.00 c. Tidak tahu 0.00 Jumlah 100.00 Kedinamisan Usaha a. Memperhitungkan resiko 60.00 b. Menghindari resiko 40.00 c. Tidak Tahu 0.00 Jumlah 100.00

Gambaran Umum Karakteristik Peternak

Komposisi Peternak Sapi Perah Menurut Usia Memasuki Wirausaha

Komposisi peternak sapi perah menurut umur digunakan untuk mengetahui sebaran usia ketika peternak memutuskan untuk memasuki wirausaha. Adapun hasil penelitian mengenai komposisi peternak sapi perah menurut umur di Desa

Pandesari dan dapat dilihat pada Gambar 6.

Ket :

1: Usia dibawah 20 tahun 2. 20-25 tahun

3.26-30 tahun 4. 31-35 tahun 5. Di atas 35 tahun

Gambar 6 Komposisi peternak berdasarkan usia memasuki wirausaha Berdasarkan Gambar 6, 27 persen peternak memasuki dunia wiraushaa ketika berusia di bawah 20 tahun, dan 30 persen peternak memasuki dunia wirausaha ketika berusia 20-25 tahun. Dengan demikian, sebagian besar (57 persen) peternak memasuki dunia wirausah ketika berada di usia yang muda. Komposisi Peternak Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Komposisi peternak sapi perah menurut umur digunakan untuk mengetahui kemampuan peternak dalam menerima inovasi dalam kegiatan usahanya. Ketika peternak berada dalam tingkat pendidikan yang tinggi, maka kemampuan peternak dalam menerima inovasi dalam kegiatan usahanya diharapkan juga tinggi. Adapun hasil penelitian mengenai komposisi peternak sapi perah berdasarkan tingkat

pendidikan di Desa Pandesari dapat dilihat pada Gambar 7.

27% 30% 17% 7% 19% 1 2 3 4 5

Gambar 7 Komposisi peternak berdasarkan tingkat pendidikan.

Berdasarkan Gambar 10, sebanyak 88 responden (84 persen) pendidikan

peternak di bawah SMA, sebanyak 16 responden (15 persen) pendidikan peternak di tingkat SMA, dan sebanyak satu responden (satu persen) pendidikan peternak di tingkat sarjana. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan peternak di dalam menerima inovasi relatif rendah, dikarenakan tingkat pendidikan peternak sebagian besar berada pada jenjang pendidikan yang rendah.

Komposisi Peternak Berdasarkan Pengalaman Kerja

Komposisi peternak responden berdasarkan pengalaman kerja dipaparkan dalam dua bagian. Bagian pertama yaitu mengenai jenis pekerjaan yang dilakukan oleh peternak responden sebelum melakukan usaha peternakan, dan bagian kedua yaitu mengenai durasi waktu dari peternak responden bekerja sampai memutuskan untuk memulai usaha peternakan sapi perah.

Jenis pekerjaan yang dilakukan oleh peternak responden sebelum melakukan usaha peternakan dapat diceritakan sebagai berikut. Sebanyak 55 persen peternak responden, sebelum memulai usaha sapi perah, pernah bekerja di luar sektor peternakan, antara lain yaitu bertani (90 persen), dan sisanya 10 persen bekerja sebagai karyawan swasta, buruh bangunan, dan tenaga kerja wanita. Selanjutnya sebanyak 33 persen peternak responden, sebelum memulai usaha sapi perah, memang pernah bekerja di sektor peternakan, khususnya peternakan sapi perah. Sebagian besar dari peternak responden yang pernah bekerja di sektor peternakan merupakan peternak yang mewarisi usaha peternakan sapi perah warisan dari orangtuanya. Selanjutnya sebanyak 12 persen peternak responden mengaku tidak memiliki pekerjaan sebelumnya, antara lain ibu rumah tangga.

Durasi waktu dari peternak responden bekerja sampai memutuskan untuk memulai usaha peternakan sapi perah dapat digambarkan sebagai berikut. Sebanyak 18 persen peternak responden pernah bekerja kurang dari setahun, 22 persen peternak responden pernah bekerja selama 1-3 tahun, 21 persen peternak responden pernah bekerja selama 4-6 tahun, 19 persen peternak responden pernah bekerja selama 7-10 tahun, 14 persen peternak responden pernah bekerja selama

88 16 1 Di bawah SMA SMA Sarjana

11-20 tahun, dan enam peternak responden pernah bekerja selama 21 tahun atau lebih dari 21 tahun.

Komposisi Peternak Berdasarkan Pelatihan

Komposisi peternak responden berdasarkan pelatihan dapat dipaparkan dalam dua bagian. Bagian pertama yaitu mengenai pelatihan usaha yang dilakukan oleh peternak responden sebelum melakukan usaha peternakan, dan bagian kedua yaitu mengenai pelatihan usaha yang dilakukan oleh peternak responden sesudah melakukan usaha peternakan.

Pelatihan usaha yang dilakukan oleh peternak responden sebelum melakukan usaha peternakan dapat diceritakan sebagai berikut. Sebanyak 9.5 persen peternak responden, menerima pelatihan mengenai peternakan sapi. Selanjutnya sebanyak satu persen peternak responden menerima pelatihan usaha di luar peternakan sapi, yaitu pelatihan berkebun. Sisanya yaitu sebanyak 89.5 persen peternak responden tidak menerima pelatihan usaha. Dengan demikian, sebagian besar (89.5 persen) peternak responden belajar usaha peternakan sapi perah secara otodidak atau belajar dari orangtuanya.

Pelatihan usaha yang dilakukan oleh peternak responden sesudah melakukan usaha peternakan dapat digambarkan sebagai berikut. Sebanyak 9.5 persen peternak responden menerima pelatihan usaha, baik itu di sektor peternakan ataupun di sektor lainnya, sisanya yaitu sebanyak 90.5 persen tidak menerima pelatihan usaha apapun setelah memulai usaha peternakan. Dengan demikian, sebagian besar (90.5 persen) peternak responden tidak meningkatkan kemampuan dirinya melalui pelatihan.

Kompetensi Kewirausahaan Peternak Responden

Kompetensi kewirausahaan peternak responden terbagi dalam tiga aspek yaitu kompetensi bidang strategik, teknis, dan kepemimpinan. Rata-rata skor kompetensi untuk masing-masing bidang dapat dilihat pada Tabel 23. Hasil input kuesioner mengenai kompetensi kewirausahaan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 5.

Tabel 23 Rata-rata nilai bidang kompetensi

Uraian Nilai Tingkatan Kompetensi

Kompetensi bidang strategik 1.64 Rendah Kompetensi bidang manajemen teknis 1.96 Sedang Kompetensi bidang kepemimpinan 1.92 Sedang

Kompetensi Umum 1.84 Sedang

Berdasarkan Tabel 23, kompetensi bidang strategik peternak responden berada dalam tingkat rendah. Hal tersebut dapat dilihat antara lain dari sikap peternak responden yang pada umumnya tidak mencari tahu produk olahan susu, dan tidak mengembangkan usaha sapi perahnya ke dalam produk olahan.

Berdasarkan Lampiran 5, indikator strategik yang paling tinggi yaitu suka bertanya kepada penyuluh, dan memandang permasalahan sebagai peluang.

Indikator strategik yang paling rendah adalah kemampuan membuat produk olahan. Indikator strategik yang membuat perbedaan paling tinggi diantara peternak responden yaitu memandang permasalahan sebagai peluang, dan sikap proaktif terhadap perubahan.

Kompetensi bidang teknis peternak responden berada dalam tingkat sedang (Tabel 23). Hal tersebut antara lain dapat dilihat dari manajemen kandang yang baik. Indikator manajemen teknis yang paling tinggi itu adalah tahu dan melaksanakan teknik memerah susu sesuai dengan contoh penyuluh, tahu kemana akan memperbaiki alat teknis, dan menjaga kebersihan kandang. Indikator manajemen teknis yang paling rendah yaitu tidak menggunakan proposal, dan tidak mencatat keuangan. Indikator manajemen teknis yang membuat perbedaan paling tinggi diantara peternak responden yaitu penyimpanan nota keuangan (Lampiran 5).

Kompetensi kepemimpinan peternak responden berada dalam tingkat sedang. Hal tersebut dapat dilihat dari peternak responden dapat memotivasi lingkungan sekitarnya. Indikator kepemimpinan yang paling tinggi yaitu sikap malu apabila meninggalkan rapat. Indikator kepemimpinan yang paling rendah yaitu mengikuti pelatihan. Indikator kepemimpinan yang membuat perbedaan paling tinggi diantara peternak responden yaitu keikutsertaan dalam kegiatan dengan koperasi.

Berdasarkan Tabel 23, Secara umum, skor kompetensi kewirausahaan peternak responden berada dalam tingkat sedang. kompetensi umum kewirausahaan peternak responden bernilai 1.84. Nilai tersebut berada di atas angka satu dan di bawah angka dua. Hal tersebut menggambarkan bahwa secara

penguasaan kompetensi, peternak responden masih berada dalam tahap “Tahu”

atau mengetahui saja hal-hal yang diperlukan dalam meningkatkan usaha ternak sapi perah yang dilakukan. Namun belum sampai ke tahap melakukan usaha- usaha yang dapat meningkatkan keberhasilan usaha ternak sapi perah yang dilakukan.

Komposisi Peternak Berdasarkan Tingkat Produktivitas

Komposisi peternak sapi perah menurut tingkat produktivitas digunakan untuk mengetahui hasil dari kegiatan usaha yang dilakukan oleh peternak sebagai wirausahawan. Adapun hasil penelitian mengenai komposisi peternak sapi perah berdasarkan produktivitasnya di Kecamatan Pujon dapat dilihat pada Tabel 24. Tabel 24 Komposisi peternak berdasarkan produktivitas tahun 2012

Produktivitas (L/Ekor/ Hari )

Jumlah Peternak (orang) Persentase

7 11 10 8 9 9 9 22 21 10 15 14 11 18 17 12 11 10 13 2 2 14 2 2 15 1 1 16 4 4 17 8 8 18 2 2 Total 105 100

Berdasarkan Tabel 24, sebagian besar (21 persen) peternak memiliki rata- rata sebesar sembilan liter / ekor / hari. Rentang produktivitas peternak yang dihasilkan peternak yaitu sebesar 7-18 Liter susu sapi/ ekor / hari. Produktivitas peternak dipengaruhi oleh input (teknologi) yang digunakan oleh masing-masing peternak. Oleh karena itu perlu dilihat apakah input (teknologi) yang digunakan oleh peternak relatif homogen atau tidak melalui nilai simpangan baku dari produktivitas. Semakin kecil simpangan baku, maka input (teknologi) yang digunakan peternak relatif sama. Nilai simpangan baku dapat dilihat pada Tabel 25.

Tabel 25 Nilai rata-rata dan simpangan baku produktivitas peternak

Uraian Jumlah (L/Ekor/Hari)

Rata-Rata Produktivitas 10.78

Simpangan Baku 2.93

Berdasarkan Tabel 25, rata-rata produktivitas peternak yaitu sebesar 10.78 L/ekor/hari, dan simpangan baku yaitu 2.93 liter/ekor/hari. Simpangan baku yang cukup besar mengidentifikasikan bahwa input (teknologi) yang digunakan oleh peternak relatif heterogen. Sebagai contoh penggunaan input teknologi yaitu usia sapi laktasi yang diusahakan. Usia sapi perah berhubungan dengan periode laktasi sapi. Semakin tua usia sapi perah, maka semakin rendah hasil produksi. Simpangan baku yang relatif besar dalam penelitian ini juga disebabkan oleh usia sapi laktasi tidak diteliti.

Komposisi Peternak Berdasarkan Kepemilikan Jumlah Sapi Laktasi

Komposisi peternak responden menurut jumlah kepemilikan sapi laktasi digunakan untuk mengetahui skala usaha yang dilakukan oleh peternak sebagai wirausahawan. Sebanyak 71 persen peternak berada dalam skala usaha kecil (kepemilikan sapi laktasi satu sampai tiga ekor), 22 persen peternak berada dalam skala usaha menengah (kepemilikan sapi laktasi empat sampai enam ekor), dan tujuh persen peternak berada dalam skala usaha besar (kepemilikan sapi laktasi minimal tujuh ekor). Rata-rata kepemilikan jumlah sapi laktasi peternak yaitu sebesar tiga ekor sapi laktasi. Adapun hasil penelitian mengenai komposisi peternak sapi perah berdasarkan kepemilikan sapi laktasi di Desa Pandesari dapat dilihat pada Tabel 26.

Tabel 26 Komposisi peternak berdasarkan kepemilikan jumlah sapi laktasi

Uraian Jumlah (ekor sapi laktasi) Persentase

Skala Kecil (1-3) 75 71

Skala Menengah (4-6) 23 22

Skala Besar (7-9) 7 7

Rata-Rata Kepemilikan 3 100

.

Berdasarkan Tabel 21 sebagian besar (71 persen) peternak berada di dalam

skala pengusahaan yang kecil yaitu 1-3 ekor sapi laktasi. Sisanya yaitu sebanyak 22 persen berada dalam skala pengusahaan yang menengah, dan tujuh persen

berada dalam skala pengusahaan besar. Rata-rata kepemilikan sapi laktasi peternak responden yaitu tiga ekor sapi laktasi.

Analisis SEM Model Awal

Model SEM yang dianalisis pada penelitian ini yaitu model gabungan antara model pengukuran dengan model struktural. Model pengukuran memperlihatkan hubungan antara variabel indikator dengan variabel laten eksogen. Hubungan yang diperlihatkan pada model pengukuran yaitu seberapa kuat variabel indikator dalam mengukur atau merefleksikan setiap variabel laten eksogennya.

Variabel indikator yang ditetapkan dalam penelitian ini yaitu persaingan (X1), kedinamisan, sikap terhadap kelompok peternak (X3), sikap terhadap resiko (X4), usia (X5), pendidikan (X6), pengalaman kerja (X7), pelatihan (X8), strategik (X9), manajemen teknis (X10), kepemimpinan (X11), produktivitas (X11), dan kepemilikan jumlah sapi laktasi. Variabel laten eksogen yang ditetapkan antara lain lingkungan usaha (Y1), orientasi individu (Y2), dan karakteristik (Y3). Model struktural memperlihatkan hubungan antara variabel laten eksogen dengan variabel laten endogen. Variabel laten endogen yang ditetapkan pada penelitian ini yaitu kompetensi kewirausahaan (Y4), dan keberhasilan usaha (Y5).

Secara keseluruhan hubungan antara model pengukuran dengan model struktural didasari oleh teori-teori. Berdasarkan teori-teori yang diterapkan,

kemudian dikembangkan suatu model SEM dalam bentuk path diagram.

Pengembangan path diagram bertujuan untuk mempermudah dalam pemahaman

hubungan antar variabel pada model. Model tersebut kemudian diestimasi untuk memperoleh nilai atau koefisien yang ada dalam model. Hasil SEM yang telah

diestimasi dalam hasil estimasi berupa standardized solution dapat dilihat pada

Ket :

X1 = Persaingan X2 = Kedinamisan

X3 = Sikap terhadap kelompok peternak X4 = Sikap terhadap resiko

X5 = Usia X6 = Pendidikan

X7 = Pengalaman pekerjaan X8 = Pelatihan

X9 = Indikator strategik

X10 = Indikator manajemen teknis X11 = Indikator kepemimpinan X12 = Produktivitas

X13 = Kepemilikan jumlah sapi laktasi Y1 = Lingkungan Usaha

Y2 = Orientasi Y3 = Karakteristik

Y4 = Kompetensi Kewirausahaan Y5 = Keberhasilan Usaha

Gambar 8. Standardized solution model awal.

Berdasarkan Gambar 8, variabel indikator yang memiliki nilai muatan faktor yang lebih dari 0.6 yaitu kedinamisan, sikap peternak terhadap kelompok, sikap peternak terhadap resiko, pengalaman kerja, strategik, manajemen teknis, kepemimpinan, produktivitas, dan skala kepemilikan sapi laktasi. Selain nilai

muatan faktor, uji validitas juga dilakukan dengan menggunakan nilai T-Hitung. Nilai T-Hitung yang diperkenankan yaitu minimal 1.96. Hasil T-Hitung pada model awal yaitu dapat dilihat pada Gambar 9.

Ket :

X1 = Persaingan X2 = Kedinamisan

X3 = Sikap terhadap kelompok peternak X4 = Sikap terhadap resiko

X5 = Usia X6 = Pendidikan

X7 = Pengalaman pekerjaan X8 = Pelatihan

X9 = Indikator strategik

X10 = Indikator manajemen teknis X11 = Indikator kepemimpinan X12 = Produktivitas

X13 = Kepemilikan jumlah sapi laktasi Y1 = Lingkungan Usaha

Y2 = Orientasi Y3 = Karakteristik

Y4 = Kompetensi Kewirausahaan Y5 = Keberhasilan Usaha

Gambar 9. T-Hitung model awal.

Berdasarkan Gambar 9, dari variabel kedinamisan, sikap peternak terhadap kelompok, sikap peternak terhadap resiko, pengalaman kerja, strategik,

manajemen teknis, kepemimpinan, produktivitas, dan kepemilikan jumlah sapi laktasi, variabel produktivitas merupakan variabel yang memiliki T-Hitung dibawah 1.96. Oleh sebab itu variabel produktivitas menjadi tidak valid. Dengan demikian, variabel yang valid untuk digunakan dalam penelitian ini yaitu kedinamisan, sikap peternak terhadap kelompok, sikap terhadap resiko, pengalaman kerja, strategik, manajemen teknis, kepemimpinan, dan kepemilikan jumlah sapi laktasi. Hasil standardized dan muatan faktor variabel dan nilai T- Hitung model awal dapat dilihat pada Tabel 27.

Tabel 27 Nilai muatan faktor dan t-hitung pada variabel indikator model awal

Variabel laten Variabel

indikator Muatan faktor T-hitung Keterangan

Lingkungan Usaha (Y1) X1 0.32 3.08 Tidak valid X2 1.00 13.54 Valid Orientasi Individu (Y2) X3 0.67 7.59 Valid X4 0.66 7.61 Valid Karakteristik (Y3) X5 0.52 5.59 Tidak valid X6 -0.22 -2.58 Tidak valid X7 0.89 6.36 Valid X8 -0.53 -5.43 Tidak valid Kompetensi Kewirausahaan (Y3) X9 0.88 6.95 Valid X10 0.86 8.96 Valid X11 0.91 9.20 Valid Keberhasilan Usaha X12 0.86 0.00 Tidak Valid X13 0.78 8.54 Valid Ket : X1 = Persaingan X2 = Kedinamisan

X3 = Sikap terhadap kelompok peternak X4 = Sikap terhadap resiko

X5 = Usia X6 = Pendidikan

X7 = Pengalaman pekerjaan X8 = Pelatihan

X9 = Indikator strategik

X10 = Indikator manajemen teknis X11 = Indikator kepemimpinan X12 = Produktivitas

Respesifikasi Model

Model awal selanjutnya direspesifikasi dengan cara menghapus variabel yang tidak valid. Dengan demikian, variabel indikator yang terdapat dalam model respesifikasi ini yaitu kedinamisan, sikap terhadap kelompok peternak, sikap terhadap resiko, pengalaman pekerjaan, strategik, manajemen teknis, kepemimpinan, dan harga. Variabel laten yang terdapat dalam model respesifikasi ini tetap sama dengan variabel laten dalam model awal, yaitu lingkungan usaha, orientasi individu, karakteristik, kompetensi kewirausahaan, dan keberhasilan usaha. Adapun variabel laten dan indikator pada model respesifikasi, secara sederhana dapat dilihat pada Tabel 28.

Tabel 28 Variabel laten dan indikator model respesifikasi

No. Variabel Laten Variabel Indikator

1. Lingkungan Usaha (Y1) Kedinamisan (X2)

2. Orientasi Individu (Y2) Sikap terhadap kelompok peternak (X3)

Sikap terhadap resiko (X4)

3. Karakteristik (Y3) Pengalaman Kerja (X7)

4. Kompetensi Kewirausahaan (Y4) Strategik (X9)

Manajemen Teknis (X10) Kepemimpinan (X11)

5. Keberhasilan Usaha (Y5) Kepemilikan jumlah sapi laktasi (X13)

Selanjutnya model respesifikasi diolah kembali kedalam LISREL 8.8.

Sehingga diperoleh hasil standardized solution, seperti pada gambar 10.

Berdasarkan Gambar 10, muatan faktor pada semua variabel indikator, dalam model respesifkasi bernilai di atas 0.6.

Keterangan :

X2 = Kedinamisan

X3 = Sikap terhadap kelompok peternak X4 = Sikap terhadap resiko

X7 = Pengalaman pekerjaan X9 = Indikator strategik

X10 = Indikator manajemen teknis X11 = Indikator kepemimpinan

X13 = Kepemilikan jumlah sapi laktasi

Selanjutnya semua variabel tersebut dihitung nilai t-hitungnya. Hasil T- hitung variabel indikator model resifikasi dapat dilihat pada Gambar 11. Berdasarkan Gambar 11, maka semua t-hitung pada variabel indikator pada model resifikasi bernilai lebih dari 1.96.

Keterangan :

X2 = Kedinamisan

X3 = Sikap terhadap kelompok peternak X4 = Sikap terhadap resiko

X7 = Pengalaman pekerjaan X9 = Indikator strategik

X10 = Indikator manajemen teknis X11 = Indikator kepemimpinan

X13 = Kepemilikan jumlah sapi laktasi

Gambar 11. T-hitung model resifikasi

Berdasarkan Gambar 10, dan Gambar 11 maka nilai muatan faktor pada semua variabel indikator pada model respesifikasi berada di atas 0.6,dan t-hitung pada variabel indikator pada model resifikasi bernilai lebih dari 1.96. Oleh karena itu kesemua variabel indikator pada model repesifikasi dikatakan valid, dan dapat dilanjutkan dengan uji reliabilitas. Hasil standardized dan muatan faktor variabel dan nilai T-Hitung model awal dapat dilihat pada Tabel 29.

Tabel 29 Nilai muatan faktor dan t-hitung pada variabel indikator model respesifikasi

Variabel Laten Variabel

Indikator Muatan Faktor T-Hitung Keterangan

Lingkungan Usaha (Y1) X2 1.00 14.13 Valid

Orientasi Individu (Y2) X3 0.67 8.09 Valid

X4 0.67 7.79 Valid

Karakteristik (Y3) X7 1.00 14.43 Valid

Kompetensi

Kewirausahaan (Y3)

X9 0.87 6.69 Valid

X10 0.84 7.78 Valid

X11 0.91 7.97 Valid

Keberhasilan Usaha X13 1.00 5.88 Valid

Ket :

X2 = Kedinamisan

X3 = Sikap terhadap kelompok peternak X4 = Sikap terhadap resiko

X7 = Pengalaman pekerjaan X9 = Indikator strategik

X10 = Indikator manajemen teknis X11 = Indikator kepemimpinan

X13 = Kepemilikan jumlah sapi laktasi

Variabel indikator pada model respesifikasi diuji reliabilitasnya dengan

menggunakan nilai CR dan VE. Variabel dikatakan reliable jika CR lebih dari 0.6

dan VE lebih dari 0.4 . Nilai CR dan VE pada masing-masing variabel indikator dapat dilihat pada Tabel 30. Berdasarkan Tabel 30, seluruh variabel indikator

yang terdapat dalam model respesifikasi adalah reliable.

Tabel 30 Nilai CR dan VE model respesifikasi Uraian Muatan

faktor

Muatan faktor2

Error Jumlah muatan faktor2 Construct reliability (CR) Variance extracted (VE) X2 1.00 1.00 0.00 1.00 1.00 1.00 Jumlah 1.00 1.00 0.00 X3 0.67 0.45 0.55 1.80 0.62 0.45 X4 0.67 0.45 0.55 Jumlah 1.34 0.90 1.10 X7 1.00 1,00 0.00 1.00 1.00 1.00 Jumlah 1.00 1.00 0.00 X9 0.87 0.76 0.24 6.86 0.91 0.76 X10 0.84 0.71 0.30 X11 0.91 0.83 0.17 Jumlah 2.62 2.30 0.71 X13 1.00 1.00 0.01 1.00 0.99 0.99 Jumlah 1.00 1.00 0.01 Ket : X2 = Kedinamisan

X3 = Sikap terhadap kelompok peternak X4 = Sikap terhadap resiko

X7 = Pengalaman pekerjaan X9 = Indikator strategik

X10 = Indikator manajemen teknis X11 = Indikator kepemimpinan X13 = Kepemilikan jumlah sapi laktas

Uji Kecocokan Model Respesifikasi

Model respesifikasi selanjutnya akan diperiksa tingkat kecocokan keseluruhan model agar dapat diperoleh kesimpulan apakah model dapat diterima atau tidak. Berdasarkan uji kecocokan keseluruhan model, model respesifikasi

berada dalam kondisi good fit dapat diterima dan kemudian dapat

diintrepretasikan. Hasil uji kecocokan keseluruhan model respesifikasi dapat dilihat pada Tabel 31. Berdasarkan Tabel 31, model resifikasi dapat diterima dan diintrepretasikan. Hasil olahan SEM model respesifikasi lainnya dapat dilihat pada Lampiran 6.

Tabel 31 Uji kecocokan keseluruhan model respesifikasi

Uraian Cutt-off-Value Hasil Keterangan

Significance Probability(P-value) 0.5 0.96 Good Fit

RMR(Root Mean Square Residual) 0.05 0.03 Good Fit

RMSEA(Root Mean square Error of

Approximation) 0.05 0.00 Good Fit

Dokumen terkait