• Tidak ada hasil yang ditemukan

Khalifah Ali Bin Abi Thalib

Dalam dokumen SEJARAH PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM (2) (Halaman 66-73)

a. Kelahiran Ali bin Abi Thalib

Ali bin Abi Thalib yang kunniyat-nya adalah Abul Hasan, dilahirkan pada tahun Gajah ke-13. Ali keponakan Rasulullah Saw dan dari suku Bani Hasyim, yang dipercaya menjadi penjaga tempat suci Ka’bah. Ali menikah dengan putri Rasulullah Fatimah Az-Zahra dikaruniai dua putra Hasan dan Husein. Ali Bin Abi Thalib ditakdirkan menjalankan kepala pemerintahan melalui masa-masa paling kritis berupa pertentangan antar kelompok.88

Ali adalah putra Abi Thalib ibn Abdul Muthallib. Ia adalah

87

Ibid, hlm. 106.

sepupu Nabi Saw dan juga menantu Rasulullah Saw karena menikahi Fatimah putri Nabi Saw, ia telah ikut bersama Rasulullah Saw dan tinggal di rumahnya sejak bahaya kelaparan mengancam kota Mekah. Diusianya yang sangat muda Ali sudah masuk Islam dan juga termasuk orang yang pertama masuk Islam dari golongan pria. Pada waktu Nabi Saw mendapat wahyu pertama Ali masih berumur 13 tahun menurut pendapat A.M. Saban, sedangkan menurut pendapat Mahmudunnasir, Ali berumur 9 tahun.89

b. Pengangkatan Ali bin Abi Thalib

Penobatan Ali menjadi khalifah tidak semulus dari penobatan ketiga khalifah sebelumnya. Ali dibaiat di tengah- tengah situasi berkabung atas meninggalnya Utsman, pertentangan, kekacauan, serta kebingungan umat Islam Madinah. Sebab, kaum yang memberontak dan membunuh Utsman mendaulat Ali agar bersedia dibaiat menjadi khalifah. Setelah Utsman terbunuh, kaum pemberontak mengunjungi para sahabat senior satu persatu yang ada di kota Madinah, seperti halnya Ali bin Abi Thalib, Thalhah, Zubair, Saad bin Abi Waqqas dan Abdullah bin Umar bin Khaththab agar mau menjadi khalifah, namun mereka menolak. Akan tetapi, baik kaum pemberontak ataupun kaum anshar dan Muhajirin lebih menginginkan Ali menjadi khalifah. Ia beberapa kali didatangi oleh kelompok- kelompok tersebut untuk di minta supaya bersedia dibaiat menjadi khalifah, namun Ali menolaknya, ia mengharapkan agar permasalahan itu diselesaikan lewat musyawarah dan mendapat persetujuan dari sahabat-sahabat senior terkemuka. Setelah masa rakyat menjelaskan bahwa umat Islam perlu segera memiliki pemimpin agar tidak terjadi kekacauan yang lebih besar, akhirnya Ali menerima dibaiat menjadi khalifah.90

Ali bin Abi Thalib dibaiat oleh mayoritas rakyat dari Muhajirin dan Anshar serta para tokoh sahabat, seperti Thalhah dan Zubair. Namun ada beberapa orang sahabat senior, seperti

89

Samsul Munir Amin. 2015. Sejarah Peradaban Islam. hlm. 109.

Abdullah bin Umar bin Khaththab, Muhammad bin Maslamah, Saad bin Abi Waqqas, Hasan bin Tsabit, dan Abdullah bin Salam yang pada waktu itu berada di Madinah tidak mau ikut membaiat Ali. Ibn Umar dan Saad misalnya, beralasan baru bersedia berbaiat kalau seluruh rakyat sudah berbaiat. Mengenai Thalhah dan Zubair diriwayatkan, mereka berbaiat secara terpaksa. Riwayat lain mengungkapkan mereka bersedia membaiat jika mereka diangkat menjadi gubernur di Kufah dan Basrah. Riwayat lain pula menyatakan, Thalhah dan Zubair bersama kaum Anshar dan Muhajirinlah yang meminta kepada Ali agar bersedia dibaiat menjadi khalifah. Mereka mengatakan bahwa mereka tidak mempunyai pilihan lain, kecuali memilih A1i. Dapat di simpulkan, Ali tidak dibaiat oleh kaum muslim secara aklamasi. Dikarenakan banyak sahabat senior saat itu tidak berada di kota Madinah, mereka tersebar di wilayah-wilayah taklukan baru, dan wilayah Islam sudah meluas ke luar kota Madinah, jadi umat Islam tidak hanya berada di tanah Hijaz (Mekah, Madinah, dan Thaif), namun sudah tersebar di Jazirah Arab dan bahkan di luarnya. Salah seorang tokoh yang menolak mentah-mentah untuk membaiat Ali dan menunjukkan sikap keras kepala adalah Muawiyah bin Abi Sufyan, keluarga Utsman dan Gubernur Syam. Alasan yang mereka jelaskan karena menurutnya Ali bertanggung jawab atas terbunuhnya Utsman.

c. Kebijakan Pemerintahan

Yang pertama kali dilakukan Khalifah Ali setelah dibaiat menjadi khalifah adalah mengambil kembali seluruh tanah yang telah diberikan Khalifah Utsman kepada para kerabatnya kepada negara serta mengganti seluruh gubernur yang dibenci rakyat, diantaranya Ibnu Amir sebagai penguasa Bashrah digantikan oleh Utsman bin Hanif, Gubernur Mesir yang dijabat oleh Abdullah digantikan jabatannya oleh Qays, Gubemur Syiria, Muawiyah juga diharapkan meletakkan jabatan, tetapi dia menolak, bahkan ia tidak mengakui kekhalifahan Ali.91

Pemerintahan Khalifah Ali yang hanya berlangsung selama enam tahun selalu diwarnai ketidakstabilan dikarenakan banyaknya pemberontakan dari kelompok-kelompok umat muslim. Pemberontakan pertama kali dilakukan Thalhah dan Zubair serta diikuti oleh Siti Aisyah yang kemudian terjadilah Perang Jamal. Dikatakan perang jamal, karena Siti Aisyah waktu itu menunggangi unta pada perang melawan Ali. Pemberontakan yang kedua berasal dari Muawiyah, yang menolak menyerahkan jabatan, bahkan ia menobatkan dirinya setingkat dengan khalifah walaupun ia cuma sebagai Gubernur Syiria, yang berakhir pada perang Shiffin.92 Dengan banyaknya pemberontakan dan

berkurangnya sebagian pendukung Ali, tidak sedikit pengikut Ali yang gugur dan hilangnya sumber perekonomian dari Mesir, karena dikuasai oleh Muawiyah. Masalah ini menjadikan kharisma dan wibawah khalifah mulai menurun, sedangkan kekuatan Muawiyah semakin bertambah dan kuat. Hal ini memaksa Khalifah Ali menyetujui perdamaian dengan Muawiyah.

d. Sistem Ekonomi Pemerintahan Ali bin Abi Thalib

Setelah Ali bin Abi Thalib diangkat sebagai khalifah keempat oleh segenap umat muslim, Ali bin Abi Thalib segera mengambil tindakan, seperti memberhentikan sejumlah pejabat yang korupsi, dan membuka kembali lahan pertanian yang sudah diberikan kepada orang-orang terdekat Utsman, dan mendistribusikan pendapatan pajak pertahun sesuai dengan peraturan yang telah ditentukan oleh Umar ibn Al-Khaththab.93

Meskipun memimpin dalam pemerintahan yang tidak stabil dikarenakan berbagai pemberontakan, Khalifah Ali bin Abi Thalib tetap bertahan dan berusaha untuk melakukan berbagai kebijakan yang bisa peningkatan kesejahteraan umat Islam. Dalam sebuah riwayat, Ali bin Abi Thalib dengan sukarela tidak menerima dana bantuan Baitul mal, bahkan menurut sebuah riwayat lain, Ali menyumbangkan hartanya sebesar 5.000 dirham setiap tahun.

92

Adiwarman Azwar Karim. 2014 . Sejarah Pemikiran Ekonomi...., hlm. 82

Kehidupan Ali sangat sederhana jauh dari kemewahan dan sangat hati-hati dalam membelanjakan keuangan negara. Di sebuah riwayat, Aqil saudaranya pernah mendatangi Khalifah Ali bin Abi Thalib untuk memohon bantuan keuangan dari Baitul mal. Namun Ali menolak permohonan tersebut. Riwayat yang lain, Khalifah Ali dikabarkan pernah memenjarakan Gubernur Ray yang telah dianggap melakukan penggelapan uang negara.94

Pada pemerintahannya, Khalifah Ali bin Abi Thalib menentukan pajak terhadap pemilik hutan sebesar 4.000 dirham serta mengizinkan Ibnu Abbas, Gubernur Kufah, mengumpulkan zakat pada sayuran segar yang akan digunakan sebagai bumbu masakan. Seperti yang telah dibahas, Ali tidak pernah mengikuti pertemuan Majelis Syura di Jabiya yang dilakukan oleh Khalifah Umar untuk memusyawarahkan bermacam hal penting yang berkaitan dengan status tanah-tanah taklukan. Pertemuan itu menentukan untuk tidak mendistribusikan semua pendapatan

Baitul mal, akan tetapi menyimpan sebagian untuk sebagai

cadangan. Ali juga tidak menyetujui seluruh hasil pertemuan itu. Oleh sebab itu, ketika menjabat sebagai khalifah, Ali mendistribusikan semua penghasilan dan provisi yang ada di Baitul mal Madinah, Basrah, dan Kufah. Ali ingin mendistribusikan harta Baitul mal yang ada di Sawad, namun tidak dilakukannya demi menjauhi terjadinya perselisihan diantara umat muslim.95

Pada masa kepemimpinan Ali bin Abi Thalib, prinsip yang palimg utama dari pemerataan distribusi uang rakyat sudah diperkenalkan. Sistem distribusi setiap pekan sekali untuk pertama kalinya dilakukan. Hari pendistribusian atau hari pembayaran adalah hari Kamis. Pada hari itu, seluruh penghitungan harus diselesaikan dan pada hari Sabtu dimulai penghitungan yang baru.96

Pada masa Khalifah Ali bin Abi Thalib, biaya pengeluaran sama dengan masa pemerintahan Khalifah Umar. Pengeluaran

94 Nur Chamid. 2010. Jejak Langkah Sejarah..., hlm. 101. 95

Euis Amalia. 2010. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. hlm. 97.

untuk biaya angkatan laut yang sudah ditambah jumlahnya pada masa kekhalifahan Utsman bin Affan hampir seluruhnya dihilangkan dikarenakan sepanjang garis pantai Syiria, Palestina, dan Mesir berada di bawah kekuasaan Muawiyah. Meskipun demikian, dengan adanya penjaga malam dan patroli yang telah terbentuk semenjak masa pemerintahan Khalifah Umar, Ali membuat tim polisi yang terorganisasi secara resmi yang disebut

syurthah dan juga pemimpinnya diberi gelar Shahibus Syurthah.

Fungsi lainnya dari Baitul mal juga tetap sama dan tidak ada perkembangan signifikan aktivitas yang berarti. Khalifah Ali mempunyai konsep yang nyata tentang pemerintahan, administrasi umum dan persoalan-persoalan yang berhubungan dengannya. Konsep ini dijelaskan pada suratnya yang terkenal dan ditujukan kepada Malik Ashter bin Harits sebagai berikut :

1) Tugas kewajiban serta tanggung jawab para penguasa dalam mengatur berbagai prioritas pelaksanaan dispensasi keadilan, 2) Pengawasan terhadap para pejabat tinggi dan staf-stafnya, 3) Kelebihan dan kekurangan para jaksa, hakim, dan abdi

hukum lainnya,

4) Pendapatan pegawai administrasi dan pengadaan bendahara, 5) Hubungan dengan masyarakat sipil, lembaga peradilan, dan

angkatan perang,

6) Kesejahteraan para prajurit dan keluarga mereka dan diharapkan berkomunikasi langsung dengan masyarakat melalui pertemuan terbuka, terutama dengan orang-orang miskin, orang-orang yang teraniaya, dan para penyandang cacat,

7) Instruksi untuk melawan korupsi dan penindasan, mengontrol pasar, dan memberantas para tukang catut laba, penimbun barang, dan pasar gelap.97

Mulai dari masa Abu Bakar sampai kepada Ali bin Abi Thalib dinamakan periode Khilafah Rasyidah. Para khalifahnya disebut Al-Khulafa’ Al-Rasyidun. Ciri masa ini adalah para khalifah

betul-betul menurut teladan Nabi. Mereka dipilih melalui proses musyawarah yang dalam istilah sekarang disebut demokratis. Setelah periode ini, pemerintahan Islam berbentuk kerajaan. Kekuasaan diwariskan secara turun menurun. Selain itu, seseorang khalifah pada masa Khilafah Rasyidah, tidak pernah bertindak sendiri ketika negara menghadapi kesulitan. Mereka selalu bermusyawarah dengan pembesar-pembesar yang lain. Sedangkan khalifah-khalifah sesudahnya sering bertindak otoriter.98

BAB IV

SEJARAH PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM PADA MASA BANI UMAYYAH

Dalam dokumen SEJARAH PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM (2) (Halaman 66-73)