• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemikiran Ekonomi Ibn Miskawaih (330 H/940 M-

Dalam dokumen SEJARAH PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM (2) (Halaman 155-159)

421 H/1030 M)

a. Riwayat Hidup

Abu Ali Al-Kasim Ahmad (Muhammad) bin Yaqub bin Miskawaih atau nama besarnya Ibnu Miskawaih adalah ilmuan Islam yang lahir di Rayy, dia menuntut ilmu dan mematangkan pengetahuannya di Baghdad. Beliau wafat di Isfahan. Beliau banyak mempelajari cabang ilmu pengetahuan dan filsafat, tetapi dia lebih memfokuskan perhatiannya pada persoalan ilmu

218

Adiwarman Azwar Karim. 2014. Sejarah Pemikiran Ekonomi...., hlm. 290.

sejarah dan akhlak. Guru yang mendidiknya dalam bidang ilmu sejarah adalah Abu Bakr Ahmad bin Kamil Al-Qadi, sedangkan yang mendidiknya dalam bidang ilmu filsafat adalah Ibnu Al-Khammar. Ahmad ibn Muhammad ibn Ya’qub yang nama keluarganya Miskawaih, disebut pula dengan nama Abu Ali Al- Khazim.220

Dalam sejarah ilmuan Islam belum dapat dipastikan apakah sebenarnya Miskawaih itu bagian dari namanya sendiri atau karena dia adalah anak Miskawaih. Beberapa orang berpendapat seperti Margoliouth dan Bergstrasser mereka meyakini pada alternatif pertama, sedangkan yang lainnya, seperti Brockelmann, sangat menyakini alternatif kedua yaitu anak dari Miskawaih. Yaqut berkata bahwa dia mula-mula beragama Majusi, dan kemudian dia memeluk Agama Islam. Miskawaih sebagaimana tergambar pada namanya adalah putra seorang muslim, yang bernama Muhammad.

Ibn Miskawaih belajar mendalami ilmu sejarah, terutama kitab Tarikh Ath-Thabari, kepada Abu Bakr Ahmad ibn Kamil Al- Qadhi tahun 350 H/960 M. Dia juga berguru kepada Ibn Al- Khammar, adalah mufasir terkenal yang menguasai karya-karya Aristoteles, adalah gurunya dalam ilmu-ilmu filsafat. Miskawaih juga mendalami al-kimia bersama Abu Ath-Thayyib Ar-Razi salah seorang ahli ilmu alkimia. Dari sebagian penjelasan Ibn Sina dan At-Tauhidi sangat jelas bahwa mereka beranggapan bahwa Ibn Miskawaih tidak mampu untuk berfilsafat. sedangkan Iqbal, sebaliknya berpendapat bahwa Ibn Miskawaih adalah salah satu orang pemikir teistis, moralis, serta sejarawan.

Miskawaih juga sempat bekerja sebagai pustakawan selama puluhan tahun bersama beberapa orang wazir dan amir bani Buwaihi, yaitu bersama Abu-Fadhl ibn Al-‘Amid tahun 360 H/970 M sebagai pustakawannya. Setelah wafatnya Abu Al-Fadhl tahun 360 H/970 M Ibn Miskawaih mengabdikan diri kepada putranya Abu Al-Fath Ali ibn Muhammad ibn Al-‘Amid dengan nama

panggilan dari keluarga Dzu Al-Kifayatain. Ibn Miskawaih juga pernah mengabdi diri kepada Adud Ad-Daulah, yang merupakan salah seorang Buwaihiah, kemudian Ibn Miskawaih juga pernah mengabdikan diri kepada beberapa pangeran lain dari keluarga terkenal itu. Ibn Miskawaih meninggal pada 9 Safar 421 atau 16 Februari 1030. Sedangkan tanggal kelahirannya dia tidak jelas. Berdasarkan pendapat Margoliouth, Ibn Miskawaih lahir pada tahun 330 H atau 941 M, namun menurut pendapat beberapa tokoh Ibn Miskawaih lahir pada tahun 320 H atau tahun 932 M, kalau bukan pada tahun-tahun sebelumnya, sebab dia biasa bersama Al-Mahallabi, yang menjabat sebagai wazir pada tahun 339 H atau tahun 950 M dan meninggal pada tahun 352 H atau tahun 963 M, dan pada masa itu paling tidak Ibn Miskawaih sudah berusia sekitar sembilan belas tahun.221

Ahmad ibn Miskawaih merupakan salah seorang anggota dalam kelompok pemikir terkemuka yang terjun kedunia politik serta beraktivitas sebagai filsafat. Dia Menjabat sebagai bendahara pada penguasa pemerintahan dinasti Buwaihiyyah ‘Adhud Ad- Daulah, Ibn Miskawaih sering terlibat dalam segi praktis masyarakatnya, sementara sebagai anggota golongan intelektual yang termasuk dalam At-Tauhidi dan As-Sijistam, dia sering memberikan masukan tentang permasalahan teoretis pada masa itu. walaupun karya-karyanya diremehkan banyak orang pada zamannya, namun dia merupakan seorang pemikir yang sangat menarik dan banyak memberikan ragam gaya di masanya. Dia juga menulis beberapa topik yang luas, seperti yang dikerjakan oleh banyak orang dimasanya, dan meskipun ada pertanyaan kenapa karya-karyanya kurang begitu dikenal dibandingkan dengan karya-karya dari Ibn Sina, tapi sekarang ini apa yang kita ketahui tentangnya dapat memberikan bukti bahwa pemikirannya menjadi sumbangan menarik bagi perkembangan ilmu filsafat. Dalam ilmu filsafat, klaim yang utama Miskawaih dan sangat perlu diperhatikan adalah terletak

pada sistem etikanya yang tersusun sangat baik.

b. Karya-karya Ilmiahnya

Dalam tulisan Abdul Azis Dahlan Jumlah karya -karya yang ditulis oleh Ibn Miskawaih berdasarkan kepada para penulis masa lalu ialah sebanyak 18 buah judul karya dan kebanyakan membahas tentang jiwa dan akhlak (etika). Namun Yaqut memberikan daftar 13 buah karya Ibn Miskawaih. Sebagai bahan rujukan, disini penulis memaparkannya sebagai berikut:

1) Al-Fauz Al-Ak ba r (tentang keberhasilan besar)

2) Al-Fauz Al-Asghar (tentang keberhasilan kecil)

3) Tajarib Al-Umam (tentang pengalaman bangsa-bangsa sejak

awal sampai masa hidupnya)

4) Uns Al-Farid (kumpulan anekdot, syair, peribahasa, dan

kata-kata mutiara)

5) Tartib As-Sa’adah (tentang akhlak dan politik)

6) Al-Musthafa (syair-syair pilihan)

7) Jawidan Khirad (kumpulan ungkapan bijak)

8) Al-jami (penghimpun)

9) As-Siyar (tentang aturan hidup)

10) Tahzib Al-Akhlaq (pendidikan akhlak)

11) Ajwibah wa Al As’ilah fi An-Nafs wa Al-Aql (tanya jawab

tentang jiwa)

12) Al-Yawab fi Al-Masa'il As-Salas (jawaban tentang tiga

masalah)

13) Taharat An-Nafs (kesucian jiwa)

14) Risalah fi Al-Ladzdzat wal-Alam fi Jauhar An-Nafs (risalah

tentang keindahan alam dalam jiwa)

15) Risalah fi Jawab fi Su’al Ali bin Muhammad Abu Hayyan Ash-

Shufi fi Haqiqat Al-Aql (risalah tentang tanya jawab Ali bin

Muhammad Abu Hayyan Ash-Shufi)

16) Risalah fi Haqiqah Al-‘Aql (risalah tentang hakikat akal).222

Dalam bukunya, Tahdib Al-Akhlaq Ibn Miskwaih, banyak berpendapat dalam tataran filosofi etis dalam usaha menyintesiskan

dari pandangan-pandangan Aristoteles dengan ajaran Islam. Dia juga sering membahas tentang transaksi pertukaran barang dan jasa serta peranan uang dalam sistem jual beli. Menurut pendapatnya, manusia merupakan makhluk sosial yang saling memerlukan satu sama lainnya untuk memenuhi kebutuhan hidup, barang dan jasa. Oleh sebab itu, manusia akan melakukan kegiatan transaksi pertukaran barang dan jasa dengan kompensasi yang pas (reward, al-mukafat al-munasibah). Manusia berfungsi sebagai alat penilai dan penyeimbang (al-muqawwim al- musawwi baynahuma) dalam pertukaran sehingga tercipta keadilan. Ibn Miskawaih juga banyak mengkaji kelebihan uang emas (dinar) yang bisa diterima secara luas dan menjadi subtitusi

(mu’awwid) untuk semua jenis barang maupun jasa. Hal ini

disebabkan emas adalah logam mulia yang jenisnya tahan lama, praktis mudah dibawa, tidak mudah ditiru, dikehendaki dan diminati oleh banyak orang.223

Dalam dokumen SEJARAH PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM (2) (Halaman 155-159)