• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sejarah Berdirinya Dinasti Umayyah

Dalam dokumen SEJARAH PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM (2) (Halaman 73-76)

Dinasti Umayyah diambil dari penisbatan nama Umayyah bin Abd Syams bin Abdu Manaf. Ia merupakan salah seorang tokoh yang penting dalam masyarakat Quraisy pada zaman Jahiliah. Ia dan pamannya Hasyim bin Abdu Manaf sering bertarung untuk memperebutkan kekuasaan dan kedudukan. Pendiri dinasti Umayyah dipelopori oleh Muawiyah bin Abu Sufyan bin Harb. Muawiyah adalah orang yang mendirikan daulah Bani Umayyah ia juga orang yang pertama menjadi khalifah. demi kepentingan politiknya ia juga memindahkan ibukota kekuasaan Islam dari Kufah ke Damaskus. 99

Sebagian besar sejarawan awalnya memandang negatif pembangunan dinasti Muawiyah ini, hal ini dikarenakan kesuksesannya mendapatkan legalitas atas kepemimpinan dalam perang saudara di Siffin dengan menggunakan cara yang licik. Selain itu, Muawiyah juga dituduh sebagai pengkhianat prinsip- prinsip demokrasi yang diajarkan Islam, karena dialah yang mula- mula mengubah pimpinan negara dari seorang yang dipilih oleh rakyat menjadi kekuasaan raja yang diwariskan turun-temurun

(monarchy heredity). Jika dilihat semuanya dari sikap dan prestasi

politiknya yang menakjubkan, Muawiyah tergolong pemimpin besar yang berbakat dan memiliki pribadi yang sempurna, pada dirinya terdapat jiwa seorang penguasa, administrator, dan politikus.

Muawiyah dibesarkan sebagai pemimpin. Pengetahuan politik pada dirinya telah membuat kebijaksanaan- kebijaksanaan dalam memerintah, dimulai dari memimpin pasukan di bawah komando panglima Abu Ubaidah bin Jarrah

yang sukses merebut wilayah Palestina, Suriah, dan Mesir dari kekuasaan Imperium Romawi yang telah menduduki ketiga daerah tersebut sejak tahun 63 SM. Selanjutnya Muawiyah menjabat sebagai kepala wilayah di Syam yang menaungi Suriah dan Palestina dan bermarkas di Damaskus dengan jangka waktu kira-kira 20 tahun sejak dinobatkan oleh Khalifah Umar. Khalifah Utsman telah mengangkat dirinya sebagai “Amir Al-Bahr” (Prince of the sea) yang memimpin pasukan besar dalam penyerangan ke kota Konstantinopel walaupun tidak sukses.100

Muawiyah sukses membangun dinasti Umayyah bukan hanya disebabkan kesuksesan diplomasi di Siffin dan terbunuhnya Khalifah Ali, tetapi sejak awal gubernur Suriah itu mempunyai “basis rasional” yang kokoh bagi landasan pembentukan politiknya di masa depan adalah sebagai berikut : a. Muawiyah mendapat dukungan yang kuat dari rakyat

Suriah dan dari keluarga Bani Umayyah sendiri. Penduduk Suriah yang telah lama dipimpin oleh Muawiyah memiliki armada pasukan yang kuat, terlatih, dan disiplin dalam peperangan menghadapi Romawi. Mereka beserta dengan kaum bangsawan kaya Mekah dari keturunan Umayyah sepenuhnya mendukung Muawiyah dan sebagai pemasok sumber-sumber kekuatan yang terus menerus dan tidak ada habisnya, baik itu moral, tenaga manusia, maupun kekayaan. Tanah Suriah sendiri dikenal makmur serta menyimpan sumber daya alam yang melimpah, ditambah lagi bumi Mesir yang berhasil dikuasai, sehingga sumber-sumber kemakmuran dan suplay bertambah bagi Muawiyah.101

b. Muawiyah adalah seorang administrator yang sangat bijaksana dalam meletakkan para pegawainya pada jabatan penting. Pembantu Muawiyah yang sangat berpengaruh pada kepemimpinannya dan patutlah mendapat perhatian khusus adalah Amr bin Ash, Mugirah bin Syu’bah,

100

Ibid. hlm. 119.

dan Ziyad bin Abihi. 102 Ketiga pembantu Muawiyah tersebut

merupakan politikus yang sangat mengagumkan di kalangan muslim Arab. Mereka sangat berpengaruh dalam membina perpolitikan Muawiyah. Amr bin Ash sebelum dia memeluk Islam dikagumi oleh bangsa Arab, karena kepintarannya dalam mediator antara Quraisy dan suku-suku Arab lainnya jika terjadi perselisihan. Dia masuk Islam hanya beberapa bulan sebelum penaklukan Mekah, Nabi dengan segera mengambil manfaat dari kepandaiannya itu dan dia diangkat sebagai pemimpin militer dan diplomat. Amr bin Ash tokoh besar yang dikenang sebagai penakluk Mesir dan menjabat gubernur pertama di wilayah itu di zaman Umar. Semenjak wafatnya Khalifah Utsman, Amr mendukung Muawiyah dan dia ditunjuk sebagai mediasi pada peristiwa tahkim. Amr bin Ash hanya dua tahun mendampingi Muawiyah. Tokoh besar kedua ialah Mugirah bin Syu’bah, dia adalah seorang politikus independen. Karena kepandaian politiknya yang besar, Muawiyah melantiknya sebagai gubernur di Kufah yang memiliki daerah Persia bagian utara, yaitu jabatan yang pernah dipimpinnya kira-kira satu atau dua tahun pada masa pemerintahan Umar. Kesuksesan Mugirah yang paling utama adalah keberhasilan menciptakan situasi aman dan mampu meredam gejolak politik penduduk Kufah yang sebagian besar adalah pendukung Ali. Selanjutnya orang ketiga yang berpengaruh pada Muawiyah bernama Ziyad bin Abihi, ia adalah seorang pemimpin yang kharismatik yang bersifat netral, dia dipilih untuk menduduki jabatan sebagai gubernur di Basrah dengan pekerjaan yang cukup penting di Persia Selatan. Sifat politiknya yang sangat tegas, adil, serta bijaksana membuat kekuasaan Muawiyah makin kokoh di wilayah provinsi paling timur itu yang dikenal sangat gaduh dan sulit diatur.

c. Muawiyah mempunyai keahlian yang sangat menonjol sebagai negarawan sejati, bahkan mencapai tingkat “hilm”, sifat yang tertinggi biasa dimiliki oleh para pembesar Mekah zaman dahulu. Seorang manusia hilm seperti Muawiyah mudah menguasai diri secara mutlak serta mampu mengambil keputusan-keputusan yang sangat krusial untuk ditentukan, meskipun ada tekanan dan intimidasi dari berbagai pihak.

Penjelasan dari sifat yang sangat mulia dalam jiwa Muawiyah tersebut setidaknya sudah jelas dalam keputusannya yang berani mewariskan jabatan khalifah secara turun-temurun. Keadaan Muawiyah naik ke tahta kekhalifahan mendapat berbagai kesulitan. Tindakan kriminal dan anarkisme yang tidak bisa lagi ditahan oleh ikatan agama dan moral membuat hilangnya persatuan umat. Persatuan yang terjalin sangat efektif melalui asas keagamaan sejak masa khalifah Abu Bakar tidak dapat dipertahankan dirusak oleh peristiwa pembunuhan Khalifah Utsman dan bergolaknya perang saudara sesama umat muslim di masa pemerintahan Ali. Dengan membangun wibawa pemerintahan dan juga menjamin integritas kepemimpinan yang sukses di masa-masa yang akan datang, Muawiyah secara tegas membangun kesuksesan yang damai, dengan penobatan putranya Yazid, beberapa tahun sebelum khalifah meninggal dunia.103

Dalam dokumen SEJARAH PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM (2) (Halaman 73-76)