• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemikiran Ekonomi Abu Yusuf (113 H/ 731 M-

Dalam dokumen SEJARAH PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM (2) (Halaman 121-134)

H/798 M)

a. Riwayat Hidup

Abu Yusuf atau nama lengkapnya dan silsilahnya adalah

165

Nur Chamid. 2010. Jejak Langkah Sejarah..., hlm. 151.

Ya’qub bin Ibrahim bin Habib bin Khunais bin Sa’ad AlAnshari Al- Jalbi Al-Kufi Al-Baghdadi, dia dilahirkan di Kufah pada tahun 113 H/731 M dan dia meninggal dunia di Baghdad pada tahun 182 H/798 M. Dari nasab ibunya, Abu Yusuf masih mempunyai ikatan darah dengan salah seorang sahabat Rasulullah Saw, Sa’ad Al- Anshari. Abu Yusuf sendiri bukan berasal dari lingkungan keluarga orang kaya. Tetapi dengan keadaan demikian dia sejak kecil ada keinginan yang amat kuat untuk mempelajari ilmu pengetahuan. Keadan ini jelas dampak dari situasi Kufah saat itu yang menjadi salah satu sebagai pusat peradaban dunia Islam, lingkungan bagi cendekiawan Muslim dari berbagai penjuru dunia Islam datang silih berganti untuk bertukar pikiran tentang bermacam bidang ilmu pengetahuan.167

Abu Yusuf mempelajari berbagai ilmu pengetahuan kepada beberapa ulama besar, diantaranya Abu Muhammad Atho bin as- Saib Al-Kufi, Sulaiman bin Mahran Al-A’masy, Hisyam bin Urwah, Muhammad bin Abdurrahman bin Abi Laila, Muhammad bin Ishaq bin Yassar bin Jabbar, dan Al-Hajjaj bin Arthah. Disamping itu, Abu Yusuf juga pernah belajar kepada Abu Hanifa kegiatan belajarnya hingga Abu Hanifa meninggal dunia. Abu Yusuf juga tiada berhenti belajar kepada pendiri mazhab Hanafi tersebut sekitar tujuh belas tahun. dia juga dikenal sebagai murid terkemuka Abu Hanifah. Setelah gurunya meninggal, Abu Yusuf dengan Muhammad bin Al-Hasan Al-Syaibani menjadi tokoh pelopor untuk mengajarkan dan menyebarkan mazhab Hanafi.168

Abu Yusuf tumbuh dan terkenal sebagai seorang alim yang amat dihormati oleh semua kalangan, baik itu ulama, penguasa ataupun masyarakat umum, hal ini berkat didikan dan bimbingan para gurunya serta didukung oleh kemauan, ketekunan, dan kecerdasannya. Sering sekali berbagai pendapat Abu Yusuf dijadikan panutan dalam kehidupan sehari-hari dan bermasyarakat. banyak orang yang ingin belajar kepadanya.

167

Adiwarman Azwar Karim. 2014. Sejarah Pemikiran Ekonomi...., hlm. 231.

beberapa tokoh besar yang pernah belajar padanya ialah Muhammad bin Al-Hasan Al-Syaibani, Ahmad bin Hanbal, Yazid bin Harun Al-Wasithi, Al-Hasan bin Ziyad Al-Lu’lui, dan Yahya bin Adam Al-Qarasy. selain itu sebagai sebuah bentuk penghormatan kepadanya serta pengakuan pemerintah atas wawasannya dan kedalaman ilmunya, maka Khalifah Dinasti Abbasiyah, Harun ar-Rasyid, mengangkat Abu Yusuf sebagai Ketua Mahkamah Agung.

Meskipun padatnya aktivitas mengajar dan birokrasi, namun Abu Yusuf bisa menyempatkan diri untuk menulis. Diantara karya tulisnya yang sangat penting adalah al-Jawami’,

ar-Radd ‘ala Siyar al-Auza’i, a1-Atsar, Ikhtilaf Abi Hanifah wa Ibn

Abi Laila, Adab al-Qadhi, dan al-Kharaj.169

Salah satu karya Abu Yusuf yang amat terkenal adalah Kitab

al-Kharaj (Buku membahas tentang Perpajakan). Namun kitab

karya Abu Yusuf ini merupakan bukan kitab yang pertama membahas persoalan al-Kharaj (Perpajakan). Sejumlah sejarawan Islam berpendapat bahwa ilmuan Islam pertama yang menulis kitab dengan membahas tema al-Kharaj ialah Muawiyah bin Ubaidillah bin Yasar tahun 170 H, dia adalah seorang Yahudi yang memeluk agama Islam dan menjabat sebagai sekretaris pada masa Khalifah Abu Abdillah Muhammad Al-Mahdi tahun 158 H/755 M- 169 H/785 M. Tapi disayangkan, karya pertama pada bidang perpajakan dalam agama Islam tersebut hilang dimakan zaman.

Penulisan Kitab al-Kharaj versi Abu Yusuf berdasarkan atas perintah dan pertanyaan dari Khalifah Harun ar-Rasyid menyangkut bermacam permasalahan pajak. Dengan kata lain, Kitab al-Kharaj ini memiliki orientasi birokratik sebab ditulis untuk menanggapi permintaan Khalifah Harun ar-Rasyid yang ingin membuat buku pedoman sebagai buku administratif dalam rangka untuk mengelola lembaga Baitul Mal dengan baik dan benar, yang membuat negara hidup

169

makmur dan masyarakat tidak merasa terzalimi. Sekalipun kitab tersebut berjudul al-Kharaj, namun isinya tidak hanya mengandung pembahasan tentang al-Kharaj, tetapi juga mencakupi bermacam pembahasan tentang sumber pendapatan negara dan lainnya, sebagai contoh ghanimah, fai, hharaj, ushr,

jizyah, dan shadaqah, dan kitab ini juga sudah dilengkapi tentang

tata cara mengumpulkan serta mendistribusikan setiap jenis harta tersebut berdasarkan syariah Islam dan dalil-dalil naqliah (Alquran dan Hadits) dan aqliah (rasional). Proses penulisan dan penyusunan dengan menggabungkan dalil-dalil naqliah serta dalil-dalil aqliah inilah yang menjadi perbedaan antara Kitab al-

Kharaj karya Abu Yusuf dengan kitab-kitab al-Kharaj yang terbit

pada fase selanjutnya, terutama Kitab al-Kharaj karangan Yahya bin Adam Al-Qarasy yang memakai metode penulisan berlandaskan dalil-dalil naqliah saja.

Pada Kitab al-Kharaj ataupun pada kitab yang lainnya, Penggunaan dalil-dalil aqliah, cuma dilakukan Abu Yusuf pada masalah-masalah tertentu saja yang menurut pendapatnya tidak diatur di dalam nash atau tidak diperoleh hadits-hadits shahih yang bisa dijadikan pedoman. Pada masalah ini, dia memakai dalil-dalil aqliah hanya pada konteks untuk menciptakan al-mashlahah al-‘ammah (kemaslahalan umum). Pendalaman kitab karya Abu Yusuf ini tergantung pada tanggung jawab penguasa akan kesejahteraan masyarakatnya, misalnya kitab-kitab serupa yang muncul pada lima abad pertama Hijriyah. Kitab al-Kharaj Secara umum, mengandung bermacam aturan agama yang mengkaji perkara pajak, pengurusan pendapatan dan pembelanjaan publik. Buku ini bukan cuma untuk menjelaskan tentang sistem keuangan dalan Islam, tetapi juga digunakan untuk pendekatan secara pragmatis dan bercorak fiqih. Selain itu adalah suatu usaha untuk membentuk sistem keuangan yang gampang dilaksanakan sesuai dengan syariat Islam dalam keadaan yang selalu berubah dan sesuai dengan

persyaratan ekonomi.170

b. Pemikiran Ekonomi

Dalam pemikirannya Abu yusuf menjelaskan persoalan keuangan dan memaparkan berbagai kebijakan yang harus diadopsi bagi perkembangan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat, oleh sebab itu bisa dibilang bahwa pemikiran utama Abu Yusuf ialah dalam persoalan keuangan publik, dengan menggunakan observasi dan analisisnya yang tinggi. Selain itu juga dia memberikan saran tentang cara-cara mendapatkan sumber belanja untuk keperluan pembangunan jangka panjang, seperti pembuatan jembatan dan bendungan serta penggalian saluran-saluran besar dan kecil, hal ini tidak lepas dari fungsi prinsip perpajakan dan pertanggungjawaban negara terhadap kesejahteraan masyarakatnya. Berdasarkan hasil observasinya, Abu Yusuf menerangkan teori yang justru berseberangan dengan teori dan asumsi yang berlaku di waktu itu, dimana Abu Yusuf memberikan suatu pandangan permasalahan mekanisme pasar dan harga, misalnya bagaimana harga itu ditentukan dan apa dampak dari adanya berbagai jenis pajak.171

c. Aktivitas Ekonomi Pemerintahan

Abu Yusuf selalu menegaskan pentingnya mencukupi keperluan masyarakat dan pengembangan bermacam proyek yang berorientasi untuk kesejahteraan masyarakat, karena tugas utama pemerintahan ialah mewujudkan serta menjamin kesejahteraan masyarakat. Dengan mengutip pernyataan Umar ibn Al-Khaltab, Abu Yusuf menjelaskan bahwa sebaik- baik penguasa adalah mereka yang memerintah demi kemakmuran masyarakatnya dan seburuk-buruk penguasa adalah mereka yang memerintah tetapi masyarakatnya banyak menemui kesulitan.

Menurut Abu Yusuf, bahwa seluruh dana yang diperlukan untuk pembangunan infrastruktur publik, seperti

170

Ibid, hlm. 152.

pembangunan tembok dan bendungan dan lain-lain, harus dibiayai oleh negara. Ketika Abu Yusuf membahas tentang pengadaan fasilitas infrastruktur, Abu Yusuf mengatakan bahwa negara bertanggung jawab untuk memenuhinya agar dapat meningkatan produktivitas tanah, kemakmuran masyarakat serta pertumbuhan ekonomi. Karena fungsinya bersifat umum, maka pelarangan bagi seseorang yang menggunakannya tidak mungkin dan tidak dapat dibenarkan. Dengan demikian, pembebanan secara langsung tidak dapat diterapkan. Pandangan Abu Yusuf yang berhubungan dengan pengadaan barang-barang publik tersebut jelas menerangkan bahwa proyek irigasi di sungai-sungai besar yang fungsinya dipakai untuk keperluan umum dan barus dibiayai oleh negara. Sedangkan, dalam kasus kanal milik pribadi yang manfaatnya untuk kepentingan sendiri dan pelarangan bagi umum dapat dilakukan, tapi pembiayaannya akan ditanggung oleh orang- orang yang memperoleh langsung manfaatnya.

Menurut Abu Yusuf, pemerintah bertanggungjawab untuk membersihkan kanal-kanal lama dan pembangunan kanal yang baru. Pemerintah wajib membangun bendungan guna meningkatkan produktivitas tanah dan pendapatan negara. Abu Yusuf juga berpendapat bahwa negara wajib memberikan upah dan juga jaminan kesejahteraan di masa pensiun untuk orang-orang yang berjasa dalam membela wilayah kedaulatan Islam atau menghasilkan sesuatu yang baik dan bermanfaat bagi kaum Muslimin. Dalam pengembangan ekonomi, Abu Yusuf menganjurkan tentang berbagai macam kebijakan yang harus dipakai oleh negara untuk memaksimalkan hasil tanah dan pertumbuhan ekonomi. Pendapat Abu Yusuf itu menandakan bahwa negara bertanggungjawab atas tegaknya keadilan, keamanan, hukum, ketentraman, dan stabilitas negara dalam rangka memberikan lingkungan yang kondusif bagi aktivitas ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan umum serta

pertumbuhan ekonomi.172

Abu Yusuf menyebutkan bahwa segala jenis tanah mati atau lahan tidur yang tidak ada pemiliknya harus diserahkan kepada masyarakat agar dapat dimanfaatkan dengan cara ditanami, supaya bisa membayar pajak dari penghasilan yang diterapkan pada lahan tersebut. Pajak adalah kewajiban yang mengikat, artinya bahwa pajak adalah kewajiban yang dipungut dari setiap individu sebagai suatu keharusan.173

Dikarenakan keadaan perekonomian negara dimasa awal pemerintahan Islam yang hanya bergantung pada hasil pertanian dan banyak cendekiawan Muslim menganjurkankan untuk memanfaatkan tanah gersang yang tidak ditanami. Hal seperti ini mampu membuat negara terus berkembang dan pajak pendapatan semakin meningkat.

d. Teori Perpajakan

Abu Yusuf mengatakan bahwa sesudah menguasai tanah Sawad, Khalifah Umar ibn Al-Khattab mengangkat dua sahabat Nabi, yaitu Utsman dan Hudzaifah, supaya mengeksplorasi kemungkinan dan luas tanah yang akan dikenakan wajib pajak. dikarenakan khalifah Umar khawatir akan terjadi beban pajak melebihi dari yang seharusnya dikeluarkan. Kedua orang sahabat tersebut mengatakan bahwa mereka menentukan pajak berdasarkan kesanggupan dari penghasilan tanah tersebut. Abu Yusuf telah menempatkan prinsip-prinsip perpajakan yang jelas dan berabad-abad selanjutnya yang dikenal oleh para ahli ekonomi sebagai conons of taxation. Kemampuan membayar, memberikan batas waktu bagi pembayar pajak dan sentralisasi pembuatan keputusan dalam administrasi pajak adalah beberapa prinsip yang diterapkan.174

Pada persoalan penentuan pajak, Abu Yusuf lebih setuju jika negara mendapat bagian hasil pertanian dari panen bukan

172 Euis Amalia. 2010. Sejarah Pemikiran Ekonomi..., hlm. 126. 173

Gazi Inayah. 2003. Teori Komprehensip..., hlm. 1.

dari biaya sewa lahan pertanian. Menurut pendapatnya, cara ini lebih menguntungkan kedua belah pihak selain itu akan mendapatkan hasil produksi yang lebih besar jika pemerintah memberikan kemudahan pada memperluas tanah yang garapan. Hal tersebut membuat Abu Yusuf lebih suka merekomendasikan penerapan metode Muaasamah (Proporsional

Tax) dari pada metode Misahah (Fixed Tax) yang sudah

diberlakukan sejak pemerintahan Khalifah Umar sampai awal pemerintahan dinasti Abbasiyah. Perubahan metode penentuan pajak dari metode Misahah menjadi metode Muqasamah sebenarnya sudah terapkan oleh Muawiyah bin Yasar, dia adalah wazir di masa pemerintahan Khalifah Al-Mahdi. Tetapi waktu itu, persentase hasil pertanian untuk negara dianggap terlalu tinggi oleh petani. Yang dilakukan oleh Abu Yusuf ialah mengadopsi metode Muqasamah dengan menerapkan persentase negara yang tidak terlalu membebankan para petani.175

Menurut Abu Yusuf, keadaan keuangan yang menuntut perubahan sistem Misahah yang sudah tidak efisien dan tidak relevan di masa Hidupnya. Dia mengatakan bahwa pada waktu pemerintahan khalifah Umar, pada saat sistem Misahah diterapkan, sebagian besar tanah bisa ditanami dan sebagian kecil yang tidak bisa ditanami. Daerah yang ditanami bersama sebagian kecil yang tidak ditanami diklasifikasikan menjadi satu kategori, dan kharaj juga dikumpulkan dari tanah yang tidak ditanami. Abu Yusuf juga memandang bahwa pada zamannya ada daerah yang tidak ditanami dengan waktu ratusan tahun dan para petani tidak mempunyai kesanggupan untuk membuka lahan itu lagi. Dalam keadaan demikian, pajak yang telah ditentukan ukuran panen yang pasti atau jumlah uang tunai yang ditetapkan pasti akan memberatkan para pembayar pajak dan masalah itu bisa mengganggu kepentingan keuangan publik.176

175

Ibid, hlm. 242.

Pendapat Abu Yusuf di atas menandakan bahwa jumlah pajak yang pasti bersumber pada ukuran tanah (baik yang ditanami atau tidak) diperbolehkan jika tanah tersebut benar- benar subur. Oleh sebab itu, tidak dibenarkan kalau untuk membebani pajak tidak mempertimbangkan kesuburan tanah tersebut, masalah yang demikian dapat memengaruhi beban ekonomi pemilik tanah yang tidak subur. Permasalahan ini jika harga-harga gandum turun dan pendapatan kharaj berbentuk sejumlah gandum, keuangan negara secara moneter mengalami kerugian, karena memperoleh pemasukan yang rendah dengan menjual sejumlah gandum tersebut dengan harga yang lebih rendah. Karena pemerintah harus membayar belanja negara yang sebagian besar dalam bentuk uang, hal tersebut akan mempengaruhi pendapatan pajak. Untuk mengatasi masalah ini, jika penguasa memaksa para petani untuk membayar sejumlah uang, para petani harus membayar sejumlah gandum yang lebih banyak yang berarti menjadi beban tambahan bagi mereka. Akibatnya, mereka akan menderita secara moneter. Sebaliknya, Abu Yusuf menilai bahwa jika harga gandum tinggi, pemerintah tidak akan membebankan pajak dalam bentuk sejumlah uang dan membiarkan para petani memperoleh dari harga-harga tersebut.177

Hal tersebut mengimplikasikan, jika harga gandum tinggi beban pajak dalam bentuk sejumlah barang akan mengun- tungkan keuangan negara. Dalam hal ini, pemerintah lebih suka mengumpulkan pajak dalam bentuk barang. Sementara itu, para petani lebih suka membayar pajak dalam bentuk uang karena mereka hanya membayar dalam jumlah gandum yang lebih sedikit dari pada pembayaran dalam bentuk uang. Pembebanan pajak dalam bentuk sejumlah gandum, apabila harga-harga naik, akan mempengaruhi para pembayar pajak secara moneter dan menguntungkan keuangan negara. Hal ini menunjukkan bahwa perpajakan dengan menggunakan sistem Misahah, ketika pajak

dipungut dalam bentuk uang atau barang, memiliki implikasi yang serius baik terhadap pemerintah maupun para petani. Konsekuensinya, ketika terjadi fluktuasi harga bahan makanan, antara keuangan negara dengan para petani akan saling memberikan pengaruh yang negatif. Alasan yang diberikan oleh Abu Yusuf dalam menentang sistem Misahah menunjukkan perhatiannya terhadap penerapan prinsip-prinsip keadilan dan efisiensi dalam pengumpulan pajak. Hal tersebut menunjukkan perhatiannya terhadap kriteria pendapatan pada saat terjadi perubahan harga-harga bahan makanan. Menurutnya, sistem Muqasamah bebas dari fluktuasi harga. Oleh karena itu, Abu Yusuf sangat merekomendasikan penyediaan fasilitas infrastruktur bagi para petani. Dalam sistem Misahah, peningkatan produktivitas tidak akan menguntungkan negara. Dalam Muqasamah, peningkatan dalam produktivitas akan menguntungkan keuangan negara dan juga pembayar pajak. Dukungannya terhadap penggunaan sistem Muqasamah dalam hal penetapan pajak mengindikasikan bahwa Abu Yusuf lebih mengutamakan hasil dari pada tanah itu sendiri sebagai dasar pajak.178

Terhadap administrasi keuangan, Abu Yusuf mempunyai pandangan berdasarkan pengalaman praktis tentang administrasi pajak dan dampaknya terhadap ekonomi. Penekanannya pada sifat administrasi pajak berpusat pada penilaiannya yang kritis terhadap lembaga Qabalah, yaitu sistem pengumpulan pajak pertanian dengan cara ada pihak yang menjadi penjamin serta membayar secara lumpsum kepada negara dan sebagai imbalannya, penjamin tersebut memperoleh hak untuk mengumpulkan kharaj dari para petani yang menyewa tanah tersebut, tentu dengan pembayaran sewa yang lebih tinggi

dari pada sewa yang diberikan kepada Negara”.179

Abu Yusuf meminta agar pemerintah segera menghentikan praktik sistem qabalah tersebut karena

178

Euis Amalia. 2010. Sejarah Pemikiran Ekonomi..., hlm. 128.

pengumpulan pajak yang dilakukan secara langsung, tanpa keberadaan pihak penjamin akan mendatangkan pemasukan yang lebih besar. Menurutnya, untuk memperoleh keuntungan dari kontrak qobalah, biasanya pihak penjamin mengenakan pajak yang melebihi kemampuan para petani. Penolakan Abu Yusuf tersebut disebabkan sistem qabalah bertentangan dengan prinsip-prinsip keadilan dan mengabaikan kemampuan membayar. Dalam mengejar keuntungan, para penjamin biasanya memberikan beban tambahan terhadap para petani dengan menerapkan beban ilegal yang melampaui kemampuan mereka. Dengan menerapkan pandangan analitis dan logika hukumnya, Abu Yusuf berpendapat bahwa perlakuan kasar terhadap para petani dan pengenaan pajak ilegal kepada mereka tidak saja akan merusak produksi pertanian, tetapi juga pendapatan negara yang mayoritas berasal dari pajak kharaj.

Lebih jauh, Abu Yusuf menegaskan penentangannya ter- hadap pengenaan tingkat pajak yang berbeda-beda yang dilakukan oleh para pemungut pajak. Oleh karena itu, ia menyatakan secara pasti bahwa tidak ada seorang administrator pajak pun yang diberi wewenang untuk membebaskan seseorang dari kewajiban kharaj tanpa memiliki kewenangan umum untuk melakukannya. Meskipun menekankan perlunya suatu administrasi pajak yang efisien dan jujur, Abu Yusuf menyarankan agar dilakukan penyelidikan terhadap perilaku para pemungut pajak. la menyatakan, “Saya menyarankan, agar pemerintah mengutus sebuah komisi yang terdiri atas orang-orang yang amanah dan jujur untuk menyelidiki perilaku para pemungut pajak dan cara-cara mereka memungut pajak dan menghukum

mereka yang bersalah”.180

Untuk mencapai prinsip keadilan dalam administrasi pajak, Abu Yusuf menyarankan agar para penguasa

membedakan antara tanah yang tandus dengan tanah yang subur. Selain itu untuk menjamin efisiensi dalam pengumpulan pajak, ia menyarankan agar pajak dipungut tanpa penundaan karena akan menimbulkan kerusakan pada hasil pertanian yang berarti dapat memberikan efek negatif terhadap negara, pembayar pajak serta memperlambat perkembangan pertanian.

e. Mekanisme Pasar

Abu Yusuf tercatat sebagai ulama terawal yang mulai menyinggung mekanisme pasar. Dia memperhatikan peningkatan dan penurunan produksi dalam kaitannya dengan perubahan harga. Fenomena yang terjadi pada masa Abu Yusuf adalah, ketika terjadi kelangkaan barang maka harga cenderung akan tinggi, sedangkan pada saat barang tersebut melimpah, maka harga cenderung untuk turun atau lebih rendah. Dengan kata lain, pemahaman pada zaman Abu Yusuf tentang hubungan antara harga dan kuantitas hanya memperhatikan kurva demand. 181

Fenomena ini dapat dijelaskan dengan teori permintaan. Teori ini menjelaskan hubungan antara harga (price) dengan banyaknya barang (quantity) yang diminta. Hubungan harga dan kuantitas dapat diformulasikan sebagai berikut:

D = Q = ƒ (P-)

Formulasi ini menunjukkan bahwa pengaruh harga terhadap

jumlah permintaan suatu komoditi adalah negatif, apabila P1

naik maka Q1 turun. Begitu sebaliknya apabila P2 turun maka Q2

naik. Dari formulasi ini kita dapat menyimpulkan bahwa hukurn permintaan menyatakan bila harga komoditi naik maka akan direspon oleh penurunan jumlah komoditi yang dibeli. Begitu juga apabila harga komoditi turun maka akan direspon oleh konsumen dengan meningkatkan jumlah komoditi yang dibeli.182

Abu Yusuf membantah pemahaman seperti ini, karena pada kenyataannya tidak selalu terjadi bahwa apabila persediaan barang sedikit maka harga akan mahal, dan bila persediaan barang melimpah, harga akan murah.

Hal ini dapat digambarkan sebagai berikut :

Menurut Abu Yusuf, bisa saja harga-harga tetap mahal (P3)

ketika persediaan barang melimpah (Q3), sementara harga akan

murah walaupun persediaan barang berkurang (Q3). Dari

pernyataan tersebut tampaknya Abu Yusuf menyangkal pendapat umum mengenai hubungan terbalik antara persediaan barang (supply) dan harga, karena pada kenyataannya harga tidak bergantung pada permintaan saja, tetapi juga bergantung pada kekuatan penawaran. Oleh karena itu, peningkatan atau penurunan harga tidak selalu berhubungan dengan peningkatan atau penurunan permintaan, atau penurunan atau peningkatan dalam produksi. Dalam hukum penawaran terhadap barang dikatakan bahwa hubungan antara harga dengan banyaknya

komoditi yang ditawarkan mempunyai kemiringan positif. Dalam sebuah formulasi yang sederhana, hubungan antara harga dengan jumlah komoditi dapat dilihat di bawah ini:

S = Q = ƒ (P+)

Formulasi ini menunjukkan bahwa pengaruh harga ter- hadap jumlah permintaan suatu komoditi adalah positif, apabila P3 naik maka Q3 naik pula. Demikian juga sebaliknya

apabila P4 turun maka Q4 turun. Dalam formulasi ini dapat

disimpulkan bahwa hukum penawaran mengatakan bila harga komoditi naik maka akan direspon oleh penambahan jumlah komoditi yang ditawarkan. Begitu juga apabila harga komoditi turun maka akan direspon oleh penurunan jumlah komoditi yang ditawarkan.183

Abu Yusuf juga menegaskan bahwa ada beberapa variabel lain yang mempengaruhi, tetapi dia tidak menjelaskan lebih rinci. Bisa jadi variabel itu adalah pergeseran dalam permintaan atau jumlah uang yang beredar di suatu negara, atau penimbunan dan penahanan barang atau semua hal tersebut. Karena itu, Abu Yusuf tidak membahas lebih rinci apa yang disebutkannya sebagai variabel lain, ia tidak menghubungkan penomena yang diobservasinya terhadap perubahan dalam penawaran uang. Namun, pernyataannya itu tidak menyangkal pengaruh dari permintaan dan penawaran dalam penentuan harga. 184

Dalam dokumen SEJARAH PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM (2) (Halaman 121-134)