• Tidak ada hasil yang ditemukan

KINANTHI, Paramayoga

Dalam dokumen Serat Paramayoga (Halaman 33-36)

adalah langgeng simbol dari kekekalan, abadi selamanya”

09. KINANTHI, Paramayoga

09. KINANTHI, Paramayoga

Sasraningrat.

Sasraningrat.

…Sapi Andini duk ngrungu | panabdane Hyang Pramèsthi | surut suraning wardaya |

mêndhak mandhêpa ing siti | apan nuli tinitihan | dening Sang Hyang Mahasidhi …..

Demikianlah, maka Hyang Manik telah berlalu dari hadapan ayahandanya menuju lereng Gunung Tengguru. Disanalah ia bertahta dan bergelar Hyang Maha Sidhi, Hyang Maha Esa Maha Mulki, Hyang Ngisat, Hyang Basurusa, Hyang Sangkara Tungguljati, Hyang Jagad Dewa Bathara, Hyang Manik Kara, Hyang Ari, Hyang Parama Wiseseku, Hyang Niskara Rudramurti, Hyang Mahadewa Buda, Hyang Siwanda Mahamuni, Hyang Marcukundha, Hyang Yatma. Sang Hyang Sang Hyang PramesthPramesthi,i, Hyang Maeswara, Hyang Pramana Sidhajati, Hyang Parama Martasiwa, Hyang Jagat Pratingkah dan Hyang Purbangkara Wirabadra.

Sedemikian banyak gelar Hyang Manik adalah terbawa oleh semua perjalanan hidupnya. Juga karena ia adalah manusia yang menjalani laku dan semua jalanan hidup yang disebutkan oleh eyang-eyangnya sebelumnya.

***

Di tanah Hindi pada saat itu ada seorang raja yang menguasai sesama raja. Dialah yang bergelar Sri Japaran yang berkuasa di kerajaaannya yang bernama Ima.

Raja dan seluruh rakyatnya menyembah seekor lembu yang bermukim di puncak gunung, yang terletak di arah tenggara Malaya. Ada juga sementara di tanah itu yang masih

Ari menyebarkan keyakinan untuk para manusia, namun kini keyakinan mereka berbalik dan menyembah sapi, Andini, demikian nama sapi itu.

Hari itu Sang Bathara Manik sedang melanglang, melihat ada cahaya berbinar di sebelah tenggara Gunung Tengguru. Setelah didekati, cahaya itu ternyata berasal dari sosok Lembu Andini. Maka didatanginya arah keberadaan sapi itu. Berkata Sang Manik ;” Siapakah dirimu, sapi, dan kenapa berada di tempat ini dengan sedemikian berwibawanya dirimu?”

Ditanya dengan cecaran pertanyaan dari orang yang masih asing bagi dirinya, maka jawab Lembu Andini dengan sikap tidak senang:“Siapakah kamu yang berani bersikap tidak sopan? Kamulah manusia yang berperilaku tidak lazim bagi penduduk sekitar gunung ini?”

“Sapi. Kamu adalah mahluk celaka dan gila, sehingga beran- beraninya mengaku diri sebagai tuhan!” Manik malah kembali berkata menunjukan ketinggian hatinya pula.Yang

wajib disembah disini dan seisi jagat adalah diriku, bukan sapi yang kurang ajar seperti dirimu, Andini!”

Kembali Bathara Manik berkata menghardik”.

“Rupanya dirimu belum tahu, bahwa di jagat ini tidak ada yang patut disembah selain diriku. Jangankan yang berujud hewan, semua manusia juga menyembahku. Bila kamu tidak percaya dan menyangkalnya, kamu akan merasakan akibatnya”. Lembu Andini mulai berkata mengancam.

Hyang Manik ketika mendengar jawaban Andini sama sekali tidak bangkit amarahnya, bahkan ia mendapatkan akal untuk mengalihkan sesembahan orang-orang yang menyembah

sapi untuk beralih menyembah dirinya dengan mengalahkan sapi itu.

Hyang Pramesthi matek aji pangabaran. Ajian itu dengan kekuatan penuh mengenai tubuh Lambu Andini. Aji kemayan itu menghujam ke dalam tubuh Andini yang seketika menjadi tidak berdaya. Tubuh Lembu Andini bagaikan telolosi otot bebayunya.

Merasa dirinya terkalahkan, Lembu Andini merangkak bersujud di hadapan Hyang Manik atau Hyang Pramesthi.”Hyang Pukulun, hamba mengaku kalah dan menganggap paduka adalah penguasa tri buwana. Hamba mohon ampunan dan kebijaksanaan paduka ” “Heh Sapi” kata Hyang Pramesthi.”Sebagai tanda bahwa aku telah menaklukkan kamu, maka akan aku katakan tentang kesejatian dirimu. Kamu adalah mahluk yang berasal dari sonyaruri, anak dari Jin roh Patanam. Aku tahu bahwa dirimu ingin menjadi pangeran jagat.

Tetapi sekarang, dengan dirimu yang telah takluk kepadakku, maka mulai saat ini, kamu akan menjadi kendaraanku”.

Merasa dirinya menjadi taklukan Hyang Pramesthi, Lembu Andini merunduk dihadapan Hyang Pramesthi, siap menjadi tunggangan Sang Penakluk.

Mulai saat itulah, semua makluk yang tadinya menyembah Lembu Andini berganti menyembah Sang Hyang Pramesthi.

***

Waktupun berlalu. Pada suatu hari Hyang Pramesthi atau Hyang Saromba atau Hyang Pasupati berniat untuk berburu ke hutan dengan mengendarai Lembu Andini.

Pada saat yang sama ada raja yang menyembah Lembu Andini berjalan menuju lereng gunung beriringan disertai wadya bala segelar sepapan. Raja itu bernama Prabu Japaran. Dengan busana indah serta bermandikan wangi-wangi beserta sesajian lengkap, mereka berbaris hendak menghadap sesembahannya, Lembu Andini.

Tidak ragu lagi dalam hati Sang Hyang Pramesthi ketika melihat barisan itu. Ia tahu, bahwa mereka berjalan untuk menuju tempat sesembahan mereka, Lembu Andini, yang sekarang ada dalam kekuasaannya. Maka kemudian ia berniat untuk memperlihatkan kekuasaannya dengan mengendarai lembu Andini menghadang mereka.

Benarlah, mereka terheran, sesembahan mereka telah menjadi tunggangan. Belum lagi mereka berkata, terdengar Lembu Andini berbicara nyaring mendahului Hyang Pramesthi yang hendak berkata: “Para raja semuanya dan semua manusia yang ada di hadapanku. Ketahuilah, bahwa yang ada di punggungku ini adalah sebenar-benarnya yang pantas kalian sembah. Akulah sebenarnya yang menjadi pintu bagi kalian untuk menyembah pangeranmu yang sejati”.

Raja beserta rakyatnya terlihat ragu-ragu untuk mempercayai kata-kata Lembu Andini. Untuk meyakinkan mereka yang masih terbayang keraguan di mata mereka, Hyang Pramesthi kemudian kembali melayangkan aji pangabaran.

Terasa kemudian disekitar mereka menghembus desir hawa dingin yang teramat sangat membuat tubuh menggigil. Kekuatan mereka seakan terlolosi mengiring nyali mereka yang terasa miris.

“Duh gusti pangeraning bumi, maafkan hamba untuk segala kesalahan yang kami telah lakukan”.Demikianlah para raja tunduk minta pengampunan. “ Hamba kini ingin mengetahui nama paduka”. Salah satu dari para raja berkata dengan menghiba.

“Akulah Hyang Manik dengan dengan segala gelarku. Sekalian aku katakan, akulah yang pantas menjadi sesembahanmu dari sekalian manusia”. Setelah mengatakan demikian, maka

Hyang Manik menghilang tanpa jejak, yang disusul dengan bubarnya barisan para raja disertai rasa kekaguman.

Sesampai di Negara mereka, semua yang telah dialami diceritakan kepada segenap rakyatnya agar mulai saat ini semua manusia segala umur, besar kecil, menyembah Hyang Pramesthi sesuai dengan wangsit yang diterimaya.

Dalam dokumen Serat Paramayoga (Halaman 33-36)

Dokumen terkait