• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN

B. KINERJA PEGAWAI PUSAT PELAYANAN TERPADU PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN ANAK TERHADAP

PENCEGAHAN KEKERASAN PEREMPUAN DI PROVINSI SULAWESI SELATAN

Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan Dan Anak (P2TP2A) merupakan salah satu bentuk wahana pelayanan bagi perempuan dan anak dalam upaya pemenuhan informasi dan kebutuhan di bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi, hukum, perlindungan dan penanggulangan tindak kekerasan serta perdagangan terhadap perempuan dan anak.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2008, yang dimaksud dengan pelayanan terpadu adalah “serangkaian kegiatan untuk melakukan perlindungan bagi saksi dan atau korban tindak pidana kekerasan perempuan dan anak yang dilaksanakan secara bersama-sama oleh instansi atau lembaga terkait sebagai suatu kesatuan penyelenggaraan rehabilitasi kesehatan, rehabilitasi sosial, pemulangan, reintegrasi sosial dan bantuan hukum bagi saksi dan atau korban tindak kekerasan perempuan.

Analisis Kinerja Pegawai Pusat Pelayanan Terpadu Perempuan dan Anak (P2TP2A) Provinsi Sulawesi Selatan dalam Pencegahan Kekerasan Terhadap Perempuan dapat dilihat dari indikator pelayanan yang terdiri dari :

1. Kesederhanaan, bahwa prosedur/tata cara pelayanan diseleggarakan secara mudah, lancar, cepat tidak terbelit-belit, mudah dipahami dan mudah dilaksanakan. Dalam hal ini tata cata pelayanan di Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak Provinsi Sulawesi Selatan adalah prosedur yang mudah, dan tidak bertele-tele. Pelayanan bersifat terstruktur

53

lxiii

mengikuti mekanisme pelayanan yang ada, dan ketika ada pengaduan korban, maka saat itu juga langsung segera dilayani dan dicatat dalam buku administrasi. Hal ini sesuai dengan petikan wawancara dengan dengan Nara Sumber sebagai berikut :

“Kami disini melakukan pelayanan yang sesuai dengan prosedur yang ada dan telah ditetapkan. Jadi segala urutan pelayanan harus sistematis. Waktu pelayanan juga termasuk cepat, karena begitu ada korban yang mengadu baik itu datang secara langsung, maupun keluhan yang datang dari telepon atau email, kita langsung mendaftarkan di catatan administrasi dan indentifikasi kasusnya. Jadi prosesnya tidak bertele-tele, seperti itulah yang selama ini kita lakukan, harus sesuai prosedur” (Wawancara dengan MP, Nara Sumber Kepala Kordinator Operasional P2TP2A Provinsi Sulawesi Selatan, 30 April 2016)

Hal ini dipertegas oleh petikan wawancara oleh masyarakat salah satu korban kekerasan sebagai berikut :

“Palayanan disini termasuk cukup cepat, karena pada saat melapor, saya langsung ditangani dan dimintai keterangan” (Wawancara dengan IN,30 April 2016 Narasumber adalah salah satu anggota masyarakat yang menjadi korban kekerasan)

Jadi berdasarkan hasil perikan wawancara diatas dapat dikatakan bahwa proses pelayanan di Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak Provinsi Sulawesi Selatan adalah tidak berbelit-belit dan dapat dikatakan sederhana. Hal tersebut sesuai dengan ungkapan narasumber MP, Kepala Kordinator Operasional Layanan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak Provinsi Sulawesi Selatan yang mengatakan bahwa proses pelayanan begitu korban tiba di Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak Provinsi Sulawesi Selatan setelah melaporkan pengaduannya, langsung segera ditangani pada saat itu

54

lxiv

juga. Adapaun urutan pelayanan sesuai dengan prosedur yang tercantum pada mekanisme pelayanan, yakni dengan mendaftarkan kasusnya terlebih dahulu ke bagian admisnistrasi dan langsung mengidentifikasi kasus korban.

Kemudian adapun korban yang tidak dapat datang secara langsung ke Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak Provinsi Sulawesi Selatan yang masih berada dalam cakupan provinsi terkait, dapat mengadukan langsung kasusnya melalui via telepon hotline dan juga langsung didaftarkan pada bagian administrasi dan mendapatkan pelayanan selanjutntya.

Kesederhanaan dalam pelayanan yang terdapat di Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak Provinsi Sulawesi Selatan juga dipertegas oleh pendapat masyarakat yang terlihat dalam petikan wawancara diatas. Nara sumber mengemukakan bahwa pelayanan yang dialaminya sangat bagus karena kasusnya langsung diatasi. Hal tersebut dikarenakan karena pelayanannya yang sangat tanggap, begitu ada pelaporan kasus kekerasan, setelah didaftarkan maka ada saat itu pula kasus di identifikasi.

2. Adanya kejelasan dan kepastian mengenai:

Prosedur/tata cara pelayanan umum perlu diketahui persyaratan pelayanan umum, baik teknis maupun administrasi, unit kerja atau pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan umum, rincian biaya/tarif pelayanan umum dan tata cara pembayaran, jadwal waktu penyelesaian pelayanan umum dan pejabat yang menerima keluhan masyarakat apabila terdapat sesuatu yang tidak jelas atau tidak puas atas

55

lxv

pelayanan diberikan kepada masyarakat (pelanggan). Berdasarkan hasil wawancara dengan dengan Nara Sumber Kepala Bidang kualitas Hidup,Perlindungan Perempuan dan Anak Provinsi Sulawesi Selatan yakni:

“Oh iya, kalau biaya gratis, harus gratis, kemudian waktu penyelesaian itu sangat variatif. Jadi ada yang bisa eh seminggu selesai dan ada yang sampai dua tahun. Yah karna kan kita sifatnya lebih banyak mediasi. Jadi semakin cepat kedua pihak ataupun ini bisa saling bertemu pendapatnya, mencapai jalan keluar yang disepakati, makin cepatmi selesai. Ahh belum lagi, nah itu sifatnya yang mediasi.

Kalo sifatnya ranah hukum, sangat variatif ada prosedurnya. Mulai dari proses pengumpulan bukti-bukti untuk di proses dari polisi dan dilimpahkan ke kejaksaan, semakin cepat tersedia bukti, prosesnya semakin cepat dan kemudian di sidang. Bisa waktunya proses hukum itu tiga sampai empat bulan dan ada juga kasus-kasus yang dalam beberapa bulan selesai, kita anggap selesai, nanti berulang lagi kasusnya.” (Wawancara dengan NA,30 April 2016.)

Berdasarkan hasil wawancara diatas dapat dikatakan bahwa pelayanan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak Provinsi Sulawesi Selatan cukup jelas, yakni prosedur pelayanannya secara jelas, karena langsung tercantum di Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak Provinsi Sulawesi Selatan dan merujuk pada Standard Operational Procedure (SOP) yang telah ditentukan. Untuk rincian biayanya

itu adalah gratis atau tidak dipungut biaya.

Hal ini juga dipertegas dengan pendapat masyarakat dalam petikan wawancaranya sebagai berikut :

“Pelayanan yang dulu saya pernah alami tidak ada masalah, cukup baik. Saya tidak melihat mencocokkan mekanismenya karena pada saat itu saya masih dalam keadaan trauma. Tapi selama saya dilayani disana, pelayanan yang saya dapatkan cukup baik, prosedurnya lancar-lancar saja, yah bisa dibilang standarnya bagus. Masalah biayanya, saya tidak pernah mengeluarkan biaya, tidak dipungut biaya. gratis (Wawancara dengan Nara Sumber AT, salah satu anggota masyarakat korban kekerasan perempuan, pada tanggal 30 April 2016)”

56

lxvi

Pendapat masyarakat menurut petikan wawancara diatas, mengindikasikan bahwa proses pelayanan pada Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak Provinsi Sulawesi Selatan termasuk jelas, pelayananya dilakukan secara urut, dan mengenai kejelasan terkait biaya adalah gratis alias tidak dipungut biaya sama sekali, dan waktu penyelesaian kasus sangat bervariatif. Kasusnya bisa selesai dalam waktu yang singkat, dan juga bisa selesai dalam kurun waktu yang lama, bahkan sampai memakan waktu 4 tahun.

3. Keamanan dalam proses serta hasil pelayanan umum dapat memberikan rasa keamanan dan kenyamanan serta memberikan cerminan kepastian hukum.

Keamanan yang dimaksudkan dalam hal penanganan kekerasan terhadap perempuan adalah bagaimana korban dapat merasa nyaman selama berada dalam pendampingan di Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak Provinsi Sulawesi Selatan terkait proses kekerasan yang dialaminya. Berdasarkan hasil wawancara dengan Nara Sumber Kepala Kordinator Oprasional Layanan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak Provinsi Sulawesi Selatan, yakni:

“Untuk korban, disini korban kita buat senyaman mungkin, kita menyediakan ruangan yang ber AC, jadi ketika korban pertama kali datang kesini, dia langsung bisa duduk di ruangan khusus korban. Nah disitu juga kita menyediakan minuman. Kita biarkan korban beristirahat sejenak, lalu kita ajak komunikasi perlahan-lahan. Disini juga kita tidak memaksa korban untuk bercerita langsung, jadi kita akan tunggu dia untuk siap menceritakan kasusnya. Kemudian kita upayakan pendampingan hukum jika korban membutuhkannya.

Intinya disini korban harus mendapatkan perhatian dan penanganan yang lebih baik.” (Hasil wawancara dengan MP,3 Mei 2016).

57

lxvii

Berdasarkan hasil petikan wawancara diatas, dapat kita simpulkan secara langsung bahwa korban, selama berada dalam lingkup Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak Provinsi Sulawesi Selatan, korban mendapatkan pelayanan fasilitas yang dirancang oleh pihak Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak dengan senyaman mungkin, agar korban yang merasa trauma atas kasus kekerasan yang dialaminya dapat mengurangi sedikit bebannya pada saat melaporkan kasusnya pada Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak Provinsi Sulawesi Selatan. Penyediaan fasilitas seperti ruangan AC untuk beristirahat, penyediaan minuman, dan tenaga satuan pengamanan (SATPAM) selalu siap untuk menjaga keamanan korban. Bahkan jika korban mebutuhkan pendampingan, saat itu juga maka akan disediakan langsung oleh pihak Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak Provinsi Sulawesi Selatan.

Hal ini dipertegas oleh petikan wawancara sebagai berikut :

“Ruangan yang disediakan cukup bagus, tersedia AC dan tempat tidur, kita juga langsung didampingi jika meminta kepada petugas, karena saya dulu sempat mengalami trauma yang cukup berat” (Hasil wawancara dengan salah satu anggota masyarakat RS,3 Mei 2016 yang menjadi korban kekerasan)

Kemudian dipertegas dengan wawancara berikut :

“Kalo masalah keamanannya bagus, selama saya disana saya terus dikawal sama pengamanan, jika saya membutuhkan sesuatu, langsung melapor sama keamanan lalu diteruskan ke stafnya” (Hasil wawancara dengan salah satu anggota masyarakat AS 4 Mei 2016 yang menjadi korban kekerasan)

58

lxviii

Pendapat yang dikemukakan oleh salah satu anggota masyarakat yang menjadi korban kekerasan perempuan juga memperkuat pendapat dari informan ahli sebelumnya. Menurutnya, keamanan dan fasilitas yang terdapat pada Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak Provinsi Sulawesi Selatan cukup memuaskan. Korban mendapatkan penanganan yang baik serta pendampingan, dan ditempatkan pada ruangan yang sangat nyaman. Namun disini, penggunaan rumah aman untuk korban tidak sepenuhnya atau jarang dipergunakan.

4. Keterbukaan

Keterbukaan adalah tata cara, prosedur ataupun persyaratan satuan kerja pejabat penanggung jawab pemberi pelayanan umum, waktu penyelesaian dan hal-hal yang berkaitan dengan proses pelayanan umum wajib diinformasikan secara terbuka agar mudah dipahami oleh masyarakat.

Keterbukaan dalam hal ini adalah sistem pelayanan yang terbuka bagi korban yang mengalami kasus kekerasan, keterbukaan terkait prosedur pelayanan dan proses identifikasi kasus.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Nara Sumber, yakni :

“Saya kira kembali lagi dengan SOP yang ada, segala prosedur yang ada kami informasikan sedetail mungkin dan tentunya terbuka skali, mulai dari awal hingga akhir penanganan sesuai dengan prosedur tanpa ada yang melenceng.” (Hasil wawancara dengan MP, Nara Sumber Kepala Kordinator Operasional Layanan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak Provinsi Sulawesi Selatan, 3 Mei 2016)

Berdasarkan petikan wawancara diatas, dapat dikatakan bahwa pelayanan di Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak

59

lxix

bersifat terbuka. Hal ini dapat dilihat dari penjelasan dari petikan wawancara sebelumnya dapat dikatakan sudah sangat jelas. Mengenai rincian prosedur pelayanannya yang sesuai dengan Standard Operational Procedure (SOP), biaya pelayanan yang gratis, pelayanan yang cepat tanggap, dan waktu pelayanan yang bervariatif serta proses mediasi yang selalu diupayakan oleh pihak-pihak Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak Provinsi Sulawesi Selatan kepada korban dan pelaku.

Hal ini dipertegas dengan hasil petikan wawancara dengan salah satu anggota masyarakat yang pernah menjadi korban kekerasan perempuan :

“Keterbukaan yah, bisa dibilang disini cukup terbuka dalam memberikan informasi selama saya diproses, tapi pada saat saya di identifikasi oleh staf pelayanan, ada beberapa pertanyaan yang diajukan namun saya tidak bersedia menjawab secara terbuka. Setelah saya mendapatkan penjelasan lebih detail lagi, akhirnya saya menceritakan semuanya secara lepas. Informasi yang saya berikan sangat dijaga privasinya.”(HL,4 Mei 2016)

Berdasarkan hasil petikan wawancara langsung dengan salah satu anggota masyarakat, dapat dikatakan bahwa keterbukaan dalam pelayanan yang diperoleh oleh masyarakat cukup baik, meskipun ada beberapa sedikit kendala dalam pemberian informasi, namun setelah diberikan penjelasan lebih lanjut oleh staf pelayanan, hal tersebut dapat diatasi.

5. Efisien

Efisien yaitu kemampuan dalam melakukan suatu pelayanan untuk memberikan hasil yang memuaskan tetapi tidak memboroskan waktu, tenaga maupun uang.

60

lxx

Efisien yang dimaksudkan di dalam pelayanan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak adalah bagaimana staf dan pegawai menggunakan kemampuannya dalam menangani korban dengan cepat dan tanggap dan tidak menimbulkan biaya yang besar dalam proses pelayanannya. Berdasarkan hasil wawancara dengan Nara Sumber Kepala Bidang Operasi Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak Provinsi Sulawesi Selatan, yakni :

“Waktu pelayanan juga termasuk cepat, karena begitu ada korban yang mengadu baik itu datang secara langsung, maupun keluhan yang datang dari telepon atau email, kita langsung mendaftarkan di catatan administrasi dan indentifikasi kasusnya. “Oh iya, kalau biaya gratis, harus gratis, kemudian waktu penyelesaian itu sangat variatif. Jadi ada yang bisa seminggu selesai dan ada yang sampai dua tahun.”

(Wawancara dengan MP, Nara Sumber Kepala Kordinator Operasional Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak Provinsi Sulawesi Selatan, 3 Mei 2016)”

Berdasarkan hasil wawancara diatas, dikatakan bahwa pelayan yang diberikan cukup cepat untuk menangani kasus pengaduan baik ketika korban datang secara langsung ke Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak Provinsi Sulawesi Selatan, maupun yang melapor melalui via telepon, penanganannya langsung ditindak lanjuti. Namun untuk hasil akhir dari penyelesaian kasus, seperti yang diuraikan pada hasil wawancara sebelumnya, waktunya adalah variatif, mulai dari dua minggu hingga sampai empat tahun. Jadi, dapat dikatakan bahwa pelayanan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak belum dapat dikatakan efisien. Hal ini dapat kita lihat dari penyelesaian kasus yang bervariatif waktunya, ada yang cepat langsung ditangani dan ada pula yang

61

lxxi

sampai dua tahun, tiga tahun dan bisa lebih dari itu. Hal ini disebabkan karena proses penemuan bukti yang kadang memakan waktu yang lama dan dibawa ke proses persidangan untuk ditindaklanjuti. Namun meskipun dari segi penyelesaian waktunya bervariatif, pelayanan pada saat pengaduan langsung ditangani dan diidentifikasi kasusnya. Untuk masalah biaya yang dikeluarkan disini adalah tidak dipungut biaya apapun

Hal ini sesuai dengan petikan wawancara salah satu anggota masyarakat, yakni :

“Kalo masalah waktu penyelesaiannya, saya sendiri kasus nya baru dapat diselesaikan dalam waktu tiga tahun lebih, hampir empat tahun kayaknya. Iya sih, termasuk lama. Karena bukti-bukti yang dikumpulkan memang memakan waktu yang lama, apalagi pelakunya sempat menghilangkan sebagian barang bukti, jadi untuk dibawa ke pengadilan itu masih lemah buktinya.” (Hasil wawancara dengan AT,4 Mei 2016, salah satu anggota masyarakat korban kekerasan perempuan)

6. Ketepatan waktu,

Ketepatan waktu, dalam arti pelaksanaan pelayanan umum dapat diselesaikan dalam waktu yang telah ditentukan. Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Kordinator Operasional Layanan P2TP2A dalah sebagai berikut:

“Waktu penyelesaian itu sangat variatif. Jadi ada yang bisa seminggu selesai dan ada yang sampai dua tahun. Yah karna kan kita sifatnya lebih banyak mediasi. Jadi semakin cepat kedua pihak ataupun ini bisa saling bertemu pendapatnya, mencapai jalan keluar yang disepakati, makin cepatmi selesai. Belum lagi, nah itu sifatnya yang mediasi.

Kalo sifatnya ranah hukum,sangat variatif ada prosedurnya. Mulai dari proses pengumpulan bukti-bukti untuk di proses dari polisi dan dilimpahkan ke kejaksaan, semakin cepat tersedia bukti, prosesnya semakin cepat dan kemudian di sidang. Bisa waktunya proses hukum itu tiga sampai empat bulan dan ada juga kasus-kasus yang dalam beberapa bulan selesai, kita anggap selesai”

(Wawancara dengan MP,3 Mei 2016)

62

lxxii

Hal ini dipertegas dengan petikan wawancara sebagai berikut :

“Penyelesaian kasus saya termasuk cepat, karena bukti-bukti yang saya sertakan cukup dan semuanya lengkap, jadi begitu berkas sudah lengkap langsung segera ditangani dan kalau kedua pihak sepakat untuk mediasi, kasusnya akan semakin cepat terselesaikan”

(Wawancara dengan NA, Nara Sumber Kepala Bidang Kepala Bidang kualitas Hidup,Perlindungan Perempuan dan Anak Provinsi Sulawesi Selatan, 3 Mei 2016)

Jadi untuk ketepatan waktunya, bisa lebih cepat dari target pelaksanaan dan juga bisa lebih lama dari target. Tergantung dari jenis kasusnya, dan apakah korban dan pelaku sama-sama ingin mediasi. Kalo mediasi dapat dilakukan, waktunya pasti bisa lebih cepat. Tetapi kalau menempuh jalur hukum, maka akan memakan waktu yang lama. Hal tersebut disebabkan oleh adanya pengumpulan bukti-bukti yang akan dihadapkan ke Jaksa. Jika bukti dapat segera dibuktikan, prosesnya bisa berlangsung cepat.

Tetapi apabila bukti-buktinya sulit untuk ditemukan, maka pasti akan memakan waktu yang lebih lama.

Hal ini juga sesuai dengan pendapat salah satu anggota masyarakat yang tercantum dari hasil petikan wawancara langsung sebagai berikut :

“Waktunya tergantung, kalo kasus saya itu diprosesnya termasuk cukup cepat, hampir dua minggu kasus saya sudah beres. Tetapi ada juga korban lainnya yang saya liat, penyelesaiannya lama, karena dia bersih keras tidak ingin mediasi, jadi mungkin yah penyelesaiannya juga lama. Kalo saya akhirnya sepakat untuk melakukan mediasi dengan pelaku, karena pelaku sendiri masih berstatus sebagai suami saya” (Wawancara dengan NI,5 Mei 2016 salah satu anggota masyarakat yang menjadi salah satu korban kekerasan perempuan).

63

lxxiii C. Faktor Pendukung dan Penghambat

Proses pelayanan pencegahan kekerasan terhadap perempuan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak Provinsi Sulawesi Selatan tentunya tidak selalu berjalan dengan efektif. Dalam beberapa hal, terkadang terdapat hal-hal yang menghambat proses pelayanan pencegahan kekerasan perempuan. Namun, disamping itu juga terdapat faktor-faktor yang juga mendukung proses pelayanan di P2TP2A Provinsi Sulawesi Selatan terkait pencegahan kekerasan perempuan.

1. Faktor pendukung

Faktor pendukung adalah sumber daya manusia yang ada di P2TP2A Provinsi Sulawesi Selatan sebagian besar sangat berkompeten dan cepat tanggap, sehingga apabila ada kasus pengaduan kekerasan dapat segera ditindaklanjuti. Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Kordinator Operasional Layanan P2TP2A adalah sebagai berikut :

“Kalo disini, alhamdulillah sumber daya yang kita punya sampai saat ini termasuk baik. Mereka semua cepat tanggap dalam melakukan pelayanan korban. Kami selalu bersinergi untuk memberikan pelayanan sebaik mungkin kepada korban, semua pegawai disini telah diberi bekal pendidikan dan pelatihan (diklat) terkait P2TP2A (Wawancara dengan MP, 3 Mei 2016)”

Kemudian dipertegas dengan petikan hasil wawancara berikut :

“Saya merasa pelayanan disini cukup bagus, pegawaianya merespon dengan baik keluhan kita, mereka juga cukup ramah dalam melayani korban dengan berbagai keluhannya, bisa dibilang pelayanan disini sangat baik” (Wawancara dengan IK, salah satu anggota masyarakat yang menjadi salah satu korban kekerasan perempuan, 5 Mei 2016).

64

lxxiv

Mendukungnya faktor sumber daya manusia ini karena orang-orang tersebut telah memiliki banyak bekal yang mereka peroleh melalui serangkaian kegiatan pelatihan dan kajian, serta workshop-workshop yang mereka sering ikuti, sehingga dapat dikatakan bahwa sebagian besar pegawai nya memiliki produktifitas yang tinggi dan menguasai bentuk-bentuk pelayanan di P2TP2A Provinsi Sulawesi Selatan khusunya dalam pencegahan kasus perempuan.

2. Faktor penghambat

Faktor penghambatnya adalah apabila dalam penanganan kasus-kasus yang diterima melalui daerah-daerah, dan yang menangani kasusnya adalah pegawai yang masih baru, dan adanya ketidak jelasan informasi yang diperoleh akibat pegawai yang menangani kasus tidak mengkoordinasikan dengan pegawai lain yang ikut menangani kasus tersebut, seperti yang dikemukanan pada hasil wawancara dengan Kepala Kordinator Operasional Layanan P2TP2A adalah sebagai berikut :

“Sebenarnya ini bukan merupakan suatu hambatan yang berat bagi pelayanan disini, saya rasa wajar saja kalau pegawai yang masih baru belum bisa mengenal kondisi lapangan dengan baik, meskipun mereka sudah diberi bekal sebelumnya, tapi ketika belum memperoleh pengalaman di lapangan, wajar saja kalo masih sedikit agak kaku. Disini korban yang melapor, kita usahakan memberi pelayanan yang prima, hambatan-hambatan kecil yang kadang kita hadapi adalah masalah koordinansi pegawai lama dengan baru, terkadang ada kasus yang ditangani oleh pegawai yang baru, tetapi dia tidak mengkoordinasikan dengan pegawai yang berada pada divisi yang sama, padahal mereka harusnya mengkomunikasikan hal tersebut. Kemudian juga laporan dari beberapa daerah-daerah, biasayanya data yang

65

lxxv

mereka laporkan belum lengkap jadi kejelasan informasi masih kurang.” (Wawancara dengan MP, 3 Mei 2016).

Kemudian dipertegas dengan hasil petikan wawancara berikut :

“Hambatannya, mungkin kalo kebetulan dilayani sama pegawai yang baru, masih sedikit agak lambat tapi kita memaklumi semua itu, yang penting kasusnya bisa dilaporkan dulu, setelah kasusnya terdaftar, disitu kita mendapatkan pelayanan yang lebih baik lagi (Wawancara dengan BD,5 Mei 2016 salah satu anggota masyarakat yang menjadi salah satu korban kekerasan perempuan)

Berdasarkan hasil wawancara tersebut, masalah koordinasi dengan sesama pegawai adalah yang menjadi hambatan. Namun dikatakan, bahwa itu bukanlah suatu hambatan yang besar, karena P2TP2A akan selalu meningkatkan kualitas pelayanannya

66

lxxvi

BAB V

BAB V