• Tidak ada hasil yang ditemukan

KINERJA PEGAWAI PUSAT PELAYANAAN TERPADU PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN ANAK (P2TP2A) DALAM PENCEGAHAN KEKERASAN PEREMPUAN DI PROVINSI SULAWESI SELATAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "KINERJA PEGAWAI PUSAT PELAYANAAN TERPADU PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN ANAK (P2TP2A) DALAM PENCEGAHAN KEKERASAN PEREMPUAN DI PROVINSI SULAWESI SELATAN"

Copied!
79
0
0

Teks penuh

(1)

KINERJA PEGAWAI PUSAT PELAYANAAN TERPADU PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN ANAK (P2TP2A) DALAM

PENCEGAHAN KEKERASAN PEREMPUAN DI PROVINSI SULAWESI SELATAN

SRI WAHYUNI

Nomor Stambuk : 105610 4190 11

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

2016

(2)

ii

KINERJA PEGAWAI PUSAT PELAYANAAN TERPADU PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN ANAK (P2TP2A) DALAM

PENCEGAHAN KEKERASAN PEREMPUAN DI PROVINSI SULAWESI SELATAN

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Administrasi Negara

Disusun dan Diajukan Oleh SRI WAHYUNI

Nomor Stambuk : 105610 4190 11

Kepada

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

2016

(3)

iii

PERSETUJUAN

Judul Skripsi : Kinerja Pegawai pusat pelayanan terpadu pemberdayaan Perempuan dan anak (P2TP2A) dalam pencegahan Kekerasan perempuan di Provinsi Sulawesi Selatan Nama Mahasiswa : Sri wahyuni

Nomor Stambuk : 105610 4190 11

Program Studi : Ilmu Administrasi Negara

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Hj. Andi Nuraeni Aksa. SH. MH Drs. H. Muhammad Idris. M.Si

Mengetahui :

Dekan Ketua Jurusan

Fisipol Unismuh Makassar Ilmu Administasi Negara

Dr. H. Muhlis Madani, M.Si Dr. Burhanuddin, S. Sos., M.Si

(4)

iv

PENERIMA TIM

Telah diterima oleh TIM penguji Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar,Berdasarkan Surat Keputusan undagan Menguji ujian skripsi Dekan Fisipol Universitas Muhammadiyah Makassar,Nomor : 141/FSP/A.1-VIII/37/2016,sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana (S1) dalam program studi Administrasi Negara.

Di Makassar hari jumat tanggal 26 agustus 2016

TIM PENILAI

KETUA SEKRETARIS

Dr. H. Muhlis Madani, M.si Drs. H. Muhammad idris, M.si

Penguji

1. Drs. H. Muhammad idris, M.si ( ………. ) 2. Dr. H. Lukman Hakim, M.si ( ………. ) 3. Dr. H. Anwar Parawangi, M.si ( ………..) 4. Dr.Burhanuddin,S.sos,M.si (……….. )

(5)

v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama Mahasiswa : Sri Wahyuni Nomor Stambuk : 105610 4190 11

Program Studi : Ilmu Administrasi Negara

Mengatakan bahwa benar karya ilmiah ini adalah penelitian saya sendiri tanpa bantuan dari pihak lain atau telah ditulis/dipublikasikan orang lain atau melakukan plagiat. Pernyataan ini saya buat dengan sungguhannya dan apabila di kemudian dari pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik sesuai aturan yang berlaku, sekalipun itu pencabutan gelar akademik.

Makassar, Mei 2016 Yang Bersangkutan

Sri Wahyuni

(6)

vi ABSTRAK

SRI WAHYUNI,2016 Kinerja Pegawai Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Dalam Pencegahan Kekerasan Perempuan di Provinsi Sulawesi Selatan. (Dibimbing oleh andi Nuraeni Aksa dan Muhammad Idris).

Mengetahui kinerja pelayanan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Dalam Pencegahan Kekerasan Perempuan di Provinsi Sulawesi Selatan. Berdasarkan hal tersebut, peneliti terdorong untuk mencoba menggambarkan dan menjelaskan Kinerja Pelayanan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Dalam Pencegahan Kekerasan Perempuan di Provinsi Sulawesi Selatan

Jenis penelitian yang dilakukan adalah deskriptif kualitatif.Informan penelitian ini adalah kepala Bidang Kepala Sub Bidang Audit P2TP2A Provinsi Sulawesi Selatan,Dengan pendekatan deskriptif yang mengutamakan teknik pengumpulan data melalui observasi, wawancara dan dokumentasi. Kemudian data yang diperoleh tersebut dianalisis dengan melalui tahapan berikut yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan (verifikasi).

Berdasarkan data yang diperoleh Menujukkan kinerja pelayanan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Dalam Pencegahan Kekerasan Perempuan di Provinsi Sulawesi Selatan sesuai dengan prosedur mekanisme pelayanan yang ditetapkan oleh P2TP2A dan merujuk pada SOP yang telah di tentukan.

Keyword: kinerja pelayanan, P2tp2a, Kekerasan perempuan

(7)

vii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Rabbul Alamin atas petunjuk dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat meneyelesaikan skripsi yang merupakan salah satu syarat guna memperoleh gelar sarjana Sosial pada Jurusan Administrasi Negara Universitas Muhammadiyah Makassar.

Penulis menyadari bahwa dalam penulis skripsi ini, penulis banyak menyadari kesulitan namun berkat adanya arahan, dorongan, bantuan baik moril maupun materil serta dari bimbingan dari berbagai pihak sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada orang tua saya KAPTEN INF (Purn) SYAMSUDDIN S dan HASNIA NOMPO serta saudara- saudaraku Sertu Hardiyansa, ST.Hardyanti SE, dan Wira Adriyanto atas segala kasih sayang, motivasi, pengorbanan dan doa yang tak henti- hentinya penulis terima selama ini.

Selanjutnya ucapan terima kasih dihanturkan kepada :

1. Bapak Rektor Universitas Muhammadiyah Makassar yang telah memberikan kesempatan kepada penulis menimba ilmu di Unismuh Makassar

2. Ibu Hj. Andi Nuraeni Aksa, SH, MH dan Bapak Drs. H. Muhammad idris, Msi masing-masing selaku Pembimbing I dan Pembimbing II yang banyak mengarahkan dan membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini.

(8)

viii

3. Dekan, Ketua jurusan dan para Dosen serta staf dan kariyawan FISIPOL Unismuh Makassar, atas pelayanan dan bantuannya selama penulis mengikuti pendidikan di FISIPOL Unismuh Makassar.

4. Ibu dan staf pegawai Pusat pelayanan terpadu pemberdayaan perempuan dan anak (P2TP2A) provinsi Sulawesi selatan yang telah memberikan ijin untuk melakukan penelitian kepada penulis.

5. Sahabat-sahabatku Riri kasmila Tenne S.pd, Ira Astuti Sumara Amd.AK, Annisa Nasir S.pd, Sry kartika David S.pd, atas dukungan dan motivasinya kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.

6. Seluruh rekan mahasiswa yang selama ini telah bahu membahu untuk saling membantu dalam proses perkuliahan.

Sebagai ahkir kata semoga kebaikan yang telah diberikan oleh semua pihak kepada penulis di Ridhoi oleh Allah SWT

Makassar, Mei 2016 Penulis,

Sri wahyuni 10561 04190 11

(9)

ix DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Judul ... i

Halaman Pengajuan Skripsi ... ii

Halaman Persetujuan ... iii

Halaman Penerimaan Tim……… iv

Pernyataan Keaslian Karya Ilmiah ... v

Abstrak ... vi

Kata Pengantar ... viii

Daftar Isi... viiii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kinerja ... 8

B. Pelayanan ... 13

C. Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak ... 18

D. Kekerasan Perempuan ... 22

E. Kerangka Pikir ... 27

F. Fokus Penelitian ... 29

BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Lokasi Penelitian ... 33

B. Jenis dan Tipe Penelitian ... 34

C. Sumber Data ... 35

D. Informan Penelitian ... 36

E. Teknik Pengumpulan Data ... 36

(10)

x

F. Teknik Analisis Data ... 37 G. Keabsahan Data ... 38

BAB IV HASIL PEMBAHASAN DAN PENELITIAN

A. Deskripsi Wilayah Penelitian ... 40 B. Kinerja Pegawai Pelayanan P2TP2A Terhadap Pencegahan

Kekerasan Terhadap Perempuan ... 52 C. Faktor Pendukung dan Penghambat ... 63

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 66 B. Saran ... 67

DAFTAR PUSTAKA ... 70

(11)

xi

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keluarga merupakan unit yang paling kecil dalam sebuah organisasi yang perannya begitu penting khususnya dalam membina kebutuhan jiwa keluarga tersebut. Keluarga juga sebagai pranata kehidupan memiliki fungsi pengaturan seksual, sosialisasi, afeksi, penentuan status, perlindungan dan ekonomis. Sehingga keluarga memiliki dampak yang begitu besar dalam perkembangan suatu negara. Namun kenyataannya dalam keluarga begitu banyak persoalan yang bersifat publik yaitu Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).

Betapa perempuan (isteri) dan anak selalu menjadi pihak yang lemah dan dipersalahkan setiap kali terjadi domestic-violence (kekerasan dalam rumah tangga). Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang menimpa perempuan dan anak selama ini sulit untuk dijamah oleh proses hukum. Hal ini terjadi karena banyak faktor yang menghambat seperti budaya, privacy dan sosial (Ollenburger dan Moore, 2002:165).

Tindak kekerasan dapat terjadi dimana-mana, bahkan dalam kenyataannya tindak kekerasan dalam rumah tangga juga terjadi dalam frekuensi yang tidak sedikit. Kekerasan dalam rumah tangga sebenarnya dapat menjadikan siapapun dalam keluarga sebagai korban. Peristiwa-peristiwa penganiayaan, pelecehan seksual dan lainnya bukan hal yang baru dalam kehidupan saat ini, dampak sosial ekonomi dalam keluarga dan masyarakat juga merupakan pemicu terjadinya kekerasan dalam kehidupan berkeluarga dan bermasyarakat.

1

(12)

xii

Penindasan yang berbentuk kekerasan terjadi hampir di semua kalangan kehidupan perempuan. Hal ini terjadi pada perempuan karena gendernya, meskipun laki-laki tidak menutup kemungkinan juga menjadi korban kekerasan.

Namun hampir dalam setiap penelitian tentang kekuasaan dan kekerasan, perempuan lebih banyak berada dalam posisi sebagai korban. Artinya, perempuan korban kekerasan berada dalam penguasaan laki-laki. Hal senada juga dinyatakan oleh Ollenburger bahwa persoalan gender menggambarkan adanyausaha dominasi laki-laki terhadap perempuan yang subordinat (menempatkan lebih rendah).

Ketimpangan relasi gender ini bukan hanya terjadi di ranah kerja, namun juga di dalam rumah tangga (ranah privat). Bahkan di hampir semua sistem sosial dan politik ketimpangan ini terjadi. Ketimpangan ini terjadi karena laki-laki merasa memiliki kuasa terhadap perempuan dan merasa berhak melakukan kekerasan.

Faktor inilah yang mendasari pelaku kekerasan mempunyai hubungan dekat dengan korban. Ketimpangan relasi yang kuat (powerfull) kepada yang lemah (powerless) terjadi di berbagai bentuk hubungan lain, suami kepada isteri, orang tua kepada anak dan majikan kepada pembantu. Ketidakseimbangan relasi antara laki-laki dan perempuan tersebut dapat terjadi di dalam relasi perkawinan keluarga atau pasangan (Farikh, 2006).

Data kasus kekerasan di Indonesia yang diperoleh dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) bidang data dan pengaduan informasi, pada tahun 2013 sedikitnya terdapat 291 kasus kekerasan fisik pada anak, 127 kasus kekerasan psikis, sebanyak 590 kasus pelecehan seksual, 127 kasus pembunuhan, 92 kasus pencurian, 68 kasus penculikan, 17 kasus bunuh diri, 19 kasus aborsi,

2

(13)

xiii

dan sebanyak 22 kasus penganiayaan. Sedangkan pada tahun 2014, kasus kekerasan fisik menurun menjadi 142 kasus, kekerasan psikis menjadi 41 kasus, pelecehan seksual mengalami peningkatan menjadi 621 kasus, pembunuhan meningkat menjadi 168 kasus, pencurian sebanyak 89 kasus, penculikan sebanyak 48 kasus, bunuh diri sebanyak 23 kasus, aborsi 28 kasus dan penganiayaan sebanyak 74 kasus (Komisi Perlindungan Anak Indonesia, 2013-2014).

Data kasus kekerasan yang diperoleh di provinsi Sulawesi Selatan, pada tahun 2014 hingga November 2015, terdapat 615 kasus kekerasan terhadap perempuan dan pada tahun 2015 kasus menurun menjadi 370 kasus kekerasan Sedangkan untuk kawasan Makassar secara khusus, data yang diperoleh pada tahun 2014, sedikitnya terdapat 94 kasus perceraian, 22 kasus kekerasan pada anak, 15 kasus kekerasan pada perempuan, 26 kasus kekerasan dalam rumah tangga, dan 16 kasus perdagangan anak (Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perlindungan Indonesia untuk Keadilan di Sulsel, 2014-2015).

Berdasarkan data yang diperoleh, kasus kekerasan perempuan semakin hari semakin meningkat, bahkan dari semua kasus kekerasan yang ditangani oleh lembaga perlindungan, kasus kekerasan terhadap anak merupakan kasus yang paling tinggi di tahun ini.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004 tentang penghapuasan kekerasan dalam rumah tangga, sebagaimana yang terdapat dalam pasal (11) yakni pemerintah bertanggung jawab dalam upaya pencegahan kekerasan dalam rumah tangga, membentuk sistem pelayanan bagi masyarakat yang merujuk kepada kelanjutan dari UU RI No. 23 Tahun 2004 yakni yang

3

(14)

xiv

tercantum dalam pasal (13) yang menyatakan bahwa untuk penyelenggaraan pelayanan terhadap korban, pemerintah dan pemerintah daerah daerah sesuai dengan fungsi dan tugas masing-masing dapat melakukan upaya penyediaan pelayanan khusus di kantor kepolisisan, penyediaan aparat, tenaga kesehatan, pekerja sosial dan pembimbing rohani, pembuatan dan pengembangan sistem dan mekanisme kerjasama program pelayanan yang melibatkan pihak yang mudah diakses oleh korban serta memberikan perlindungan bagi pendamping, saksi, keluarga dan korban.

Mengingat suatu kebijakan dilaksanakan baik di pusat maupun di daerah dalam rangka memberikan pelayanan kepada masyarakat, di Kota Makassar terbentuk suatu wahana pelayanan dalam penanganan kasus kekerasan dalam rumah tangga yakni Pembentukan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan Dan Anak (P2TP2A) Provinsi Sulawesi Selatan. P2TP2A Provinsi Sulawesi Selatan merupakan salah satu bentuk wahana pelayanan bagi perempuan dan anak dalam upaya pemenuhan informasi dan kebutuhan di bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi, hukum, perlindungan dan penanggulangan tindak kekerasan terhadap perempuan.

P2TP2A sebagai wahana yang menangani kasus kekerasan pada perempuan harus memiliki efektivitas kinerja yang sesuai dengan tujuan dari P2TP2A sendiri serta adanya komunikasi yang aktif dengan berbagi instansi terkait. Untuk itu penting meningkatkan kinerja pelayanan terhadap penanganan korban mengenai tindak kekerasan yang dialaminya, diantaranya pelayanan pengaduan korban.

4

(15)

xv

Pelayanan prima tercapai apabila pelayanan yang dialami sudah sesuai atau lebih baik dari harapan dari pelanggan, atau dengan kata lain sesuatu yang diinginkan pelanggan adalah pelayanan yang dapat diselesaikan tepat waktu dengan kualitas yang prima sesuai dengan kesepakatan yang telah ditentukan sebelumnya. Namun berdasarkan data yang diperoleh di lapangan, pelayanan P2TP2A belum dapat dikatakan maksimal karena masih terdapat beberapa permasalahan dalam hal penanganan pencegahan kasus kekerasan diantaranya adalah lambannya pelayanan terhadap pengaduan korban, pelayanan yang dilakukan berbelit-belit, dan program konseling yang diadakan belum maksimal.

Penulis juga menemukan berbagai persoalan yang menghambat efektivitas kinerja pelayanan P2TP2A, antara lain ketidaksesuaian antara jumlah pegawai dengan tingginya kasus kekerasan terhadap perempuan yang harus ditangani oleh instansi terkait, tidak semua instansi yang terkait menerima terbuka kasus KDRT maupun kasus kekerasan lainnya. Rumah aman (shalter) untuk korban tidak terdapat pada P2TP2A melainkan di dinas terkait dan hanya korban kekerasan bersifat fisik yang memperoleh rumah aman. Selain itu rendahnya pengetahuan masyarakat akan adanya undang-undang dan wadah P2TP2A sebagai instansi yang menangani kekerasan perempuan dan anak.

Berdasarkan latar belakang dan urian diatas maka penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut dan mendalam mengenai permasalahan diatas yang dituangkan dalam bentuk karya ilmiah (skripsi) dengan judul “Kinerja Pelayanan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) dalam Pencegahan Kekerasan Perempuan di Provinsi Sulawesi Selatan”

5

(16)

xvi B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana kinerja pelayanan P2TP2A dalam pencegahan kekerasan perempuan di Provinsi Sulawesi Selatan?

2. Faktor-faktor apa saja yang menghambat dan mendukung kinerja pelayanan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan Dan Anak (P2TP2A) dalam pencegahan kekerasan perempuan di Provinsi Sulawesi Selatan?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui kinerja pelayanan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) dalam pencegahan kasus kekerasan perempuan di Provinsi Sulawesi Selatan.

2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menghambat dan mendukung kinerja pelayanan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) dalam pencegahan kekerasan perempuan di Provinsi Sulawesi Selatan.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini secara praktis sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi pihak Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kota Makassar dan sebagai bahan

6

(17)

xvii

literatur bagi peneliti yang ingin melakukan penelitian dengan topik yang sama.

2. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini secara teoritis dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam memperkaya wawasan konsep praktek mengenai kinerja pelayanan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) dalam pencegahan kekerasan perempuan di Provinsi Sulawesi Selatan.

7

(18)

xviii

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kinerja

1. Definisi Kinerja

Kinerja seorang pegawai merupakan hal yang bersifat individual, karena setiap pegawai mempunyai tingkat kemampuan yang berbeda - beda dalam mengerjakan tugasnya untuk meningkatkan kemampuan secara positif dalam pekerjaannya.

Mahsun (2006:25) kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian hasil pelaksanaan suatu kegiatan atau program dalam mewujudkan sasaran, tujuan, visi dan misi organisasi yang tertuang dalam strategi planning organisasi.

Miner dalam Sutrisno (2010:170) “kinerja adalah bagaimana seseorang diharapkan dapat berfungsi dan berperilaku sesuai dengan tugas yang telah dibebankan kepadanya”.

Prawiro Suntoto dalam Tika (2010:121) “kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi dalam rangka mencapai tujuan oranisasi dalam periode waktu tertentu.” Selanjutnya Bangun (2012:231) “kinerja adalah hasil pekerjaan yang dicapai oleh seseorang berdasarkan pesyaratan pekerjaan (job requirement). Suatu pekerjaan mempunyai persyaratan tertentu untuk dapat dilakukan dalam mencapai tujuan disebut sebagai standar pekerjaan yang telah ditetapkan oleh organisasi.”

Berdasarkan beberapa definisi diatas, penulis menyimpulkan bahwa kinerja adalah hasil kerja yang dicapai oleh seseorang berdasarkan periode

8

(19)

xix

tertentu yang merujuk pada tingkatan pencapaian pelaksanaan pekerjaan untuk mencapai tujuan organisasi.

2. Kinerja Pegawai

Kinerja seorang pegawai merupakan hal yang bersifat individual, karena mempunyai tingkat kemampuan yang berbeda-beda dalam mengerjakan tugasnya untuk meningkatkan kemampuan secara positif dalam pekerjaannya.

Pegawai Negeri berkedudukan sebagai unsur aparatur negara yang bertugas untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat secara profesional, jujur, adil dan merata dalam penyelenggaraan tugas negara, pemerintahan, dan pembangunan.

Pengertian Pegawai Negeri Sipil menurut Undang-Undang Pokok-pokok kepegawaian nomor 43 Tahun 1999 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang pokok-pokok kepegawaian adalah sebagai berikut :

“Pegawai Negeri adalah setiap warga Negara Republik Indonesia yang telah memenuhi syarat yang ditentukan diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri, atau diserahi tugas negara lainnya dan digaji berdasarkan peraturan perundang- undangan yang berlaku”.

Gomes (2005:195) “mengemukakan definisi kinerja pegawai sebagai ungkapan seperti output, efisiensi serta efektivitas sering dihubungkan dengan produktivitas”.

Sinambela, dkk (2012:5) “kinerja pegawai didefinisikan sebagai kemampuan pegawai dalam melakukan suatu keahlian tertentu”.

9

(20)

xx

Menurut Undang-Undang Pokok-pokok kepegawaian nomor 43 Tahun 1999, tentang pokok-pokok Kepegawaian dalam Bab III Pasal 12 ayat (1) dan (2) menyatakan bahwa :

1. Manajemen Pegawai Negeri Sipil diarahkan untuk menjamin penyelenggaraan tugas pemerintah dan pembangunan secara berdaya guna dan berhasil guna.

2. Untuk mewujudkan penyelenggaraan tugas pemerintah dan pembangunan sebagai mana dimaksud dalam ayat (1), diperlukan pegawai negeri sipil yang profesional, bertanggung jawab, jujur dan adil melalui pembinaan yang dilaksanakan berdasarkan sistem prestasi kerja dan sistem karier yang dititikberatkan pada sistem prestasi kerja.

Winda (2013:5) “kinerja pusat pelayanan terpadu pemberdayaan perempuan dan anak adalah hasil kerja dari penyelenggaraan pelayanan terpadu bagi perempuan dan anak korban kekerasan yang mana sesuai visi dan misi Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anakdengan target yang diharapkan sebelumnya.”

Berdasarkan dari beberapa definisi diatas, maka yang dimaksud dengan kinerja pegawai Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak adalah hasil kerja yang dicapai oleh pegawai Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak dalam hal pelayanan terhadap korban kekerasan perempuan berdasarkan target yang telah ditentukan.

3. Faktor yang Mempengaruhi Kinerja

Kinerja dalam melaksanakan fungsinya tidak berdiri sendiri, tetapi berhubungan dengan kepuasan kerja dan tingkat imbalan, dipengaruhi oleh

10

(21)

xxi

keterampilan, kemampuan dan sifat individu. Oleh karena itu, menurut model partner-lawyer Donelly, Gibson dan Invancevich, kinerja pegawai dalam pelaksanaan tugas pada dasarnya dipengaruhi oleh beberapa faktor yang diantaranya adalah sebagai berikut:

a. Harapan mengenai imbalan.

b. Dorongan.

c. Kemampuan.

d. Kebutuhan dan sifat.

e. Imbalan internal dan eksternal.

f. Persepsi terhadap tingkat imbalan dan kepuasan kerja (Mangkuprawira, 2009:220).

Terdapat dua faktor yang mempengaruhi kinerja pegawai yaitu sebagai berikut :

a. Faktor Individu.

Secara psikologis, individu yang normal adalah individu yang memiliki integritas yang tinggi antara fungsi psikis (rohani) dan fisiknya (jasmaniah).

Dengan adanya integritas yang tinggi maka individu tersebut memiliki konsentrasi diri yang baik. Konsentrasi yang baik ini merupakan modal utama individu manusia untuk mampu mengelola potensi dirinya secara optimal dalam melaksanakan kegiatan kerja sehari-hari.

b. Faktor Lingkungan Organisasi.

Faktor lingkungan kerja organisasi sangat menunjang bagi individu dalam mencapai kinerja. Faktor lingkungan organisasi yang dimaksud antara lain

11

(22)

xxii

uraian jabatan yang jelas, otoritas yang memadai, target kerja yang menantang, pola komunikasi yang efektif, hubungan kerja yang harmonis, iklim kerja yang respek dan dinamis, peluang berkarir dan fasilitas kerja yang relatif memadai (Mangkunegara, 2009:16).

4. Indikator Kinerja

Dwiyanto ( 2008 : 50-51) menyebutkan bahwa indikator-indikator atau kriteria-kriteria dalam mengukur kinerja organisasi publik adalah :

a. Productivity (produktivitas) adalah konsep produktivitas tingkat efisiensi, tetapi juga efektivitas pelayanan. Produktivitas pada umumnya dipahami sebagai rasio input dan output.

b. Kualitas layanan, adalah cenderung menjadi semakin penting dalam menjelaskan kinerja organisasi pelayanan publik. Kepuasan masyarakat bisa menjadi parameter untuk menilai kinerja organisasi publik.

c. Responsiveness (responsivitas) adalah kemampuan organisasi mengenali untuk kebutuhan masyarakat menyusun agenda dan prioritas pelayanan dan mengembangkan program pelayanan publik sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat.

d. Responsibility (responsibilitas) adalah menjelaskan apakah pelaksanaan kegiatan organisasi publik dilakukan sesuai prinsip-prinsip administrasi yang benar atau sesuai dengan kebijakan organisasi.

e. Accountability (akuntabilitas) Adalah ukuran beberapa kebijakan dan kegiatan organisasi publik tunduk pada para pejabat politik yang dipilih oleh rakyat. Dengan sendirinya akan mempresentasikan kepentingan rakyat.

12

(23)

xxiii B. Pelayanan

1. Definisi Pelayanan

Fungsi utama pemerintah adalah memberikan pelayanan, menyelenggarakan pembangunan dan menyelenggarakan pemerintahan untuk mengatur dan mengurus masyarakatnya dengan menciptakan ketentraman dan ketertiban yang mengayomi dan mensejahterahkan masyarakatnya.

Penyelenggaraan pelayanan publik memiliki aspek dimensional, oleh karena itu dalam pembahasan dan menerapkan strategi pelaksanaannya tidak dapat hanya didasarkan pada satu aspek saja, misalnya hanya aspek ekonomi atau aspek politik. Pendekatannya harus terintergrasi melingkupi aspek lainnya, seperti aspek sosial budaya, kondisi geografis dan aspek hukum/peraturan perundang-undangan (Hardiansyah, 2015:15).

Pengertian jasa pelayanan yang diberikan oleh Davidow dan Uttal (2006:2) yaitu “pelayanan merupakan segala bentuk, kegiatan, informasi yang menambah kemampuan pelanggan untuk menyadari pentingnya nilai dari suatu produk atau jasa inti.” Moenir (2008:18) mendefinisikan “pelayanan adalah proses pemenuhan kebutuhan melalui aktivitas orang lain secara langsung.

Pelayanan/jasa adalah setiap tindakan atau perbuatan yang dapat ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain, yang pada dasarnya bersifat intangible (tidak berwujud fisik) dan tidak menghasilkan kepemilikan sesuatu.”

Pelayanan publik sebagaimana yang dikemukakan oleh Ratminto dalam Hardiansyah (2015:23) adalah “segala bentuk jasa pelayanan, baik dalam bentuk barang publik maupun jasa publik yang pada prinsipnya menjadi tanggungjawab

13

(24)

xxiv

dan dilaksanakan oleh instansi pemerintah di pusat, di daerah, dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah, dalam upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.” Sedangkan menurut Rasyid dalam Hardiansyah (2015:23) “pelayanan publik dapat diartikan sebagai pemberian layanan (melayani) keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan oleh undang-undang.”

Berdasarkan pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa pelayanan publik merupakan kegiatan melayani kebutuhan individu ataupun masyarakat yang berdasarkan pada kepentingan organisasi, maupun instansi melalui tata cara yang telah ditetapkan dan berdasarkan atas perundang-undangan.

2. Penyelenggaraan Pelayanan

Pelayanan masyarakat merupakan tuntutan kebutuhan di era globalisasi dan persaingan kawasan, sehingga standar kualitas pelayanan yang diterapkan dalam upaya mendukung pelayanan publik hendaknya mendapatkan perhatian yang serius dari pemerintah. Pemerintahan pada hakekatnya adalah pelayanan kepada masyarakat. Ia tidaklah diadakan untuk melayani dirinya sendiri, tetapi untuk melayani setiap anggota masyarakat serta menciptakan kondisi yang memungkinkan masyarakat mengembangkan kemampuannya demi mencapai tujuan bersama, karena birokrasi publik berkewajiban dan bertanggungjawab untuk memberikan layanan yang baik dan profesional untuk seluruh lapisan masyarakat sepenuhnya.

14

(25)

xxv

Menurut Hardiansyah (2015:32) dalam hubungannya dengan pelayanan publik, berdasarkan Pasal 34 Undang-Undang Nomor 25/2009 disebutkan bahwa pelaksana dalam menyelenggarakan pelayanan publik harus berperilaku sebagai berikut :

a. Adil dan tidak diskriminatif b. Cermat

c. Santun dan ramah

d. Tegas, andal, dan tidak memberikan putusan yang berlarut-larut e. Profesional

f. Tidak mempersulit

g. Patuh pada perintah atasan yang sah dan wajar

h. Menjunjung tinggi nilai-nilai akuntabilitas dan integritas institusi penyelenggara

i. Tidak membocorkan informasi atau dokumen yang wajib dirahasiakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan

j. Terbuka dan mengambil langkah yang tepat untuk menghindari benturan kepentingan

k. Tidak menyalahgunakan sarana dan prasarana serta fasilitas pelayanan publik l. Tidak memberikan informasi yang salah atau menyesatkan dalam

menanggapi permintaan informasi serta proaktif dalam memenuhi kepentingan masyarakat

m. Tidak menyalahgunakan informasi, jabatan, dan atau kewenangan yang dimiliki

15

(26)

xxvi n. Sesuai dengan kepantasan

o. Tidak menyimpang dari prosedur.

3. Indikator Pelayanan

Upaya mendukung adanya peningkatan kualitas pelayanan publik dilakukan pemerintah melalui Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dengan mengeluarkan suatu Keputusan Menpan No. 81 tahun 1993 mengenai sendi-sendi palayanan umum yang baik, yang mencakup kesederhanaan, kejelasan dan kepastian, keamanan, keterbukaan, efisiensi ekonomi, keadilan yang merata dan ketepatan waktu. Komitmen akan pentingnya kualitas pelayanan disektor publik ini diperkuat dengan satu kebijakan yaitu Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1995 tentang perbaikan dan peningkatan mutu pelayanan aparatur pemerintah kepada masyarakat. Berdasarkan kebijakan tersebut indikator pelayanan yang prima (kualitas) adalah :

a. Kesederhanaan, bahwa prosedur/tata cara pelayanan diseleggarakan secara mudah, lancar, cepat tidak terbelit-belit, mudah dipahami dan mudah dilaksanakan

b. Adanya kejelasan dan kepastian mengenai:

1) Prosedur/tata cara pelayanan umum

2) Persyaratan pelayanan umum, baik teknis maupun administrasi

3) Unit kerja atau pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan umum

4) Rincian biaya/tarif pelayanan umum dan tata cara pembayaran 5) Jadwal waktu penyelesaian pelayanan umum

16

(27)

xxvii

6) Hak dan kewajiban baik dari pemberi jasa maupun penerima jasa pelayanan umum berdasar bukti-bukti penerimaan permohonan dan kelengkapannya, sebagai alat untuk memastikan mulai dari proses pelayanan umum hingga penyelesaiannya.

7) Pejabat yang menerima keluhan masyarakat apabila terdapat sesuatu yang tidak jelas atau tidak puas atas pelayanan diberikan kepada masyarakat (pelanggan).

c. Keamanan dalam proses serta hasil pelayanan umum dapat memberikan rasa keamanan dan kenyamanan serta memberikan cerminan kepastian hukum.

d. Keterbukaan, maksudnya prosedur, tatacara, persyaratan satuan kerja pejabat penanggung jawab pemberi pelayanan umum, waktu penyelesaian dan rincian biaya/tarif dan hal-hal lain yang berkaitan dengan proses pelayanan umum wajib diinformasikan secara terbuka agar mudah dipahami oleh masyarakat.

e. Efisien dengan maksud:

1) Persyaratan pelayanan umum hanya dibatasi pada hal-hal yang berkaitan langsung dengan pencapaian sasaran pelayanan dengan tetap memperhatikan keterpaduan antara persyaratan dengan produk pelayanan umum yang diberikan

2) Dicegah jangan sampai ada pengulangan kelengkapan persyaratan pada konteks yang sama, dalam hal proses pelayanannya, kelengkapan persyaratan dari satuan kerja/instansi pemerintah lain yang terkait.

f. Ekonomis, maksudnya pengenaan biaya pelayanan umum harus ditetapkan secara wajar dengan memperhatikan:

17

(28)

xxviii

1) Nilai barang dan atau jasa pelayanan umum/tidak menuntut biaya yang tinggi di luar kewajaran

2) Kondisi dan kemampuan masyarakat untuk membayar secara umum 3) Ketentuan perundang-undangan yang berlaku

g. Keadilan yang merata, dalam arti cakupan/jangkauan pelayanan umum harus diusahakan seluas mungkin dengan distribusi yang merata dan diperakukan secara adil.

h. Ketepatan waktu, dalam arti pelaksanaan pelayanan umum dapat diselesaikan dalam waktu yang telah ditentukan.

C. Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A)

Baso dkk (2011:59) “Pelayanan terpadu adalah serangkaian kegiatan untuk melakukan perlindungan bagi korban kekerasan yang dilaksanakan secara bersama-sama oleh lembaga terkait sebagai suatu kesatuan penyelenggaraan rehabilitasi kesehatan, medicolegal, rehabilitasi sosial, pemulangan, reintegrasi sosial, dan bantuan hukum bagi korban kekerasan.”

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2008, yang dimaksud dengan pelayanan terpadu adalah “serangkaian kegiatan untuk melakukan perlindungan bagi saksi dan atau korban tindak pidana kekerasan perempuan dan anak yang dilaksanakan secara bersama-sama oleh instansi atau lembaga terkait sebagai suatu kesatuan penyelenggaraan rehabilitasi kesehatan, rehabilitasi sosial, pemulangan, reintegrasi sosial dan bantuan hukum bagi saksi dan atau korban tindak kekerasan perempuan dan anak.”

18

(29)

xxix

Salah satu program yang telah dijalankan oleh Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (BPPKB) Provinsi Sulawesi Selatan adalah pembentukan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan Dan Anak (P2TP2A) tingkat provinsi yang menjadi pusat koordinasi P2TP2A tingkat Kabupaten/kota di Sulawesi Selatan. P2TP2A ini dibentuk pada tahun 2009 yang merupakan tindak lanjut dari Surat Kesepakatan Bersama antara Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan RI, dan Kepala Kepolisian Negara RI dengan nomor 14 / Men PP / Dep. V / X / 2002, 1329 / MENKES / SKB / X / 2002, 75 / HUK / 2002 / B / 3048 / X / 2002 tentang P2TP2A.

Baso dkk (2011:59) “Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan Dan Anak (P2TP2A) adalah suatu unit kesatuan yang menyelenggarakan pelayanan terpadu bagi perempuan dan anak korban kekerasan.”

Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan Dan Anak (P2TP2A) merupakan salah satu bentuk wahana pelayanan bagi perempuan dan anak dalam upaya pemenuhan informasi dan kebutuhan di bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi, hukum, perlindungan dan penanggulangan tindak kekerasan serta perdagangan terhadap perempuan dan Anak.

Fungsi dari P2TP2A menurut Miraza (2009:41) adalah :

a. Pemberian upaya penyelamatan segera bagi korban kekerasan perempuan dan anak dalam bentuk investigasi, penjemputan, pelaporan dan konseling

b. Pemulihan kondisi mental korban akibat tekanan trauma

20

(30)

xxx

c. Pembelaan terhadap proses penyelesaian kasus yang dihadapi korban baik secara kekeluargaan maupun hukum

d. Pengembalian korban kepada keluarga, panti, keluarga pengganti dan lingkungan sosial sesuai dengan situasi dan kondisi korban.

Tahap upaya penyelamatan setelah diketahuinya suatu kasus tindak kekerasan pada perempuan dan anak adalah :

a. Investigasi, berupa serangkaian tindakan yang dilakukan untuk mengumpulkan fakta-fakta dalam mencari kebenaran informasi.

b. Penjemputan atau penyelamatan korban, merupakan tindakan yang perlu segera dilakukan (dalam hal korban belum kembali dan telah diketahui alamatnya), apabila pelaku atau korban telah kembali maka upaya ini dianggap tidak perlu dilakukan.

c. Pemeriksaan kondisi korban, yakni melakukan langkah medis untuk menyelamatkan korban dan membuat rekaman medik korban

d. Konseling atau pemberian bimbingan psikologis kepada korban, termasuk mempertanyakan keinginan korban terhadap kasus yang sedang dialaminya, apakah korban setuju kasusnya diproses secara hukum atau tidak, tujuannya adalah meyakinkan korban pada pilihannya untuk tidak kembali ke tempat semula dan yakin dalam menjalankan kehidupan yang selanjutnya.

e. Pelaporan/pengaduan, dalam hal ini kepada pihak yang berwajib tentang tindak kekerasan yang dialami oleh korban. Pendampingan hukum dan bantuan litigasi terhadap korban perlu dilakukan tidak hanya pada saat pelaporan di kepolisisan tetapi sampai pada proses penuntutan di pengadilan

21

(31)

xxxi

f. Proses perlindungan berupa serangkaian tindakan yang harus diberikan kepada korban yang tujuannya semata-mata untuk melindungi dan memberi rasa aman bagi korban, dari intimidasi maupun ancaman yang datang dari pelaku/keluarga pelaku, keluarga korban atau pihak ketiga yang sengaja ingin mengambil keuntungan atau mengeksploitasi korban.

Sari (2015:3) mengemukakan bahwa berdasarkan Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia Nomor 01 Tahun 2010 Tentang Standar Pelayanan Minimal bidang layanan terpadu bagi perempuan dan anak korban kekerasan, sebagaimana yang tercantum dalam Bab I Ketentuan Umum pada Pasal 1 berisi :

a. Standar Pelayanan Minimal yang selanjutnya disebut SPM adalah tolak ukur kinerja pelayanan Unit Pelayanan Terpadu dalam memberikan pelayanan penanganan laporan/pengaduan, pelayanan kesehatan, rehabilitasi sosial, penegakan dan bantuan hukum, serta pemulangan dan reintegrasi sosial bagi perempuan dan anak korban kekerasan. Untuk penyelenggaraan pelayanan terhadap korban, pemerintah pusat dan pemerintah daerah sesuai dengan fungsi dan tugas masing-masing dapat melakukan upaya :

1) Penyediaan ruang pelayanan khusus di kantor kepolisian

2) Penyediaan aparat, tenaga kesehatan, pekerja sosial, dan pembimbing rohani

b. Unit Pelayanan Terpadu atau disingkat UPT adalah suatu unit kesatuan yang Menyelenggarakan fungsi pelayanan terpadu bagi perempuan dan anak korban kekerasan. UPT tersebut dapat berada di Pusat Krisis Terpadu (PKT)

22

(32)

xxxii

yang berbasis di rumah sakit, Puskesmas, P2TP2A, tergantung kebutuhan di masing- masing daerah.

c. Pemerintah pusat dan pemerintah daerah sesuai dengan fungsi dan tugas masing-masing, dapat melakukan kerjasama dengan masyarakat atau lembaga sosial lainnya.

D. Kekerasan Perempuan 1. Definisi

Perempuan diakui berperan besar dalam eksistensi umat manusia, namun realitanya seringkali menjadi korban kekerasan. Ollenburger dan Moore (2002:161) mengemukakan bahwa “kekerasan perempuan adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup pribadi ataupun masyarakat”

Muntaj (2008:231) mendefinisikan kekerasan perempuan adalah “setiap tindakan yang dilakukan berdasarkan perbedaan jenis kelamin yang berakibat atau mungkin berakibat kesengsaraan atau penderitaan perempuan secara fisik, seksual atau psikologis, termasuk ancaman tindakan tertentu, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang, baik yang terjadi di depan umum atau dalam kehidupan pribadi”.

Baso dkk (2011:17) “kekerasan yang dialami perempuan adalah kekerasan akibat adanya relasi gender yang tidak seimbang, tidak adil dalam masyarakat. Hal ini terjadi karena bias budaya patriarkhi”.

23

(33)

xxxiii

Berdasarkan definisi dari beberapa ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa kekerasan perempuan adalah segala bentuk penganiayaan terhadap perempuan yang berakibat penderitaan fisik, seksual maupun psikologis secara sewenang- wenang baik di lingkungan pribadi ataupun di lingkungan umum.

Muhtaj (2008:236) mengemukakan bahwa dalam setiap masyarakat dan lingkungan kegiatan, perempuan acapkali menjadi sasaran ketidakadilan dalam hukum maupun pergaulan sosial. Keadaan ini disebabkan bahkan diperburuk oleh adanya persepsi salah di lingkungan keluarga, masyarakat dan negara. Walaupun sebab dan akibatnya berbeda konteksnya antara setiap negara, diskriminasi terhadap perempuan dirasakan menjadi masif.

Seseorang akan berpendapat, tanpa menghiraukan perempuan atau laki- laki, suatu tindakan kriminal adalah kejahatan dan harus di hukum. Namun pandangan yang lebih hati-hati pada persoalan yang relevan dengan kriminalitas wanita, memberikan gambaran yang lebih kompleks daripada pendekatan terhadap kriminalitas yang terlalu sederhana. Teori-teori pelanggaran kriminalitas yang ada, telah terbukti tidak cukup untuk menjelaskan pelanggaran dan kriminalitas wanita. Teori-teori itu hanya sedikit menjelaskan reaksi-reaksi resmi polisi, pengadilan dan lembaga-lembaga penghukuman sebagai pelanggar atau tahanan (Ollenburger dan Moore, 2002:167).

Menurut Ollenburger dan Moore (2002:168) kriminalitas yang meliputi seluruh dunia dan telah tetap merupakan suatu kegiatan yang menonjol, kriminalitas wanita telah meningkat lebih cepat dari kriminalitas pria, khususnya pada bangsa-bangsa yang sedang berkembang.

24

(34)

xxxiv

Pada tahun 1992, penegasan bahwa kekerasan terhadap perempuan sebagai salah satu bentuk diskriminasi terhadap perempuan merupakan memontum yang penting bagi advokasi gerakan penegak hak-hak asasi manusia khususnya hak asasi perempuan. Penegasan ini dilatari oleh penajaman konsep hak asasi manusia tersebut telah ditegaskan oleh Komite PBB yang di tandatangani pada 26 Juni 1945 di San Fransisco yaitu tentang penghapusan diskriminasi terhadap perempuan. Seiring dengan dikeluarkannya dua puluh butir rekomendasi khusus dari Komite PBB tersebut yang isinya mengenai landasan aksi yang harus dilakikan oleh Negara-negara peserta Konvensi Penghapusan Segala bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan atau Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination against Women (CEDAW) yang

berlaku efektif sejak 3 september 1979 (Muhtaj, 2009:240). Dari latar belakang ini mulai terjadi kemajuan dalam upaya pencegahan masalah kekerasan terhadap perempuan di berbagai negara termasuk Indonesia.

2. Bentuk-bentuk Kekerasan

Bentuk-bentuk kekerasan dalam deklarasi penghapusan kekerasan terhadap perempuan menurut Ambarwati (2009:10-11) dapat berwujud :

a. Kekerasan secara fisik

Kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat. Kekerasan fisik yang dialami korban seperti: pemukulan menggunakan tangan maupun alat seperti (kayu, parang), membenturkan kepala ke tembok, menjambak rambut, menyundut dengan rokok atau dengan kayu yang bara apinya masih ada, menendang, mencekik leher

25

(35)

xxxv b. Kekerasan psikis

Kekerasan psikis adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak bberdaya, dan/atau penderitaan psikis berat pada seseorang. Kekerasan psikis berupa makian, ancaman cerai, tidak memberi nafkah, hinaan, menakut-nakuti, melarang melakukan aktivitas di luar rumah.

c. Kekerasan seksual

Kekerasan seksual meliputi pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut, maupun pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup rumah tangganya dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu.

Kekerasan seksual seperti memaksa isteri melakukan hubungan seksual walaupun isteri dalam kondisi lelah dan tidak siap termasuk saat haid, memaksa isteri melakukan hubungan seks dengan laki-laki lain.

d. Kekerasan dalam rumah tangga.

Kekerasan dalam rumah tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.

3. Faktor-faktor Penyebab Kekerasan

Secara umum bentuk kekerasan yang terjadi di kalangan perempuan adalah bentuk kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Penyebab kekerasan

26

(36)

xxxvi

perempuan khusunya dalam lingkup rumah tangga sangat kompleks dan saling terkait antara faktor-faktor yang berhubungan. Akar dari penyebab KDRT dilatarbelakangi oleh sejarah personal laki-laki yang dianggap memiliki kuasa yang lebih dari pada perempuan sehingga menempatkan perempuan lebih rendah dan menganggap perempuan sebagai milik laki-laki, sehigga kekerasan dianggap sebagai sesuatu hal yang wajar dilakukan laki-laki terhadap perempuan.

Kekerasan sebagai manifestasi agresivisitas seksual laki-laki yang bersifat bawaan yang dimanifestasikan dalam bentuk kekerasan seperti pemukulan terhadap isteri.

Kekerasan terhadap perempuan merupakan persoalan yang struktural yang bersifat sistemik, yang disebabkan oleh pola hubungan asimetris yang berbasis pada perbedaan jenis kelamin dan pembagian kerja seksual (UNICEF, 2005).

Akar penyebab KDRT menurut WHO (2005) menjelaskan bahwa faktor penyebab KDRT meliputi beberapa bidang yakni ekonomi, budaya, sosial, politik dan hukum. Dari faktor ekonomi, laki-laki dianggap sebagai pencari nafkah, dan juga secara kodrati dianggap mempunyai kelebihan daripada perempuan, sehingga perempuan bergantung secara ekonomi kepada laki-laki, perempuan tidak memiliki kesempatan pendidikan yang sama dengan laki-laki sehingga perempuan mempunyai sedikit peluang untuk mendapatkan pekerjaan yang layak dan gaji yang layak.

Jama dan Hadijah (2008:92) mengemukakan bahwa dari segi sosial hubungan sosial antara perempuan dan laki-laki dalam budaya masyarakat Indonesia yang juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lain seperti agama, ras, etnis kelas maupun gender menempatkan posisi perempuan lebih rendah dari pada laki-

27

(37)

xxxvii

laki dan dianggap tidak penting sehingga menyebabkan perempuan dibatasi oleh banyak aturan-aturan yang harus dijalani yang pada akhirnya mrugikan bagi perempuan itu sendiri. Pembatasan dapat berupa pembatasan bidang sosial, penetapan posisi dan perilaku. Kekerasan dilakukan ketika timbul anggapan sosial bahwa perempuan melampaui batas yang telah ditetapkan dalam peran sosial.

Peran sosial yang harus dijalani ini seolah-olah menjadikan keabsahan untuk melakukan kekerasan pada perempuan dan dianggap wajar mendapat perlakuan tersebut. Tindakan isolasi pada perempuan di dalam keluarga dan masyarakat menurut WHO (2005) juga dapat berkontribusi menambah potensi terjadinya KDRT karena perempuan menjadi tidak memiliki akses pada keluarga dan organisasi lokal. Dengan kata lain, partisipasi perempuan dalam jaringan sosial merupakan faktor kritis bagi kaum perempuan untuk belajar mengurangi resiko dan menyelesaikan masalahnya sendiri.

E. Kerangka Pikir

Kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian hasil pelaksanaan suatu kegiatan atau program dalam mewujudkan sasaran, tujuan, visi dan misi organisasi yang tertuang dalam strategi planning organisasi (Mahsun, 2006:25).

Pengertian Pegawai Negeri Sipil menurut Undang-Undang Pokok-pokok kepegawaian nomor 43 Tahun 1999 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang pokok-pokok kepegawaian adalah sebagai berikut :

“Pegawai Negeri adalah setiap warga Negara Republik Indonesia yang telah memenuhi syarat yang ditentukan diangkat oleh pejabat yang berwenang dan

28

(38)

xxxviii

diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri, atau diserahi tugas negara lainnya dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku

Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan Dan Anak (P2TP2A) merupakan salah satu bentuk wahana pelayanan bagi perempuan dan anak dalam upaya pemenuhan informasi dan kebutuhan di bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi, hukum, perlindungan dan penanggulangan tindak kekerasan dan bentuk kejahatan khususnya kekerasan terhadap perempuan di Kota Makassar (Baso dkk, 2011).

Kinerja pegawai Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak adalah hasil kerja yang dicapai oleh pegawai Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak dalam hal pelayanan terhadap korban kekerasan perempuan berdasarkan target yang telah ditentukan

Kejahatan dalam lingkup tindak pidana tindak kekerasan perempuan adalah setiap tindakan yang dilakukan berdasarkan perbedaan jenis kelamin yang berakibat atau mungkin berakibat kesengsaraan atau penderitaan perempuan secara fisik, seksual atau psikologis, termasuk ancaman tindakan tertentu, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang, baik yang terjadi di depan umum atau dalam kehidupan pribadi (Ollenburger dan Moore, 2002).

Adapun kerangka pemikirian dari penelitian ini disajikan dalam bagan berikut :

29

(39)

xxxix Gambar 1 : Kerangka pikir

Sumber : Penulis, 2016 F. Fokus Penelitian

Fokus penelitian yang akan dilakukan dalam penelitian ini mengenai kinerja pegawai Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Provinsi Sulawesi Selatan dalam pencegahan kekerasan perempuan di Provinsi Sulawesi Selatan. Upaya mendukung adanya peningkatan kualitas pelayanan publik yang dilakukan pemerintah melalui Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dengan mengeluarkan suatu Keputusan Menpan No. 81 tahun 1993 mengenai sendi-sendi palayanan umum yang baik, yang mencakup

Faktor Penghambat

Indikator Kinerja Pelayanan 1. Kesederhanaan 2. Kejelasan dan

kepastian 3. Keamanan 4. Keterbukaan 5. Efisien

6. Ketepatan waku

Faktor Pendukung

Efektivitas Pelayanan

Kinerja Pegawai Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan Dan Anak (P2TP2A)

Provinsi Sulawesi Selatan

30

(40)

xl

kesederhanaan, kejelasan dan kepastian, keamanan, keterbukaan, efisiensi, dan ketepatan waktu. Komitmen akan pentingnya kualitas pelayanan disektor publik ini diperkuat dengan satu kebijakan yaitu Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1995 tentang perbaikan dan peningkatan mutu pelayanan aparatur pemerintah kepada masyarakat. Berdasarkan kebijakan tersebut indikator kinerja pelayanan yang prima (kualitas) adalah adalah :

1. Kinerja Pegawai Pusat Pelayanan Terpadu Perempuan dan Anak Provinsi Sulawesi Selatan dalam pencegahan kekerasan perempuan dengan sub fokus :

a. Kesederhanaan, bahwa prosedur/tata cara pelayanan diseleggarakan secara mudah, lancar, cepat tidak terbelit-belit, mudah dipahami dan mudah dilaksanakan

b. Adanya kejelasan dan kepastian mengenai:

1) Prosedur/tata cara pelayanan umum

2) Persyaratan pelayanan umum, baik teknis maupun administrasi 3) Unit kerja atau pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab

dalam memberikan pelayanan umum

4) Rincian biaya/tarif pelayanan umum dan tata cara pembayaran 5) Jadwal waktu penyelesaian pelayanan umum

6) Hak dan kewajiban baik dari pemberi jasa maupun penerima jasa pelayanan umum berdasar bukti-bukti penerimaan permohonan dan kelengkapannya, sebagai alat untuk memastikan mulai dari proses pelayanan umum hingga penyelesaiannya.

31

(41)

xli

7) Pejabat yang menerima keluhan masyarakat apabila terdapat sesuatu yang tidak jelas atau tidak puas atas pelayanan diberikan kepada masyarakat (pelanggan).

c. Keamanan dalam proses serta hasil pelayanan umum dapat memberikan rasa aman serta memberikan cerminan kepastian hukum.

d. Keterbukaan, maksudnya prosedur, tatacara, persyaratan satuan kerja pejabat penanggung jawab pemberi pelayanan umum, waktu penyelesaian dan rincian biaya/tarif dan hal-hal lain yang berkaitan dengan proses pelayanan umum wajib diinformasikan secara terbuka agar mudah dipahami oleh masyarakat.

e. Efisien dengan maksud:

1) Persyaratan pelayanan umum hanya dibatasi pada hal-hal yang berkaitan langsung dengan pencapaian sasaran pelayanan dengan tetap memperhatikan keterpaduan antara persyaratan dengan produk pelayanan umum yang diberikan

2) Dicegah jangan sampai ada pengulangan kelengkapan persyaratan pada konteks yang sama, dalam hal proses pelayanannya, kelengkapan persyaratan dari satuan kerja/instansi pemerintah lain yang terkait

f. Ketepatan waktu, dalam arti pelaksanaan pelayanan umum dapat diselesaikan dalam waktu yang telah ditentukan

2. Faktor penghambat dan pendukung kinerja Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan & Anak Provinsi Sulawesi Selatan dalam

32

(42)

xlii

pencegahan kekerasan perempuan, yakni merupakan hal-hal yang menjadi penghambat dalam proses berjalannya pelayanan di Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak Provinsi Sulawesi Selatan.

Disamping faktor penghambat, juga dijelaskan faktor pendukung dalam prosedur pelayanan korban kekerasan.

33

(43)

xliii

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2016 hingga bulan Mei 2016. Adapun lokasi penelitian akan dilakukan di Kantor Gubernur Sulawesi Selatan yang berlokasi di Urip Sumiharjo No. 269 Makassar. Pemilihan lokasi ini dilakukan karena kantor Gubernur Sulawesi Selatan merupakan instansi pemerintahan di tingkat provinsi yang bertanggung jawab terhadap kebijakan perlindungan perempuan dan anak terkait tindak kekerasan yang dialami oleh perempuan dan anak di seluruh wilayah Provinsi Sulawesi Selatan, sehingga instansi pemerintah Gubernur Sulawesi Selatan perlu mengaktifkan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan Dan Anak, sesuai dengan tujuannya maka dari itu kinerja instansi khususnya dalam bidang pelayanan harus ditingkatkan untuk mencapai pelayanan yang prima khususnya dalam hal penanganan dan pencegahan kekerasan terhadap perempuan agar dapat mengurangi tingkat kasus kekerasan yang semakin meningkat di seluruh daerah Sulawesi Selatan. Mengingat Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak merupakan pusat dari pelayanan dan penanganan kekerasan terhadap perempuan di wilayah Sulawesi Selatan, menjadikan peneliti untuk memilih Kantor Gubernur Sulawesi Selatan sebagai objek penelitian sehingga dapat menjadi sumber referensi bagi masyarakat dan sebagai bahan masukan bagi pihak instansi terkait pelayanan agar dapat lebih mengoptimalkan pelayanan kedepannya.

34

(44)

xliv B. Jenis dan Tipe Penelitian

1. Jenis data

Sesuai dengan judul penelitian, penulis menggunakan penelitian kualitatif, yakni suatu metode dalam meneliti suatu obyek, suatu sistem pemikiran atau suatu kilas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian kualitatif ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antara fenomena yang diselidiki.

Menurut Arikunto (2005 : 234) bahwa penelitian deskriptif merupakan penelitian yang dimaksudkan untuk mengumpulkan informasi mengenai suatu gejala menurut apa adanya pada saat penelitian dilakukan.

2. Tipe Penelitian

Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah tipe penelitian deskriptif . Dengan kata lain penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan sifat sesuatu yang tengah berlangsung pada saat studi. Metode kualitatif ini memberikan informasi yang mutakhir sehingga bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan serta lebih banyak dapat diterapkan pada berbagai masalah yang akan diteliti. Pemilihan desain kulitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan orang-orang dan perilaku yang diamati. Penelitian kualitaif bersifat deskriptif, data yang dikumpulkan lebih banyak berupa kata atau gambar daripada data dalam wujud angka-angka. Pendekatan yang kualitatif berakar dari data , dan teori berkaitan dengan pendekatan tersebut diartikan sebagai aturan dan kaidah

35

(45)

xlv

untuk menjelaskan proposisi yang dapat diformulasikan secara deskriptif ataupun proporsional. Penelitian kualitatif bertujuan memperoleh gambaran seutuhnya mengenai suatu hal menurut pandangan manusia yang diteliti. Penelitian kualitatif berhubungan dengan ide, persepsi, pendapat atau kepercayaan orang yang diteliti dan kesemuanya tidak dapat diukur dengan angka (Arikunto, 2005:238).

Selanjutnya peneliti akan memberikan gambaran dengan secara cermat tentang fenomena yang terjadi mengenai bagaimana efektivitas kinerja Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan Dan Anak terhadap pencegahan kekerasan perempuan, serta faktor-faktor yang menghambat serta faktor yang mendukungnya.

C. Sumber Data

Sumber data yang digunakan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Data primer

Data yang diambil secara langsung dari objek penelitian. Cara yang digunakan dalam memperoleh data primer yaitu dengan cara observasi, wawancara mengenai kinerja pelayanan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak dalam menangani kasus kekerasan terhadap perempuan di Provinsi Sulawesi Selatan.

2. Data sekunder

Data yang dikumpulkan secara tidak langsung. Data dikumpulkan oleh penulis dari literarur dan dokumen-dokumen yang ada di instansi tersebut.

Data ini berupa gambaran umum instansi, misalnya sejarah berdirinya Pusat

36

(46)

xlvi

Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak, struktur organisasi, uraian tugas dan tanggung jawab yang memberikan seluruh informasi tentang Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak dalam menangani kasus kekerasan perempuan di Provinsi Sulawesi Selatan.

D. Informan Penelitian Tabel 1. Informan Penelitian

No Nama Inisial Jabatan

1 Meisy Papayangan.MscPH MP Kepala Bidang Operasi P2TP2A Provinsi Sulawesi Selatan

2 Nut Anti, SE NA Kepala Koordinator Operasional

Layanan P2TP2A Provinsi Sulawesi Selatan

3 Indah IN Masyarakat

4 Asriyani AS Masyarakat

5 Risma RS Masyarakat

6 Halimah HL Masyarakat

7 Astuti AT Masyarakat

8 Nuraini NI Masyarakat

9 Badawiyah BD Masyarakat

10 Ika puspita IK Masyarakat

Jumlah 10 orang

Sumber : Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak Provinsi Sulawesi Selatan, 2016

E. Teknik Pengumpulan Data

Pelaksanaan pengumpulan data penelitian dilakukan dengan metode teknik pengumpulan data sebagai berikut :

1. Observasi, yaitu pengamatan yang langsung dilakukan penulis terhadap arsip atau data tertulis yang dibuat secara berkala mengenai laporan penanganan kasus kekerasan perempuan di lingkup Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak Provinsi Sulawesi Selatan.

37

(47)

xlvii

2. Wawancara atau tanya jawab dengan pimpinan instansi, kepala bagian personil dan sejumlah personil yang berhubungan dengan penulisan skripsi ini terkait kinerja pegawai Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak terhadap kekerasan Perempuan di Provinsi Sulawesi Selatan.

3. Dokumentasi, yaitu dokumen-dokumen yang diambil dari perusahaan seperti struktur organisasi dan uraian tugas.

F. Teknik Analisis Data

Berdasarkan yang dikemukakan oleh Milles dan Huberman (2007:16-20) analisis terdiri dari tiga hal utama alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan yaitu : reduksi data, penyajian data, penarikan kesimpulan/verifikasi. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis data deskriptif kualitatif yang meliputi:

1. Pengumpulan data, adalah data pertama atau data mentah dikumpulkan dalam suatu penelitian.

2. Reduksi data, diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian, pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data “kasar” yang muncul dari catatan-catatan tertulis dari lapangan. Reduksi data merupakan suatu bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu, dan mengorganisasi data dengan cara sedemikian rupa hingga kesimpulan finalnya dapat ditarik dan diverifikasi.

38

(48)

xlviii

3. Data display atau penyajian data, adalah sebagai sekumpulan informasi yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan, dan akan paham atas penyajian-penyajian tersebut.

4. Conclution drawing atau menarik kesimpulan. Menarik kesimpulan yaitu dari permulaan pengumpulan data, proses mencari arti benda- benda , mencatat keteraturan, pola-pola, penjelasan, konfigurasi-konfigurasi yang mungkin terjadi, sebab akibat dan proposi penelitian . kesimpulan juga diverifikasi selama penelitian berlangsung.

G. Keabsahan Data

Teknik yang digunakan untuk memperoleh tingkat keabsahan data antara lain (Lexy, 2009:179):

1. Ketekunan pengamatan, yakni serangkaian kegiatan yang dibuat secara terstruktur dan dilakukan secara serius dan berkesinambungan terhadap segala realistis yang ada di lokasi penelitian dan untuk menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur di dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau peristiwa yang sedang dicari kemudian difokuskan secara terperinci dengan melakukan ketekunan pengamatan mendalam.

2. Triangulasi data, yakni teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data yang terkumpul untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data-data tersebut. Hal ini dapat berupa penggunaan sumber, metode penyidik dan teori dari berbagai teknik tersebut cenderung menggunakan sumber sebagaimana disarankan oleh patton yang berarti membandingkan dan mengecek kembali derajat

39

(49)

xlix

kepercayaan suatu data yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam metode kualitatif, yakni :

a. Membandingkan hasil wawancara dan pengamatan dengan data hasil wawancara

b. Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan

c. Membandingkan apa yang dikatakan orang secara umum dengan apa yang dikatakan secara pribadi. Yang ingin diketahui dari perbandingan ini adalah mengetahui alasan alasan apa yang melatarbelakangi adanya perbedaan tersebut (jika ada perbedaan) bukan titik temu atau kesamaannya sehingga dapat sehingga dapat dimengerti dan dapat mendukung validitas data.

3. Diskusi teman sejawat, yakni diskusi yang dilakukan dengan rekan yang mampu memberikan masukan ataupun sanggahan sehingga memberikan kemantapan terhadap hasil penelitian.

Teknik ini digunakan agar peneliti dapat mempertahankan sikap terbuka dan kejujuran serta memberikan kesempatan awal yang baik untuk memulai menjejaki dan mendiskusikan hasil penelitian dengan teman sejawat. Oleh karena pemeriksaan sejawat melalui diskusi ini bersifat informal dilakukan dengan cara memperhatikan wawancara melalui rekan sejawat, dengan maksud agar dapat memperoleh kritikan yang tajam untuk membangun dan penyempurnaan pada kajian penelitian yang sedang dilaksanakannya.

40

(50)

l

BAB IV

PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN

A. Deskripsi Wilayah Penelitian

1. Profil Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak Provinsi Sulawesi Selatan

Jumlah kekerasan terhadap perempuan yang tercatat ditangani lembaga pengadaan layanan meningkat dalam satu dekade terakhir. Pola kekerasan yang cukup menonjol pada tahun ini adalah kekerasan psikis dan seksual yang terjadi di tiga ranah, yaitu keluarga atau relasi, personal, komunitas dan negara. Korban perempuan yang cukup menonjol terdapat pada kasus kekerasan seksual yang bahkan tidak tanggung-tanggung merenggut nyawa korban dan kekerasan dalam rumah tangga dan usia korban yang masih cenderung muda ( dari kelompok usia 13-18 tahun). Karakteristik usia pelaku rata-rata masih cenderung muda bahkan sampai di bawah umur.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2008, yang dimaksud dengan pelayanan terpadu adalah “serangkaian kegiatan untuk melakukan perlindungan bagi saksi dan atau korban tindak pidana kekerasan perempuan dan anak yang dilaksanakan secara bersama-sama oleh instansi atau lembaga terkait sebagai suatu kesatuan penyelenggaraan rehabilitasi kesehatan, rehabilitasi sosial, pemulangan, reintegrasi sosial dan bantuan hukum bagi saksi dan atau korban tindak kekerasan perempuan dan anak.”

Pada tahun 2005 Bidang Pemberdayaan Masyarakat Perempuan dan Keluarga Berencana (BPMKB) Provinsi Sulawesi Selatan membuat kajian

41

Gambar

Gambar 2 : Struktur Organisasi

Referensi

Dokumen terkait

Sesuai dengan kesimpulan di atas, ter- gambar bahwa efisiensi hasil pelaksanaan kebijakan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Tahun 2011 di Provinsi Sulawesi

Dapat digambarkan lebih spesifik pada Tabel 6 bahwa mayoritas responden memiliki pengetahuan tentang kekerasan yang tinggi dengan persentase sebesar 90 persen..

Urusan pemerintahan daerah yang diatur dalam Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Urusan Pemerintahan Yang Menjadi Kewenangan Pemerintah

Berdasarkan fakta permasalahan yang penulis temukan dalam pengamatan tersebut, maka penulis mengasumsikan bahwa pegawai pada Kantor Dinas Bina Marga Provinsi Sulawesi

Efektivitas Kinerja Pegawai di Sekretariat Komisi Pemilihan Umum Provinsi Sulawesi Selatan. Program Studi Pendidikan Administrasi Perkantoran, Fakultas Ilmu

Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan konselor (P2TP2A) Provinsi Riau ibu Iin Rafida, S.Psi berpendapat bahwa dalam melaksanakan layanan advokasi membutuhkan

Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LKIP) Dinas Bina Marga dan Bina Konstruksi Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2018 ini disusun dengan mengacu pada Peraturan Menteri Negara

Dari analisis Faktor-faktor stres kerja terhadap kinerja pegawai pada Kantor KPU Provinsi Sulawesi Selatan dengan metode regresi linier berganda dapat disimpulkan