• Tidak ada hasil yang ditemukan

KLASIFIKASI IKLIM

Dalam dokumen Laporan Praktikum Agroklim di indonesia (Halaman 75-95)

DAFTAR PUSTAKA

D. Hasil Pengamatan Tabel 3 Naungan

VII. KLASIFIKASI IKLIM

A. Pendahuluan 1. Latar Belakang

Terdapat unsur - unsur iklim yang saling berinteraksi dan saling mempengaruhi dan juga tidak dapat berdiri sendiri . Kata lainnya perilaku salah satu unsur iklim di suatu wilayah atau tempat merupakan resultan dari bermacam - macam unsur iklim lainnya. Pola perilaku iklim dibumi cukup rumit, tetapi ada kecenderungan bahwa karakteristik dan pola tertentu dari unsur - unsur iklim di berbagai daerah yang letaknya saling berjauhan sekalipun, menunjukkkan perilaku yang serupa apabila faktor utamanya sama. Faktor utama tersebut dapat berupa salah satu unsur iklim atau letak geografisnya.

Keadaan iklim tiap wilayah seperti daerah dingin, daerah panas, gurun, stepa atau hutan tropis ternyata tersebar di berbagai tempat sehingga membutuhkan suatu sistem penamaan untuk kelompok - kelompok yang sama tersebut. Sistem penamaan terhadap pokok bahasan dalam setiap cabang ilmu yang mendasarkan pada sifat-sifat yang sama atau persamaannya dikenal sebagai sistem klasifikasi. Sama halnya pada cabang ilmu lain misalnya ilmu tanah, botani, dan entomologi dalam membahas formulasi - formulasi kesamaan tentang sifat unsur-unsur iklim di suatu wilayah sehingga dapat dikelompokkan menjadi kelas-kelas iklim. Dengan demikian pada hakekatnya kegunaan klasifikasi iklim adalah suatu metode untuk memperoleh efisiensi informasi dalam bentuk yang umum dan sederhana.

Analisis statik unsur-unsur iklim dapat dilakukan untuk menjelaskan dan memberi batas pada tipe-tipe iklim secara kuantitatif, umum, dan sederhana. Sama halnya klasifikasi dalam cabang lain maka dalam bidang iklim pun terdapat beberapa macam klasifikasi. Setiap klasifikasi dibuat berdasarkan tujuan tertentu dari pembuatnya. Luas cakupan wilayahnya mulai dari yang terbatas sampai yang luas.

Praktikum kali ini yang akan dibahas adalah klasifikasi iklim menurut Oldeman dan klasifikasi iklim menurut Schmidt-Ferguson. Berdasarkan curah hujan 10 tahun terakhir, dengan tujuan agar kita dapat mengetahui curah hujan suatu daerah sehingga kita dapat mengerti tanaman yang cocok di tanam pada daerah tersebut.

2. Tujuan Praktikum

Tujuan dari praktikum agroklimatologi acara 5 klasifikasi iklim ini dilaksanakan dengan tujuan untuk mahasiswa dapat mengklasifikasikan iklim berdasarkan data curah hujan selama 10 tahun.

3. Waktu dan Tempat Pelaksananan

Praktikum agroklimatologi acara klasifikasi iklim ini dilaksanakan pada tanggal 13 November 2013 Bertempat di Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

B. Tinjauan Pustaka

Penyusunan peta iklim menurut klasifikasi Schmidth-Ferguson lebih banyak digunakan untuk iklim hutan. Pengklasifikasian iklim menurut Schmidt-Ferguson ini didasarkan pada nisbah bulan basah dan bulan kering seperti kriteria bulan basah dan bulan kering klsifikasi iklim Mohr. Pencarian rata-rata bulan kering atau bulan basah (X) dalam klasifikasian iklim Schmidt-Ferguson dilakukan dengan membandingkan jumlah atau frekuensi bulan kering atau bulan basah selama tahun dengan banyaknya tahun pengamatan (Setyowati 2008).

Unsur - unsur iklim yang menunjukan pola keragaman yang jelas merupakan dasar dalam melakukan klasifikasi iklim. Unsur iklim yang sering dipakai adalah suhu dan curah hujan (presipitasi). Klasifikasi iklim umumnya sangat spesifik yang didasarkan atas tujuan penggunaannya, misalnya untuk pertanian, penerbangan atau kelautan. Pengklasifikasian iklim yang spesifik tetap menggunakan data unsur iklim sebagai landasannya, tetapi hanya memilih data unsur-unsur iklim yang berhubungan dan secara langsung mempengaruhi aktivitas atau objek dalam bidang - bidang tersebut (Lakitan 2002).

Di indonesia banyak menggunakan metode klasifikasi iklim selain menurut Koppen juga menurut Schmidt dan Ferguson yang semula dimaksudkan untuk keperluan kehutanan, tetapi juga ternyata juga cocok untuk kepentingan tanaman perkebunan perenial. Dasar klasifikasi menggunakan distribusi curah hujan bulanan dalam penentuan bulan basah (bulan dengan curah hujan > 100 mm) dan bulan kering (bulam dengan curah hujan < 60mm). Metode klasifikasi lain yang tergolong baru di Indonesia dan pada beberapa hal masih mengandung diskusi mengenai batasan dan kriteria yang digunakan adalah yang dibuat oleh Oldeman. Sistem yang dibuat khusus untuk tanaman pangan/semusim ini menggunakan data curah hujan rata-rata jangka panjang untuk menentukan bulan basah (bulan dengan curah hujan > 200 mm), bulan lembab (bulan

dengan curah hujan antara 100-200 mm), dan bulan kering (bulan dengan curah hujan < 60 mm) secara berturut-turut (Laimeheriwa 2002).

Sistem klasifikasi iklim ini banyak digunakan dalam bidang kehutanan dan perkebunan serta sudah sangat dikenal di Indonesia. Kriteria yang digunakan adalah dengan penentuan nilai Q, yaitu perbandingan antara bulan kering (BK) dan bulan basah (BB) dikalikan 100% (Q = BK / BB x 100%). Klasifikasi ini merupakan modifikasi atau perbaikan dari sistem klasifikasi Mohr (Mohr menentukan berdasarkan nilai rata-rata curah hujan bulanan selama periode pengamatan). BB dan BK pada klasifikasi Schmidt- Ferguson ditentukan tahun demi tahun selama periode pengamatan yang kemudian dijumlahkan dan dihitung rata-ratanya (BMKG Kupang 2011).

Klasifikasi iklim yang dilakukan oleh Oldeman didasarkan kepada jumlah kebutuhan air oleh tanaman, terutama pada tanaman padi. Penyusunan tipe iklimnya berdasarkan jumlah bulan basah yang berlansung secara berturut-turut. Kebutuhan air untuk tanaman padi adalah 150 mm per bulan sedangkan untuk tanaman palawija adalah 70 mm/bulan, dengan asumsi bahwa peluang terjadinya hujan yang sama adalah 75% maka untuk mencukupi kebutuhan air tanaman padi 150 mm/bulan diperlukan curah hujan sebesar 220 mm/bulan. Sedangkan untuk mencukupi kebutuhan airu ntuk tanaman palawija diperlukan curah hujan sebesar 120 mm/bulan, sehingga menurut Oldeman suatu bulan dikatakan bulan basah apabila mempunyai curah hujan bulanan lebih besar dari 200 mm dan dikatakanbulan kering apabila curah hujan bulanan lebih kecil dari 100 mm (Sinta 2005).

Klasifikasi iklim yang dilakukan oleh Oldeman didasarkan kepada jumlah kebutuhan air oleh tanaman, terutama pada tanaman padi. Penyusunan tipe iklimnya berdasarkan jumlah bulan basah yang berlansung secara berturut-turut. Lamanya periode pertumbuhan padi terutama ditentukan oleh jenis/varietas yang digunakan, sehingga periode 5 bulan basah berurutan dalan satu tahun dipandang optimal untuk satu kali tanam. Jika lebih dari 9 bulan basah maka petani dapat melakukan 2 kali masa tanam. Jika kurang dari 3 bulan basah berurutan, maka tidak dapat membudidayakan padi tanpa irigasi tambahan (Pramudia 2008).

C. Alat dan Cara Kerja 1. Alat

a. Ombrometer b. Ombrograf

2. Cara Kerja

a) Klasifikasi iklim menurut Schmidht – Ferguson :

1) Mengklasifikasian iklim menurut Schmidht - Ferguson ini berdasarkan pada nisbah bulan basah dan bulan kering.

2) Mencari rata-rata bulan kering atau bulan basah dalam klasifikasi iklimSchmidht - Ferguson dilakukan dengan membandingkan jumlah ataufrekuensi bulan kering atau bulan basah selama tahun pengamatandengan banyaknya tahun pengamatan. 3) Tidak menghitung bulan lembab dalam penggolongan ini.

4) Persamaan yang dikemukakan Schimdh-Ferguson adalah :

Q = Rata−Rata−Rata Bulan KeringRata Bulan Basah x100 %

Tabel 12. Klasifikasi iklim menurut Schmidt - Ferguson

Sumber :Buku Petunjuk Praktikum b) Klasifikasi Iklim menurut Oldeman

1) Klasifikasi yang dilakukan oleh Oldeman berdasarkan pada jumlahkebutuhan air oleh tanaman.

2) Menyusun tipe iklimnya berdasarkan jumlah bulan basah yangberlangsung secara berturut-turut.

3) Menurut Oldeman suatu bulan dikatakan bulan basah apabila mempunyaicurah hujan bulanan lebih besar dari 200 mm dan dikatakan bulan keringapabila curah hujan bulanan lebih kecil dari 100 mm.

Tipe Iklim Q (%) A (Sangat Basah) 0 – 14, 3 B (Basah) 14,3 – 33,3 C (Agak Basah) 33,3 – 60,0 D (Sedang) 60,0 – 100,0 E (Agak Kering) 100,0 – 167,0 F (Kering) 167,0 – 300,0 G (Sangat Kering) 300,0 – 700,0 H ( Luar Biasa Kering) > 700,0

Tabel 13. Klasifikasi Iklim menurut Oldeman

Zona Kriteria

A BB Lebih dari 9 kali berturut-turut B BB 7 – 9 kali berturut-turut

C BB 5 – 6 kali berturut-turut D BB 3 – 4 kali berturut-turut

E BB kurang dari 3 kali

Sumber : Buku Petunjuk Praktikum D. Hasil Pengamatan

Tabel 14. Data Curah Hujan Bulanan Rata-Rata Kecamatan Jenawi Tahun 2000 -2009 Tahun Bulan 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Januari 479 570 500 482 592 700 488 314 586 702 Februari 549 334 482 622 714 471 514 1018 441 632 Maret 773 450 547 491 405 419 211 476 754 406 April 848 600 459 110 235 351 394 766 224 327 Mei 193 68 100 11 345 80 639 96 265 315 Juni 71 156 0 33 56 235 27 238 34 138 Juli 2 103 10 0 244 124 2 22 0 36 Agustus 36 19 12 11 0 24 0 9 14 2 September 3 121 7 60 28 126 0 0 10 68 Oktober 373 574 62 142 62 132 3 75 317 208 November 789 423 307 316 578 315 66 395 505 301 Desember 180 388 429 399 587 615 748 1138 220 346

Sumber : Laporan Sementara

1. Klasifikasi iklim menurut Schmidht – Ferguson

Kriteria bulan basah dan bulan kering (sesuai dengan kriteria Mohr) adalah : 1. Bulan Basah (BB)

Bulan dengan curah hujan > 100 mm 2. Bulan Lembab (BL)

Bulan dengan curah hujan antara 60 – 100 mm 3. Bulan Kering (BK)

Bulan dengan curah hujan < 60 m

Tabel 15. Data Curah Hujan Rata-rata Kecamatan Jenawi Tahun 2000-209 Menurut Schmitd-Ferguson

Tahun Bulan

200

Januari 479BB 570BB 500BB 482BB 592BB 700BB 488BB 314BB 586BB 702BB Februari 549 BB 334 BB 482 BB 622 BB 714 BB 471 BB 514 BB 1018 BB 441 BB 632 BB Maret 773BB 450BB 547BB 491BB 405BB 419BB 211BB 476BB 754BB 406BB April 848BB 600BB 459BB 110BB 235BB 351BB 394BB 766BB 224BB 327BB Mei 193 BB 68 BL 100 BL 11 BK 345 BB 80 BL 639 BB 96 BL 265 BB 315 BB Juni BL71 156BB BK0 BK33 BK56 235BB BK27 238BB BK34 138BB Juli BK2 103BB BK10 BK0 244BB 124BB BK2 BK22 BK0 BK36 Agustus 36 BK 19 BK 12 BK 11 BK 0 BK 24 BK 0 BK 9 BK 14 BK 2 BK September 3 BK 121 BB 7 BK 60 BK 28 BK 126 BB 0 BK 0 BK 10 BK 68 BL Oktober 373BB 574BB BK62 142BB BK62 132BB BK3 BK75 317BB 208BB November 789BB 423BB 307BB 316BB 578BB 315BB BK66 395BB 505BB 301BB Desember 180 BB 388 BB 429 BB 399 BB 587 BB 615 BB 748 BB 1138 BB 220 BB 346 BB Sumber : Laporan Sementara

Tabel 16. Data Jumlah BB, BK dan BL Kecamatan Jenawi Tahun 2000 - 2009 Ke

t 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Jumlah Rata-rata

BK 3 1 4 4 3 1 5 3 4 2 30 3,0

BL 1 1 2 1 1 1 1 2 - 1 11 1,1

Sumber : Laporan Sementara

Q = Rata−Rata Bulan KeringRata−Rata Bulan Basah x100 %

Q = 3,07,9x100 %=0,379x100 %=37,9% = 38 % (Tipe Iklim C = Agak Basah) 2. Klasifikasi Iklim menurut Oldeman

Tabel 17. Data Curah Hujan Rata-rata Kecamatan Jenawi Tahun 2000 – 2009 Menurut Oldeman

Bulan Rata-Rata Curah Hujan

Selama 10 Tahun per Bulan Keterangan

Januari 541,3 tahunmm BB Februari 577,7 tahunmm BB Maret 493,2tahunmm BB April 431,4tahunmm BB Mei 211,2tahunmm BB Juni 98,8tahunmm BK Juli 54,3 tahunmm BK Agustus 12,7tahunmm BK September 42,3tahunmm BK Oktober 194,8tahunmm BL November 399,5tahunmm BB Desember 505,0tahunmm BB

Sumber : Laporan Sementara

Menurut Klasifikasi iklim Oldeman Curah Hujan Kecamatan Jenawi selama 10 tahun termasuk Zona C = Bulan Basah 5 kali Berturut-turut.

E. Pembahasan

Pengklasifikasian iklim menurut Schmidt-Ferguson yaitu menggolongkan iklim menurut banyaknya curah hujan tiap-tiap bulan dengan membandingkan antara jumlah bulan kering dengan jumlah bulan basah dalam satu tahun. Menurutnya, bahwa iklim dibagi menjadi dua golongan, yaitu : Bulan Kering (BK), yaitu curah

hujan yang sampai ke permukaan bumi kurang dari 60 mm; Bulan Basah (BB), yaitu curah hujan yang sampai kepermukaan bumi lebih dari 100 mm.

Pengklasifikasian iklim menurut Oldeman didasarkan kepada jumlah kebutuhan air oleh tanaman, terutama pada tanaman padi. Penyusunan tipe iklimnya berdasarkan jumlah bulan basah yang berlansung secara berturut-turut. Oldeman membagi lima zona iklim dan lima sub zona iklim. Zona iklim merupakan pembagian dari banyaknya jumlah bulan basah berturut-turut yang terjadi dalam setahun. Sedangkan sub zona iklim merupakan banyaknya jumlah bulan kering berturut-turut dalam setahun. Pemberian nama Zona iklim berdasarkan huruf yaitu zona A, zona B, zona C, zona D dan zona E sedangkan pemberian nama sub zona berdasarkan angka yaitu sub 1, sub 2, sub 3 sub 4dan sub 5.

Hubungan antara Oldeman dan Schmidt-Ferguson dalam pengklasifikasiannnya sama-sama menentukan bulan basah dan bulan kering dalam setahun untuk menentukan tipe iklim. Menurut Oldeman pengklasifikasian iklim berdasarkan jumlah kebutuhan air oleh tanaman. Penyusunan tipe iklimnya berdasarkan jumlah bulan basah yang berlangsung berturut - turut dalam setahun kemudian digolongkan ke dalam beberapa zona. Berbeda halnya menurut Schmidht - Ferguson yang penyusunan tipe iklim lebih banyak digunakan untuk iklim hutan yang membandingkan rata- rata jumlah frekuensi bulan kering dengan bulan basah.

Penentuan bulan basah, bulan kering dan bulan lembab menurut Oldeman adalah: Bulan Kering (BK), yaitu curah hujan yang sampai ke permukaan bumi kurang dari 100 mm; Bulan Basah (BB), yaitu curah hujan yang sampai kepermukaan bumi lebih dari 200 mm.

Hasil dari praktikum ini diperoleh data curah hujan bulanan rata-rata di Kecamatan Jenawi tahun 2000 – 2009. Berdasarkan pengklasifikasian menurut Schmidt-Ferguson rata-rata curah hujan selama 10 tahun terakhir di Kecamatan Jenawi diperoleh data yaitu rata-rata bulan basah adalah 7,9 dan rata-rata bulan kering adalah 3,0 . Persentase yang didapat dari perbandingan adalah 38 % yang pada tabel 7.1 termasuk dalam tipe iklim C yaitu agak basah. Berikutnya berdasarkan pengklasifikasian iklim menurut Oldeman rata-rata curah hujan selama 10 tahun terakhir di Kecamatan Jenawi diperoleh data yaitu bulan basah terjadi 7 kali , bulan lembab terjadi 1 kali dan bulan kering terjadi 4 kali. Penetuan zona iklim menurut Oldeman ini berdasarkan terjadinya bulan basah secara berturut-turut. Kecamatan Jenawi bulan basahnya terjadi 5 kali berturut-turut sehingga curah hujan di

Kecamatan Jenawi termasuk pada Zona C menurut klasifikasi iklim Oldeman pada tabel 7.2.

F. Kesimpulan dan Saran 1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengamatan praktikum acara klasifikasi iklim maka dapat disimpulkan bahwa :

a. Menurut Schmidh-Ferguson tipe iklim Kecamatan Jenawi termasuk tipe iklim C yaitu agak basah.

b. Menuru Oldeman di Kecamatan Jenawi termasuk zona iklim C karena Bulan Basah terjadi 5 kali berturut-turut.

2. Saran

Diharapkan Praktikan dilibatkan dalam pengamatan yang dilakukan oleh Co- Ass sehingga praktikan mempunyai pengalaman tentang pengamatan data curah hujan di BMG setempat.

Bmkg Kupang 2011. Klasifikasi Iklim Schmidt-Ferguson. http://staklimlasiana.blogspot.com/ 2011/05/klasifikasi-iklim-schmidt-ferguson.html. Diakses tanggal 23 November 2013

Lakitan, Benyamin 2002. Dasar-dasar Klimatologi . Jakarta : Raja Grafindo Persada.

Laimeheriwa, Samuel 2002. Pengembangan Komoditas Pertanian Berdasarkan Pendekatan Iklim. Bogor : IPB.

Pramudia, A., Y. Koesmaryono, I. Las, T. June, I W. Astika, dan E. Runtunuwu 2008. Penyusunan model prediksi curah hujan dengan teknik analisis jaringan syaraf (neural network analysis) di sentra produksi padi di Jawa Barat dan Banten. Jurnal Tanah dan Iklim Vol. 27 No 4: 11-12.

Setyowati, Dewi L 2008. Iklim Mikro dan Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Di Kota Semarang. Jurnal Manusia dan Lingkungan. Vol 15 No 3.

Sinta 2005. Dampak Variabilitas Iklim Terhadap Produksi Pangan Di Sumatra. Jurnal Sains Dirgantara 2 (2) : 20-29.

.

A. Pendahuluan 1. Latar Belakang

Matahari merupakan sumber energi terbesar di alam semesta. Energi matahari diradiasikan ke segala arah dan hanya sebagian kecil saya yang diterima oleh bumi. Energi matahari yang dipancarkan ke bumi berupa energi radiasi. Disebut radiasi dikarenakan aliran energi matahari menuju ke bumi tidak membutuhkan medium untuk mentransmisikannya. Energi matahari yang jatuh ke permukaan bumi berbentuk gelombang elektromagentik yang menjalar dengan kecepatan cahaya. Panjang gelombang radiasi matahari sangat pendek dan biasanya dinyatakan dalam mikron.

Kekurangan cahaya matahari akan mengganggu proses fotosintesis dan pertumbuhan, meskipun kebutuhan cahaya tergantung pada jenis tumbuhan. Selain itu, kekurangan cahaya saat perkembangan berlangsung akan menimbulkan gejala etiolasi, dimana batang kecambah akan tumbuh lebih cepat namun lemah dan daunnya berukuran kecil, tipis dan berwarna pucat (tidak hijau). Gejala etiolasi tersebut disebabkan oleh kurangnya cahaya atau tanaman berada di tempat yang gelap. Cahaya juga dapat bersifat sebagai penghambat (inhibitor) pada proses pertumbuhan, hal ini terjadi karena dapat memacu difusi auksin ke bagian yang tidak terkena cahaya.

Dalam teknis budidaya sehari-hari kita sering mendapati berbagai kendala yang berujung pada ketidaktersediaan cahaya bagi tanaman. Beberapa unsur cuaca yang dapat berpengaruh terhadap kualitas dan kuantitas cahaya untuk tanaman antra lain adalah adanya awan yang menutupi cahaya matahari, kemiringan lereng yang tidak sesuai, serta adanya tutupan pada lahan pertanian, dan lain-lain. Salah satucara yang sering digunakan untuk mengatasi masalah ini adalah dengan cara pemasangan reflektor.

Reflektor (pemantul cahaya) pada prinsipnya dibuat menyerupai cermin yang berguna untuk memantulkan cahaya yang datang ke titik tertentu pada bagian tubuh tanaman. Reflektor dapat dibuat dengan menggunakan kertas yang berwarna putih/perak. Selain itu reflektor juga dapat dibuat dengan menggunakan alumunium foil.

Hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan reflektor ini adalah ketersediaan air pada tanah disekitar perakaran tanaman. Keberadaan relektor akan optimal jika air tersedia dalam jumlah cukup untuk kebutuhan fotosintesis tanaman. Tanpa ketersediaan air yang cukup penggunaan reflektor justru merugikan karena dapat

meningkatkan suhu tubuh tanaman dan memicu terjadinya respirasi tanaman secara besar-besaran yang dapat membunuh tanaman itu sendiri.

2. Tujuan Praktikum

Tujuan dari praktikum agroklimatologi acara 8 mengenai reflektor adalah praktikan dapat mengamati dan mengetahui pengaruh pemberian reflektor pada tanaman terhadap tinggi tanaman dan intensitas cahaya.

3. Waktu dan Tempat Praktikum

Praktikum agroklimatologi acara 8 mengenai reflektor dilakukan pada selama satu bulan pada tanggal 29 Oktober 2013 hingga tanggal 29 November tahun 2013 bertempat di depan Rumah Kaca Fakultas Pertanian UNS.

B. Tinjauan Pustaka

Energi panas matahari merupakan salah satu energi yang potensial untuk dikelola dan dikembangkan lebih lanjut terutama bagi negara-negara yang terletak di khatulistiwa termasuk Indonesia yang mataharinya bersinar sepanjang tahun. Energi panas matahari merupakan energi yang tersedia hampir diseluruh bagian permukan bumi dan tidak habis. Energi matahari yang tersedia senilai 81.000 TW, sedangkan yang dimanfaatkan masih sangat sedikit (Purwoko 2009).

Pada kegiatan budidaya pertanian, Pengaruh unsur cahaya menjadi perhatian serius. Hal tersebut dikarenakan hampir semua objek agronomi berupa tanaman hijau yang memiliki kegiatan fotosintesa. Penerapan energi pelengkap dalam bentuk kerja manusia dan hewan, bahan bakar, mesin, alat-alat pertanian, pupuk, dan, obat-obatan tidak lain adalah sebagai usaha untuk meningkatkan proses konversi energi matahari ke dalam bentuk produk tanaman. Tidak semua energi cahaya matahari dapat diabsorpsi oleh tanaman. Hanya cahaya tampak saja yang dapat berpengaruh pada tanaman dalam kegiatan fotosintesisnya. Cahaya itu disebut dengan PAR (Photosynthetic Activity Radiation) dan mempunyai panjang gelombang 400 mili mikron sampai 750 mili mikron. Tanaman juga memberikan respon yang berbeda terhadap tingkatan pengaruh cahaya yang dibagi menjadi tiga yaitu, intensitas cahaya, kualitas cahaya, dan lamanya penyinaran (Jumin 2008).

Distribusi radiasi elektromagnetik yang diemisikan matahari hampir sama dengan radiasi benda hitam untuk suhu ± 6000 K. Dari persamaan antara spektra matahari dan spektra benda hitam, diperoleh suhu perkiraan dari lapisan permukaan matahari tampak. Akan tetapi karena matahari tidak meradiasikan secara sempurna seperti halnya benda

hitam maka akan diperoleh hasil yang sedikit berbeda. Radiasi elektromagnetik cukup terpenting dalam proses pertukaran energi didalam atmosfer. Radiasi ini menjalar dalam bentuk gelombang dengan kecepatan 3 x 1010 cm/detik (Bayong Tjasyono HK 2004).

Dalam rangka memaksimalkan penerimaan dan pemanfaatan cahaya matahari tersebut, maka dibuatlah alat yang dinamakan reflektor. Reflektor adalah sebuah alat yang digunakan untuk memantulkan cahaya atau sinar matahari guna menambah intensitas sinar yang akan diserap atau digunakan oleh tanaman untuk fotosintesis. Reflektor atau alat pemantul biasanya berwarna cerah dengan permukaan yang halus (Silver atau Putih). Tinggi reflektor disesuaikan dengan tinggi tanaman atau tinggi tajuk daun sehingga sinar yang dipantulkan pas mengenai daun (Arifin 2013).

Sama dengan alat-alat lainnya, Reflektor memiliki keunggulan dan kekurangan. Keunggulan dari reflektor ialah saat unsur hara, air dan zat-zat yang dibutuhkan tanaman cukup di dalam tanah dan dapat diserap oleh akar maka tanaman yang menggunakan reflektor akan lebih cepat pertumbuhannya karena proses fotosintesis berjalan sangat optimal dan bahan yang digunakan fotosintesis pun cukup. Jika proses fotosintesis cukup maka hasil atau energi yang didapatkan tanaman untuk tumbuh akan lebih banyak sehingga proses pertumbuhannya cepat. Kekurangan atau kelemahan penggunaan reflektor ini ialah jika bahan yang dibutuhkan untuk fotosintesis terbatas, maka keberadaan dari reflektor justru akan mengakibatkan kekeringan pada tanaman karena tanaman berfotosintesis banyak tapi bahannya sedikit sehingga memicu respirasi yang berlebihan (Arifin 2013).

Tidak selamanya intensitas cahaya pada tanaman yang diberi reflektor tinggi karena sinar matahari juga dipengaruhi oleh kondisi awan dan naungan disekitar tanaman yang akan menghalangi sinar matahari jatuh ke permukaan reflektor. Pada tanaman tahunan perbedaan yang terlihat mungkin tidak cukup signifikan karena tanaman tahunan melakukan proses pertumbuhan secara perlahan lahan, berbeda dengan tanaman semusim tentu perbedaannya akan terlihat sangat nyata. Proses fotosintesis pada tanaman juga tidak sepenuhnya hanya bergantung pada intensitas cahaya tetapi juga pada lebar daun, permukaan daun dan keadaan angin serta faktor lain yang mempengaruhi (Arifin 2013).

Hal yang harus diperhatikan dalam pemasangan reflektor antara lain : 1). Jenis tanaman. Tiap jenis tanaman memiliki karakter dan respon yang berbeda terhadap cahaya matahari. Pemanfaatan reflektor pada tanaman C3 yang butuh naungan justru akan menghambat pertumbuhan tanaman itu sendiri. 2). Intensitas cahaya matahari. Pemanfaatan reflektor pada tempat dengan intensitas cahaya matahari yang tinggi justru

akan merugikan tanaman karena dapat memicu terjadinya respirasi. 3). Lama penyinaran cahaya matahari. Pemanfaatan reflektor pada tempat yang memiliki durasi penyinaran yang panjang akan merugikan tanaman. 4). Arah datangnya cahaya. Pemanfaatan reflektor sebaiknya dilakukan pada daerah lembah yang tidak tersinari matahari dengan baik. Keempat faktor tersebut harus diperhatikan dengan seksama agar manfaat dari reflektor tanaman dapat dimanfaatkan (Subsisto 2012).

C. Alat dan Cara Kerja 1. Alat a. Reflektor b. Luxmeter c. Anemometer d. Penggaris 2. Cara Kerja

a. Persiapkan 10 tanaman yang akan diamati yaitu 8 tanaman cabai dan 2 tanaman tomat.

b. Pemberian reflektor pada tanaman dengan 5 tanaman yang diberi reflektor dan 5 tanaman tanpa reflektor.

c. Melakukan pengukuran tinggi tiap-tiap tanaman menggunakan penggaris. d. Melakukan pengukuran kecepatan angin pada tiap-tiap tanaman.

e. Melakukan pengukuran intensitas cahaya pada tiap-tiap tanaman.

Tabel 18. Tinggi Tanaman

Tanggal Tinggi Tanaman ( cm )

R1 R2 R3 R4 R5 TR1 TR2 TR3 TR4 TR5

Dalam dokumen Laporan Praktikum Agroklim di indonesia (Halaman 75-95)