• Tidak ada hasil yang ditemukan

POKOK PEMIKIRAN C.S.PEIRCE TENTANG BAHASA ILMIAH

F. Klasifikasi Ilmiah Dalam Pemikiran Peirce

Sebagaimana filsuf-filsuf yang berbasis pada ilmu-ilmu eksak dan empiris, Peirce mencoba untuk membuat klasifikasi ilmu sebagai berikut. Peirce membagi ilmu secara garis besar ke dalam tiga bagian. Pertama; science of discovery yang terdiri atas Matematika, Filsafat, dan Idioskopi. Matematika menurut Peirce mempelajari tentang sesuatu yang logis dan yang mungkin tidak logis, tanpa menjadikan disiplin matematika itu sendiri bertanggungjawab untuk keberadaan dirinya secara actual. Filsafat menurut Peirce adalah ilmu positif dalam arti upaya untuk menemukan kebenaran yang sesungguhnya, namun filsafat itu sendiri terbatas sejauh kebenaran yang dicari itu dapat disimpulkan dari pengalaman umum. Idioskopi merupakan disiplin ilmu yang memunculkan semua ilmu-ilmu khusus yang pada prinsipnya berakumulasi dari fakta-fakta baru. Idioskopi menurut pandangan Peirce memiliki dua sisi, yaitu ilmu-ilmu fisik dan ilmu-ilmu kemanusiaan. Sedangkan ilmu-ilmu fisik meliputi: Fisika Nomologis, Fisika Penggolongan; dan Fisika Deskriptif (Peirce, 1955: 60-61).

Fisika Nomologis dimaksudkan untuk menemukan fenomena yang ada dimana-mana (Ubiquitous Phenomena) tentang alam semesta, hukum-hukum yang membentuknya, dan ukurannya yang konstan. Fisika Penggolongan menggambarkan dan menggolongkan bentuk-

81 bentuk fisik dan mencari penjelasannya, dalam hal ini termasuk disiplin Biologi. Fisika Penggolongan yang mengelompokkan produk-produk pikiran dan berupaya untuk menjelaskannya termasuk ke dalam disiplin Psikologi (Peirce, 1955: 61).

Kedua; Science of Review yaitu ilmu yang terkait dengan hasil penemuan yang diawali dengan penggalian dan upaya untuk membentuk Filsafat Ilmu, seperti: hakikat alam menurut Humboldt, Filsafat Positif A.Comte, Filsafat Sintetik Spencer, dan klasifikasi ilmu termasuk bagian dari Science of Review (Peirce, 1955: 60).

Ketiga; Practical Science yaitu terkait dengan ilmu-ilmu praktis seperti: teknologi. Teknologi merupakan bentuk terapan ilmu, karena teori yang dikembangkan dalam dunia ilmu kemudian diterapkan dalam teknologi.

Filsafat menurut Peirce dapat dikalsifikasikan ke dalam 3 kelompok, yaitu Fenomenologi, Ilmu Normatif, dan Metafisika. Fenomenologi membahas tentang unsur-unsur yang hadir secara universal dalam gejala, fenomena. Ilmu Normatif membedakan tentang apa yang seharusnya (what outgh to be) dengan apa yang seharusnya tidak ada (what ought not to be). Ilmu-ilmu Normatif menurut Peirce dikelompokkan ke dalam tiga cabang, yaitu: Estetika, Etika, dan Logika. Estetika adalah ilmu tentang nilai-nilai ideal dalam keindahan. Logika adalah teori untuk mengontrol pemikiran itu sendiri. Etika adalah ilmu tentang benar dan salah yang membantu manusia untuk menentukan summum bonum. Peirce menambahkan klasifikasi tentang logika tanda sebagai bentuk seluruh pemikiran yang ditunjukkan oleh sarana tanda sebagi ilmu tentang hukun-hukum umum dari tanda yang terdiri atas tiga cabang: 1. Speculative Grammar, yaitu teori umum tentang hakikat dan makna tanda; 2. Critic; yang mengelompokkan argument, dan menentukan validitas dan tingkat kekuatan setiap tanda; 3. Methodeutic, yaitu cabang yang mempelajari metode yang seharusnya dipergunakan dalam penyelidikan , eksposisi, dan aplikasi kebenaran. Peirce membagi metafisika ke dalam a. metafisika umum atau Ontologi; b. Agama (yang menaruh perhatian terhadap persoalan Tuhan, kebebasan, dan keabadian jiwa; c. metafisika Fisik yang mendiskusikan hakikat waktu, ruang, hukum alam, dan materi (Peirce, 1955: 62).

Pembagian ilmu yang dikemukakan Peirce ini tentu saja sudah berkembang dengan berbagai spesialisasi menajam dan pertautan (interdisipliner) antar beberapa disiplin ilmu. Namun apa yang telah dilakukan Peirce memperlihatkan minatnya terhadap perkembangan ilmu. Peirce bahkan menyodorkan prinsip fallibilism untuk menunjukkan bahwa setiap teori ilmiah selalu

82 mungkin untuk ditemukan kesalahannya, hal yang sama dikemukakan Popper dengan prinsip falsifiable. Satu hal yang penting tentang klasifikasi ilmu ini ialah bahwasanya setiap ramifikasi ilmu tersebut memerlukan bahasa yang logis untuk diungkapkan oleh para ilmuwan atau para filsuf.

a. Sikap Ilmiah (Scientific Attitude)

Peirce menegaskan bahwa dalam kehidupan manusia, maka manusia dapat dikelompokkan ke dalam tiga golongan. Pertama; manusia yang dalam menghadapi sesuatu mendasarkan sikap hidupnya pada kualitas perasaan. Mereka ini adalah kelompok manusia yang menciptakan seni atau nilai-nilai keindahan. Alam bagi kelompok ini adalah sebuah gambar atau lukisan. Kedua; manusia yang dalam menghadapi sesuatu mendasarkan diri pada sikap praktis (practical men) dalam menyelesaikan urusan hidup di dunia. Hidup bagi kelompok ini adalah peluang atau kesempatan (opportunity). Ketiga; manusia yang menghadapi sesuatu berdasarkan penalaran atau kekuatan akalnya. Kelompok ketiga ini menganggap bahwa alam ini merupakan sesuatu yang mengagumkan, sehingga perlu memahami dan mengolahnya dengan cara-cara tertentu sehingga menjadikan hidup manusia itu menjadi lebih berharga (Peirce, 1955: 42).

Ketiga kelompok manusia sebagaimana yang dikemukakan Peirce di atas, memberikan kontribusi penting bagi perkembangan ilmu. Kelompok pertama menjadikan hidup ini lebih indah, kelompok kedua menjadikan hidup ini sebagai wahana untuk mencari dan menemukan peluang, sedangkan kelompok ketiga menjadikan hidup ini lebih berharga dengan mengolah dan memahami alam dengan kekuatan akal.

Ilmu dan filsafat menurut Peirce merupakan dua bidang yang saling melengkapi, karena dilahirkan dari embrio yang sama, yaitu sejarah ilmu (history of science). Para filsuf adalah orang yang dengan suatu sistem yang mereka pikir menyatu semuanya dalam pengetahuan yang sangat berharga. Sedangkan ilmuwan adalah orang yang mempelajari dan membandingkan gagasan dan hasil eksperimen agar dapat menguji dan mengoreksi ide-ide pemikiran para filsuf, sehingga setiap ilmuwa menurut Peirce mengakui para filsuf sebagai saudaranya (Peirce, 1955: 43). Seorang ilmuwan harus menjadi single-minded dan menghargai dirinya sendiri. Oleh karena itu kecintaannya pada kebenaran akan melarutkan dirinya pada jalan ilmiah. Beberapa sikap ilmiah yang ditengarai Peirce dalam karyanya The Scientific Attitude And Fallibilism antara lain; bekerja secara jujur, mencintai kebenaran, bersikap terbuka, menghargai dirinya sendiri, otonom

83 (Peirce, 1955: 44). Penekanan pada pentingnya melihat sejarah ilmu dikembangkan oleh para filsuf ilmu seperti: Thomas Kuhn, Imre Lakatos

Sikap ilmiah yang dijunjung tinggi Peirce adalah fallibilisme, yaitu penyelidikan ilmiah yang progresif akan membawa seseorang kepada perubahan yang berlangsung secara terus menerus. Peirce percaya pada chance, peluang, artinya keteraturan alam itu tidak pernah sempurna, tidak ada sesuatu yang pasti. Namun ujar Peirce, doktrin fallibilism jangan disalahpahami bahwa dua kali dua tidak harus sama dengan empat. Falllibilisme perlu diletakkan dalam konteks sikap kritis ilmuwan dalam mencapai pengetahuan yang benar dengan menciptakan dan mengembangkan pikirannya sendiri secara kreatif (Peirce, 1955: 58). Pandangan Peirce bahwa keteraturan alam itu tidak pernah sempurna, dewasa ini terbukti dengan perubahan iklim (climate change) yang semakin sukar diprediksi oleh para ilmuwan.