BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
DITINJAU DALAM HUKUM DI INDONESIA
D. Klausula Baku dalam Program Challenge ditinjau dari Hukum di Indonesia
Perjanjian baku adalah suatu perjanjian dengan isi dan susunannya sudah baku. Perjanjian baku seringkali digunakan oleh perusahaan dengan tujuan agar perjanjian dapat dilakukan secara cepat dan praktis.52
Akibat hukum adalah setiap akibat yang terjadi dari setiap perbuatan hukum yang dilakukan oleh subjek hukum terhadap hukum ataupun akibat-akibat yang lain yang disebabkan karena kejadian-kejadian tertentu yang oleh hukum bersangkutan telah dianggap sebagai akibat hukum. Akibat hukum yang ditimbulkan oleh adanya suatu hubungan hukum. Suatu hubungan hukum yang memberikan hak dan kewajiban yang telah ditentukan oleh undang-undang, sehingga jika dilanggar akan berakibat, bahwa orang yang melanggar itu dapat dituntut di muka pengadilan.53Akibat hukum inilah yang melahirkan hak dan kewajiban bagi pelaku usaha dan konsumen.
Adapun klausula baku yang dilarang menurut Pasal 18 ayat (1) UUPK adalah:
51 https://industri.kontan.co.id/news/grab-indonesia-perkenalkan-fitur-challenges-pada-aplikasinya/diakses tanggal 2 Januari 2021, Pukul 22.08 Wib
52 Gatot Supramono, Perjanjian Utang-Piutang, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2013, hal 19.
53 Soedjono Dirdjosisworo, Pengantar Ilmu Hukum, Rajawal, Jakarta, 2012, hal. 131-132.
a. Menyatakan pengalihan tanggungjawab pelaku usaha;
b. menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen;
c. menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali uang yang dibayarkan atas barang dan/atau jasa yang dibeli oleh konsumen;
d. menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha, baik secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran;
e. mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen;
f. memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi objek jual beli jasa;
g. menyatakan tunduknya konsumen pada peraturan yang berupa aturan baru, tambahan, lanjutan dan/atau perubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya
Pengaturan mengenai pencantuman klausula baku dalam UUPK dimaksudkan agar kedudukan konsumen setara dengan pelaku usaha berdasarkan prinsip kebebasan berkontrak. Perjanjian baku adalah perjanjian yang isinya dibakukan dan dituangkan dalam bentuk formulir dan hampir seluruh klausulanya dibakukan oleh pemakainya dan pihak lain pada dasarnya tidak mempunyai peluang untuk merundingkan atau meminta perubahan.54
Perjanjian dibuat berdasarkan kesepakatan bebas antara kedua pihak yang cakap untuk bertindak (pemenuhan syarat subjektif) untuk melaksanakan suatu
54 Celina Tri Siwi Kristiyanti, Op. Cit., hal. 39
prestasi yang tidak bertentangan dengan aturan hukum yang berlaku, kepatutan, kesusilaan, ketertiban umum, serta kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat luas (pemenuhan syarat objektif). Namun terkadang kedudukan dari kedua belah pihak tidak seimbang, yang pada akhirnya melahirkan suatu perjanjian yang tidak terlalu menguntungkan bagi salah satu pihak.55
Dari segi bentuk perjanjian baku sebenarnya sangatlah memberikan keuntungan bagi pihak pelaku usaha, hal ini dilihat dari berapa banyak waktu, tenaga, dan biaya yang dapat dihemat. Akan tetapi, disisi lain bentuk perjanjian seperti ini tentu saja merugikan pihak konsumen yang tidak ikut dalam membuat klausula-klausula tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung, dimana seharusnya konsumen sebagai salah satu pihak yang memiliki hak untuk memperoleh kedudukan yang seimbang dalam hal menjalankan perjanjian baku tersebut, namun disisi lain pihak konsumen harus mengikuti dan tunduk terhadap isi perjanjian yang diberikan kepadanya. ”56
UUPK memberikan pembatasan tentang pencantuman klausula dalam setiap dokumen/perjanjian yang dibuat oleh pelaku usaha. Pada Pasal 1 butir 10 UUPK berkaitan dengan klausula baku dirumuskan sebagai setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen.
Ketentuan Pasal 18 UUPK tersebut secara prinsip mengatur dua macam larangan yang diberlakukan bagi pelaku usaha yang membuat perjanjian baku dan/atau mencantumkan klausula baku dalam perjanjian yang dlbuat olehnya.
55 Abdul Halim Barkatullah, Op.Cit, hal 95
56 Celina Tri Siwi Kristiyanti, Op. cit., hal. 139
Pasal 18 ayat (1) UUPK mengatur larangan pencantuman klausula baku pada dokumen atau perjanjian yang memenuhi kualifikasi tertentu. Pasal 18 ayat (2) UUPK mengatur bentuk atau format serta larangan pencantuman klausula baku yang letak atau bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas atau yang pengungkapannya sulit untuk dimengerti.
Setelah dilakukan pengecekan melalui aplikasi Grab, ternyata ada syarat dan ketentuan yang berubah secara tiba-tiba, dan perubahan tersebut didasari mencantumkan klausula baku berupa "Grab berhak untuk mengubah Syarat dan Ketentuan tantangan tanpa pemberitahuan sebelumnya". Tindakan Grab mengubah aturan secara sepihak adalah melanggar Pasal 18 ayat (1) huruf g UUPK dan tindakan Grab yang tidak memberikan hadiah sebagaimana yang dijanjikan kepada Konsumen adalah perbuatan melawan hukum karena menjanjikan pemberian hadiah dengan maksud tidak memberikannya atau memberikan tidak sebagaimana yang dijanjikannya (melanggar Pasal 13 ayat (1) UUPK.57
Grab juga telah memuat konten yang dilarang dalam Surat Edaran Menkominfo Nomor 5 Tahun 2016 tentang Batasan dan Tanggung Jawab Penyedia Platform dan Pedagang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (Electronic Commerce) Yang Berbentuk User Generated Content, yaitu konten yang memiliki unsur ketidakjujuran. Disamping Grab, Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia (Menkominfo) juga dijadikan sebagai Tergugat II karena tidak melakukan bimbingan dan pengawasan kepada Grab sehingga
57 https://www.indotelko.com/read/ 1567567813/grab-digugat-konsumen/diakses tanggal 21 November 2020 Pukul 21. 01 Wib
merugikan konsumen seperti ZLDS. Dalam petitumnya ZLDS menuntut antara lain agar :
1. Grab memberikan ganti rugi materiIl kepada Penggugat sebesar Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah) dan ganti rugi imateril sebesar Rp.
2.000.000.000,- (dua miliar rupiah).
2. Grab untuk melakukan permintaan maaf dan memuatnya di media cetak harian Kompas dan Bisnis Indonesia ½ (setengah halaman) dan di website resmi Grab selama 7 hari berturut-turut.
3. Menteri Komunikasi dan Informatika untuk mencabut ijin terkait status Grab sebagai Penyedia Platform Melalui Sistem Elektronik.
Jumlah Ganti rugi imateril diadopsi dari denda maksimal yang dapat dikenakan atas pelanggaran ketentuan UU Perlindungan Konsumen, khususnya pelanggaran terhadap larangan pencantuman klausula baku yang dilarang yaitu sebesar Rp2 miliar, dan hukuman pencabutan izin juga sebagai hukuman tambahan yang diatur dalam UU Perlindungan Konsumen. Tujuan gugatan ini selain untuk penegakan hukum juga untuk mengingatkan Grab agar melindungi hak-hak konsumen yang menggunakan platform/aplikasi miliknya.
"Kemungkinan ada banyak konsumen yang dirugikan dan tindakan Grab tersebut diduga telah memenuhi unsur pidana menurut UU Perlindungan Konsumen maupun KUHP" Kami masih mencadangkan hak kami untuk melaporkan ke Kepolisian.58
58 Ani Nursalikah, http:// nasional.republika.co.id/berita/px8ut3366/ konsumen-gugat-grab-karena-ingkar-beri-hadiah/diakses tanggal 12 November 2020, Pukul 21. 09 Wib
BAB III
PERLINDUNGAN KONSUMEN AKIBAT ADANYA PERUBAHAN