• Tidak ada hasil yang ditemukan

S K R I P S I. Oleh: A N G E L DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA BW

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "S K R I P S I. Oleh: A N G E L DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA BW"

Copied!
93
0
0

Teks penuh

(1)

TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA PT. SOLUSI TRANSPORTASI INDONESIA (GRAB) TERHADAP KONSUMEN ATAS PERUBAHAN

KLAUSULA BAKU DALAM PROGRAM 'CHALLENGE' (Studi Putusan nomor 527/PDT.G/2019/PN.Jkt.Pst)

S K R I P S I

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh:

A N G E L 160200432

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA BW

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2021

(2)
(3)
(4)

ABSTRAK Angel *)

Rosnidar Sembiring **) Rabiatul Syariah ***)

Grab dengan aplikasinya meluncurkan fitur baru bernama challenge (tantangan), dimana setiap pengguna aplikasi Grab yang mengikuti tantangan tersebut harus menyelesaikan tantangan yang diberikan oleh Grab untuk mendapatkan reward (hadiah). Permasalahan dalam penelitian ini adalah pertama bagaimana pencantuman klausula baku dalam program challenge oleh PT. Solusi Transportasi Indonesia (Grab) ditinjau dalam hukum di Indonesia. Kedua bagaimana perlindungan konsumen akibat adanya perubahan klausula baku dalam program challenge ditinjau berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Ketiga bagaimana tanggung jawab pelaku usaha terhadap konsumen atas perubahan klausula baku dalam Program 'Challenge' (Studi Putusan nomor 527/PDT.G/2019/PN.Jkt.Pst).

Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif.

Penelitian ini bersifat deskriptif. Penelitian ini bersumber pada studi kepustakaan yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan sekunder dan bahan hukum tersier.

Teknik pengumpulan data dilakukan secara studi kepustakaan. Metode penelitian deskriptif.

Pencantuman klausula baku dalam program challenge oleh PT. Solusi Transportasi Indonesia (Grab) ditinjau dalam hukum di Indonesia. Klausula baku pada kenyataannya banyak yang merugikan pihak konsumen dan juga klausula baku menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan posisi antara konsumen dan pelaku usaha maka pengaturan mengenai klausula baku yang dilarang juga terdapat dalam ketentuan pencantuman klausula baku Pasal 18 UUPK.

Perlindungan konsumen akibat adanya perubahan klausula baku dalam program challenge ditinjau berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, yaitu dapat dilakukan dengan cara mengajukan gugatan wanprestasi, dengan alasan hukum tidak terpenuhinya kewajiban-kewajiban pelaku usaha dalam perjanjian program challenge. Tidak terpenuhinya kewajiban ini berarti telah terjadi pelanggaran hak bagi pihak lain (konsumen dan akibat hukumnya adalah menimbulkan kerugian. Tanggung Jawab Pelaku Usaha Terhadap Konsumen Atas Perubahan Klausula Baku Dalam Program 'Challenge' (Studi Putusan nomor 527/PDT.G/2019/PN.Jkt.Pst). Tanggung jawab pelaku usaha untuk memberi ganti kerugian terhadap konsumen muncul karena adanya pelanggaran dari kewajibannya atau pelanggaran terhadap larangan-larangan yang berlaku baginya, sebagaimana telah diatur oleh KUHPerdata, dan UU Perlindungan Konsumen.

Kata Kunci : Tanggung Jawab, Pelaku Usaha, Konsumen, Perubahan Klausula Baku, Program 'Challenge'.1

1*)Angel, Mahasiswa FH USU

**) Prof. Dr. Rosnidar Sembiring, S.H., M.Hum, Dosen Pembimbing I

***) Rabiatul Syariah, S.H., M.Hum. Dosen Pembimbing II

(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya ucapkan kepada Tuhan atas kasih, penyertaan dan berkat-Nya yang tiada berkesudahan dalam kehidupan saya. Semua hanya karena anugerah-Nya sehingga saat ini saya dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA PT. SOLUSI TRANSPORTASI INDONESIA (GRAB) TERHADAP KONSUMEN ATAS PERUBAHAN KLAUSULA BAKU DALAM PROGRAM 'CHALLENGE' (Studi Putusan nomor 527/PDT.G/2019/PN.Jkt.Pst)”.

Keingintahuan saya mengenai Tanggung Jawab Pelaku Usaha membuat saya ingin mendalami dan memahaminya sehingga lahirlah keinginan untuk membahas Hak Konsumen dalam skripsi ini.

Saya menyadari dalam penelitian ini masih banyak terdapat ketidaksempurnaan akibat keterbatasan kemampuan saya. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat saya harapkan demi perbaikan dan kesempurnaan skripsi ini. Diharapkan pula skripsi ini dapat bermanfaat dalam perkembangan Hukum Perdata pada umumnya khususnya dalam bidang Hukum Konsumen. Skripsi ini khusus saya persembahkan untuk kedua orang tua saya, Alm. Saut Simanjuntak, S.H., M.H., papa yang saat ini telah berbahagia bersama Bapa di Surga namun selalu ada di hati saya, serta Pola Tince Meiwaty br.

Hutagaol, S.H., M.Psi, mama penuh kasih sayang. Semoga saya dapat selalu membanggakan orang tua saya.

Saya juga ingin menghaturkan rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan serta pelajaran berharga baik dalam penelitian ini maupun selama perjalanan kehidupan saya:

(6)

1. Bapak Dr. Muryanto Amin, S.Sos., M.Si. selaku Rektor Universitas Sumatera Utara;

2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

3. Prof. Dr. Saidin, S.H., M.Hum selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

4. Ibu Puspa Melati Hasibuan, S.H, M.Hum, selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

5. Bapak Dr. Jelly Leviza, S.H., M.Hum, selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

6. Ibu Tri Murti Lubis, S.H., M.H., selaku Dosen Pembimbing Akademik;

7. Ibu Prof. Dr. Rosnidar Sembiring, S.H., M.Hum, selaku Ketua Departemen Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, sekaligus Dosen Pembimbing I yang telah bersedia meluangkan waktunya membimbing penulis sehingga terselesaikannya skripsi ini;

8. Bapak Syamsul Rizal, S.H, M.Hum, selaku Sekretaris Departemen Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

9. Ibu Rabiatul Syariah, S.H., M.Hum, selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak memberikan saran dan bimbingan untuk menyelesaikan skripsi;

10. Seluruh staf pengajar dan pegawai Fakultas Hukum USU yang telah banyak memberikan bantuan, arahan, dan ilmu yang berguna bagi saya selama saya menjalani perkuliahan maupun selama proses penyelesaian skripsi ini;

(7)

11. Yang tersayang, Andi Alam dan Anandita Hutagaol, serta keponakan saya Melody Kirei dan Jazz Kentaro. yang senantiasa menyayangi dan selalu mendukung saya dalam bentuk apapun;

12. Felix Setiadi dan Amelia Berliana, serta keponakan saya Kenisha Srikandi dan Adipati Segah, terima kasih untuk sayang dalam diamnya;

13. Keluarga Besar Pomparan Ompu Angel Simanjuntak dan Pomparan Ompu Mercy Hutagaol, atas kasih sayang dan dukungannya;

14. Sahabat-sahabat saya, Anggita, Sonia, Dea, Fiona, Tania, Kinski, Ayu, Eltisha, Reggie, Ira, Teman-teman CekGoms, semua teman-teman di close- friend dan seper-ngopi-an yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu. Terima kasih untuk semangat, keceriaan, waktu, dan kasih sayang kalian. Kalau bukan karena kalian, saya tidak akan bisa memasuki tahap ini;

15. Nico Hermawan Sipayung dan keluarga, terima kasih atas bantuan, perhatian, dan kasih sayangnya. Semoga selalu diberi kesehatan, rejeki yang lancar, dan kehidupan yang paling diidamkan;

16. Teman-teman Grup A 2016 dan teman-teman stambuk 2016 Fakultas Hukum USU, yang karena kebersamaannya saya mampu menyelesaikan semua kegiatan perkuliahan dengan baik;

17. Pengurus Ikatan Mahasiswa Perdata (IMP) dibawah pemerintahan Adil Ginting, terima kasih atas sharing yang bermanfaat dan kebersamaan kita dua tahun belakangan;

18. Panitia Natal FH USU 2019, terima kasih atas kerjasama, kerja keras, kebersamaan, dan saling pengertiannya.

(8)

19. Seluruh pihak yang telah membantu terselesaikannya skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan balasan atas semua bantuan yang diberikan, penulis menyadari skripsi ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran untuk skripsi ini dimasa yang akan datang. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat menambah dan memperluas pengetahuan kita semua, terima kasih.

Medan, Februari 2021 Hormat Penulis,

ANGEL 160200432

(9)

DAFTAR ISI

ABSTRAK i

KATA PENGANTAR ii

DAFTAR ISI vi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang 1

B. Rumusan Masalah 6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 6

D. Tinjauan Kepustakaan 7

E. Keaslian Penelitian 11

F. Metode Penelitian 14

G. Sistematika Penulisan 16 BAB II PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU DALAM PROGRAM

CHALLENGE OLEH PT. SOLUSI TRANSPORTASI INDONESIA (GRAB) DITINJAU DALAM HUKUM DI INDONESIA

A. Klausula Baku dalam Hukum Perjanjian di Indonesia 19 B. PT. Solusi Transportasi Indonesia (Grab) sebagai pelaku usaha

transportasi online di Indonesia 22

C. Program Challenge yang diadakan oleh PT. Solusi

Transportasi Indonesia (Grab) 29

D. Klausula Baku dalam Program Challenge ditinjau dari Hukum di

Indonesia 33

(10)

BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN AKIBAT ADANYA PERUBAHAN KLAUSULA BAKU DALAM PROGRAM CHALLENGE DITINJAU BERDASARKAN UNDANG-

UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

A. Perjanjian dalam Program Challenge yang dibuat oleh

PT. Solusi Transportasi Indonesia (Grab). 41 B. Perubahan Klausula Baku dalam Program Challenge 42 C. Perlindungan Hukum bagi Konsumen terhadap perubahan

Klausula Baku dalam Program Challenge yang dibuat

oleh PT. Solusi Transportasi Indonesia (Grab). 43 BAB IV TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA TERHADAP

KONSUMEN ATAS PERUBAHAN KLAUSULA BAKU DALAM PROGRAM 'CHALLENGE' (Studi Putusan nomor

527/PDT.G/2019/PN.Jkt.Pst) 51

A. Putusan nomor 527/PDT.G/2019/PN.Jkt.Pst 51

1. Duduk Perkara 51

2. Pertimbangan Hakim 59

3. Amar Putusan 71

B. Tanggungjawab Pelaku Usaha PT. Solusi Transpotasi Indonesiac (Grab) Terhadap Konsumen Atas Perubahan Klausula Baku

Dalam Program 'Challenge’ 74

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 74

A. Kesimpulan 74

(11)

B. Saran 75

DAFTAR PUSTAKA 77

(12)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masyarakat yang sebagian besar mulai menggantungkan aktivitas keseharian dengan menggunakan bantuan teknologi informasi memunculkan ciri tersendiri. Misalnya, penggunaan jasa transportasi dengan menggunakan Go-Jek dan Grab, yang dirasa lebih memberikan kemudahan dan efisiensi bagi penggunanya.2. Dalam konteks Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK), perusahaan transportasi jalan online berkedudukan sebagai pelaku usaha, sedangkan pengguna jasa transportasi jalan online berkedudukan sebagai konsumen.

Di Indonesia, UUPK menjadi landasan hukum bagi upaya pemberdayaan konsumen, diharapkan dapat mengantar konsumen Indonesia menjadi konsumen mandiri yang juga paham akan hak dan kewajibannya, UUPK bukan hanya sekedar kebijakan legislasi bagi upaya perlindungan konsumen, tetapi juga bagi upaya menegakkan etika bisnis di kalangan pelaku usaha.3 Perlindungan hukum terhadap konsumen pada dasarnya merupakan perlindungan terhadap pemenuhan atas hak-hak konsumen yang seharusnya diberikan kepada konsumen.4

2Faris Widiyatmoko, Dinamika Kebijakan Transportasi Online, Journal of Urban Sociology | Volume 1 / No. 2 / Oktober 2018, hal 57

3 Deviana Yuanitasari, Re-Evaluasi Penerapan Doktrin Caveat Venditor dalam Tanggung Jawab Pelaku Usaha terhadap Konsumen, Jurnal Arena Hukum, Vol 10 No. 3 Tahun 2017, hal 425

4 Susilowati Suparto, Djanuardi, et al, Harmonisasi dan Sinkronisasi Pengaturan Kelembagaan Sertifikasi Halal Terkait Perlindungan Konsumen Muslim Indonesia, Jurnal Mimbar Hukum, Vol 28, No.3 Tahun 2016, Hal. 428

(13)

Perjanjian baku merupakan suatu bentuk perjanjian yang secara teoretis masih mengundang perdebatan.5 Perjanjian yang mengandung klausula baku sebenarnya tidak dilarang oleh undang-undang. Pasal 18 UUPK terdapat larangan mencantumkan klausula-klausula tertentu dalam perjanjian yang bertujuan untuk melindungi konsumen.6 Apabila tetap dicantumkan maka klausula baku itu menjadi batal demi hukum.7

Klausula baku merupakan aturan sepihak dalam kuitansi, faktur/bon, perjanjian, atau dokumen lainnya dalam transaksi jual beli yang merugikan konsumen. Adanya klausula baku menyebabkan posisi konsumen lemah dibandingkan dengan pelaku usaha. Pasal 1 ayat (10) UUPK menentukan bahwa klausula baku adalah setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian.8 Pasal 18 ayat (1) huruf f UUPK dinyatakan bahwa pelaku usaha dilarang untuk mencantumkan klausula baku yang isinya memberikan hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau mengurangi harta kekayaan yang menjadi objek jual beli jasa, maka sudah sepatutnya klausul ini, tidak dapat diberlakukan.

Klausula baku sebenarnya diperbolehkan oleh UUPK dengan persyarat tidak boleh mencantumkan apa yang diatur dalam ketentuan Pasal 18 Ayat (1) huruf b UUPK.

5 Zulham, Hukum perlindungan konsumen. Jakarta, Kencana Prenada Media Group, 2013, hal 76

6 Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, Raja GrafindoPersada, Jakarta, 2014, hal 118

7 Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Jakarta, Grasindo, 2014, hal 151.

8 Sindy Ch. Sondakh, “Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Terhadap Klausula Baku Yang Merugikan Ditinjau Dari Undang Undang Nomor 8 Tahun 1999”, Jurnal Lex Privatum, Vol.II, No. 2, April 2014, hal.79.

(14)

Posisi yang tidak seimbang ini, dimana pihak konsumen dalam keadaan lemah membutuhkan perlindungan secara hukum. Hubungan pembeli dan pelaku usaha harus dijamin hak, kewajiban serta tanggung jawab kedua pihak agar sama- sama diuntungkan. Hal ini tercantum pada UUPK.9 Apabila dalam suatu perjanjian, kedudukan para pihak tidak seimbang, maka pihak lemah biasanya tidak berada dalam keadaan yang betul betul bebas untuk menentukan apa yang diinginkan dalam perjanjian. Dalam hal demikian, pihak yang memiliki posisi lebih kuat biasanya menggunakan kesempatan tersebut untuk menentukan klausula-klausula tertentu dari perjanjian baku, sehingga perjanjian yang seharusnya dibuat/dirancang oleh para pihak yang terlibat dalam perjanjian, tidak ditemukan lagi dalam peijanjian baku, karena format dan isi perjanjian dirancang oleh pihak yang kedudukannya lebih kuat.10

Oleh karena yang merancang format dan isi perjanjian adalah pihak yang memiliki kedudukan lebih kuat, maka dapat dipastikan bahwa perjanjian tersebut memuat klausula-klausula yang menguntungkan baginya, atau meringankan/menghapuskan beban-beban/kewajiban-kewajiban tertentu yang seharusnya menjadi bebannya. Penerapan klausula-klausula tertentu yang dilakukan oleh pihak yang memiliki kedudukan lebih kuat yang mengakibatkan sangat dirugikannya pihak lemah, biasa dikenal dengan penyalahgunaan keadaan.11

Penerapan klausula baku yang dilakukan oleh pihak pelaku usaha yang memiliki kedudukan lebih kuat terhadap pihak konsumen yang memiliki

9 Az Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, Diadit Media, Jakarta, 2014, hal. 46

10Ahmadi Miru, Larangan Penggunaan Klausul Baku Tertentu dalam Perjanjian antara Konsumen dan Pelaku Usaha, Jurnal Hukum. No.17 Vol 8. Juni 2001, hal 108-109

11 Ibid

(15)

kedudukan lemah dapat memberikan dampak kerugian yang sangat besar terhadap pihak konsumen yaitu pihak konsumen tidak dapat secara leluasa melakukan penawaran terhadap barang yang akan dibelinya, sehingga keadaan tersebut dapat disebut sebagai penyalahgunaan keadaan, seperti pada kasus PT. Solusi Transportasi Indonesia (Grab) ini.

PT. Solusi Transportasi Indonesia (Grab), memperkenalkan widget “challenge” bagi konsumen di Indonesia. Widget interaktif ini, konsumen Grab bisa berpartisipasi dalam berbagai aktivitas yang terdiri dari rangkaian tantangan dalam berbagai layanan Grab termasuk transportasi, pengantaran makanan, pengantaran paket hingga dompet digital. Challenge merupakan cara terbaru yang seru bagi pelanggan untuk mendapatkan keuntungan tambahan, diluar keuntungan yang telah diperoleh Grab saat ini.12

Kasus yang dialami ZLDS (Penggugat) dalam Putusan nomor 527/Pdt.G/2019/PN.Jkt.Pst, pengguna jasa transportasi melalui platform yang dibuat dan disediakan oleh Tergugat I, PT Solusi transportasi Indonesia (Grab) untuk pemesanan transportasi berbasis online melalui aplikasi “Grab” dengan nama Ardo; no. HP : 0821xxxxxxxx. PT. Solusi Transportasi Indonesia (Grab) adalah badan usaha yang berbentuk badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan usahanya dalam wilayah hukum Republik Indonesia dalam bidang penyediaan platform jasa transportasi berbasis online melalui aplikasi “Grab”. Tergugat II adalah Menteri yang bertugas melakukan menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang komunikasi dan informatika, termasuk namun tidak terbatas pada memberikan bimbingan teknis dan supervisi

12https://www.grab.com/id/press/tech-product/grab-perkenalkan-challenges-hadirkan- pengalaman-seru-dan-interaktif-bagi-pengguna-di-indonesia/diakses tanggal 2 November 2020, Pukul 21.09 Wib

(16)

atas pelaksanaan pengelolaan sumber daya dan perangkat posdan informatika, penyelenggaraan pos dan informatika, penatakelolaan aplikasi informatika, pengelolaan informasi dan komunikasi publik. Kewajiban Tergugat II termasuk memberikan bimbingan dan supervise kepada PT. Solusi Transportasi Indonesia (Grab)..

PT. Solusi Transportasi Indonesia (Grab) dengan aplikasinya meluncurkan fitur baru bernama challenge (“tantangan”), dimana setiap pengguna aplikasi Grab yang mengikuti tantangan tersebut harus menyelesaikan tantangan yang diberikan oleh Grab untuk mendapatkan reward (“hadiah”) tertentu sebagaimana yang dimuat dalam website PT. Solusi Transportasi Indonesia (Grab). Adapun tantangan yang diberikan oleh PT. Solusi Transportasi Indonesia (Grab) kepada setiap pengguna aplikasi dapat berbeda-beda, termasuk hadiah yang akan didapatkan pengguna aplikasi apabila tantangan berhasil diselesaikan. Namun pada kenyataannya pada kasus ini, PT. Solusi Transportasi Indonesia (Grab) tidak menepati janjinya kepada pengguna transportasi yang mengikuti challenge yang mereka adakan.

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan di atas, maka sangat menarik untuk dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai “Tanggung Jawab Pelaku Usaha PT. Solusi Transportasi Indonesia (Grab) Terhadap Konsumen Atas Perubahan Klausula Baku Dalam Program 'Challenge' (Studi Putusan nomor 527/PDT.G/2019/PN.Jkt.Pst).”

(17)

B. Rumusan Masalah

Adapun yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini berdasarkan latar belakang, antara lain :

1. Bagaimana pencantuman klausula baku dalam program „challenge’ oleh PT. Solusi Transportasi Indonesia (Grab) ditinjau dalam hukum di Indonesia?

2. Bagaimana perlindungan konsumen akibat adanya perubahan klausula baku dalam program „challenge’ ditinjau berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen?

3. Bagaimana tanggung jawab pelaku usaha terhadap konsumen atas perubahan klausula baku dalam Program 'Challenge' (Studi Putusan nomor 527/PDT.G/2019/PN.Jkt.Pst)?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Suatu penelitian tentunya memiliki tujuan yang hendak dicapai. Tujuan ini tidak lepas dari permasalahan yang dirumuskan sebelumnya. Tujuan penulisan sebagaimana dimaksudkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui dan menganalisis Pencantuman Klausula Baku dalam Program „Challenge’ oleh PT. Solusi Transportasi Indonesia (Grab) ditinjau dalam Hukum di Indonesia.

2. Untuk mengetahui dan menganalisis Perlindungan Konsumen Akibat Adanya Perubahan Klausula Baku Dalam Program „Challenge’ ditinjau Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

(18)

3. Untuk mengetahui dan menganalisis Tanggung Jawab Pelaku Usaha Terhadap Konsumen Atas Perubahan Klausula Baku Dalam Program 'Challenge' (Studi Putusan nomor 527/PDT.G/2019/PN.Jkt.Pst)

Penelitian hukum ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak yang membaca. Adapun manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Manfaat teoritis

Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangsih pemikiran bagi ilmu pengetahuan khususnya hukum perdata berkaitan dengan Tanggung Jawab Pelaku Usaha PT. Solusi Transportasi Indonesia (GRAB) Terhadap Konsumen Atas Perubahan Klausula Baku Dalam Program 'Challenge' (Studi Putusan nomor 527/ Pdt.G/2019/PN.Jkt.Pst).

2. Manfaat Praktis

Untuk memberikan wawasan dan pengetahuan bagi masyarakat luas mengenai Tanggung Jawab Pelaku Usaha PT. Solusi Transportasi Indonesia (Grab) Terhadap Konsumen Atas Perubahan Klausula Baku Dalam Program 'Challenge'.

D. Tinjauan Kepustakaan 1. Tanggung Jawab

Tanggung jawab merupakan suatu akibat atas konsekuensi kebebasan seorang tentang perbuatannya yang berkaitan dengan etika atau moral dalam

(19)

melakukan suatu perbuatan.13 Pertanggungjawaban harus mempunyai dasar, yaitu hal yang menyebabkan timbulnya hak hukum bagi seseorang untuk menuntut orang lain sekaligus berupa hal yang melahirkan kewajiban hukum orang lain untuk memberi pertanggungjawabannya.14

2. Pelaku Usaha

Pelaku usaha dalam Pasal 1 ayat (3) UUPK adalah “Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi‟‟

Penjelasan UUPK yang termasuk pelaku usaha yaitu perusahaan, korporasi, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), koperasi, importir, pedagang, distributor, dan lain-lain. Jadi pengertian pelaku usaha dalam UUPK tersebut luas sekali, karena pengertiannya tidak dibatasi hanya pabrikan saja, melainkan juga para distributor (dan jaringannya), serta termasuk para importir. Selain itu juga para pelaku usaha periklanan meskipun secara prinsip kegiatan pelaku usaha pabrikan dan distributor berbeda, namun undang-undang tidak membedakan kewajiban yang harus dipenuhi oleh kedua pelaku usaha tersebut, demikian juga berbagai larangan yang dikenakan untuk keduanya, yang sedikit berbeda adalah sifat saat terbitnya pertanggungjawaban terhadap kegiatan usaha yang dilakukan oleh masing masing pelaku usaha terhadap para konsumen yang mempergunakan

13 Soekidjo Notoatmodjo, Etika dan Hukum Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta, 2010, hal.45

14 Titik Triwulan dan Shinta Febrian, Perlindungan Hukum bagi Pasien, Prestasi Pustaka, Jakarta, 2010, hal.48.

(20)

barang dan/atau jasa yang dihasilkan. Berdasarkan directive pengertian produsen atau pelaku usaha meliputi:

a. Pihak yang menghasilkan produk akhir berupa barang-barang manufaktur.

Mereka ini bertanggung jawab atas segala kerugian yang timbul dari barang yang mereka edarkan ke masyarakat, termasuk bila kerugian timbul akibat cacatnya barang yang merupakan komponen dalam proses produksinya.

b. Produsen bahan mentah atau komponen suatu produk

c. Siapa saja yang dengan membubuhkan nama, mereka ataupun tanda-tanda lain pada produk menampakan dirinya sebagai produsen dari suatu barang.15

Pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan ekonominya mempunyai tujuan untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Hal tersebut yang menyebabkan pelaku usaha menjalankan berbagai macam cara agar tercapainya tujuan dari pelaku usaha itu. Demi tercapainya tujuan, banyak pelaku usaha yang berbuat curang dengan cara mencantumkan klausula eksonerasi yang akhirnya menyebabkan kerugian terhadap konsumen.

3. Konsumen

Kata konsumen berasal dari bahasa Inggris yaitu consumer. Dalam bahasa Belanda, istilah konsumen disebut dengan consument. Konsumen secara harfiah adalah “orang yang memerlukan, membelanjakan atau menggunakan; pemakai atau pembutuh.”16 Istilah lain yang dekat dengan konsumen adalah “pembeli”

15 Celina Tri Siswi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen, Sinar Grafika, Jakarta, 2017, hal.41

16 N.H.T Siahaan, Hukum Perlindungan Konsumen dan Tanggung Jawab Produk, Cet.

ke-1, Grafika Mardi Yuana, Bogor, 2005, hal. 23

(21)

(Inggris: buyer, Belanda: koper). Istilah koper ini dapat dijumpai dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata). Pengertian konsumen secara hukum tidak hanya terbatas kepada pembeli. Bahkan, jika disimak secara cermat pengertian konsumen sebagaimana di dalam Pasal 1 angka 2 yakni konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.17

4. Klausula Baku

Perjanjian baku sudah dikenal sejak zaman Yunani Kuno. Plato (423—347 SM), misalnya pernah memaparkan praktik penjualan makanan yang harganya ditentukan secara sepihak oleh si penjual, tanpa memperhatikan perbedaan mutu makanan tersebut. Dalam perkembangannya, tentu saja penentuan secara sepihak oleh produsen/penyalur produk (penjual), tidak lagi sekadar masalah harga, tetapi mencakup syarat-syarat yang lebih detail. Selain itu, bidang-bidang yang diatur dengan perjanjian standar pun makin bertambah luas. Menurut sebuah laporan dalam Harvard Law Review pada 1971, 99 persen perjanjian yang dibuat di Amerika Serikat berbentuk perjanjian standar. Di Indonesia, perjanjian standar bahkan merambah ke sektor properti dengan cara-cara yang secara yuridis masih kontroversial. Misalnya, diperbolehkan sistem pembelian satuan rumah susun (strata title) secara indent dalam bentuk perjanjian standar.18

Klausula baku merupakan isi atau bagian dari suatu perjanjian. Perjanjian yang menggunakan klausula baku ini disebut dengan perjanjian baku. Didalam suatu perjanjian baku tercantum klausula-klausula tertentu yang dilakukan oleh

17 Ibid.

18 Celina Tri Siwi Kristiyanti, Op.Cit, hal. 138

(22)

pihak-pihak yang memiliki kedudukan yang lebih kuat yang mengakibatkan sangat merugikan pihak yang lemah yang dapat menimbulkan penyalahgunaan keadaan.19

Perjanjian baku merupakan perjanjian standar yang bentuknya telah ditetapkan oleh satu pihak, sedangkan pihak yang lain hanya menandatangani sebagai tanda persetujuan. Perjanjian standar berkembang cepat dalam dunia bisnis, karena dianggap efisien dan efektif. Perjanjian standar diresmikan oleh pemerintah Indonesia melalui UUPK dengan menggunakan istilah Klausula baku yang terdapat pada Pasal 1 angka 10, sebagai berikut : “Setiap aturan atau ketentuan dan syarat syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara pihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan hasil penelusuran yang telah dilakukan di Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara baik fisik dan online, tidak ditemukan judul tersebut di atas, namun ada beberapa penelitian sebelumnya membahas tanggung jawab pelaku usaha, antara lain:

1. Renny Supriyatni. Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran (2007), judul penelitian Tanggung Jawab Pelaku Usaha PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk atas Penggunaan Perjanjian Baku Dihubungkan Dengan Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

Permasalahan dalam penelitian ini:

19 Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Op.Cit, hal 118

(23)

a. Hukum positif mengatur klausula baku dalam perjanjian antara pelaku usaha PT. Telkom Indonesia Tbk. dengan konsumen.

b. Tindakan hukum yang dapat dilakukan konsumen atas kerugian yang dideritanya apabila pelaku usaha melanggar ketentuan pencantuman klausula baku.

c. Tanggung jawab pelaku usaha PT. Telkom Indonesia terhadap kerugian konsumen atas penggunaan perjanjian baku.

2. Herni Octaviani Siregar. Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya Kampus (2018), judul penelitian Analisis Tentang Akibat Hukum Pencantuman Klausula Eksonerasi Dalam Polis Asuransi Yang Bertentangan Dengan Pasal 18 Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Permasalahan dalam Penelitian ini:

a. Yang melatarbelakangi pihak asuransi mencantumkan klausula eksonerasi yang mengalihkan tanggung jawab kepada pihak konsumen atau tertanggung

b. Akibat hukum pencantuman klausula eksonerasi dalam polis asuransi yang bertentangan dengan Pasal 18 Undang-Undang Perlindungan Konsumen

3. Dede Agus. Fakultas Hukum Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (2018), judul penelitian Perlindungan Konsumen Atas Penggunaan Perjanjian Baku Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Permasalahan dalam penelitian:

a. Yang dimaksud dengan suatu Perjanjian Baku

(24)

b. Pengaturan suatu Perjanjian Baku dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen

4. Dea Vania Utami. Fakultas Hukum Universitas Tarumanagara (2019), judul penelitian Analisis Pencantuman Klausula Baku Dalam Perjanjian Sj Travel Pass Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Permasalahan dalam penelitian:

a. Pencantuman klausula baku pada perjanjian SJ Travel Pass melanggar Pasal 18 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen?

b. Tanggung jawab PT. Sriwijaya Air terhadap pencantuman klausula baku terhadap konsumen.

5. Putri Pratiwi Lubis. Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala (2018), dengan judul penelitian Perlindungan Konsumen Terhadap Pencantuman Klausula Eksonerasi Dalam Tiket Bus Antar Kota Antar Provinsi (Suatu Penelitian di Kota Banda Aceh). Permasalahan dalam penelitian:

a. Klausula eksonerasi dalam tiket bus penumpang antar kota antar provinsi

b. Akibat hukum pencantuman klausula eksonerasi pada kontrak baku tiket bus penumpang antar kota antar provinsi.

6. Andi Astari Rasyida. Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Makassar (2015), judul penelitian Analisis Hukum Terhadap Klausula Baku Pada Kartu Studio Pass Di Trans Studio Makassar. Permasalahan dalam penelitian ini adalah:

(25)

a. Kedudukan dan keabsahan klausula baku pada kartu studio pass di trans studio Makassar ditinjau dari UUPK

b. Aspek perlindungan hukum bagi konsumen pada perjanjian klausula baku yang ada pada kartu studio pass.

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan di atas, maka penelitian merupakan penelitian original, dimana penelitian ini didukung dengan pendapat para ahli, jurnal dan masukan dosen pembimbing serta putusan pengadilan. Dapat dipertanggungjawabkan baik secara ilmiah maupun akademik.

F. Metode Penelitian

1. Jenis dan sifat penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif merupakan penelitian hukum (penelitian yuridis) yang memiliki suatu metode yang berbeda dengan yang berbeda dengan penelitian lainnya. Metode penelitian hukum merupakan suatu cara yang sistematis dalam melakukan sebuah penelitian.20 Penelitian ini disebut penelitian kepustakaan atau studi dokumen karena lebih menitikberatkan penelitian pada data sekunder. Metode hukum normatif atau metode hukum kepustakaan adalah metode atau cara yang dipergunakan di dalam penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka yang ada.21

Sifat penelitian yang digunakan peneliti yaitu bersifat Penelitian Deskriptif. Sifat penelitian yang digunakan adalah deskriptif, yaitu dengan

20 Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian hukum, Bandung, Citra Aditya Bakti, 2004, hal. 57

21 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta, Grafindo Persada, 2013, hal 13-14

(26)

menggambarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dikaitkan dengan teori-teori hukum dan praktek pelaksanaan hukum positif yang berkaitan dengan permasalahan.22

2. Sumber data

Sumber penelitian diperoleh dari studi kepustakaan. Studi kepustakaan adalah pengumpulan data-data yang bersumber dari buku-buku, literatur, dan pendapat ahli hukum yang berkaitan dengan penelitian ini.23 Data sekunder diperoleh dengan penelitian kepustakaan guna mendapatkan landasan teoritis berupa pendapat-pendapat atau tulisan-tulisan para ahli atau pihak-pihak lain yang berwenang dan juga untuk memperoleh informasi baik dalam bentuk ketentuan- ketentuan formal maupun data melalui naskah resmi yang ada. Data sekunder di bidang hukum dapat dibedakan menjadi:

a. Bahan hukum primer. Dalam penelitian ini adalah: Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Surat Edaran Menkominfo Nomor 5 Tahun 2016 tentang Batasan dan Tanggung Jawab Penyedia Platform dan Pedagang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (Electronic Commerce) Yang Berbentuk User Generated Content. Putusan nomor 527/PDT.G/2019/PN.Jkt.Pst.

22 Ronny Haniatjo Soemitro, Metode Penelitian Hukum dan Jurumetri, Jakarta, Ghalia Indonesia, 2001, hal. 97-98

23 Sugiyono, Metode Penelitian Kualitatif dan R&D, Bandung, Alfabeta, 2016, hal.205

(27)

b. Bahan hukum sekunder. Penelitian ini menggunakan Buku-buku hukum, jurnal-jurnal hukum, karya tulis hukum atau pandangan ahli hukum yang termuat dalam media massa.

c. Bahan tersier hukum, yang akan digunakan seperti informasi dari internet dengan sumber yang kredibel, maupun sumber-sumber lain yang bisa memberikan penjelasan tambahan terhadap bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder.

3. Teknik pengumpulan data

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan alat pengumpulan data, studi kepustakaan, untuk mengumpulkan data sekunder yang terkait dengan permasalahan yang diajukan, dengan cara mempelajari buku-buku, jurnal hukum, hasil-hasil penelitian dan dokumen-dokumen peraturan perundang-undangan.24 4. Analisis data

Analisis merupakan penjelasan dari semua bahan-bahan maupun data-data yang sudah dikumpulkan dan dijelaskan sebelumnya secara sistematis. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah secara kualitatif. Teknik analisis data secara kualitatif yaitu metode analisis data dengan cara mengelompokkan dan menyeleksi data yang diperoleh dari penelitian lapangan menurut kualitas dan kebenarannya kemudian disusun secara sistematis, yang selanjutnya dikaji dengan metode berfikir secara deduktif dihubungkan dengan teori-teori dari studi kepustakaan (data sekunder), kemudian dibuat kesimpulan yang berguna untuk menjawab rumusan masalah dalam penelitian ini.25

24 Abdulkadir Muhammad, Op.Cit, hal 81

25 Ibid., hal 50

(28)

G. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah melihat dan mengetahui pembahasan yang ada pada skripsi ini secara menyeluruh, maka perlu dikemukakan sistematika yang merupakan kerangka dan pedoman penulisan skripsi. Adapun sistematika penulisannya adalah sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini berisikan latar belakang, permasalahan. Tujuan dan Manfaat Penelitian. Tinjauan Kepustakaan. Keaslian Penelitian.

Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan

BAB II PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU DALAM PROGRAM CHALLENGE OLEH PT. SOLUSI TRANSPORTASI INDONESIA (GRAB) DITINJAU DALAM HUKUM DI INDONESIA

Bab ini berisikan Klausula Baku dalam Hukum Perjanjian di Indonesia yang terdiri atas pengertian klausula baku, berlaku kah klausula baku di Indonesia/kelebihan dan kekurangannya, dasar hukum klausula baku. PT. Solusi Transportasi Indonesia (Grab) sebagai pelaku usaha transportasi di Indonesia, yang terdiri atas pengertian pelaku usaha, Sejarah berdirinya PT. Solusi Transportasi Indonesia (Grab) di Indonesia sebagai transportasi berbasis online. Program Challenge yang diadakan oleh PT. Solusi Transportasi Indonesia (Grab), yang terdiri atas pengertian program challenge, hak dan kewajiban pelaku usaha dalam program challenge, hak dan kewajiban konsumen dalam program

(29)

challenge. Klausula Baku dalam Program Challenge ditinjau dari Hukum di Indonesia.

BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN AKIBAT ADANYA

PERUBAHAN KLAUSULA BAKU DALAM PROGRAM CHALLENGE DITINJAU BERDASARKAN UNDANG-

UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG

PERLINDUNGAN KONSUMEN

Bab ini berisikan Perjanjian dalam Program Challenge yang dibuat oleh PT. Solusi Transportasi Indonesia (Grab). (isinya rules yang pertama yang sebelum diganti). Perubahan Klausula Baku dalam Program Challenge (isinya setelah rulesnya nya diubah) dan Perlindungan Hukum bagi Konsumen terhadap perubahan Klausula Baku dalam Program Challenge yang dibuat oleh PT. Solusi Transportasi Indonesia (Grab).

BAB IV TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA TERHADAP

KONSUMEN ATAS PERUBAHAN KLAUSULA BAKU DALAM PROGRAM 'CHALLENGE' (Studi Putusan nomor 527/PDT.G/2019/PN.Jkt.Pst)

Bab ini berisikan Putusan nomor 527/PDT.G/2019/PN.Jkt.Pst yang terdiri atas Duduk Perkara. Pertimbangan Hakim dan Putusan Pengadilan. Tanggungjawab Pelaku Usaha Terhadap Konsumen Atas Perubahan Klausula Baku Dalam Program 'Challenge'.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

(30)

Bab ini berisi kesimpulan dan saran dari seluruh penelitian yang telah dilakukan. Kesimpulan dapat dikemukakan masalah yang ada pada penelitian serta hasil dari penyelesaian penelitian yang bersifat analisis objektif. Saran berisi mencantumkan jalan keluar untuk mengatasi masalah dan kelemahan yang ada. Saran ini tidak lepas ditujukan untuk ruang lingkup penelitian

(31)

BAB II

PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU DALAM PROGRAM CHALLENGE OLEH PT. SOLUSI TRANSPORTASI INDONESIA (GRAB)

DITINJAU DALAM HUKUM DI INDONESIA

A. Klausula Baku dalam Hukum Perjanjian di Indonesia 1. Pengertian Klausula Baku

Klausula baku merupakan isi atau bagian dari suatu perjanjian. Perjanjian yang menggunakan klausula baku ini disebut dengan perjanjian baku. Didalam suatu perjanjian baku tercantum klausula-klausula tertentu yang dilakukan oleh pihak-pihak yang memiliki kedudukan yang lebih kuat yang mengakibatkan sangat merugikan pihak yang lemah yang dapat menimbulkan penyalahgunaan keadaan.26

Pasal 1 angka (10) UUPK, mendefinisikan klausula baku adalah: “setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen”.

Klausula baku adalah setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan diterapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkakn dalam suatu dokumen atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen.27

26 Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Op.Cit, hal 118

27 Rosmawati, Pokok-pokok Hukum Perlindungan Konsumen, Depok, Prenamedia Group, 2018, hlm. 88

(32)

2. Berlakunya Klausula Baku di Indonesia serta kelebihan dan kekurangannya

Klausula baku dalam hukum perjanjian di Indonesia dapat ditelusuri dari dasar hukum yang mengatur terkait dengan klausula baku tersebut, serta penggunaan klausula baku dalam hubungan keperdataan yang dilakukan oleh para pihak. Mengenai kedudukan klausula baku dapat dilihat dari aturan hukum yang mengaturnya serta beberapa contoh perjanjian yang menggunakan klausula baku.28

Perjanjian klausula baku banyak memberikan keuntungan dalam penggunaannya, tetapi dari berbagai keuntungan yang ada tersebut terdapat sisi lain dari penggunaan serta perkembangan perjanjian baku yang banyak mendapat sorotan kritis dari para ahli hukum, yaitu sisi kelemahannya dalam mengakomodasikan posisi yang seimbang bagi para pihaknya. Kelemahan- kelemahan perjanjian baku ini bersumber dari karakteristik perjanjian baku yang dalam wujudnya merupakan suatu perjanjian yang dibuat oleh salah satu pihak dan suatu perjanjian terstandardisasi yang menyisakan sedikit atau bahkan tidak sama sekali ruang bagi pihak lain untuk menegosiasikan isi perjanjian itu. Sorotan para ahli hukum dan berlakunya perjanjian baku selain dari segi keabsahannya adalah adanya klausul-klausul yang tidak adil dan sangat memberatkan salah satu pihak.29

28 Muhamad Hasan Muaziz dan Achmad Pengaturan Klausula Baku Dalam Hukum Perjanjian Untuk Mencapai Keadilan Berkontrak, Busro, Jurnal Law Reform, Volume 11, Nomor 1, Tahun 2015, hlm 77

29 Sriwati. Perlindungan Hukum bagi Para Pihak dalam Perjanjian Baku, Jurnal Yustika Vol. 24 No. 2 Desember 2000, hal 177

(33)

3. Dasar Hukum Klausula Baku

Penggunaan perjanjian baku dalam kehidupan sehari hari merupakan suatu keniscayaan yang tidak dapat dielakkan lagi. Kebutuhan pelaku usaha untuk dapat melayani sebanyak mungkin konsumen, berhadapan dengan keinginan konsumen untuk melakukan transaksi dengan cepat dan simpel. Sehingga dalam berbagai macam produk yang dikonsumsi dapat dengan mudah kita temui penggunaan perjanjian yang memuat klausula perjanjian yang dibakukan atau menurut UUPK dinyatakan sebagai klausula baku.

Aturan hukum di Indonesia telah mengatur terkait dengan klausula baku yang biasanya digunakan di dalam hubungan bisnis atau perjanjian, dalam hal ini dapat dilihat di dalam ketentuan Pasal 18 UUPK. Di dalam pasal tersebut jelas disebutkan bahwa adanya aturan-aturan yang mengatur keberadaan klausula baku yaitu:

a. Menyatakan pengalihan tanggungjawab pelaku usaha;

b. Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen;

c. Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali uang yang dibayarkan atas barang dan/atau jasa yang dibeli oleh konsumen;

d. Menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran;

(34)

e. Mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen;

f. Memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi obyek jual beli jasa;

g. Menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan baru, tambahan, lanjutan dan/atau pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya;

h. Menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan terhadap barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran.30

Disamping aturan yang terdapat di dalam Pasal 18 UUPK ayat (2) menyebutkan bahwa pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku yang letak atau bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas, atau yang pengungkapannya sulit dimengerti”. Sedangkan pada ayat (3) lebih lanjut disebutkan bahwa: “Setiap klausula baku yang telah ditetapkan oleh pelaku usaha pada dokumen atau perjanjian yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dinyatakan batal demi hukum”. Dalam penerapanya adanya ketentuan pada ayat (3) tersebut penggunaan klausula baku yang letaknya sebagaimana yang diatur di dalam ayat (1) dan (2), masih banyak dijumpai. Tidak hanya berhenti disitu, di dalam ayat (3) bahwa, Pelaku usaha wajib menyesuaikan klausula baku yang bertentangan dengan undang-undang ini.31

30 Muhamad Hasan Muaziz dan Achmad, Op.Cit, hlm 78

31 Ibid.

(35)

B. PT. Solusi Transportasi Indonesia (Grab) sebagai pelaku usaha transportasi online di Indonesia

1. Pengertian Pelaku Usaha

Pasal 1 angka 3 UUPK menyebutkan bahwa pelaku usaha adalah setiap orang-perorang atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi. Dalam penjelasannya menyatakan bahwa pelaku usaha yang termaksud dalam pengertian ini adalah perusahaan, koperasi, BUMN, korporasi, importer, pedagang, distributor, dan lain-lain.

Pelaku usaha yang dimaksud dalam UUPK dapat berupa perseorangan atau badan hukum. Dalam pengertian tersebut tidaklah termasuk eksportir atau pelaku usaha di luar negeri, karena UUPK membatasi orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan usahanya dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia.32

Berdasarkan pada pengertian pelaku usaha dalam UUPK, jelas bahwa UUPK berusaha mendefinisikan pelaku usaha secara luas.Para pelaku usaha yang dimaksud meliputi produsen dan distributor serta pelaku usaha periklanan jugadiatur oleh UUPK.

Dalam Buku III Bab V Bagian Kedua Pasal 1473-1512 KUHPerdata mengatur mengenai keajiban dan tanggungjawab penjual. Menurut ketentuan

32 Abdul Halim Barkatulah, Hukum Perlindungan Konsumen Kajian Teoretis Dan Perkembangan Pemikiran, FH Unlam Press, Banjarmasin dan Nusa Media Bandung, 2008, hal 34

(36)

Pasal 1473 KUHPerdata, penjual wajib menyatakan dengan tegas untuk apa dia mengikatkan dirinya, segala janji yang tidak jelas dan dapat menimbulkan berbagai pengertian, harus ditafsirkan untuk kerugiannya. Berkaitan dengan penyerahan benda, ada dua kewajiban utama penjual, yaitu penyerahan benda dan penjaminan benda. Penyerahan adalah pengalihan benda yang telah dijual ke dalam kekuasaan dan menjadi milik pembeli.33

Dalam penjelasan UUPK yang termasuk pelaku usaha yaitu perusahaan, korporasi, BUMN, koperasi, importir, pedagang, distributor, dan lain-lain. Jadi pengertian pelaku usaha dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen tersebut luas sekali, arena pengertiannya tidak dibatasi hanya pabrikan saja, melainkan juga para distributor (dan jaringannya), serta termasuk para importir. Selesai itu juga para pelaku usaha periklanan meskipun secara prinsip kegiatan pelaku usaha pabrikan dan distributor berbeda, namun undang-undang tidak membedakan kewajiban yang harus dipenuhi oleh kedua pelaku usaha tersebut, demikian juga berbagai larangan yang dikenakan untuk keduanya, yang sedikit berbeda adalah sifat saat terbitnya pertanggungjawaban terhadap kegiatan usaha yang dilakukan oleh masing-masing selaku usaha terhadap para konsumen yang mempergunakan barang dan/atau jasa yang dihasilkan.34

Berdasarkan directive pengertian produsen atau pelaku usaha meliputi:

1. Pihak yang menghasilkan produk akhir berupa barang-barang manufaktur.

Mereka ini bertanggung jawab atas segala kerugian yang timbul dari barang yang mereka edarkan ke masyarakat, termasuk bila kerugian timbul akibat cacatnya barang yang merupakan komponen dalam proses produksinya.

33Ibid, hal 36

34 Celina Tri Siswi Kristiyanti, Op.Cit, hal 41

(37)

2. Produsen bahan mentah atau komponen suatu produk.

3. Siapa saja yang dengan membubuhkan nama, mereka ataupun tanda-tanda lain pada produk menampakan dirinya sebagai produsen dari suatu barang.35

Hak Pelaku usaha diatur dalam Pasal 6 UUPK, yaitu :

1. Hak untuk menerima pembayaran uang yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;

2. Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang tidak beritikad baik;

3. Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen;

4. Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;

5. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Kewajiban pelaku usaha beritikad baik dalam melakukan kegiatan usaha merupakan salah satu asas yang dikenal dalam hukum perjanjian. Ketentuan tentang itikad baik diatur dalam pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata. Bahwa perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik. Sedangkan arrest H.R. di negeri Belanda memberikan peranan tinggi terhadap itikad baik dalam tahap pra perjanjian, bahkan kesempatan ditempatkan di bawah asas itikad baik, bukan lagi pada teori kehendak. Begitu pentingnya itikad baik tersebut, sehingga dalam perundingan perundingan atau perjanjian antara para pihak, kedua belah pihak akan berhadapan dalam suatu hubungan hukum khusus ini membawa akibat lebih

35 Ibid.

(38)

lanjut bahwa kedua belah pihak itu harus bertindak dengan mengingat kepentingan-kepentingan yang wajar dari pihak lain. Bagi masing-masing calon pihak dalam perjanjian terdapat suatu kewajiban untuk mengadakan penyelidikan dalam batas-batas yang wajar tehadap pihak lawan sebelum menandatangani kontrak, atau masing masing pihak harus menaruh perhatian yang cukup dalam menutup kontrak yang berkaitan dengan itikad baik.36

Pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan usahanya tidak hanya dibebani hak serta kewajiban saja, akan tetapi di dalam UU Perlindungan Konsumen juga menyatakan secara tegas mengenai beberapa perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha dalam mengedarkan dan memperdagangkan produk barang dan/atau jasa.

Pengaturan mengenai perbuatan yang tidak boleh dilakukan oleh pelaku usaha dalam mengedarkan dan memperdagangkan barang dan/atau jasa yang diproduksinya, dimaksudkan agar pelaku usaha tidak melanggar hak-hak yang semestinya diperoleh para konsumen, bahkan cenderung akan merugikan konsumen atas barang dan/atau jasa yang diproduksinya.37

UUPK juga mengatur larangan bagi para pelaku usaha yang dimuat dalam Bab IV yang terdiri dari 10 Pasal, yaitu Pasal 8 sampai dengan Pasal 17 menjelaskan larangan tersebut adalah :

1. Memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa, dengan berbagai macam perincian yang pada pokoknya merugikan konsumen (Pasal 8 UUPK);

36 Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Op.Cit., hal. 54.

37 Elia Wuria Dewi, Hukum Perlindungan Konsumen, Yogyakarta, Graha Ilmu, 2015, hal 62

(39)

2. Menawarkan, mempromosikan, mengakibatkan, suatu barang dan/atau jasa secara tidak benar (dan/atau seolah-olah), dengan berbagai macam perincian (Pasal 9 UUPK);

3. Menawarkan, mempromosikan, mengiklankan atau membuat pernyataan yang tidak benar atau menyesatkan konsumen mengenai beberapa hal tentang barang dan/atau jasa tersebut (Pasal 10 UUPK);

4. Dalam hal penjualan yang dilakukan secara obral atau lelang, dilarang mengelabui/menyesatkan konsumen, dengan berbagai macam perincian yang merugikan konsumen (Pasal 11 UUPK);

5. Menawarkan, mempromosikan, mengiklankan suatu barang dan/atau jasa dengan harga atau tarif khusus dalam waktu dan jumlah tertentu, jika pelaku usaha tersebut tidak bermaksud untuk melaksanakannya sesuai dengan waktu dan jumlah yang ditawarkan, dipromosikan, atau diiklankan (Pasal 12 UUPK);

6. Menawarkan, mempromosikan, mengiklankan suatu barang dan/atau jasa lain- lain secara cuma-cuma dengan maksud tidak memberikannya atau memberikan tidak sebagaimana yang dijanjikan (Pasal 13 ayat (1) UUPK);

7. Menawarkan, mempromosikan, atau mengiklankan obat, obat tradisional, suplemen makanan, alat kesehatan, dan pelayanan kesehatan dengan cara menjanjikan pemberian hadiah berupa barang dan/atau jasa lain (Pasal 13 ayat (2) UUPK;

8. Menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dengan memberikan hadiah melalui cara undian, dengan berbagai kriteria yang isinya merugikan konsumen (Pasal 14 UUPK);

(40)

9. Menawarkan barang dan/atau jasa dengan cara pemaksaan atau cara lain yang dapat menimbulkan gangguan baik fisik maupun psikis terhadap konsumen (Pasal 15 UUPK)

10. Menawarkan barang dan/atau jasa melalui pesanan, tetapi tidak menepati pesanan dan/atau kesepakatan waktu penyelesaian sesuai dengan yang dijanjikan atau tidak menepati janji atau suatu pelayanan dan/atau prestasi (Pasal 16 UUPK);

11. Memproduksi iklan bagi pelaku usaha periklanan, dengan beberapa perincian atau kriteria yang intinya merugikan konsumen (Pasal 17 UUPK).38

Pelaku usaha juga tidak diperbolehkan untuk memperdagangkan barang atau jasa yang tidak layak. ketidaklayakan di sini adalah mengenai hal yang berhubungan dengan karakteristik maupun sifat dari barang atau jasa yang diperdagangkan. Kelayakan produk merupakan standar minimum yang harus dipenuhi atau dimiliki oleh satu barang dan/atau jasa tertentu sebelum barang atau jasa tersebut diperdagangkan untuk dikonsumsi oleh masyarakat luas. Mengenai larangan kelayakan satu barang dapat dilihat dalam Pasal 8 ayat (2) UUPK dimana pelaku usaha dilarang untuk “memperdagangkan barang yang rusak, cacat atau bekas, dan tercemar tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar atas barang dimaksud.39

Pasal 14 UUPK menyebutkan bahwa pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang, ditujukan untuk diperdagangkan dengan memberikan hadiah melalui cara undian, dilarang untuk:

38 Suyadi, Dasar-Dasar Hukum Perlindungan Konsumen. Purwokerto, UNSOED, 2007, hal. 8.

39Ahmad Yani & Gunawan Widjaja, Hukum tentang Perlindungan Konsumen, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2003, hal 39

(41)

a. Tidak melakukan penarikan hadiah setelah batas waktu yang dijanjikan;

b. mengumumkan hasilnya tidak melalui media masa;

c. memberikan hadiah tidak sesuai dengan yang dijanjikan;

d. mengganti hadiah yang tidak setara dengan nilai hadiah yang dijanjikan.

2. Sejarah berdirinya PT. Solusi Transportasi Indonesia (Grab) di Indonesia sebagai transportasi berbasis online

Sejarah berdirinya PT. Solusi Transportasi Indonesia (Grab) di Indonesia di mulai tahun 2014 dengan mendirikan anak perusahaan P.T. Grab Indonesia.

Dengan ketenaran dan nama besar, perusahaan ini berhasil menggaet pengemudi atau driver sebanyak 5 juta di tahun 2017. Apalagi sejak adanya aplikasi grab, calon pengguna dengan mudah menggunakan layanan ini untuk menjangkau tempat kerja, sekolah, cafe, ataupun tempat lain. Pada mulanya grab didorong dengan kemudahan untuk mengakses dan menjelajah dunia internet. Selain itu, perkembangan smartphone turut memiliki andil besar dalam memajukan grab itu sendiri. Perusahaan start up juga dituntut untuk bisa mengembangkan fitur terbaik dan memberikan rasa nyaman kepada penggunanya.40

Perusahaan start up (rintisan) juga tidak langsung muncul dan menjelma menjadi start up raksasa dunia. Siapa sangka bahwa perusahaan ini ide mulanya muncul dari kontes atau kompetisi bisnis pada tahun 2012 dengan kontes Harvard Businessman School. Secara mengejutkan, Grab bukanlah pemenang pada kontes tersebut. Perusahaan ini hanya memiliki predikat sebagai finalis. Sebuah perusahaan tidak akan bisa berdiri secara instan tanpa ada orang atau dua orag

40Fahmi Fitri Fadilah/https://www.kompasiana.com/ 3313/5de7995ad54 1df51707dadd2/

kerja-fleksibel-grab-aja?page=all/diakses tanggal 2 Januari 2021 Pukul 23.01 Wib

(42)

yang mempeloporinya. Hal ini juga berlaku di perusahaan start up Grab. Siapa pendiri Grab menjadi lanjutan ulasan seputar sejarah grab, pendiri grab, dan call center Grab.41

Anthony Tan adaah orang yang pertama kali memiliki ide untuk mendirikan perusahaan Grab. Tan saat itu memiliki keresahan tentang sistem transportasi yang ada di negaranya Malaysia. Dia berusaha untuk melahirkan sesuatu yang bisa membenahi sistem transportasi yang ada. Maka muncullah ide untuk membuat sistem transportasi yang mudah dan tidak ribet.

Saat itu juga dia mulai mengajak rekannya, Hook Ling Tin untuk mengembangkan aplikasi untuk memudahkan masyarakat menggunakan jasa transportasi. Setahun berikutnya, kedua pria tersebut mengikut sertakan ide mereka ada ajang kompetisi bernama Harvard Businessman School dan menjadi finalis pada ajang tersebut. Sejak saat itu, kedua pria Malaysia keturunan Tiongkok ini mengembangkan bisnis. Pada mulanya, Grab berhasil menguasai pasar Malaysia dan dalam tiga tahun, Grab berhasil mengembangkan pasar di Indonesia, Singapura dan Thailand dan sampai akhir tahun 2018, Grab sudah berhasil mengepakkan bisnis di hampir semua negara Asia Tenggara. Pada dasarnya, grab adalah salah satu layanan transportasi yang melayani antar dan jemput penumpang dari satu tempat atau titik ke titik lainnya secara mudah.42

41 Ibid.

42 Ibid.

(43)

C. Program Challenge yang diadakan oleh PT. Solusi Transportasi Indonesia (Grab)

1. Pengertian Program Challenge

PT. Solusi Transportasi Indonesia (Grab) memperkenalkan widget terbaru pada aplikasinya, Challenge. Dengan widget interaktif ini, pengguna Grab di Indonesia bisa berpartisipasi dalam berbagai aktivitas yang terdiri dari rangkaian tantangan dalam berbagai layanan Grab termasuk transportasi, pengantaran makanan, pengantaran paket, hingga dompet digital. Challenge merupakan cara terbaru bagi pelanggan untuk mendapatkan berbagai keuntungan tambahan, di luar keuntungan yang telah mereka dapatkan saat ini. “Saat Grab bertransformasi menjadi super app yang memenuhi kebutuhan harian pelanggan, kami ingin memastikan bahwa program loyalitas kami berkembang bersama untuk menyediakan keuntungan dan aktivitas menarik bagi pelanggan,”43

Untuk mengakses challenge, pelanggan hanya perlu masuk ke widget “Fitur Perjalanan Grab” dalam aplikasi mereka. Cari dan pilih Challenge yang ingin dimainkan, dan pilih “Mainkan Sekarang” untuk memulai tantangan. Setiap tantangan terdiri dari rangkaian aktivitas yang berhubungan dengan layanan Grab. “Untuk mendapatkan keuntungan khusus, pelanggan hanya perlu menyelesaikan rangkaian tantangan saat menggunakan berbagai layanan Grab dalam periode waktu tertentu,” Ketika pelanggan memulai sebuah challenge, kemajuannya akan ditampilkan pada laman utama, di bawah menu “Tantangan Berjalan”. Daftar tantangan akan diperbaharui setiap bulannya, Pihak Grab pun menyarankan agar pelanggan memeriksa laman challenges secara

43EvaMarthaRahayu,https://swa.co.id/swa/trends/technology/berburu-keuntungan- melalui-fitur-challenges-grab/diakses tanggal 12 November 2020, Pukul 09.09 WIb

(44)

berkala untuk tidak melewatkan tantangan baru yang ada. Grab juga memperkenalkan para maskot challenges di antaranya, Grabzilla untuk layanan GrabCar, Bike Blazer untuk layanan GrabBike, Chompian untuk layanan GrabFood dan Martian Spendhunter guna transaksi menggunakan OVO. Sebagai informasi, Challenge merupakan bagian dari GrabRewards yang menjadi program loyalitas Grab. Pelanggan bisa mendapatkan poin dari seluruh layanan Grab yang mereka gunakan. Dengan empat level loyalitas yakni Member Silver, Gold, dan Platinum, pelanggan bisa meningkatkan level keanggotaan mereka dengan menggunakan layanan Grab.44

Saat Grab bertransformasi menjadi superapp yang memenuhi kebutuhan harian pelanggan, kami ingin memastikan bahwa program loyalitas kami berkembang bersama untuk menyediakan keuntungan dan aktivitas menarik bagi pelanggan, Challenge, sebuah aktivitas yang akan memberikan keuntungan menggunakan sistem permainan, untuk membuat pengalaman seru dan berkesan bagi pelanggan. Pelanggan hanya perlu menyelesaikan rangkaian tantangan saat menggunakan berbagai layanan Grab dalam periode waktu tertentu, untuk mendapatkan keuntungan khusus.45

Untuk mengakses challenge, pelanggan hanya perlu masuk ke widget “Fitur perjalanan Grab” dalam aplikasi mereka. Cari dan pilih challenges yang ingin dimainkan, dan pilih “Mainkan Sekarang” untuk memulai tantangan! Tiap tantangan terdiri dari rangkaian aktivitas yang

44 Ibid

45https://www.grab.com/id/press/tech-product/grab-perkenalkan-challenges-hadirkan- pengalaman-seru-dan-interaktif-bagi-pengguna-di-indonesia/diakses tanggal 1 November 2020, Pukul 12.09 Wib

(45)

berhubungan dengan layanan Grab. Selesaikan tantangan ini untuk mendapatkan keuntungan khusus.46

Setiap konsumen dapat memilih berbagai jenis tantangan dan bagi yang telah menyelesaikan tantangannya, maka Grab akan memberikan hadiah.

Konsumen, sebagai pengguna aplikasi Grab, mengikuti tantangan Jungglenaut, yaitu naik Grab sebanyak 74 kali. “Setelah menyelesaikan tantangan Jungglenaut, mendapatkan notifikasi hadiah. Namun, kenyataannya konsumen tidak menerima hadiah yang dijanjikan, yaitu saldo OVO senilai Rp1 juta.47

Konsumen melanjutkan, setelah dilakukan pengecekan melalui aplikasi Grab, ternyata ada syarat dan ketentuan yang berubah secara tiba-tiba, dan perubahan tersebut didasari pencantuman klausula baku berupa Grab berhak untuk mengubah syarat dan ketentuan tantangan tanpa pemberitahuan sebelumnya.

Tindakan Grab mengubah aturan secara sepihak adalah melanggar Pasal 18 ayat (1) huruf g UUPK. Disamping itu, tindakan yang tidak memberikan hadiah sebagaimana yang dijanjikan kepada konsumen adalah perbuatan melawan hukum karena menjanjikan pemberian hadiah dengan maksud tidak memberikannya atau memberikannya tidak sebagaimana yang dijanjikannya (melanggar Pasal 13 ayat (1) UUPK). “Grab juga telah memuat konten yang dilarang dalam Surat Edaran Menkominfo Nomor 5 Tahun 2016 tentang Batasan dan Tanggung Jawab Penyedia Platform dan Pedagang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik Yang

46 Ibid.

47https://www.solopos.com/hadiah-rp1-juta-tak-diberikan-grab-digugat-konsumen- 1016465/diakses tanggal 21 November 2020, Pukul 21. 18 Wib

Referensi

Dokumen terkait

Setelah itu Penggugat juga harus menghadiri acara Member Recruitment and Gathering Night 2008, Asosiasi Desainer Grafis Indonesia (ADGI) pada pukul 18.00 WIB

Berdasarkan Pasal 41 Undang-Undang Perkawinan diatas, maka jelas bahwa meskipun suatu perkawinan sudah putus karena perceraian, tidaklah mengakibatkan hubungan

1) Peraturan Mahkamah Agung ini berlaku untuk mediasi yang perkaranya diproses di Pengadilan. 2) Setiap hakim, mediator, dan para pihak wajib mengkuti prosedur medisi yang

PERENCANAAN KEBUTUHAN KAPASITAS DAYA PLTS UNTUK PENERANGAN LAMPU TAMAN DI GRIYA AGUNG PALEMBANG S K R I P S I Dibuat Untuk Memenuhi Syarat Kurikulum Guna Mendapatkan Gelar Sarjana

PERENCANAAN SISTEM KELISTRIKAN PADA GEDUNG BARU HOTEL SALATIN PALEMBANG S K R I P S I Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Kurikulum Pada Tingkat Sarjana Strata-1 Program Studi Teknik

PERENCANAAN PANEL SURYA MENGGUNAKAN TRANSISTOR 2N3055 DAN THERMOELECTRIC GENERATOR SP-1848 S K R I P S I Dibuat Untuk Memenuhi Syarat Kurikulum Guna Mendapatkan Gelar Sarjana

ANALISIS PENURUNAN KINERJA TRANSFORMATOR DAYA 20 MVA DI GARDU INDUK SUNGAI JUARO TERHADAP TAHANAN ISOLASI AKIBAT PEMBEBANAN S K R I P S I Disusun untuk memenuhi syarat

TINJAUAN YURIDIS TINDAK PIDANA PADA MUCIKARI TERHADAP ANAK DIBAWAH UMUR STUDI KASUS POLRESTA BANDAR LAMPUNG S K R I P S I Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan