• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kolesterol merupakan komponen essensial dari membran sel dan merupakan komponen utama sel-sel otak dan jaringan syaraf (Krause dan Mahan, 1984). Sedangkan menurut Mayes et al., (1987) kolesterol adalah produk khas dari metabolisme hewan dan oleh karenanya terdapat dalam makanan yang berasal dari hewan seperti daging, hati, otak dan kuning telur. Sebagian besar kolesterol berasal dari sintesis (kira-kira 1 g/hari) sedangkan sekitar 0.3 g/hari dilengkapi dari konsumsi makanan. Menurut Sitepoe (1993) bila ditinjau dari sudut kimiawi, kolesterol diklasifikasikan ke dalam golongan lipid (lemak), berkomponen alkohol steroid, sebagian besar berfungsi sebagai sumber kalori serta memberikan nilai tambah terhadap cita rasa makanan.

Kolesterol diperlukan oleh tubuh antara lain untuk (a) sintesis asam/garam empedu yang diperlukan untuk proses pencernaan lemak atau minyak, (b) sintesis vitamin D dan (c) sebagai komponen membran sel (Muchtadi, 1996). Page (1989) menyatakan bahwa kolesterol mempunyai fungsi yang sangat penting dalam tubuh karena tidak hanya merupakan pembentuk membran sel, tetapi juga merupakan pelopor biosintesa umum lain, termasuk hormon steroid dan asam empedu. Selanjutnya Muchtadi et al

(1993) menambahkan bahwa kolesterol juga sebagai prekursor dari pengeluaran asam empedu yang disintesa dalam hati dan berfungsi untuk menyerap trigliserida (triasilgliserol) dan vitamin larut lemak dari makanan, serta sebagai prekursor dari hormon steroid, estrogen dan testosteron.

Menurut Martin et al (1984) kolesterol di dalam tubuh manusia dapat berasal dari dua sumber yaitu dari makanan dan biosintesa de novo. Kolesterol yang bersumber dari makanan berasal dari bahan pangan hewani. Kolesterol yang berasal dari makanan memegang peranan penting, karena merupakan sterol utama didalam tubuh manusia serta komponen permukaan sel dan membran intraseluler. Biosintesa de novo kolesterol terjadi hampir pada

semua sel yang mengandung nukleus, tetapi yang terbesar terjadi pada hati, usus, korteks, adrenal dan jaringan reproduktif (Martin et al., 1984). Pada kondisi normal kolesterol disintesa dalam tubuh sejumlah dua kali dari kadar kolesterol di dalam makanan yang dimakan (Sitepoe, 1993). Muchtadi et al

(1993) menyatakan bahwa jumlah laju sintesis kolesterol de novo berhubungan dengan jumlah kolesterol yang berasal dari makanan, jika jumlah kolesterol di dalam diet meningkat maka sintesis kolesterol dalam hati dan usus akan menurun, sebaliknya jika jumlah kolesterol dari makanan berkurang maka sintesis kolesterol di dalam hati dan usus akan meningkat.

Kolesterol yang disintesa diubah menjadi jaringan, hormon dan vitamin yang kemudian beredar ke dalam tubuh melalui darah (Sitepoe, 1993). Namun demikian, kolesterol ada yang kembali ke hati untuk diubah menjadi asam empedu dan garam. Sitepoe (1993) menyatakan bahwa dalam keadaan normal bila terjadi gangguan konsumsi kolesterol, maka akan terjadi mekanisme untuk mempertahankan keseimbangan kolesterol dengan semua faktor sebagai mekanisme pertahanan.

Linder (1992) menyatakan bahwa orang dewasa rata-rata membutuhkan 1.1 gram kolesterol untuk kebutuhan tubuhnya Dari jumlah itu, 25-40% atau 200-300 mg secara normal berasal dari makanan dan selebihnya dari endogen (biosintesis) terutama oleh hati kemudian oleh usus kecil. Kadar kolesterol normal dalam plasma pada orang dewasa normal sebesar 3.1 sampai 5.7 mmol/l (120-220 mg/dl). Biasanya kadar kolesterol yang melebihi batas ini dianggap sebagai hiperkolesterolemia.

Gambar 7. Struktur kimia kolesterol

Menurut Sitepoe (1993), terdapat beberapa faktor yang dapat menurunkan kolesterol dalam darah. Beberapa faktor tersebut diantaranya

adalah penurunan kalori yang dikonsumsi, penurunan konsumsi lemak jenuh dan lemak tidak jenuh, penurunan konsumsi kolesterol, pengaruh penurunan kadar lipoprotein, pengaruh konsumsi serat pangan larut air (SDF) serta akibat dari beberapa jenis bahan kimia. Beberapa bahan kimia yang diindikasikan memiliki potensi hipokolesterolemik tersebut adalah sitosterol, niasin, vitamin C, vitamin E dan karoten.

Adapun mekanisme penurunan kolesterol oleh serat pangan adalah : kolesterol yang disintesa maupun yang yang berasal dari makanan beredar dalam darah. Sebagian kolesterol akan diubah menjadi asam empedu, masuk ke dalam usus dan berubah menjadi feses, kemudian diekskresikan ke luar. Semakin banyak kolesterol tubuh yang diekskresikan melalui empedu, semakin banyak pula kolesterol dikurangi dari darah. Hal inilah yang menyebabkan penurunan kadar kolesterol di dalam darah. Peranan serat pangan adalah meningkatkan produksi asam empedu dan mengeliminasi ke dalam usus untuk diekskresikan sebagai feses. Pengaruh serat pangan terhadap penurunan kadar kolesterol apabila telah terjadi peningkatan kolesterol di dalam darah. Linder (1992) menyatakan bahwa peningkatan ekskresi asam empedu dalam feses dapat menyebabkan penurunan kadar kolesterol plasma sekitar 10-25%.

Orten dan Neuhaus (1975), menyatakan bahwa defisiensi vitamin C dapat menurunkan produksi asam empedu pada guinea pig. Hal ini akibat dari reaksi hidroksilasi mikrosom derivat-derivat kolesterol pada lintasan untuk sintesis asam empedu yang mungkin melibatkan vitamin C. Pada vitamin E, fungsi yang paling utama adalah sebagai antioksidan dan anti radikal bebas. Bila defisiensi vitamin E terjadi pada hewan dan manusia, maka akan terjadi proses oksidasi lipid, terutama peroksidasi antara lain asam-asam lemak tidak jenuh dan kolesterol dalam membran sel dan ditempat lain dimana ada akumulasi lemak (Linder, 1992).

Fitosterol merupakan sterol yang terdapat dalam tumbuh-tumbuhan. Mekanisme kerja fitosterol dalam menurunkan kadar kolesterol di dalam darah manusia yaitu dengan membentuk kompleks dengan kolesterol diet yang tidak dapat diserap oleh alat pencernaan. Selain itu juga mengurangi kolesterol

darah dengan jalan mengikatnya dan diekskresikan melalui alat pencernaan (Sitepoe, 1993).

Menurut Ikeda dan Sugano (1998) bahwa mekanisme fitosterol dalam menurunkan kolesterol darah yaitu dengan menurunkan kelarutan kolesterol dalam fase minyak, dan menggantikan kolesterol di asam empedu. Selanjutnya dibuang ke feses sehingga asam empedu yang terserap sedikit. Oleh karena itu, dibutuhkan kolesterol darah untuk membuat asam empedu yang pada akhirnya kolesterol darah mengalami penurunan. Heinemann et al (1991) menyatakan bahwa sitostanol lebih efisien dalam mengurangi penyerapan kolesterol dari pada sitosterol. Ditambahkan oleh Becker et al (1993) yang menunjukkan bahwa 1.5 g/hari sitostanol meningkatkan ekskresi feses dan asam steroid lebih efisien (88%) dibandingkan dengan sitosterol sebanyak 6 g/hari (45%). Ester sitostanol pada level 2-3 g/hari menunjukkan mengurangi LDL kolesterol sebesar 10-15% (Nguyen, 1999).

Dokumen terkait