• Tidak ada hasil yang ditemukan

PESISIR KECAMATAN AMPIBABO, KAB PARIG

2.2. Komoditas Budidaya Laut 1 Rumput Laut

Rumput Laut dengan jenis-jenisnya yang beragam merupakan salah satu sumberdaya perikanan yang cukup potensial karena mempunyai nilai ekonomis penting. Beberapa jenis rumput laut merupakan komoditas yang menjadi komoditi ekspor Indonesia. Jenis-jenis tersebut mengandung senyawa polisakarida, seperti keraginan yang berasal dari Eucheuma spp., agar-agar yang berasal dari Gracilaria spp., Gelidium spp., dan alginat dari Sargassum spp., Turbinaria spp., dan Laminaria spp. Karaginan berperan sebagai pengatur keseimbangan dan pengemulsi yang banyak digunakan pada industi instant, makanan, farmasi dan kosmetik (Mubarak dkk 1990; DKP 2004).

Rumput laut tumbuh hampir diseluruh bagian hidrosfer sampai batas kedalaman sinar matahari masih dapat mencapainya. Selain itu, hidup sebagai fitobentos dengan menancap atau melekatkan dirinya pada substrat lumpur, pasir, karang, fragmen karang mati, batu, kayu, dan benda keras lainnya, serta ada pula yang menempel pada tumbuhan lain. Jenis seperti Eucheuma sp. dan Gracilaria sp. merupakan jenis-jenis yang telah banyak di budidayakan. Secara taksonomi jenis tersebut dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

Phylum : Rhodophyta

Class : Rhodophyceae (Rumput laut merah) Ordo : Gigartinales

Family : Solieriaceae; Gracilariaceae

Genus : Eucheuma

Spesies : Eucheuma cottonii

Eucheuma cottonii sebagai penghasil Karaginan

Eucheuma cottonii adalah salah satu kelompok algae Rhodophyceae penghasil karagian. Ciri fisik jenis ini adalah mempunyai thallus silindris,

permukaan licin, cartilogeneus, warna tidak terlalu tetap kadang-kadang hijau, hijau kuning, abu-abu dan merah tergantung pada kualitas pencahayaan. Oleh Aslan (1998), mengatakan bahwa Eucheuma cottonii mempunyai habitat khas berupa daerah yang memperoleh aliran air laut yang tetap, variasi suhu yang kecil dan substrat batu karang mati.

Karaginan merupakan ekstrak rumput laut yang tidak lain adalah senyawa kompleks polisakarida yang dibangun dari sejumlah unit galaktosa dan 3,6- anhydro-galaktosa baik mengandung sulfat maupun tidak dengan ikatan alfa-1,3- D-Galaktosa dan beta-1,4-3,6-ahnydro-galaktosa secara bergantian. Eucheuma cottonii terutama dimanfaatkan dalam bentuk kappa-carrageenan. Hellebust and Cragie (1978), karaginan terdapat dalam dinding sel rumput laut dan merupakan bagian penyusun yang besar dari berat kering rumput laut dibandingkan komponen lain. Lebih lanjut oleh Glicksman (1983), bahwa karaginan merupakan getah rumput laut dari hasil ekstraksi rumput laut merah menggunakan air panas. Oleh Wilkinson and Moore (1982), bahwa dalam industri pangan karaginan dimanfaatkan untuk memperbaiki penampilan produk kopi, beer, sosis, salad, ice cream, susu kental manis, coklat, coklat, jeli, dll. Untuk industri farmasi digunakan dalam pembuatan obat berupa syrup, tablet, dsb, sedangkan dalam industri kosmetik digunakan sebagai gelling agent atau binding agent dengan tujuan mempertahankan suspensi padatan yang stabil seperti pada pembuatan shampo, pelembab, dsb.

Yunizal dkk (2000) menyatakan bahwa sebagai bahan baku pengolahan, rumput laut harus dipanen pada umur yang tepat. E. Cottonii dipanen setelah berumur 1,5 bulan atau lebih. Sedangkan oleh Mukti (1987) menyatakan bahwa pemanenan sudah dapat dilakukan setelah 6 minggu yaitu saat tanaman dianggap cukup matang dengan kandungan polisakarida maksimum. Lebih lanjut oleh Departemen Pertanian (1995), bahwa tingkat pertumbuhan rumput laut mencapai puncak pada saat beratnya mencapai ± 600 g/rumpun. Kandungan karaginannya mencapai puncak tertinggi pada umur 6 – 8 minggu dan dipanen dengan cara memotong bagian ujung tanaman yang sedang tumbuh. Berdasarkan hasil penelitian Iksan (2005), bahwa semakin tinggi pertumbuhan bobot basah maka

semakin tinggi kadar karaginan sampai batas tertentu atau minggu keempat, kemudian menurun seiiring dengan kenaikan bobot basah.

2.2.2. Ikan Kerapu

Ikan kerapu yang merupakan salah satu jenis ikan yang habitat hidupnya di terumbu karang (ikan karang) banyak terdapat di perairan Indonesia. Ikan jenis ini potensial dibudidayakan karena pertumbuhannya relatif cepat, mudah dipelihara, mempunyai toleransi yang tinggi terhadap perubahan lingkungan dan tahan terhadap ruang terbatas atau dapat dikembangkan pada keramba jaring apung (Aditya dkk. 2001). Dalam SEAFDEC (2001), bahwa di dunia Internasional ikan kerapu dikenal dengan nama grouper dan merupakan jenis ikan yang diperdagangkan dalam keadaan hidup serta paling populer di daerah Asia-Pacifik. Ikan ini telah dibudidayakan secara luas di Asia Tenggara. Harga kerapu macan hidup di tingkat pengumpul di Indonesia berkisar antara Rp. 80.000,00-Rp. 100.000,00/kg dan sekitar US$ 12-17 di Hong Kong tergantung ukuran ikan.

Pengetahuan tentang biologi ikan kerapu sangat mendukung keberhasilan usaha budidaya ikan kerapu, terutama morfologi, penyebaran atau distribusi, habitat, pakan dan kebiasaan makannya. Secara umum kerapu mempunyai bentuk badan yang gemuk pipih dengan kulit bersisik, hidup di perairan karang yang bersih, dan beruaya atau migrasi terbatas pada kisaran lingkungan perairan dengan kadar garam 31-34 ppt, pH 7,0 - 8,5, oksigen terlarut > 5 ppm, Nitrite nitrogen 0 – 0,05 ppm dan amonia (NH3-N ) < 0,02 ppm (DKP, 2006)

Ikan kerapu adalah termasuk jenis ikan carnivora atau pemakan daging. Pada fase larva, dibutuhkan pakan berupa zooplankton seperti Brachionus sp. dan mikro organisme lainnya. Untuk fase benih dibutuhkan artemia (brine shrim) kemudian udang-udang kecil (jambret) dan ikan kecil, lalu pada tingkat dewasa adalah ikan, cumi dan lainnya (Anonim, 2006).

Terdapat sekitar 91 jenis ikan kerapu di Indonesia yang berasal dari 7 (tujuh) genus, yaitu Aethaloperca, Anyperodon, Cephalopolis, Cromileptes, Epinephelus, Plecuropomus, dan Variola (DKP 2005 dan Sunyoto 1993). Menurut Subiyanto (2003), bahwa oleh pemerintah telah berhasil mengembangkan dan mensosialisasikan ikan kerapu terutama untuk jenis macan

(Epinephelus fuscoguttatus), tikus (Chromileptes altivelis), dan lumpur (Epinephelus suillus), serta diperkuat oleh tinggi dan stabilnya harga jual kerapu hidup tersebut terutama permintaan ekspor. Adapun dalam Randall (1987), klasifikasi ikan kerapu adalah sebagai berikut :

Phylum : Chordata Class : Osteichtyes Sub-Class : Actinopterygii Ordo : Percomorphii Sub-Ordo : Percoide Family : Serramidae

Genus : Epinephelus; Cromileptes; Plectropomus; Piectropus

Spesies : Epinephelus fuscoguttatus (kerapu macan), Chromileptes altivelis (kerapu tikus), Epinephelus bleckeri (kerapu lumpur), Epinephelus coloides (kerapu lumpur), Cromileptes polyphekadion (kerapu batik), Plectropomus leopanchus (kerapu sunu), Piectropus maculatus (kerapu sunu)

Dokumen terkait