• Tidak ada hasil yang ditemukan

Komoditas Unggulan Sub Sektor Hortikultura (Sayuran)

Pada sub sektor hortikultura difokuskan pada komoditas sayuran, yaitu bawang merah, kacang panjang, cabe, sawi tomat, bayam, kangkung, terong dan ketimun. Berdasarkan Tabel 29, di Kecamatan Pundong dan Bambanglipuro komoditas cabe memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif. Di kecamatan Imogiri dan Sewon, komoditas kacang panjang memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif. Di Kecamatan Pleret, komoditas bayam dan kangkung memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif. Di Kecamatan Piyungan, komoditas sawi, bayam dan kangkung memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif. Di Gambar 10 Peta komoditas unggulan (LQ, SSA & ZAE) pada sub sektor tanaman

46

Kecamatan Kasihan, komoditas kangkung memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif. Di Kecamatan Sedayu, komoditas bayam dan sawi memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif. Kecamatan Srandakan, Sanden, Kretek, Pandak, Bantul, Jetis, Dlingo, Banguntapan dan Pajangan tidak mempunyai komoditas yang memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif. Komoditas yang memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif disajikan pada Tabel 29.

Tabel 29 Komoditas yang memiliki keunggulan komparatif (LQ) dan kompetitif (SSA) sub sektor hortikultura (sayuran) di Kabupaten Bantul

Kecamatan

Komoditas Komoditas yang Memiliki Keunggulan Komparatif & Kompetitif (LQ dan SSA) Keunggulan

Komparatif (LQ)

Keunggulan Kompetitif (SSA)

1 Srandakan Cabe, Terong Tidak Ada Tidak Ada 2 Sanden Tomat, Bawang

Merah

Terong Tidak Ada 3 Kretek Ketimun, Cabe,

Bawang Merah

Tidak Ada Tidak Ada 4 Pundong Terong, Kacang

Panjang, Cabe

Cabe Cabe 5 Bambanglipuro Cabe Cabe Cabe 6 Pandak Kacang Panjang,

Cabe

Tidak Ada Tidak Ada 7 Bantul Kacang Panjang,

Kangkung, Cabe

Tidak Ada Tidak Ada 8 Jetis Kacang Panjang,

Sawi, Cabe

Tidak Ada Tidak Ada 9 Imogiri Sawi, Ketimun,

Kacang Panjang

Cabe, Kacang Panjang, Bawang Merah

Kacang Panjang

10 Dlingo Bawang Merah Tidak Ada Tidak Ada 11 Pleret Kangkung, Bayam, Kacang Panjang, Terong Bayam, Kangkung Bayam, Kangkung

12 Piyungan Kacang Panjang, Bayam, Kangkung, Sawi, Terong Cabe, Sawi, Bayam, Kangkung

Sawi, Bayam, Kangkung

13 Banguntapan Terong, Kacang Panjang, Cabe

Tidak Ada Tidak Ada 14 Sewon Terong, Sawi,

Kacang Panjang, Cabe

Kacang Panjang Kacang Panjang

15 Kasihan Kangkung, Bayam, Kacang Panjang Kangkung Kangkung 16 Pajangan Kangkung, Bayam, Sawi, Terong

Tidak Ada Tidak Ada

17 Sedayu Sawi, Bayam, Kangkung, Kacang Panjang, Terong

Bayam, Sawi Bayam, Sawi

47 Komoditas unggulan pada sub sektor hortikultura (sayuran) juga ditentukan berdasarkan nilai LQ > 1, nilai SSA positif dan sesuai dengan peta pewilayahan komoditas pertanian berdasarkan ZAE. Komoditas yang memiliki keunggulan komparatif, keunggulan kompetitif dan sesuai zona agro ekologi (LQ, SSA & ZAE) disajikan pada Tabel 30.

Berdasarkan Tabel 30, pada zona IV/Wrh-1 komoditas yang memiliki keunggulan komparatif, kompetitif dan sesuai zona agro ekologi (LQ, SSA & ZAE) adalah kacang panjang. Komoditas kacang panjang menyebar di 2 kecamatan, yaitu Kecamatan Imogiri dan Sewon dengan luas 2.282,87 ha (4,50 %). Di zona IV/Wrh-2 komoditas yang memiliki keunggulan komparatif, kompetitif dan sesuai zona agro ekologi ekologi (LQ, SSA & ZAE) adalah cabe dengan luas 2.065,21 (4,07 %) terletak di Kecamatan Pundong dan Bambanglipuro. Di zona IV/Wrh-3 komoditas yang memiliki keunggulan komparatif, kompetitif dan sesuai zona agro ekologi ekologi (LQ, SSA & ZAE) adalah kangkung dengan luas 961,34 ha terletak di kecamatan Kasihan. Di zona IV/Wrh-4, komoditas yang memiliki keunggulan komparatif, kompetitif dan sesuai zona agro ekologi ekologi (LQ, SSA & ZAE) adalah bayam dan kangkung dengan luas 820,28 ha dan menyebar di Kecamatan Pleret. Di zona IV/Wrh-5, komoditas yang memiliki keunggulan komparatif, kompetitif dan sesuai zona agro Tabel 30 Komoditas unggulan (LQ, SSA & ZAE) pada sub sektor hortikultura

(sayuran) Kabupaten Bantul

No Zona Kecamatan Komoditas Unggulan

(LQ, SSA &ZAE) Luas (ha) (%)

1 IV/Wrh-1 2.282,87 4,50

Imogiri Kacang Panjang 925,60 Sewon Kacang Panjang 1.357,27

2 IV/Wrh-2 2.065,21 4,07 Pundong Cabe 947,91 Bambanglipuro Cabe 1.117,30 3 IV/Wrh-3 961,34 1,90 Kasihan Kangkung 961,34 4 IV/Wrh-4 820,28 1,62

Pleret Bayam, Kangkung 820,28

5 IV/Wrh-5 1.815,21 3,58

Sedayu Bayam, Sawi 1.815,21

6 IV/Wrh-6 1.066,l43 2,10

Piyungan Sawi, Bayam, Kangkung 1.066,43

7 Zona Komoditas Non Unggulan 11.067,66 22,90

8 Zona Komoditas Non Sub Sektor Hortikultura (Sayuran) 12.309,00 24,29

9 I/Dj : Vegetasi Alam 2.505,00 4,94

10 Sungai 261,00 0,51

11 Zona Non pertanian (Pemukiman & Lahan Terbangun) 14.996,00 29,59

Jumlah 50.690 100

48

ekologi (LQ, SSA & ZAE) adalah bayam dan sawi dengan luas 1.815,21 ha (3,58 %) terletak di Kecamatan Sedayu. Di zona IV/Wrh-6, komoditas yang memiliki keunggulan komparatif, kompetitif dan sesuai zona agro ekologi ekologi (LQ, SSA & ZAE) adalah sawi, bayam dan kangkung dengan luas 1.066,43 (2,10 %) dan menyebar di Kecamatan Piyungan.

Zona yang tidak memiliki komoditas unggulan (keunggulan komparatif, kompetitif dan sesuai zona agro ekologi seluas 11.067,66 ha atau 22,90 %. Penyebabnya seperti pada sub sektor tanaman pangan, yaitu tidak mempunyai komoditas yang memiliki keunggulan kompetitif (SSA) dan tidak mempunyai komoditas yang memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif. Zona non pertanian seluas 14.996,00 ha (29,59 %). Peta komoditas unggulan (LQ, SSA & ZAE) sub sektor hortikultura (sayuran) disajikan pada Gambar 11.

Usahatani Komoditas Unggulan Sesuai Zona Agro Ekologi (ZAE) A. Usahatani Sub Sektor Tanaman Pangan

Komoditas yang dianalisis usahataninya adalah padi sawah, jagung dan kacang tanah, karena komoditas tersebut merupakan komoditas unggulan yang memiliki keunggulan komparatif, kompetitif dan sesuai dengan zona agro ekologi (LQ, SSA dan ZAE). Jumlah responden pada sub sektor tanaman pangan 90 petani, terdiri dari 30 petani komoditas padi sawah, 30 petani komoditas jagung dan 30 petani komoditas kacang tanah. Setiap komoditas dikelompokkan dalam 2 Gambar 11 Peta komoditas unggulan (LQ, SSA & ZAE) pada sub sektor

49 strata, yaitu strata 1, jika memenuhi 3 kriteria (nilai LQ > 1, SSA positif & sesuai ZAE) dan strata 2, jika salah satu kriteria tidak terpenuhi (nilai LQ > 1, SSA positif & sesuai ZAE), sehingga masing-masing strata terdiri dari 15 petani.

Karakteristik Petani

Karakteristik petani meliputi umur, pendidikan, pengalaman usahatani, jumlah tanggungan keluarga, pekerjaan utama dan penghasilan utama. Karakteristik responden pada sub sektor tanaman pangan disajikan pada Tabel 31.

Berdasarkan Tabel 31, petani dominan berumur tua yaitu berada pada kategori umur diatas 35 tahun (96-98 %) dan hanya sekitar 2-4 % petani yang berumur dibawah 35 tahun. Kondisi ini menunjukkan bahwa adanya keengganan dari generasi muda untuk bekerja di sektor pertanian, mereka lebih memilih bekerja di sektor non pertanian seperti sektor industri, jasa dan sebagainya. Sektor pertanian hanya didominasi oleh generasi tua. Dilihat dari tingkat pendidikan Tabel 31 Karakteristik petani pada sub sektor tanaman pangan

No Karakteristik Responden

Komoditas Unggulan (LQ, SSA & ZAE)

Komoditas

Non Unggulan Jumlah Persen Jumlah Persen

1 Umur 45 100 45 100

a. ≤ 35 tahun 1 2 2 4

b. 36-55 tahun 24 54 28 62 c. ≥ 56 tahun 20 44 15 34

2 Pendidikan 45 100 45 100

a. Tidak Sekolah (0 tahun) 3 7 1 2 b. SD (1-6 tahun) 21 47 20 45 c. SLTP (7-9 tahun) 13 28 12 27 d. SLTA (10-12 tahun) 8 18 10 22 e. PT (≥ 13 tahun) - - 2 4 3 Pengalaman Usahatani 45 100 45 100 a. ≤ 5 tahun - - - - b. 6 - 25 tahun 20 44 23 51 c. ≥ 26 tahun 25 56 22 49

4 Jumlah Tanggungan Keluarga 45 100 45 100

a. 1-2 Orang 15 33 14 31 b. 3-4 Orang 28 64 29 64 c. ≥ 5 Orang 2 3 2 5 5 Pekerjaan Utama 45 100 45 100 a. Petani 42 94 42 94 b. Buruh pertanian - - - - c. Buruh non pertanian - - 2 4

d. Dagang - - - - e. PNS 1 2 - - f. Lainnya 2 4 1 2 6 Penghasilan Utama 45 100 45 100 a. Petani 39 88 38 85 b. Buruh pertanian 1 2 - - c. Buruh non pertanian 1 2 5 11

d. Dagang 1 2 1 2

e. PNS 1 2 - -

f. Lainnya 2 4 1 2

50

formal, hampir setengah dari seluruh petani berpendidikan sekolah dasar (SD) yaitu 45-47 %, berpendidikan SLTP 27-28 %, berpendidikan SLTA 18-22 % dan tidak bersekolah 2-7 %. Pendidikan terkait dengan kemampuan responden dalam menerima dan keinganan petani untuk mencari informasi mengenai teknologi- teknologi yang dibutuhkan dalam mendukung usahataninya. Isgin et al. (2008), keputusan petani untuk mengadopsi dan tidak mengadopsi suatu inovasi sangat dipengaruhi pendidikan formal yang dimiliki petani. Pengalaman usahatani petani termasuk dalam kategori cukup berpengalaman (6-25 tahun) yaitu 44-51 %, sedangkan petani yang termasuk kategori sangat berpengalaman (≥ 26 tahun) 49- 56 %. Pengalaman dalam berusahatani ini penting bagi petani sebagai modal dalam melakukan usahatani selanjutnya, seperti dalam penentuan waktu tanam, pengendalian hama dan penyakit tanaman dan sebagainya. Pengalaman usahatani sebagai pendorong untuk memperkenalkan teknologi baru dan kemampuan untuk mengambil keputusan yang rasional. Pengalaman berusahatani akan membentuk karakter petani menjadi orang lebih terbuka dan kompak dalam suatu jaringan komunikasi dengan petani lain (Rangkuti 2009). Jumlah tanggungan keluarga petani antara 3-4 orang (64 %), sedangkan 30 % petani jumlah tanggungan keluarganya antara 1-2 orang. Jumlah tanggungan keluarga yang lebih dari 5 orang sekitar 3-5 %. Pekerjaan utama petani sebagai petani (94 %). Penghasilan utama petani yang berasal dari petani 85-88 %.

Penguasaan Lahan Petani

Lahan merupakan aset utama bagi rumah tangga petani dalam melakukan kegiatan usahataninya. Penguasaan lahan menjadi salah satu indikator dalam penilaian tingkat kesejahteraan masyarakat. Keragaan penguasaan lahan petani meliputi jenis lahan, luas lahan dan status kepemilikan. Jenis lahan terdiri dari lahan sawah irigasi, lahan sawah tadah hujan, tegalan dan pekarangan. Status kepemilikan lahan terdiri dari milik sendiri, menyewa, bagi hasil dan gadai. Keragaan penguasaan lahan pada komoditas padi sawah disajikan pada Tabel 32.

Dari Tabel 32, penguasaan lahan pada petani komoditas padi sawah didominasi jenis lahan sawah irigasi dengan luas penguasaan 0,27-0,39 ha. Penguasaan lahan selain milik sendiri, juga diperoleh melalui sistem menyewa Tabel 32 Keragaan penguasaan lahan pada petani komoditas padi sawah

Jenis Lahan

Luas lahan (ha) dan status

Komoditas Unggulan (LQ, SSA & ZAE) Komoditas Non Unggulan Milik

Sendiri Menyewa Bagi

Hasil Gadai Jumlah Milik

Sendiri Menyewa Bagi

Hasil Gadai Jumlah Sawah Irigasi 0,08 0,10 0,09 - 0,27 0,18 0,02 0,19 - 0,39 Sawah T. Hujan - - - - Tegalan - - - 0,01 - - - 0,01 Pekarang- an 0,05 - - - 0,05 0,13 - - - 0,13 Total 0,13 0,10 0,09 - 0,32 0,32 0,02 0,19 - 0,53

51 atau bagi hasil. Penguasaan lahan pada petani komoditas unggulan (LQ, SSA dan ZAE) lebih banyak diperoleh melalui dengan menyewa, sedangkan pada petani komoditas non unggulan lebih banyak statusnya milik sendiri dan bagi hasil. Penguasaan lahan yang diperoleh dengan sistem menyewa maupun bagi hasil merupakan lahan milik perorangan maupun milik desa. Dalam sistem bagi hasil, lahan yang ditanami padi pembagian hasilnya 50 % untuk pemilik lahan dan 50 % untuk penggarap dengan ketentuan semua biaya sarana produksi dan tenaga kerja dari penggarap. Jika lahan ditanami palawija pembagian hasilnya 1/3 untuk pemilik lahan dan 2/3 untuk penggarap dengan ketentuan semua biaya sarana produksi dan tenaga kerja dari penggarap.

Penguasaan lahan pada petani komoditas jagung jenis lahan adalah tegalan dengan luas penguasaan 0,11-0,35 ha dan sawah tadah hujan dengan luas penguasaan 0,11-0,17 ha. Penguasaan lahan lebih banyak milik sendiri, ditambah dari bagi hasil dan menyewa. Keragaan penguasaan lahan oleh petani pada komoditas jagung disajikan pada Tabel 33.

Penguasaan lahan pada komoditas kacang tanah, jenis lahan adalah tegalan dengan luas 0,11-0,12 ha dan sawah tadah hujan dengan luas 0,06-0,09 ha. Penguasaan lahan lebih banyak milik sendiri dari pada sistem bagi hasil, menyewa maupun gadai. Keragaan penguasaan lahan oleh petani pada komoditas kacang tanah disajikan pada Tabel 34.

Tabel 33 Keragaan penguasaan lahan pada petani komoditas jagung

Jenis Lahan

Luas lahan (ha) dan status

Komoditas Unggulan (LQ, SSA & ZAE) Komoditas Non Unggulan Milik

Sendiri Menyewa Bagi

Hasil Gadai Jumlah Milik

Sendiri Menyewa Bagi

Hasil Gadai Jumlah Sawah Irigasi - - - 0,04 0,02 0,01 - 0,07 Sawah T. Hujan 0,15 - 0,02 - 0,17 0,11 - - - 0,11 Tegalan 0,33 - 0,02 - 0,35 0,11 - - - 0,11 Pekarang- an 0,18 - - - 0,18 0,10 - - - 0,10 Total 0,66 - 0,04 - 0,70 0,36 0,02 0,01 - 0,39

Sumber: data primer diolah

Tabel 34 Keragaan penguasaan lahan pada petani komoditas kacang tanah

Jenis Lahan

Luas lahan (ha) dan status

Komoditas Unggulan (LQ, SSA & ZAE) Komoditas Non Unggulan Milik

Sendiri Menyewa Bagi

Hasil Gadai Jumlah Milik

Sendiri Menyewa Bagi

Hasil Gadai Jumlah Sawah Irigasi - - - 0,02 - 0,02 - 0,04 Sawah T. Hujan 0,03 - - 0,03 0,06 0,09 - - - 0,09 Tegalan 0,10 - 0,01 - 0,11 0,09 0,03 - - 0,12 Pekarang- an 0,22 - - - 0,22 0,11 - - - 0,11 Total 0,35 - 0,01 0,03 0,39 0,31 0,03 0,02 - 0,36

52

Aksesibilitas dan Infrastruktur

Aksesibilitas dan infrastruktur merupakan faktor yang mempengaruhi keberhasilan dalam usahatani. Keragaan aksesibilitas meliputi jarak rumah petani ke lahan pertanian, pasar input, pasar output dan jarak ke sumber informasi. Keragaan infrastruktur meliputi ketersedian benih berlabel, pupuk organik, pupuk anorganik, pestisida, alat dan mesin pertanian (alsintan), pemasaran hasil dan frekuensi penyuluhan. Aksesibilitas dan infrastruktur lokasi penelitian disajikan pada Tabel 35 dan Tabel 36.

Tabel 35 Aksesibilitas lokasi penelitian pada sub sektor tanaman pangan No Uraian Komoditas Unggulan

(LQ, SSA & ZAE)

Komoditas

Non Unggulan 1 Jarak ke lahan (km) 1,01 0,77 2 Jarak ke pasar input (km) 1,42 1,85 3 Jarak ke pasar output (km) 4,29 2,06 4 Jarak ke sumber informasi (km) 3,37 3,24 Sumber: data primer diolah

Tabel 36 Infrastruktur lokasi penelitian pada sub sektor tanaman pangan No Uraian

Komoditas Unggulan (LQ, SSA & ZAE)

Komoditas

Non Unggulan Jumlah Persen Jumlah Persen

1 Ketersediaan benih berlabel 45 100 45 100

a. cukup 30 67 30 67

b. sedang - - - -

c. kurang 15 33 15 33

2 Ketersediaan pupuk organik 45 100 45 100

a. cukup 45 100 45 100

b. sedang - - - -

c. kurang - - - -

3 Ketersedian pupuk anorganik 45 100 45 100

a. cukup 45 100 45 100 b. sedang - - - - c. kurang - - - - 4 Ketersediaan pestisida 45 100 45 100 a. cukup 45 100 45 100 b. sedang - - - - c. kurang - - - - 5 Ketersediaan alsintan 45 100 45 100 a. cukup 45 100 45 100 b. sedang - - - - c. kurang - - - -

6 Ketersediaan pemasaran hasil 45 100 45 100

a. cukup 45 100 45 100 b. sedang - - - - c. kurang - - - - 7 Frekuensi penyuluhan 45 100 45 100 a. sering 45 100 45 100 b. jarang - - - - c. tidak pernah - - - - Sumber: data primer diolah

53 Pasar input yang dimaksud adalah toko atau warung yang menyediakan/menjual sarana produksi pertanian seperti benih, pupuk, obat-obatan (pestisida) dan sebagainya. Pasar output adalah toko dan atau warung yang menerima dan membeli hasil-hasil pertanian. Sumber informasi yang dimaksud adalah Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) yang berada di setiap kecamatan. Fungsi dan peran dari BPP adalah sebagai penyedia informasi yang dibutuhkan oleh petani, penyuluhan ke petani, pendampingan di petani dan pembinaan petani. Dari Tabel 35, jarak rumah petani ke lahan pertanian sekitar 0,8-1 km. Jarak rumah petani ke pasar input 1,4-1,9 km. Jarak rumah petani ke pasar output 2,1- 4,3 km. Bagi petani, jarak ke pasar output yang jauh tidak menjadi masalah karena pada saat panen banyak pedagang yang datang ke lokasi untuk membeli hasil panen dengan harga yang sama dengan pasar output. Jarak rumah petani ke sumber informasi (BPP) 3,2-3,4 km. Dari Tabel 36, terlihat bahwa ketersediaan pupuk organik, pupuk anorganik, pestisida, alsintan dan pemasaran hasil cukup tersedia di lapang (100 %). Pada umumnya ketersediaan benih berlabel di lapang cukup tersedia, dimana kategori ketersediaan cukup 67 %, sedangkan kategori ketersediaan kurang 33 %. Benih kacang tanah berlabel di lapang kurang tersedia, sedangkan benih padi dan jagung berlabel di lapang tersedia. Frekuensi penyuluhan sering dilakukan oleh penyuluh dari Balai Penyuluhan Pertanian.

Analisis Usahatani

Analisis usahatani dilakukan untuk menganalisis apakah usahatani pada komoditas unggulan (LQ, SSA & ZAE) lebih optimal dibandingkan dengan komoditas non unggulan, dilihat dari biaya usahatani, produktivitas dan produksi, kelayakan usahatani (R/C) dan peningkatan keuntungan bersih (NKB). Analisis skala usahatani dilakukan untuk mengetahui harga atau produksi minimal yang harus dicapai agar usahatani tetap memberikan keuntungan, yaitu menggunakan pendekatan titik impas, baik titik impas produksi maupun titik impas harga. Usahatani padi sawah yang dianalisis merupakan usahatani musim tanam pertama (MT-I) atau musim hujan tahun 2014/2015 pada lahan sawah irigasi ½ teknis. Jumlah responden sebanyak 30 petani terdiri dari 15 petani komoditas unggulan (LQ, SSA & ZAE) dan 15 petani komoditas non unggulan.

Benih yang digunakan petani merupakan benih varietas unggul baru (VUB) yang berlabel. Varietas benih padi sawah yang ditanam petani antara lain: Mekongga, Situbagendit, IR-64, Ciherang dan Inpari-23. Rata-rata penggunaan benih pada petani komoditas unggulan sebanyak 33 kg/ha, sedangkan pada petani komoditas non unggulan 37 kg/ha. Rata-rata harga benih padi sebesar Rp. 10.000,-/kg. Hasil penelitian Sahara et al. (2007) di Kecamatan Uepai, Kabupaten Konawe, menunjukkan bahwa penggunaan benih padi sawah antara 30-80 kg/ha. Menurut Andriati dan Sudana (2007), hasil penelitiannya di Kabupaten Karawang, Provinsi Jawa Barat menunjukkan bahwa penggunaan benih mencapai 25 kg/ha. Pemupukan yang dilakukan petani belum mengikuti rekomendasi pemupukan yang disusun oleh Kementerian Pertanian. Rata-rata penggunaan pupuk pada petani komoditas unggulan adalah pupuk urea 116 kg/ha, pupuk ZA 33 kg/ha, pupuk SP-36 50 kg/ha, pupuk KCL 3 kg/ha, pupuk NPK 274 kg/ha dan pupuk organik 1,24 ton/ha. Rata-rata penggunaan pupuk pada petani komoditas non unggulan adalah pupuk urea 182 kg/ha, pupuk ZA 82 kg/ha, pupuk SP-36 25

54

kg/ha, pupuk KCL 7 kg/ha, pupuk NPK 188 kg/ha dan pupuk organik 1,43 ton/ha. Andriati dan Sudana (2007), di Kabupaten Karawang, Provinsi Jawa Barat penggunaan pupuk urea antara 217-263 kg/ha, pupuk SP-36 88-121 kg/ha dan pupuk KCL berkisar 15-26 kg/ha. Hasil penelitian Sahara et al. (2007) di Kecamatan Uepai, Kabupaten Konawe, penggunaan pupuk urea antara 150-250 kg/ha, pupuk SP-36 50-150 kg/ha dan pupuk KCL berkisar 0-50 kg/ha. Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 40/permentan/ot.140/4/2007 tentang rekomendasi pemupukan N, P dan K pada padi sawah spesifik lokasi di Kabupaten Bantul adalah pupuk urea 250-300 kg/ha, pupuk SP-36 50-100 kg/ha dan KCL 50 kg/ha tanpa bahan organik. Apabila pemupukan menggunakan bahan organik berupa jerami (5 ton/ha), maka pupuk urea 230-280 kg/ha, pupuk SP-36 50-100 kg/ha tanpa pupk KCL. Apabila pemupukan menggunakan bahan organik berupa pupuk kandang (2 ton/ha), maka pupuk urea 225-275 kg/ha, pupuk SP-36 0-50 kg/ha dan KCL 30 kg/ha. Penggunaan benih bermutu dan pemupukan berperan dalam meningkatkan hasil gabah (Sirrapa et al. 2007).

Dalam struktur biaya usahatani, komponen pembiayaannya meliputi biaya sarana produksi (benih, pupuk, pestisida) dan biaya tenaga kerja (pengolahan tanah, tanam, pemupukan, penyemprotan, penyiangan, panen dan pasca panen). Berdasarkan Tabel 37, terlihat bahwa porsi biaya sarana produksi mencapai 25,5 %, sedangkan biaya tenaga kerja mencapai 74,5 %. Hasil penelitian Ariani et al. (2009) usahatani padi pada musim hujan di lokasi Prima Tani Propinsi Banten (Kabupaten Serang, Pandeglang dan Lebak) menunjukkan bahwa biaya untuk tenaga kerja usahatani padi mencapai lebih dari 60 % dari total biaya usahatani, sedangkan biaya sarana produksi antara 21,2-25 %. Andriati dan Sudana (2007), hasil penelitiannya mengenai usahatani padi sawah pada musim hujan di Kabupaten Karawang, Jawa Barat tahun 2005 menunjukkan bahwa 22-25 % dari total biaya usahatani padi digunakan untuk biaya sarana produksi. Biaya sarana produksi (benih, pupuk, pestisida) pada petani komoditas unggulan sebesar Rp. 2.480.574,-, sedangkan pada petani komoditas non unggulan Rp. 2.601.509,-. Biaya tenaga kerja pada petani komoditas unggulan sebesar Rp. 7.254.193,-, sedangkan pada petani komoditas non unggulan Rp. 7.613.303,-. Porsi terbesar biaya sarana produksi digunakan untuk penyediaan pupuk 69-70 %, sedangkan porsi biaya untuk benih sekitar 14 % dan pestisida sekitar 16-18 %. Porsi terbesar biaya tenaga kerja digunakan untuk pengolahan tanah 24-26 %, panen dan pasca panen 23-24 %. Porsi terbesar biaya tenaga kerja digunakan untuk panen (Ariani et al. 2009). Total biaya usahatani padi sawah pada petani komoditas unggulan (LQ, SSA & ZAE) sebesar Rp. 9.734.767,- lebih rendah dibandingkan pada petani komoditas non unggulan sebesar Rp. 10.214.812,- atau selisih Rp. 480.045,-.

Produksi padi sawah pada petani komoditas unggulan (LQ, SSA & ZAE) adalah 5,9 ton/ha GKP, lebih tinggi dibandingkan pada petani komoditas non unggulan 5,7 ton/ha GKP. Produksi tersebut masih lebih rendah dibandingkan rata-rata produksi padi sawah Kabupaten Bantul tahun 2013, yaitu 6,4 ton/ha (BPS Kabupaten Bantul 2014). Rata-rata harga GKP pada petani komoditas unggulan (LQ, SSA & ZAE) Rp. 3.567,-, sedangkan pada petani komoditas non unggulan Rp. 3.543,-. Harga GKP padi sawah tersebut masih lebih rendah dibandingkan harga pembelian pemerintah (HPP) yaitu Rp. 3.700,-. Harga pembelian pemerintah tersebut ditetapkan melalui Instruksi Presiden (Inpres) No. 5/2015 tentang kebijakan pengadaan beras/gabah dan penyaluran beras oleh

55 pemerintah. Penerimaan dari usahatani padi sawah pada petani komoditas unggulan (LQ, SSA & ZAE) sebesar Rp. 21.130.908,-, sedangkan pada petani komoditas non unggulan Rp. 20.315.562,-. Keuntungan yang diperoleh dari usahatani padi sawah pada petani komoditas unggulan (LQ, SSA & ZAE) Rp. 11.396.141,-, sedangkan pada petani komoditas non unggulan Rp. 10.100.750,-. Analisis usahatani padi sawah disajikan pada Tabel 37.

Untuk mengetahui kelayakan usahatani padi sawah ditentukan dari nilai R/C, di mana usahatani padi sawah dianggap layak apabila nilai R/C lebih dari satu. Dari hasil analisis diperoleh nilai R/C padi sawah lebih dari satu, sehingga usahatani padi sawah dianggap layak. Nilai R/C padi sawah pada petani komoditas unggulan (LQ, SSA & ZAE) 2,17 dan pada komoditas non unggulan 1,99. Ariani et al. (2009), dalam penelitiannya tentang usahatani padi pada musim hujan di lokasi Prima Tani Propinsi Banten (Kabupaten Serang, Pandeglang dan Lebak) diperoleh R/C antara 1,9-2,3. Hasil penelitian Andriati dan Sudana (2007) tentang usahatani padi sawah pada musim hujan di Kabupaten Karawang, Jawa Barat tahun 2005 diperoleh R/C 1,54-1,70. Peningkatan keuntungan bersih (NKB) yang diperoleh dari usahatani padi sawah sebagai komoditas unggulan (LQ, SSA

Tabel 37 Analisis usahatani padi sawah Kabupaten Bantul MT I 2014/2015 Uraian

Komoditas Ungulan (LQ, SSA & ZAE)

Komoditas

Non Unggulan Jumlah Persen Jumlah Persen

Biaya Sarana Produksi (Rp) 2.480.574 25,5 2.601.509 25,5

Benih 334.489 3,4 351.719 3,4 Pupuk 1.710.115 17,6 1.825.123 17,9 Pestisida/Obat-obatan 435.970 4,5 424.667 4,2

Biaya Tenaga Kerja (Rp) 7.254.193 74,5 7.613.303 74,5

Pengolahan Tanah 1.747.685 18,0 1.951.204 19,1 Pesemaian 366.667 3,8 375.000 3,7 Tanam 1.462.566 15,0 1.519.599 14,9 Pemupukan 353.333 3,6 411.667 4,0 Penyemprotan 520.000 5,3 526.667 5,2 Penyiangan 1.064.524 10,9 1.087.407 10,6 Panen dan Pasca Panen 1.739.418 17,9 1.741.759 17,0

Total Biaya Usahatani (Rp) 9.734.767 100,00 10.214.812 100,00

Produksi (kg/ha) 5.924 5.734 Harga (Rp/kg) 3.567 3.543 Penerimaan (Rp) 21.130.908 20.315.562 Keuntungan (Rp) 11.396.141 10.100.750 R/C 2,17 1,99 NKB 1,13 -

Titik Impas Produksi (kg/ha) 2.729 2.883 Titik Impas Harga (Rp/kg) 1.643 1.781 Sumber: data primer diolah

56

& ZAE) sebesar 1,13 (Tabel 37), artinya keuntungan usahatani padi sawah petani pada komoditas unggulan (LQ, SSA & ZAE) 1,13 lebih tinggi daripada keuntungan usahatani padi sawah petani pada komoditas non unggulan. Skala usahatani padi sawah ditentukan dengan pendekatan titik impas produksi (TIP) atau dengan titik impas harga (TIH). Dari Tabel 37, menunjukkan bahwa titik impas produksi (TIP) dan dan titik impas harga (TIH) pada petani komoditas unggulan (LQ, SSA & ZAE) adalah 2.729 kg/ha dan Rp. 1.643/kg. Artinya usahatani padi sawah pada petani komoditas unggulan (LQ, SSA & ZAE) masih menguntungkan apabila produksinya tidak kurang dari 2.729 kg/ha atau harga jualnya tidak lebih rendah dari Rp. 1.643/kg. Titik impas produksi (TIP) dan dan titik impas harga (TIH) pada petani komoditas non unggulan adalah 2.883 kg/ha dan Rp. 1.781/kg. Artinya usahatani padi sawah pada petani komoditas non unggulan masih menguntungkan apabila produksinya tidak kurang dari 2.883 kg/ha atau harga jualnya tidak lebih rendah dari Rp. 1.781/kg.

Usahatani jagung yang dianalisis merupakan usahatani musim tanam pertama (MT-I) atau musim hujan tahun 2014/2015 pada lahan tegalan (komoditas unggulan) dan musim tanam II tahun 2014 pada lahan sawah tadah hujan (komoditas non unggulan). Jumlah responden usahatani jagung sebanyak 30 petani terdiri dari 15 petani komoditas unggulan (LQ, SSA & ZAE) dan 15 petani komoditas non unggulan. Benih yang digunakan petani merupakan benih unggul berlabel, seperti Bisi dan Pioner. Rata-rata penggunaan benih petani pada komoditas unggulan sebanyak 19 kg/ha. Rata-rata penggunaan benih pada petani komoditas non unggulan sebanyak 20 kg/ha. Harga benih unggul jagung berkisar antara Rp. 50.000,-/kg sampai Rp 60.000,-/kg. Rata-rata penggunaan pupuk pada petani komoditas unggulan adalah pupuk urea 151 kg/ha, pupuk ZA 24 kg/ha,

Dokumen terkait