• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peta Pewilayahan Komoditas Pertanian Berdasarkan ZAE Skala 1:50.000 Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta

Penyusunan peta pewilayahan komoditas pertanian berdasarkan ZAE skala 1:50.000, dimaksudkan untuk memberikan arahan penggunaan lahan untuk budidaya pertanian atau memberikan gambaran komoditas pertanian yang sesuai dengan ZAE. Selain itu, sebagai bahan masukan dalam perencanaan pembangunan pertanian. Penyusunan peta pewilayahan komoditas pertanian berdasarkan pertimbangan daya dukung lahan (kesesuaian lahan), penggunaan lahan saat ini (existing), kondisi sosial ekonomi, priorotas tanaman unggulan daerah dan peta status kawasan hutan. Penentuan zona agro ekologi, dimulai dengan proses evaluasi lahan (S1, S2, S3, dan N). Tahapan berikutnya, penentuan zonasi berdasarkan lereng dan jenis klasifikasi tanah (zona I-VII) dan penentuan sub zona (basah dan kering) berdasarkan kelas drainase. Proses zonasi dilakukan dengan program/software SPKL (Sistem Penilaian Kesesuaian Lahan). Secara umum tahapan dan alur penentuan zona agro ekologi skala 1:50.000 (Badan Litbang Pertanian 2013d) disajikan pada Gambar 1 dan Gambar 2.

Gambar 1 Penentuan simbol zona

Lereng (%) 15 - 40 8 - 15 > 40 < 8 I II III V Zona Klasifikasi Tanah Histosol Quartzipsamments Spodosol Tanah lainnya VI VII IV

16

Komoditas yang mempunyai kesesuaian lahan yang tinggi (S1, S2), tidak selalu memiliki kelayakan usahatani. Analisis usahatani diperlukan untuk mengetahui kelayakan komoditas pertanian. Beberapa analisa usahatani yang digunakan antara lain BCR (benefit cost ratio), RCR (revenue cost ratio), NVP (net present value), dan IRR (internal rate return). Setelah proses-proses tersebut, kemudian dilakukan pewilayahan komoditas pertanian. Lebih jelasnya diagram alir penyusunan peta pewilayahan komoditas pertanian disajikan pada Gambar 3.

Gambar 2 Penentuan simbol sub zona Lahan Basah (W)

Drainase Terhambat dan

sangat terhambat Serealia (c)

Sawah (r) Pangan (f) Hortikultura (h) Perkebunan (e) Ubi-ubian (t) Kacang-kacangan (p) Sayuran (a) Perikanan (i) Hutan (j) Darat (f) Pasang surut (b) Buah-buahan (p) Semusim (a) Tahunan (p) Lahan Kering (D) Drainase Lainya

Gambar 3 Diagram alir penyusunan peta pewilayahan komoditas pertanian

Peta Satuan Lahan

Verifikasi Lapangan dan Pengambilan Contoh Tanah

Evaluasi Lahan (S1, S2, S3 dan Zona) Nilai Ekonomi (BC dan IRR) Keinginan Daerah Spasial Urutan Komoditas Pertanian

Status Kawasan Penggunaan Lahan

Overlay

PETA PEWILAYAHAN KOMODITAS PERTANIAN

17 Pewilayahan komoditas pertanian berdasarkan zona agro ekologi (ZAE) skala 1:50.000 di Kabupaten Bantul terdapat 15 (lima belas) arahan atau rekomendasi komoditas pertanian, yaitu padi sawah, kedelai, sayuran, bawang merah, padi gogo, jagung, umbi-umbian, tembakau, pepaya, jeruk, pisang, semangka, melon, cabe dan kacang tanah. Pewilayahan komoditas pertanian berdasarkan ZAE disajikan pada Tabel 8. Peta pewilayahan komoditas pertanian di Kabupaten Bantul berdasarkan zona agro ekologi (ZAE) disajikan pada Gambar 4.

Tabel 8 Pewilayahan komoditas pertanian di Kabupaten Bantul berdasarkan Peta ZAE Skala 1:50.000

Zona Sistem Pertanian/Alternatif Komoditas Pertanian Luas Ha %

Pertanian Lahan Basah

IV/Wrh-1 padi sawah, kedelai, sayuran, bawang merah 771 1,52 IV/Wrh-2 padi sawah, sayuran, bawang merah 16.435 32,42

Pertanian Lahan Kering Tanaman Pangan

III/Df padi gogo, jagung, kedelai 498 0,98 IV/Df padi gogo, jagung, umbi-umbian 1.166 2,30

Pertanian Lahan Kering Tanaman Pangan, Hortikultura

II/Dfh-1 padi gogo, kedelai, bawang merah 1.963 3,87 II/Dfh-2 padi gogo, kedelai, tembakau 336 0,66 III/Dfh-1 padi gogo, jagung, tembakau 1.984 3,91 III/Dfh-2 jagung, tembakau 20 0,04 IV/Dfh-1 jagung, pepaya, jeruk 741 1,46 IV/Dfh-2 pepaya, pisang, jeruk 226 0,45

Pertanian Lahan Kering, Hortikultura

II/Dh semangka, melon, cabai 1.450 2,86 III/Dh jeruk, papaya 351 0,69 IV/Dh pepaya, pisang 1.028 2,03

Pertanian Lahan Kering, tanaman tahunan/perkebunan

II/De mangga, rambutan, kakao 5.063 9,99 III/De cengkeh, Jati, Mahoni 272 0,54

Pertanian Lahan Kering, tanaman tahunan/perkebunan, tanaman pangan

III/Def kelapa, jagung dan kacang tanah 624 1,23

Hutan Lahan Kering

I/Dj vegetasi alami 2.505 4,94

Tubuh Air

X3 sungai 261 0,52

Pemukiman dan Lahan Terbangun Lainnya 14.996 29,58

JUMLAH 50.690 100.00

18

Analisis A’WOT

Shojaei et al. (2011) dalam Harisudin (2013), strategi didefinisikan sebagai suatu langkah mendasar yang mensinergikan sumberdaya organisasi guna menuju keberhasilan-keberhasilan jangka panjangnya. Analisis A’WOT merupakan salah satu pendekatan yang mengkombinasikan atau mengintegrasikan antara analisis AHP (Analytical Hierarchy Process) dan analisis SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, Threats). Menurut Kurttila et al. (2000), analisis A’WOT merupakan metode hybrid yang menggabungkan metode SWOT dengan metode Analytical Hierarchy Process (AHP). Seker dan Ozguler (2012), dalam pendekatan analisis SWOT memiliki kelemahan yaitu sangat simpel, statis dan mengandung subyektifitas yang mempengaruhi ketransparanan hasilnya. Untuk mengurangi beberapa kelemahan dari analisis SWOT tersebut, menggunakan

analisis A’WOT. Menurut Saaty (1993) metode AHP merupakan suatu metode pengambilan keputusan yang dibangun secara komprehensif dan berhirarki sehingga dapat membantu memecahkan persoalan yang kompleks dengan menarik berbagai pertimbangan dan skala prioritas. Pendekatan metode ini dilakukan dengan menyusun masalah dalam bentuk hirarki dan memasukkan pertimbangan- pertimbangan untuk menghasilkan skala prioritas. Menurut Susanto dan Woyanti (2008) dan Prawoto (2010), analisis SWOT adalah suatu cara untuk mengidentifikasi dari berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi pengembangan ekonomi berbasis sektor unggulan yang didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strengths) dan peluang (opportunities), tetapi secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weaknesses) dan Gambar 4 Peta pewilayahan komoditas pertanian berdasarkan zona agro ekologi

19 ancaman (threats). Menurut Rina dan Yuliawati (2014), analisis SWOT merupakan alat pencocokan yang penting untuk membantu manajer mengembangkan empat tipe strategi, yaitu (1) Strategi SO (Strengths- Opportunities) yaitu menggunakan kekuatan internal untuk memanfaatkan peluang eksternal, (2) Strategi WO (Weakness-Opportunities) bertujuan untuk memperbaiki kelemahan dengan memanfaatkan peluang eksternal, (3) Strategi ST (Strengths-Threats) yaitu menggunakan kekuatan perusahaan untuk menghindari atau mengurangi dampak ancaman eksternal dan (4) Strategi WT (Weakness- Threats) merupakan taktik defensif yang diarahkan untuk mengurangi kelemahan internal dan menghindari ancaman eksternal.

Tahapan-tahapan dalam analisis A’WOT, pertama mengidentifikasi faktor- faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan eksternal (peluang dan ancaman) dengan metode SWOT. Kedua, melakukan AHP terhadap komponen dan faktor- faktor dalam SWOT yang telah ditetapkan berdasarkan hasil analisis sebelumnya dan diskusi dengan ahli. Analisis AHP digunakan dalam pembobotan untuk analisis SWOT, dengan tujuan mengurangi subyektifitas penilaian faktor-faktor internal (kekuatan dan kelemahan dan eksternal (peluang dan ancaman). Menurut Ozmen et al. (2013), tahapan-tahapan dalam melakukan analisis A’WOT meliputi: 1). Penentuan dan pengelompokkan setiap faktor-faktor SWOT, 2). Mengaplikasikan AHP untuk menentukan bobot setiap kelompok dan 3). Mengaplikasikan kembali AHP untuk menentukan prioritas semua faktor dalam semua kelompok SWOT. Pembobotan dalam analisis A’WOT merupakan perbandingan berpasangan (pairwise comparison) berdasarkan pendapat dari para

ahli dengan menggunakan Saaty’s Scale seperti Tabel 9.

Pendapat ahli tersebut harus konsisten, di mana kekonsistenannya dapat dihitung dengan Consistency Ratio (CR). CR merupakan nilai indeks atau perbandingan antara Consistency Index (CI) dan Ratio Index (RI). Matrik perbandingan berpasangan dikatakan konsisten apabila CR < 0,1 atau lebih kecil dari 10 %, artinya ketidak konsistenan pendapat dari ahli dianggap dapat di terima.

Penelitian-Penelitian Terdahulu

Basuki (2008), melakukan kajian mengenai strategi pengembangan sektor pertanian pasca gempa bumi Kabupaten Bantul. Dalam kajian ini menggunakan analisis Location Quotient (LQ). Input data yang digunakan dalam perhitungan ini menggunakan data produk domestik regional bruto (PDRB) Kabupaten Bantul periode tahun 2001-2005. Hasil kajian menunjukkan bahwa sektor pertanian merupakan sektor yang mempunyai peranan paling besar dan memiliki Tabel 9 Skala pembobotan AHP

Skala Definisi

1 Sama pentingnya (Equal importance)

3 Sedikit lebih penting (Slightly moreimportance) 5 Jelas lebih penting (Materially moreimportance)

7 Sangat jelas lebih penting (Significantly moreimportance) 9 Mutlak lebih penting (Absolutely moreimportance)

2,4,6,8 Ragu-ragu antara dua nilai yang berdekatan (Compromise values) Sumber: Saaty (1980)

20

keunggulan dibanding sektor lain. Dari 17 kecamatan di Kabupaten Bantul, terdapat 9 kecamatan yang memiliki sektor basis atau unggulan di sektor pertanian yaitu Kecamatan Srandakan, Sanden, Pundong, Bambanglipuro, Jetis, Dlingo, Piyungan, Pajangan dan Sedayu. Peluang terbesar untuk pengembangan sektor pertanian Kabupaten Bantul berada di 9 kecamatan tersebut. Sektor pertanian merupakan sektor basis atau ungulan yang mempunyai kemampuan untuk memenuhi kebutuhan wilayah Bantul itu sendiri maupun berpeluang untuk di ekspor ke luar wilayah. Spesialisasi di sektor pertanian tersebut mengindikasikan bahwa penggunaan lahan banyak dimanfaatkan untuk sektor pertanian.

Oksatriandhi dan Santoso (2014), melakukan kajian tentang identifikasi komoditas unggulan di kawasan agropolitan Kabupaten Pasaman. Untuk mengidentifikasi komoditas-komoditas unggulan dilakukan dengan analisis Location Quotient (LQ) dan Dynamic Location Quotient (DLQ). Input data yang digunakan dalam perhitungan ini adalah nilai produksi tiap komoditas pada masing-masing kecamatan. Nilai produksi hasil pertanian diperoleh dari perkalian antara produksi komoditas (kg) dengan harga komoditas (rupiah). Data produksi komoditas pertanian yang digunakan adalah data hasil produksi pertanian Kabupaten Pasaman periode tahun 2008-2010. Harga komoditas didapat dari bank data Departemen Pertanian Nasional yang menjelaskan nilai harga komoditas sub sektor tanaman pangan di Sumatera Barat. Hasil kajian menunjukkan bahwa komoditas unggulan di kawasan agropolitan Kabupaten Pasaman adalah komoditas padi sawah di Kecamatan Tigo Nagari, Duo Koto, Simpang Alahan Mati, Rao. Komoditas padi ladang di Kecamatan Tigo Nagari. Kacang tanah di Kecamatan Lubuk Sikaping dan Rao. Komoditas pisang di Kecamatan Tigo Nagari dan Simapang Alahan Mati, sedangkan mangga di Kecamatan Simapang Alahan Mati. Komoditas cabe di Kecamatan Tigo Nagari, Bonjol, Simapang Alahan Mati, Lubuk Sikaping, Duo Koto, Panti, Padang Gelugur dan Rao. Komoditas bayam di Kecamatan Simapang Alahan Mati. Karet di Kecamatan Bonjol, Simapang Alahan Mati, Lubuk Sikaping, Panti, Padang Gelugur, Rao dan Rao Selatan. Komoditas kopi di Kecamatan Padang Gelugur dan Rao, sedangkan coklat di Kecamatan Bonjol, Lubuk Sikaping, Duo Koto, Rao) dan kelapa sawit di Kecamatan Tigo Nagari, Duo Koto dan Rao.

Rahayu dan Navastara (2014), menggunakan analisis Location Quotient (LQ) dan Shift Share Analysis (SSA) untuk menentukan wilayah potensial penyedia jagung di Kabupaten Kediri Jawa Timur. Input data yang digunakan dalam perhitungan menggunakan data produksi komoditas jagung dan tanaman pangan Kabupaten Kediri tahun 2009-2011. Hasil kajian menunjukkan bahwa wilayah yang mempunyai potensi menjadi penyedia jagung adalah Kecamatan Ringinrejo, Plosoklaten, Gurah, Pagu, Kayen kidul dan Ngasem. Kecamatan- kecamatan tersebut mempunyai potensi untuk pengembangan pengolahan jagung dan distributor jagung.

Prawoto (2010), melakukan kajian tentang pengembangan potensi unggulan sektor pertanian di Kabupaten Karimun, Provinsi Kepulauan Riau. Penelitian ini menggunakan analisis Location Quotient (LQ) dan analisis Shift Share dan analisis SWOT. Kabupaten Karimun mempunyai potensi sumberdaya yang memadai sebagai basis keunggulan daerah, yaitu lahan pertanian yang luas, jaringan industri, jarigan perdagangan, perairan yang luas untuk perikanan dan sumberdaya manusia. Dari segi potensi pasar, Kabupaten Karimun mempunyai

21 potensi pasar domestik dan pasar luar negeri karena berdekatan dengan Singapura. Hasil kajian menunjukan bahwa pada sektor pertanian terdapat 6 sub sektor unggulan di Kabupaten Karimun, yaitu sub sektor tanaman pangan, perkebunan rakyat, sayuran, buah-buahan, budidaya perikanan dan penangkapan ikan. Pada sub sektor tanaman pangan (komoditas bahan makanan), ubi kayu, ubi jalar dan kacang tanah merupakan komoditas unggulan dan berdasarkan struktur tanahnya memang sesuai untuk tanaman palawija. Komoditas jagung merupakan komoditas prospektif untuk dikembangkan karena mempunyai kestabilan produksi dan kebutuhan akan bahan baku jagung untuk industri pengolahan makanan ringan meningkat sejalan dengan majunya industrialisasi di Kepulauan Riau, Batam dan Singapura dan Malaysia. Pada sub sektor buah-buahan, komoditas yang merupakan komoditas unggulan dan prospektif adalah durian dan rambuatan. Komoditas sawi, kacang panjang, kangkung dan bayam merupakan komoditas unggulan dan prospektif pada sub sektor sayur-sayuran. Pada sub sektor perikanan, udang vaname merupakan komoditas unggulan. Komoditas rumput laut, ikan lele dan ikan bawal merupakan komoditas prospektif pada sub sektor perikanan di Kabupaten Karimun. Arah kebijakan pengembangan ekonomi untuk produk unggulan sektor pertanian adalah pemberdayaan sistem agribisis pertanian yang mengarah pada peningkatan kemampuan dan kemandirian SDM pertanian secara optimal dan lestari melalui pemanfaatan teknologi untuk meningkatkan produktivitas, pendapatan dan kesejahteraan masyarakat petani dan nelayan.

Hendayana (2003) melakukan kajian tentang aplikasi metode Location Quotient (LQ) dalam penentuan komoditas unggulan nasional. Penentuan komoditas unggulan nasional dan daerah merupakan langkah awal dalam menuju pembangunan pertanian yang berpijak pada konsep efisiensi untuk memperoleh keunggulan komparatif dan kompetitif dalam menghadapi era globalisasi perdagangan. Langkah-langkah mencapai efisiensi dapat dilakukan dengan mengembangkan komoditas-komoditas yang mempunyai keunggulan komparatif baik ditinjau dari sisi penawaran maupun permintaan. Metode LQ juga relevan dimanfaatkan untuk menentukan komoditas unggulan dari sisi penawaran (produksi/populasi). Untuk komoditas yang berbasis lahan seperti tanaman pangan, hortikultura dan perkebunan, perhitungannya didasarkan pada lahan pertanian (areal tanam atau panen), produksi ataupun produktivitasnya. Sedangkan untuk komoditas yang tidak berbasis pada lahan seperti usaha ternak, dasar perhitungannya didasarkan pada jumlah populasi (ekor). Komoditas yang memiliki nilai LQ >1 dianggap memiliki keunggulan komparatif karena tergolong basis. Komoditas pertanian yang termasuk basis dan mempunyai sebaran wilayah yang luas menjadi salah satu indikator komoditas unggulan nasional.

Surdiadikusumah et al. (2011), melakukan kajian tentang rancangan pengembangan kawasan agropolitan berdasarkan karakterisitik lahan di Aceh Besar. Pengelompokan zona-zona pengembangan dan komoditas unggulan menggunakan metode zona agro ekologi. Hasil kajian menunjukkan bahwa ada 5 (lima) zona agro ekologi di Kabupaten Aceh Besar, yaitu Zona I untuk tanaman kehutanan seluas 81.465 ha (27,39 %), Zona II untuk tanaman perkebunan seluas 44.365 ha (14,92 %), Zona III untuk agroforesty/wanatani seluas 65.232 ha (21,93 %), Zona IV untuk tanaman pangan seluas 56.360 ha (18,95 %) dan Zona V untuk perikanan/hutan bakau seluas 50.100 (16,85 %). Komoditas-komoditas pertanian unggulan yang dapat dikembangkan berdasarkan zona agro ekologinya

22

adalah (1). Zona II untuk pengembangan komoditas cengkeh, lada, karet, kelapa sawit dan kopi, (2). Zona III untuk pengembangan komoditas karet, kelapa, cengkeh, padi, jagung dan kacang tanah, (3). Zona IV untuk pengembangan komoditas padi sawah, padi gogo, kacang tanah, kedelai, kacang panjang dan jagung dan (4). Zona V untuk pengembangan perikanan/tambak seperti ikan bandeng, udang, kepiting dan hutan mangrove.

Kerangka Pemikiran

Sektor pertanian di Kabupaten Bantul berperan sebagai penyedia pangan daerah, berkontribusi terhadap PDRB, penerimaan ekspor, penyediaan tenaga kerja, penyediaan kesempatan kerja, mendukung pengurangan pengangguran dan kemiskinan, serta memiliki kontribusi dalam memperkuat keterkaitan antar industri, konsumsi dan investasi. Pembangunan di sektor non pertanian memberikan tekanan terhadap sektor pertanian terutama berkaitan dengan pemanfaatan lahan. Peningkatan kebutuhan lahan untuk sektor non pertanian menyebabkan terjadinya konversi lahan pertanian terutama lahan sawah. Dampak konversi lahan pertanian menyebabkan berkurangnya produksi pertanian, kehilangan lapangan pekerjaan, kerugian investasi dan kerusakan lingkungan. Di samping konversi lahan pertanian, adanya peningkatan biaya usahatani yang tidak diikuti oleh peningkatan harga komoditas pertanian terutama pada saat panen, produktivitas komoditas pertanian cenderung turun dan generasi muda yang cenderung memilih untuk bekerja di sektor non pertanian. Kondisi tersebut menggambarkan sektor pertanian tidak dapat memberikan keuntungan dan kesejahteraan, sehingga tidak dapat mengurangi laju konversi lahan pertanian. Di samping itu, hambatan dalam pembangunan sektor pertanian adalah pemanfataan sumberdaya pertanian belum optimalnya, kurangnya informasi dan penguasaan teknologi pertanian dan kurangnya akses terhadap modal, pasar dan kelembagaan pendukung lainnya.

Pengendalian konversi lahan pertanian perlu dilakukan terutama untuk menjaga dan menjamin produksi pertanian sehingga dapat memenuhi kebutuhan pangan masyarakat. Berbagai perundangan dan peraturan telah diterbitkan dalam rangka mengendalikan konversi lahan pertanian, seperti Undang-Undang No. 41 tahun 2009 mengenai upaya penyelamatan lahan pertanian pangan untuk keperluan kemandirian, keamanan dan ketahanan pangan. Pelaksanaan UU No. 41 tahun 2009 didukung PP No 1 tahun 2011 tentang Penetapan Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, PP No 12 Tahun 2012 tentang Insentif Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, PP No. 25 tahun 2012 tentang Sistem Informasi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dan PP No.30 Tahun 2012 tentang Pembiayaan Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. Secara eksplisit pemerintah telah melakukan perlindungan lahan pertanian sejak tahun 1960 melalui UUPA No 50 tahun 1960, kemudian dengan UU No 12 tahun 1992 tentang sistem budidaya tanaman dan UU No 26 tahun 2007 tentang penataan ruang, serta peraturan presiden dan peraturan pemerintah lainnya.

Konversi lahan pertanian mengakibatkan berkurangnya lahan pertanian, sehingga dapat menimbulkan persaingan dalam pemanfaatan lahan. Lahan pertanian (sawah) yang sudah dikonversi ke non pertanian bersifat permanen atau tidak akan pernah dikonversi lagi ke lahan pertanian (sawah). Keterbatasan lahan

23 pertanian menuntut adanya teknologi yang mampu meningkatkan produktivitas dan produksi, sehingga usahatani yang dilakukan dapat memberikan keuntungan. Pewilayahan komoditas pertanian merupakan salah satu teknologi yang memberikan arahan komoditas pertanian yang sesuai dengan zona agro ekologi (ZAE) yang bertujuan meningkatkan produktivitasnya. Penentuan dan pemilihan komoditas yang memiliki keunggulan komparatif, kompetitif dan sesuai zona agro ekologi (ZAE) merupakan salah satu upaya untuk mengurangi biaya usahatani, meningkatkan produktivitas dan produksi, meningkatkan keuntungan dan pendapatannya, sehingga kesejahteraan petani meningkat. Harapannya sektor pertanian menjadi lebih menarik dan lebih menguntungkan, sehingga dapat mengurangi laju konversi lahan pertanian dan didukung oleh kebijakan-kebijakan pengendaliannya. Kerangka pemikiran penelitian ini disajikan pada Gambar 5.

Gambar 5 Kerangka pemikiran penelitian

Permasalahan Sektor Pertanian:  Pemanfaatan SD pertanian

belum optimal

 Kurangnya informasi dan penguasaan teknologi pertanian

 Kurangnya akses terhadap modal, pasar dan kelembagaan pendukung lainnya

 Penguasaan lahan usahatani yang terbatas Lahan pertanian berkurang/terbatas Lahan Pertanian dikonversi ke sektor non pertanian

Pewilayahan komoditas pertanian berdasarkan ZAE

UU No. 41 thn 2009 UU No. 26 thn 2007 UU no. 12 thn 1992 RTRW

Komoditas pertanian yang memiliki keunggulan kompartif

dan kompetitif sesuai ZAE

 Efisiensi biaya usahatani  Produksi dan produktivitas

meningkat

 Keuntungan dan pendapatan petani meningkat

Sektor pertanian lebih menarik dan menguntungkan Luas lahan sawah berkurang

Biaya usahatani meningkat Produktivitas komoditas

pertanian cenderung turun Harga komoditas rendah Sektor pertanian kurang

menguntungkan

Sektor Non Pertanian

Sektor Pertanian

24

3

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari tahun 2015, dengan lokasi penelitian Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Pertimbangan pemilihan lokasi antara lain bahwa peta pewilayahan komoditas pertanian berdasarkan zona agro ekologi (ZAE) dengan skala 1:50.000 tahun 2013 disusun oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian hanya Kabupaten Bantul dari seluruh kabupaten/kota di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Sektor pertanian memberikan kontribusi terbesar bagi perekonomian (PDRB) Kabupaten Bantul. Peta lokasi penelitian disajikan pada Gambar 6.

Metode Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data sekunder dikumpulkan dari publikasi-publikasi BPS, Bappeda, Dinas Pertanian dan Kehutanan, BPN dan BPP Kabupaten Bantul serta beberapa hasil-hasil penelitian dari beberapa lembaga penelitian maupun perguruan tinggi. Data sekunder yang dikumpulkan meliputi peta pewilayahan komoditas pertanian berdasarkan zona agro ekologi skala 1:50.000 tahun 2013, luas konversi lahan pertanian (sawah) ke non pertanian (2010-2014), perkembangan jumlah penduduk (2012-2013), luas areal panen komoditas tanaman pangan dan hortikultura /sayuran (2008-2012). Data primer diperoleh dan dikumpulkan melalui wawancara kepada responden menggunakan kuesioner. Respondennya merupakan petani yang membudidayakan komoditas pertanian. Pemilihan responden

25 dilakukan dengan pendekatan stratified random sampling. Penentuan strata berdasarkan komoditas tersebut termasuk komoditas unggulan, yaitu strata 1 (kriteria LQ > 1, SSA positif dan sesuai pewilayahan komoditas berdasarkan ZAE terpenuhi semua) dan komoditas non unggulan, yaitu strata 2 (kriteria LQ > 1, SSA positif dan sesuai pewilayahan komoditas berdasarkan ZAE tidak terpenuhi salah satunya). Komoditas yang dipilih merupakan komoditas unggulan yang diperoleh dari hasil analisis sebelumnya, sehingga komoditas strata 1 dan strata 2 sama. Responden dipilih secara acak pada setiap strata dengan pertimbangan populasi, ragam, biaya dan lainnya yang dapat merepresentasikan masing-masing kelompok. Jumlah responden untuk satu komoditas pertanian sebanyak 30 petani. Rancangan pemilihan responden disajikan pada Gambar 7, sedangkan kriteria pemilihan responden disajikan pada Tabel 10.

Untuk menyusun strategi pembangunan sektor pertanian yang optimal di Kabupaten Bantul, juga memerlukan responden ahli. Jumlah responden ahli sebanyak 14 orang, yaitu Dinas Pertanian dan Kehutanan (5 orang) , Bappeda (2 orang), Balai Pengkajian Teknologi Pertanian/BPTP (2 orang), Balai Penyuluhan Pertanian/BPP (4 orang) dan kelompok tani (1 orang). Pemilihan responden ahli dalam penelitian ini dilakukan secara sengaja, karena dianggap mengetahui dan terlibat langsung dalam pembangunan sektor pertanian di Kabupaten Bantul. Tujuan, jenis data, sumber data, analisa data dan output penelitian disajikan pada Tabel 11.

Gambar 7 Rancangan pemilihan responden

Komoditas Pertanian

Kelompok petani komoditas unggulan

(LQ, SSA & ZAE) (Strata 1)

Kelompok petani komoditas

non unggulan (Strata 2)

Petani komoditas unggulan (LQ, SSA & ZAE)

(Strata-1) dipilih secara acak

Petani komoditas

non unggulan (Strata-2) dipilih secara acak

Tabel 10 Kriteria pemilihan responden

Responden Kriteria

Nilai LQ > 1 Nilai SSA Positif Sesuai dengan ZAE

1 Strata-1 √ √ √

2 Strata-2 √ - √ atau -

3 Strata-2 - √ √ atau -

26

Metode Analisis Data

Analisis konversi lahan pertanian (sawah) ke non pertanian di Kabupaten Bantul

Untuk mengetahui laju dan penyebab konversi lahan pertanian (sawah) di diperlukan data luas konversi lahan pertanian (sawah) ke non pertanian Kabupaten Bantul (2010-2014). Data perkembangan jumlah penduduk Kabupaten Bantul juga diperlukan untuk mengidentifikasi apakah perkembangan jumlah penduduk mempengaruhi terjadinya peningkatan konversi lahan pertanian (sawah) ke non pertanian di Kabupaten Bantul.

Tabel 11 Tujuan, jenis, sumber, analisis dan output data penelitian

No Tujuan Jenis Data Sumber Data Analisis Output 1. Menganalisis konversi lahan pertanian (sawah) ke non pertanian di Kabupaten Bantul Sekunder:

Luas konversi lahan pertanian (sawah) ke non pertanian (2010-2014) Perkembangan jumlah penduduk  BPN  BPS Analisis Diskriptif Luas konversi lahan pertanian (sawah) 2. Menentukan komoditas unggulan sektor pertanian berdasarkan zona agro ekologi (ZAE) di Kab. Bantul Sekunder: Luas areal panen

(2008-2012) Peta pewilayahan komoditas pertanian berdasarkan ZAE skala 1:50.000 tahun 2013  Dinas Pertanian & Kehutanan  Bappeda  BPS  Balitbangtan  BPP Analisis LQ dan SSA, dioverlay dengan peta pewilayahan komoditas pertanian berdasarkan ZAE Komoditas unggulan sub sektor tanaman pangan dan hortikultura (sayuran) 3. Menganalisis usahatani komoditas unggulan sesuai zona agro ekologi (ZAE) Primer (Wawancara): Karakteristik petani/responden Aksesisbilitas dan infrastruktur

Input (benih, pupuk,

pestisida, tenaga kerja, traktor), produksi,

Dokumen terkait