• Tidak ada hasil yang ditemukan

KOMPATIBILITAS FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA DENGAN CABAI ( Capsicum annuum L.)

Abstrak

Penelitian yang bertujuan untuk mendapatkan jenis fungi mikoriza arbuskula yang kompatibel dengan tanaman cabai telah dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan IPB dan berlangsung dari bulan Desember 2005 sampai Juni 2006, dengan menggunakan polibag yang bermedia tanah Ultisol dari Gajrug dengan karakteristik ber-pH 4.2, Al-dd 30.08 me/ 100 g tanah dan kejenuhan Al 83.81%. Uji kompatibilitas dilakukan terhadap 4 jenis inokulum FMA indigenus tanah masam, yaitu Glomus manihotis, Glomus etunicatum, Gigaspora margarita dan Acaulospora sp yang inokulasikan pada genotipe cabai yang toleran (PBC 619) dan peka Al (Cilibangi 3). Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah propagul tertinggi dihasilkan pada inokulum Gigaspora margarita, yaitu mencapai 223.3 unit propagul/g media dan yang terendah pada inokulum

Acaulospora sp, yaitu 91.7 unit propagul/g media. Pengaruh jenis FMA lebih bervariasi pada genotipe peka. Berdasarkan infektivitas dan efektivitasnya, jenis FMA Gigaspora margarita paling kompatibel dengan kedua genotipe cabai.

Kata kunci : kompatibilitas, fungi mikoriza arbuskula, cabai, Ultisol

Abstract

The aim of the research was to determine the species of Arbuscular Mycorrhizal Fungus (AMF) compatible to chili (Capsicum annum L.). The research was conducted in University Farm of IPB in Cikabayan, Bogor, from December 2005 to June 2006, using Ultisol from Gajrug (Lebak, Banten) in polybag as media (pH 4.2, exchangeable Al 30.08 me/ 100 g and Al saturation 83.81%). Compatibility test was carried out for 4 indigenous AMF genotypes in Ultisol, namely Glomus manihotis, Glomus etunicatum, Gigaspora margarita and

Acaulospora sp. They have been inoculated to aluminum tolerant (PBC 619) and sensitive (Cilibangi 3) genotypes of chili. The results showed that the highest number of propagules was produced by Gigaspora margarita (223.3 unit propaguls/g media) and the lowest was by Acauspora sp. (91.7 unit propaguls/g media). The influence of FMA species varied on sensitive genotypes. Based on infectivity and effectivity, the FMA species Gigaspora margarita was the most compatible to both genotypes.

Keywords: compatibility, arbuscular mycorrhizal fungus, Capsicum annuum, Ultisol.

Pendahuluan

Adanya simbiosis dengan fungi mikoriza arbuskula (FMA) telah diketahui mampu memperbaiki pertumbuhan dan hasil tanaman pada tanah-tanah dengan kondisi yang kurang menguntungkan. Fungi mikoriza arbuskula yang menginfeksi sistem perakaran tanaman inang akan memproduksi jalinan hifa eksternal yang dapat tumbuh secara ekspansif dan menembus lapisan subsoil sehingga meningkatkan kapasitas akar dalam penyerapan hara dan air (Cruz et al.

2004). Pemanfaatan FMA telah dilaporkan mampu meningkatkan toleransi tanaman terhadap tanah masam (Clark 1997; Cuenca et al. 2001), terhadap cekaman ganda Al dan kekeringan (Hanum 2004), serta mampu bertindak sebagai

bio-remediator pada tanah yang tercemar logam berat seperti tembaga, nikel, seng dan timbal (Shetti et al. 1995; Setiadi 2000).

Keanekaragaman FMA yang berhasil diidentifikasi dari beberapa wilayah di Indonesia cukup bervariasi, namun umumnya didominasi oleh genus Glomus,

Gigaspora, Acaulospora dan Scutellospora. Beberapa jenis FMA indigen tanah Ultisol dari pertanaman padi gogo dan ubi kayu yang berhasil diidentifikasi oleh Iriani (2003), didominasi jenis Glomus etunicatum, Glomus manihotis, Glomus agregatum, Gigaspora margarita dan Acaulospora sp. Jenis-jenis FMA tersebut belum diketahui kompatibilitasnya dengan cabai.

Kompatibilitas antara jenis FMA dan tanaman inang adalah kemampuan kedua simbion menggunakan fungsi simbiosis secara maksimal. Bagi FMA, fungsi tersebut dapat dilihat dari adanya pembentukan dan perkembangan struktur arbuskula vesikula di dalam sel-sel akar. Sementara itu, bagi tanaman inang fungsi tersebut berupa peningkatan pertumbuhan dan hasil (Smith dan Read 1997). Terbentuknya simbiosis antara FMA dan tanaman sangat tergantung pada jenis FMA, genotipe tanaman, dan kondisi tanah serta interaksi ketiganya (Brundrett et al. 1996). Berdasarkan hal tersebut perlu diuji kompatibilitas jenis FMA terhadap cabai pada media tanah Ultisol.

Penelitian ini bertujuan untuk menguji kompatibilitas jenis FMA dan cabai merah. Selain itu, pada penelitian ini juga dilakukan uji Most Probable Number

50

infektif. Jenis FMA yang tingkat kompatibilitasnya paling tinggi terhadap cabai akan digunakan pada percobaan selanjutnya.

Bahan dan Metode Tempat dan Waktu

Penelitian dilaksanakan dalam rumah kaca di kebun percobaan Cikabayan IPB dan berlangsung dari bulan Desember 2005 sampai Juni 2006. Penelitian terdiri atas 2 kegiatan : (1) uji MPN untuk menentukan kualitas sumber inokulum berdasarkan jumlah propagul infektif dan (2) uji kompatibilitas jenis FMA dengan cabai.

Bahan Penelitian

Bahan tanaman yang digunakan terdiri atas 2 genotipe cabai yang mempunyai toleransi berbeda terhadap cekaman Al, yaitu genotipe toleran (PBC 619) dan genotipe peka (Cilibangi 3). Sumber inokulum berupa propagul hasil perbanyakan 4 jenis FMA, yaitu Glomus manihotis, Glomus etunicatum,

Gigaspora margarita dan Acaulospora sp, yang diperoleh dari laboratorium Silvikultur Seameo-Biotrop. Bahan lain yang digunakan adalah sorgum sebagai tanaman inang dalam uji MPN, media tanah Ultisol dari Gajrug, Lebak Banten, zeolit, pupuk urea, SP36, KCl, dan bahan kimia untuk pengamatan kolonisasi CMA.

Metode Penelitian

Uji most probable number (MPN). Penafsiran jumlah propagul infektif FMA menggunakan metode MPN dilakukan terhadap media inokulum hasil perbanyakan 4 jenis FMA, yaitu Glomus manihotis, Glomus etunicatum,

Gigaspora margarita dan Acaulospora sp. Setiap inokulum FMA dibuat menjadi 10 seri pengenceran (9 seri dengan pengenceran dan 1 seri tanpa pengenceran), dan setiap seri terdiri atas 5 ulangan.

Prosedur pembuatan seri pengenceran sebagai berikut : media tanah dari hasil perbanyakan inokulum masing-masing jenis FMA digunakan sebagai contoh tanah yang diuji. Sementara pasir zeolit yang telah disterilkan digunakan sebagai media pengencer. Pengenceran dibuat dengan kelipatan 10 sebanyak 10 seri. Pembuatan seri pengenceran pertama (kelipatan 10-1) dilakukan dengan

mencampur 10 g contoh tanah uji dengan 90 g zeolit. Pembuatan seri pengenceran kedua (kelipatan 10-2) dilakukan dengan mencampur 10 g media (campuran tanah+zeolit) dari pengenceran pertama dengan 90 g zeolit. Pembuatan seri pengenceran ketiga (kelipatan 10-3) dilakukan dengan mencampur 10 g media dari pengenceran kedua dengan 90 g zeolit. Pengenceran dilanjutkan sampai dengan seri pengenceran kesembilan (kelipatan 10-9) dengan cara tersebut. Pembuatan seri tanpa pengenceran (kelipatan 100): contoh tanah uji dari media inokulum diambil sebanyak 100 g tanpa dicampur dengan zeolit.

Uji kompatibilitas jenis FMA dengan cabai. Percobaan ini merupakan percobaan faktorial dengan 2 faktor perlakuan, dan disusun menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) 3 ulangan. Faktor pertama adalah genotipe cabai, yaitu genotipe PBC 619 (toleran Al) dan genotipe Cilibangi 3 (peka Al). Faktor kedua adalah inokulasi FMA dengan Glomus manihotis, G. etunicatum,

Gigaspora margarita,Acaulospora sp dan tanpa FMA. Percobaan ini terdiri atas 2 x 5 x 3 = 30 satuan percobaan.

Model linier rancangan yang digunakan adalah : Yijk = µ + αi + βj + (αβ)ij + εijk

Dimana,

Yijkl = hasil pengamatan dari perlakuan genotipe ke i dan jenis FMA ke j dan

pada ulangan ke k

µ = nilai rataan umum

αi = pengaruh perlakuan genotipe ke i

βj = pengaruh perlakuan jenis FMA ke j

(αβ)ij = pengaruh interaksi antara genotipe ke i dan jenis FMA ke j

εijkl = pengaruh galat percobaan dari perlakuan genotipe ke i dan jenis FMA

ke j pada ulangan ke k

i = 1,2

j = 1, 2, ..., 5 k = 1, 2, 3

Data yang diperoleh diuji secara statistik dengan analisis ragam dan jika menunjukkan pengaruh perlakuan yang nyata, selanjutnya dilakukan uji beda nyata jujur (uji Tukey) pada taraf 5%.

Pelaksanaan Penelitian

Uji most probable number (MPN). Media tanam berupa campuran media uji dengan zeolit steril disiapkan sesuai dengan seri pengenceran. Benih

52

sorgum yang telah berkecambah kemudian dipilih yang sehat dan ditanam sebanyak 1 bibit per pot. Kultur pot tersebut dipelihara di dalam rumah plastik selama 2 bulan. Penyiraman dilakukan secara periodik untuk menjaga kelembaban media. Pemupukan Hyponex (25:5:20) dengan konsentrasi 1 g/l air diberikan setiap minggu sekali melalui penyiraman ke dalam media sebanyak 4 ml/pot.

Uji kompatibilitas jenis FMA dengan cabai. Tanah Ultisol dari lapangan dibersihkan dari kotoran, dikeringanginkan, digemburkan dan diayak dengan ayakan yang berukuran 2 mm. Tanah tersebut kemudian disterilisasi dengan metode basah yang mengacu pada Anas dan Tampubolon (2004). Tanah dimasukkan dalam plastik tahan panas kemudian dikukus dalam autoklaf pada suhu 120 oC selama 2 jam. Sterilisasi dilakukan sebanyak 2 kali dengan selang waktu 1 hari. Tanah steril sebanyak 3 kg dimasukkan ke dalam polibag sebagai media tanam.

Pembibitan cabai dilakukan di tray persemaian yang mempunyai 72 lubang yang berisi media campuran tanah dan pupuk kascing (organik) dengan perbandingan 1:1. Media pembibitan disterilkan terlebih dahulu dengan metode basah. Inokulasi FMA diberikan sebanyak 10 g propagul per lubang ke dalam media pembibitan secara berlapis, yaitu media-inokulum-media. Bibit yang telah berumur 4 minggu setelah benih ditanam, dipindahkan ke dalam polibag sebanyak 1 bibit per polibag, dan kemudian dipelihara selama 2 bulan dalam rumah kaca. Pemeliharaan meliputi pemupukan, penyiraman, dan pengendalian hama penyakit.

Pengamatan

Peubah yang diamati pada uji most probable number (MPN) adalah jumlah propagul infektif yang dihitung berdasarkan prosedur sebagai berikut : infeksi akar diamati menggunakan mikroskop stereo. Jumlah infeksi dari setiap seri pengenceran dicatat dalam tabel pengamatan, bila ada infeksi diberi tanda (+) dan bila tidak ada infeksi diberi tanda (-). Dari tabel pengamatan dipilih tiga seri pengenceran yang terdapat infeksi. Pilihan pertama (P1) adalah seri pengenceran yang jumlah infeksinya tertinggi. Pilihan kedua (P2) dan ketiga (P3) adalah seri pengenceran yang jumlah infeksinya lebih rendah dari P1. Jumlah infeksi dari setiap pilihan di atas digunakan untuk menentukan nilai MPN pada tabel

Halvorson & Ziegler. Nilai MPN tersebut kemudian dikalikan dengan faktor pengencer (kelipatan pengenceran) dari P2 untuk mendapatkan jumlah propagul infektif pada pot kultur dari masing-masing jenis FMA. Jumlah propagul infektif dihitung seperti contoh berikut : jumlah infeksi diketahui untuk P1= 5, P2= 3 dan P3= 1. Dari angka 5,3,1 lihat pada tabel MPN, sehingga diperoleh nilai MPN= 1.1. Nilai MPN dikalikan dengan faktor pengencer pada P2, misalnya 103. Dengan demikian jumlah propagul infektif per gram pada media inokulum sebesar 1.1 x 103 = 1100 propagul/gram.

Pada uji kompatibilitas, pengamatan dilakukan pada umur 8 minggu setelah bibit ditanam terhadap peubah :

1. Derajat infeksi FMA (%). Pengamatan infeksi akar dilakukan di bawah mikroskop stereo terhadap preparat akar yang telah dipersiapkan menggunakan metode pewarnaan dengan Trypan blue (Brundrett et al. 1996). Akar terinfeksi ditandai dengan adanya minimal salah satu dari struktur internal FMA, yaitu hifa internal, arbuskula atau vesikula. Kuantifikasi derajat infeksi FMA menggunakan metode gridline (Kormanik & McGraw 1982) dan dihitung dengan rumus :

Dimana :

Yn =akar yang terinfeksi pada kisi ke-n Xn =akar yang diamati pada kisi ke-n n = banyaknya kisi-kisi

2. Bobot kering akar (g). Penimbangan bobot kering akar dilakukan dengan terlebih dahulu bagian akar dikeringanginkan, kemudian dimasukkan ke dalam oven pada suhu 70oC selama 2-4 hari.

3. Bobot kering tajuk (g). Penimbangan bobot kering tajuk dilakukan dengan terlebih dahulu bagian atas tanaman dikeringanginkan, kemudian dimasukkan ke dalam oven pada suhu 70oC selama 2-4 hari.

4. Nisbah tajuk akar. Dihitung berdasarkan perbandingan bobot kering tajuk dan bobot kering akar.

Yn

Derajat infeksi FMA (%) = X 100% ∑Xn

54

Hasil dan Pembahasan Jumlah Propagul Infektif

Penggunaan propagul sebagai sumber inokulum banyak dipilih karena lebih praktis dan mudah dalam aplikasinya dibandingkan menggunakan spora atau hifa saja. Propagul FMA terdiri atas campuran spora, hifa, struktur arbuskula dan vesikula, akar terinfeksi serta media. Inokulum FMA dapat diperbanyak menggunakan pot atau bak plastik. Kualitas dari inokulum hasil perbanyakan dapat dilihat dari banyaknya jumlah propagul infektif yang terdapat dalam inokulum tersebut (Doud et al. 2005).

Jumlah propagul infektif terlihat berbeda antar inokulum FMA (Tabel 16).

Inokulum FMA jenis Gigaspora margarita mempunyai jumlah propagul infektif yang sama dengan Glomus etunicatum dan Glomus manihotis, namun lebih baik dibandingkan Acaulospora sp. Jumlah propagul infektif pada inokulum

Gigaspora margarita mencapai 223.3 unit propagul/g media inokulum, sementara inokulum Acaulospora sp hanya mencapai 91.7 unit propagul/g media inokulum. Perbedaan jumlah propagul infektif dapat disebabkan karena kecepatan pertumbuhan FMA yang berbeda (Clark 1997) dan kesesuaian dengan tanaman inangnya (Doud et al. 2005). Standar baku penentuan jumlah propagul infektif sebagai kriteria kualitas inokulum belum ada. Selama ini kualitas inokulum yang diproduksi hanya berdasarkan kriteria umum, diantaranya mampu menghasilkan kolonisasi akar dan jumlah propagul yang tinggi, bebas dari organisme lain yang bersifat patogen dan efektif meningkatkan pertumbuhan tanaman inang (Anas & Tampubolon 2004).

Tabel 16. Perbedaan jumlah propagul infektif pada beberapa inokulum FMA

Inokulum FMA Jumlah propagul infektif

(unit propagul/g media inokulum)

Glomus manihotis 128.3 ab

Glomus etunicatum 176.7 ab

Gigaspora margarita 223.3 a

Acaulospora sp 91.7 b

Keterangan : angka yang diikuti huruf berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata menurut uji Tukey pada taraf 5%

Kompatibilitas Jenis FMA dengan Genotipe Cabai

Derajat infeksi FMA. Kemampuan menginfeksi akar oleh FMA dilihat dari derajat infeksi pada akar tanaman inang. Secara umum semua jenis FMA yang diuji mampu menginfeksi akar tanaman cabai, namun tingkat kemampuannya dipengaruhi oleh perbedaan genotipe cabai. Pada genotipe toleran, kemampuan menginfeksi akar tidak berbeda antara jenis FMA (Tabel 17). Sementara pada genotipe cabai yang peka, kemampuan menginfeksi akar oleh FMA terlihat lebih bervariasi, bahkan cenderung menurun dibandingkan dengan genotipe toleran.

Pada genotipe peka, kemampuan menginfeksi jenis FMA Gigaspora margarita lebih tinggi dan berbeda nyata dibandingkan jenis FMA Acaulospora

sp. Walaupun tidak terdapat perbedaan kemampuan menginfeksi jenis FMA pada genotipe toleran, namun jenis FMA Gigaspora margarita cenderung memperlihatkan kemampuan menginfeksi tertinggi seperti pada genotipe peka. Kemampuan menginfeksi Gigaspora margarita yang tertinggi pada kedua genotipe cabai menunjukkan adanya kesesuaian antara kedua simbion tersebut. Kecenderungan penurunan derajat infeksi FMA pada genotipe peka disebabkan oleh adanya tekanan cekaman Al dari media tanah ultisol yang digunakan. Efek buruk cekaman Al lebih terlihat pada genotipe peka dibandingkan genotipe toleran, sehingga mempengaruhi suplai energi untuk FMA. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan menginfeksi FMA selain dipengaruhi oleh jenis FMA dan genotipe tanaman, juga dipengaruhi oleh kondisi tanahnya.

Tabel 17. Derajat infeksi berbagai jenis FMA pada akar cabai

Genotipe cabai Jenis FMA Derajat infeksi pada akar

(%)

PBC 619 Glomus manihotis 79.70 ab

(toleran) Glomus etunicatum 94.76 a

Gigaspora margarita 97.11 a

Acaulospora sp 89.76 a

Cilibangi 3 Glomus manihotis 45.22 ab

(peka) Glomus etunicatum 78.37 ab

Gigaspora margarita 95.30 a

Acaulospora sp 32.64 b

Keterangan : angka yang diikuti huruf berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata menurut uji Tukey pada taraf 5%

56

Komponen pertumbuhan cabai. Perbedaan genotipe cabai mempengaruhi kemampuan jenis FMA dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman cabai pada media tanah ultisol. Hal ini ditunjukkan dengan adanya pengaruh interaksi antara genotipe cabai dan jenis FMA terhadap bobot kering akar dan bobot kering tajuk (Tabel 18). Sementara itu, nisbah tajuk-akar lebih dipengaruhi oleh faktor tunggal genotipe cabai.

Tabel 18. Nilai kuadrat tengah dari hasil analisis ragam pengaruh genotipe cabai dan jenis FMA pada bobot kering akar, bobot kering tajuk dan nisbah tajuk-akar

Nilai kuadrat tengah pada variabel pengamatan:

Sumber keragaman Bobot kering

akar Bobot kering tajuk Nisbah tajuk/akar Genotipe cabai (G) 0.817 ** 2.779 ** 1.417 * Jenis FMA (M) 0.193 ** 1.532 ** 0.043 tn Interaksi G x M 0.073 ** 0.798 * 0.020 tn

Keterangan : * = berpengaruh nyata; ** = berpengaruh sangat nyata; tn = tidak nyata

Tanggap genotipe toleran terhadap inokulasi FMA terlihat berbeda hanya pada bobot kering akar, sedangkan pada bobot kering tajuk tidak ada perbedaan (Tabel 19). Inokulasi Gigaspora margarita pada genotipe toleran mampu meningkatkan bobot kering akar secara nyata dibandingkan tanpa FMA, namun bobot kering akar yang dihasilkan tidak berbeda dengan jenis FMA lainnya. Sementara pada genotipe peka, inokulasi FMA mampu meningkatkan bobot kering akar maupun tajuk, kecuali jenis FMA Acaulospora sp terlihat tidak berbeda dengan tanpa FMA. Secara umum, diantara jenis FMA yang diuji,

Gigaspora margarita memberikan manfaat tertinggi pada kedua genotipe cabai. Nilai nisbah tajuk-akar ditentukan oleh pertumbuhan akar dan tajuk tanaman, apabila akar tumbuh dengan baik umumnya akan diikuti dengan pertumbuhan tajuk yang baik. Nisbah tajuk-akar menunjukkan keseimbangan pertumbuhan kedua bagian tanaman tersebut. Genotipe toleran menghasilkan nisbah tajuk-akar yang lebih rendah dibandingkan genotipe peka. Penurunan bobot kering akar yang tinggi akibat cekaman Al dari media tanah ultisol menyebabkan nisbah tajuk-akar pada genotipe peka meningkat.

Tabel 19. Perbedaan bobot kering akar, bobot kering tajuk dan nisbah tajuk-akar pada genotipe cabai yang diinokulasi berbagai jenis FMA.

Genotipe

cabai Jenis FMA

Bobot kering akar (g) Bobot kering tajuk (g) Nisbah tajuk/akar

Toleran Tanpa FMA 0.86 bc 2.33 a 2.69

Glomus manihotis 0.97 abc 2.57 a 2.73

Glomus etunicatum 1.07 ab 2.82 a 2.67

Gigaspora margarita 1.14 a 2.94 a 2.60

Acaulospora sp 1.03 abc 2.77 a 2.71

Peka Tanpa FMA 0.33 d 0.97 b 3.31

Glomus manihotis 0.90 abc 2.81 a 3.08

Glomus etunicatum 0.78 c 2.38 a 3.03

Gigaspora margarita 0.95 abc 2.82 a 2.95

Acaulospora sp 0.45 d 1.40 b 3.19

Keterangan : angka yang diikuti huruf berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata menurut uji Tukey pada taraf 5%

Kompatibilitas jenis FMA dengan genotipe cabai tidak terlepas dari infektivitas dan efektivitasnya. Infektivitas FMA ditunjukkan dari kemampuan FMA menginfeksi akar tanaman cabai. Kemampuan menginfeksi FMA pada genotipe toleran cenderung lebih tinggi dibandingkan pada genotipe peka, namun kemampuannya lebih bervariasi pada genotipe peka. Jenis FMA Gigaspora margarita menghasilkan derajat infeksi tertinggi pada kedua genotipe cabai.

Manfaat yang diperoleh tanaman cabai dari inokulasi FMA akan menentukan efektifitas FMA. Jenis FMA Gigaspora margarita, Glomus manihotis dan Glomus etunicatum efektif meningkatkan bobot kering akar dan tajuk pada genotipe peka. Sementara pada genotipe toleran, hanya Gigaspora margarita yang efektif meningkatkan bobot kering akar.

Simpulan

Jumlah propagul infektif pada media inokulum berkisar antara 91.7 sampai 223.3 unit propagul/g media inokulum. Perbedaan genotipe cabai mempengaruhi kemampuan jenis FMA pada derajat infeksi akar, bobot kering akar dan bobot kering tajuk. Berdasarkan kemampuan infeksi dan keefektivannya, jenis FMA

58

DAFTAR PUSTAKA

Setiadi Y. 2000. Status penelitian pemanfaat cendawan mikoriza arbuskula untuk merehabilitasi lahan terdegradasi. hlm 11-23. Di dalam: Setiadi Y et al., editor. Prosiding Seminar Nasional Mikoriza I. Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam.

Shetty KG, Hetrick BAD, Schwab AP. 1995. Effects of mycorrhizae and fertilizer amandments on zink tolerance of plant. Environ Pollut 88(195): 307-314.

INOKULASI FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA

Dokumen terkait