• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.3 Skin Analyzer

2.4.2 Komponen nanoemulsi dan nanoemulsi gel

Umumnya sediaan nanoemulsi memiliki komponen yang digunakan seperti minyak, surfaktan, dan kosurfaktan. Pemilihan eksipien dalam nanoemulsi tidak boleh mengiritasi dan sensitif terhadap kulit khususnya. Minyak merupakan komponen penting dalam formulasi nanoemulsi karena dapat melarutkan bahan aktif lipofilik. Surfaktan non ionik umumnya digunakan karena memiliki toksisitas yang rendah dibandingkan dengan surfaktan ionik.

Kebanyakan kasus, penggunaan surfaktan saja tidak cukup mampu mengurangi tegangan antar muka antara minyak dengan air, sehingga dibutuhkan kosurfaktan untuk membantu menurunkan tegangan antar muka. Penambahan kosurfaktan selain dapat menurunkan tegangan antar muka minyak dengan air, juga dapat meningkatkan fluiditas pada antar muka sehingga dapat meningkatkan entropi sistem. Kosurfaktan juga dapat meningkatkan mobilitas ekor hidrokarbon sehingga penetrasi minyak pada bagian ekor menjadi lebih besar (Gupta, et al., 2010).

2.4.2.1 Surfaktan

Bahan pengemulsi (surfaktan) menstabilkan dengan cara menempati antar permukaan antara tetesan dan fase eksternal, dan dengan membuat batas fisik di sekeliling partikel yang akan berkoalesensi. Surfaktan juga mengurangi tegangan antar permukaan fase, sehingga meningkatkan proses emulsifikasi selama pencampuran (Ditjen POM, 1985). Ada empat jenis surfaktan berdasarkan ionisasinya dalam larutan air yaitu anionik, kationik, nonionik, dan amfoterik (Rowe, et al., 2009).

Surfaktan anionik adalah molekul yang bermuatan negatif pada gugus hidrofilik atau aktif permukaan (surface-active), seperti gugus karboksilat sulfat atau sulfonat. Secara luas, surfaktan ini banyak digunakan karena harganya yang murah. Namun, surfaktan ini dapat menyebabkan iritasi dan toksik sehingga hanya digunakan untuk sediaan luar. Surfaktan ini hanya menghasilkan emulsi a/m. Contoh surfaktan ionik yaitu: garam Na, K, atau ammonium dari asam lemak rantai panjang seperti sodium stearat, sodium lauril sulfat dan sebagainya (Rowe, et al., 2009).

Surfaktan kationik adalah senyawa yang bermuatan positif pada gugus hidrofiliknya atau bagian aktif permukaan (surface-active). Contohnya surfaktan kationik yaitu: cetrimide, cetrimonium bromide benzalkonium klorida dan quarternery amonium salt (QUAT) (Rowe, et al., 2009).

Surfaktan amfoterik adalah surfaktan yang bermuatan positif dan negatif pada molekulnya, dimana muatannya bergantung kepada pH. Pada pH rendah akan bermuatan negatif dan pada pH tinggi akan bermuatan positif (Rowe, et al., 2009).

Surfaktan nonionik adalah surfaktan yang tidak bermuatan atau tidak terjadi ionisasi molekul. Sifat hidrofilik disebabkan karena keberadaan gugus oksigen eter atau hidroksil. Surfaktan nonionik mempunyai kemampuan melarutkan senyawa yang kurang larut dan memiliki toksisitas rendah. Contoh surfaktan nonionik yaitu: glikol dan gliserol ester, sorbitan ester, polisorbat, PEG, poloxalkol (Rowe, et al., 2009).

Tween 80 atau polisorbat 80 merupakan surfaktan nonionik yang memiliki toksisitas rendah sehingga dapat digunakan untuk penggunaan oral dan parenteral.

Tween 80 berbentuk cairan berwarna kuning dan berbau khas lemah. Tween 80 memiliki bobot jenis 1,08g/cm3 dan nilai HLB 15. Tween 80 larut dalam etanol dan air. Selain itu, tidak larut dalam minyak mineral dan minyak nabati.

Dalam sediaan farmasetik tween 80 digunakan sebagai agen pengemulsi, surfaktan nonionik, solubilisator, pembasah, dan agen pensuspensi atau pendispersi (Rowe, et al., 2009). Salah satu keuntungannya adalah dapat digunakan sebagai zat tambahan makanan dan secara luas digunakan dalam

kosmetik dan beberapa formulasi sediaan farmasi (Rowe, et al., 2009). Rumus bangun tween 80 dapat dilihat pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2 Rumus bangun tween 80 (Rowe, et al., 2009).

2.4.2.2 Kosurfaktan

Kosurfaktan merupakan molekul kecil bersifat amfifilik, sebuah alkohol rantai pendek hingga medium (C2-C10). Surfaktan dalam keadaan sendiri tidak dapat menurunkan tegangan antarmuka air-minyak secara cukup untuk menghasilkan sebuah emulsi yang sangat kecil. Penambahan kosurfaktan dapat membantu menghasilkan tegangan antarmuka mendekati nol. Tegangan antarmuka yang mendekati nol mengakibatkan diameter globul menjadi sangat kecil. Secara luas molekul yang dapat berfungsi sebagai kosurfaktan meliputi surfaktan nonionik, alkohol, asam alkanoat, alkanediol dan alkil amina (Rowe, et al., 2009).

Sorbitol atau D-Glucitol merupakan isomer dari manitol. Sorbitol tidak berbau, putih atau hampir tidak berwarna, berbentuk krital hablur, serbuk higroskopis. Sorbitol tersedia dalam berbagai macam tingkat dan bentuk polimorf seperti granul, serpihan atau butiran yang lebih dapat mengurangi caking dari pada bentuk serbuk. Sorbitol mempunyai bau yang sedap, rasa menyegarkan dan rasa yang manis serta memiliki lebih kurang 50-60% dari tingkat kemanisan sukrosa (Rowe, et al., 2009). Rumus bangun sorbitol dapat dilihat pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3 Rumus bangun sorbitol (Rowe, et al., 2009).

2.4.2.3 Carboxymethyl celluose (CMC)

CMC (Carboxymethylcellulose) merupakan polimer anion dengan berbagai tingkatan yang dibedakan berdasarkan berat molekul dan derajat substansi. Karakteristik gel yang dihasilkan seperti konsistensi dan viskositas tergantung pada konsentrasi polimer dan berat molekulnya (Lachman, dkk., 1994). CMC dapat mengendap pada pH dibawah 2, stabil pada pH 2 hingga 10 dengan stabilitas maksimum pada pH 7 hingga 9.

CMC tidak dapat bercampur dengan alkohol. CMC sebagai gelling agent akan membentuk gel yang termasuk dalam klasifikasi hidrogel. Hidrogel merupakan bahan yang terdispersi sebagai koloid atau larut dalam air. CMC larut air pada semua temperatur. CMC banyak digunakan dalam sediaan oral maupun topikal dengan tujuan utama untuk meningkatkan viskositas. CMC juga dapat meningkatkan daya lekat gel pada kulit. Sebagai agen pembentuk gel, dapat digunakan CMC dengan konsentrasi 3-6% (Rowe, et al., 2009). Rumus bangun CMC dapat dilihat pada Gambar 2.4.

Gambar 2.4 Rumus bangun CMC (Rowe, et al., 2009)

2.4.2.4 Pengawet

Pengawet adalah bahan yang dapat mengawetkan kosmetika dalam jangka waktu selama mungkin agar dapat digunakan lebih lama. Pengawet bersifat anti mikroba sehingga kosmetik menjadi stabil, misalnya metil paraben, propil paraben, borax (Lachman, dkk., 1994). Aktivitas antimikroba propil paraben ditunjukkan pada pH antara 4-8. Bahan ini secara luas digunakan sebagai bahan pengawet dalam kosmetik, makanan, dan produk farmasetika. Penggunaan kombinasi paraben dapat meningkatkan aktivitas antimikroba. Bahan ini sangat larut dalam aseton, eter, dan minyak; mudah larut dalam etanol dan metanol;

sangat sedikit larut dalam air. Dalam sediaan topikal, konsentrasi yang umum digunakan adalah 0,01-0,6%. Metil paraben dapat digunakan sendiri maupun dikombinasi dengan jenis paraben lain. Efektifitas pengawet ini pada rentang pH 4-8. Dalam sediaan topikal, konsentrasi yang umum digunakan adalah 0,02-0,3%.

Bahan ini larut dalam air panas 800C (1:30), etanol 95%, eter (1:10), dan metanol (Rowe, et al., 2009).

Dokumen terkait