• Tidak ada hasil yang ditemukan

TESIS FORMULASI MINYAK SAWIT OLEIN MERAH DAN UJI AKTIVITAS SKIN ANTI-AGING DALAM SEDIAAN NANOEMULSI DAN NANOEMULSI GEL OLEH: FEBIA SARI NIM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "TESIS FORMULASI MINYAK SAWIT OLEIN MERAH DAN UJI AKTIVITAS SKIN ANTI-AGING DALAM SEDIAAN NANOEMULSI DAN NANOEMULSI GEL OLEH: FEBIA SARI NIM"

Copied!
121
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

FORMULASI MINYAK SAWIT OLEIN MERAH

DAN UJI AKTIVITAS SKIN ANTI-AGING DALAM SEDIAAN NANOEMULSI DAN NANOEMULSI GEL

OLEH:

FEBIA SARI NIM 157014008

PROGRAM STUDI MAGISTER FARMASI FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2018

(2)

FORMULASI MINYAK SAWIT OLEIN MERAH

DAN UJI AKTIVITAS SKIN ANTI-AGING DALAM SEDIAAN NANOEMULSI DAN NANOEMULSI GEL

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Magister dalam Ilmu Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH:

FEBIA SARI NIM 157014008

PROGRAM STUDI MAGISTER FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2018

(3)

LEMBAR PERSETUJUAN TESIS

FORMULASI MINYAK SAWIT OLEIN MERAH

DAN UJI AKTIVITAS SKIN ANTI-AGING DALAM SEDIAAN NANOEMULSI DAN NANOEMULSI GEL

OLEH : FEBIA SARI NIM 157014008

Medan,Juli2018 Menyetujui:

Komisi Pembimbing, Komisi Penguji,

Dr. Sumaiyah, S.Si.,M.Si., Apt. Prof. Dr. Urip Harahap., Apt.

NIP 197712262008122002 NIP 195301011983031004

Dr. Ir. Donald Siahaan Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si.,Apt.

NIK2001196489012 NIP 195807101986012001

Dr. Sumaiyah, S.Si.,M.Si., Apt.

NIP 197712262008122002

Dr. Ir. Donald Siahaan NIK2001196489012

Mengetahui: Disahkan oleh:

Ketua Program Studi, Dekan,

Prof. Dr. Urip Harahap., Apt. Prof. Dr. Masfria, M.S., Apt.

NIP 195301011983031004 NIP 195707231986012001

(4)

LEMBAR PENGESAHAN TESIS

Nama Mahasiswa : Febia Sari Nomor Induk Mahasiswa : 157014008

Program Studi : Magister Farmasi

Judul Tesis : Formulasi Minyak Sawit Olein Merah dan Uji Aktivitas Skin Anti-Aging dalam Sediaan Nanoemulsi dan Nanoemulsi Gel

Telah diuji dan dinyatakan LULUS di depan TIM penguji pada hari Senin tanggal dua puluh tiga bulan Juli tahun dua ribu delapan belas

Mengesahkan Tim Penguji Tesis

Ketua Tim Penguji Tesis : Dr. Sumaiyah, S.Si., M.Si., Apt.

Sekretaris Penguji Tesis : Dr. Ir. Donald Siahaan Anggota Tim Penguji Tesis : Prof. Dr. Urip Harahap., Apt.

Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt.

(5)

SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama Mahasiswa : Febia Sari Nomor Induk Mahasiswa : 157014008 Program Studi : Magister Farmasi

Judul Tesis : Formulasi minyak sawit olein merah dan uji aktivitas skin anti-aging dalam sediaan nanoemulsi dan nanoemulsi gel

Dengan ini menyatakan tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri bukan plagiat dan apabila dikemudian hari diketahui tesis saya tersebut plagiat karena kesalahan saya sendiri maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi Magister Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. Saya tidak akan menuntut pihak manapun atas perbuatan saya tersebut.

Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan sehat.

Medan, Juli 2018

Yang membuat pernyataan

Febia Sari NIM 157014008

(6)

KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim,

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat, rahmat dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul

“Formulasi Minyak Sawit Olein Merah dan Uji Aktivitas Skin Anti-Aging dalam Sediaan Nanoemulsi Dan Nanoemulsi Gel”.

Selama menyelesaikan penelitian dan tesis ini penulis telah banyak mendapatkan bantuan dan dorongan dari berbagai pihak, baik moril maupun materil. Untuk itu penulis ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Rektor Prof. Dr. Runtung, SH., M.Hum.,Selaku Rektor Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan Program Studi Magister.

2. Ibu Prof. Dr. Masfria, M.S., Apt.,Selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, yang telah menyediakan fasilitas kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan Program Studi Magister di Fakultas Farmasi.

3. Bapak Prof. Dr. Urip Harahap, Apt., selaku Ketua Program Studi Magister Farmasi dan Ibu Prof. Dr. Rosidah,M.Si., Apt.,selaku Sekretaris Program Studi Magister Farmasi yang telah banyak memberikan motivasi dan bimbingan sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikanini.

4. Bapak(Alm) Dr. KasmirulRamlanSinaga, M.S., Apt., Dr. Sumaiyah, S.Si., M.Si.,Apt., danDr. Ir. Donald Siahaan, selaku ketua dan anggota komisi pembimbing yang telah banyak membantu memberikan saran, koreksi dan bimbingan kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

(7)

5. BapakProf. Dr. Urip Harahap, Apt., dan Ibu Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt., selaku ketua dan anggota komisi penguji yang telah banyak memberikan saran, dan koreksi kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

6. Ayahanda Abdullah Hasan, S.P dan Ibunda Rita, S.Pdyang telah membesarkan, merawat dan mendidik penulis sejak kecil.

7. Suami tercintaArifuddin, S.Kom, yang telah memberikan semangat, kasih sayang dan doa untuk terus berkarya.

8. Bapak Ahmad Gazali Sofwan Sinaga, M.Si., Apt.,dan rekan-rekan sesama peneliti di Laboratorium OleoPangan Kelti PAHAM, Pusat Penelitian Kelapa Sawit Sumatera Utara dan LaboratoriumKosmetologi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara atas kerjasama dan bantuan selama penulis menuntaskan penelitian yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

9. Semua pihak yang telah membantu penyelesaian tesis ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih banyak kekurangan dan perlu mendapatkan masukan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis berharap adanya kritik dan saran membangun demi kesempurnaan tesis ini.

Medan, Juli 2018 Penulis,

Febia Sari

(8)

FORMULASI MINYAK SAWIT OLEIN MERAH

DAN UJI AKTIVITAS SKIN ANTI-AGING DALAM SEDIAAN NANOEMULSI DAN NANOEMULSI GEL

ABSTRAK

Minyak sawit olein merah merupakan produk turunan kelapa sawit yang mengandung berbagai jenis antioksidan tinggi seperti karotenoid, vitamin E, dan skualen. Senyawa antioksidan berfungsi sebagai penangkal radikal bebas, sehingga di dalam tubuh dapat melindungi dari berbagai macam penyakit degeneratif dan memperlambat proses penuaan (aging). Minyak sawit olein merah dapat dikembangkan menjadi sediaan nanoemulsi yang memiliki kelebihan dapat bekerja lebih cepat menembus ke permukaan kulit.

Pembuatan nanoemulsi dan nanoemulsi gel dimulai dengan variasi perbandingan konsentrasi surfaktan dan kosurfaktan. Pembuatan nanoemulsi dan nanoemulsi gel menggunakan variasi konsentrasi minyak sawit olein merah 5%, 10%, dan 15%, penggunaan surfaktan dan kosurfaktan yang tepat yaitu 40:20 dimana membentuk sediaan yang stabil. Evaluasi sediaan nanoemulsi dan nanoemulsi gel meliputi pengamatan organoleptis, tipe emulsi, pH, bobot jenis, viskositas, ukuran partikel menggunakan alat particle size analyzer (PSA), sentrifugasi, pengujian iritasi, efektivitas anti-aging (kadar air, ukuran pori, jumlah noda, jumlah keriput, sensitivitas) dilakukan dengan cara pengolesan setiap dua kali sehari hingga merata yaitu pagi dan malam hari selama 4 minggu pemakaian menggunakan skin-analyzer.

Hasil penelitian yang diperoleh dari penggunaan minyak sawit olein merah dapat diformulasikan sebagai sediaan nanoemulsi dan nanoemulsi gel yang stabil selama penyimpanan 12 minggu pada suhu kamar, dan sediaan tersebut aman digunakan karena tidak menyebabkan iritasi pada kulit karena pH yang didapatkan masih dalam range kulit yaitu 4,5-8,0. Sediaan nanoemulsi minyak sawit olein merah dengan konsentrasi 5% memiliki ukuran partikel yang kecil dan konsentrasi 15% paling efektif terhadap aktivitas skin anti-aging wrinkle (kerutan). Sediaan nanoemulsi minyak sawit olein merah memiliki aktivitas skin anti-aging yang lebih baik karena memiliki ukuran partikel yang kecil sekitar 67,64 nm daripada sediaan nanoemulsi gel.

Kata kunci: minyak sawit olein merah, nanoemulsi, nanoemulsi gel, anti-aging.

(9)

FORMULATION OF RED PALM OLEIN AND SKIN ANTI-AGING ACTIVITIES TEST IN NANOEMULSION AND NANOEMULSION GEL

ABSTRACT

Red palm olein is a palm oil derivative product that contains various types of high antioxidants such as carotenoids, vitamin E, and squalene. Antioxidant compounds function as an antidote to free radicals, so that in the body can protect from various kinds of degenerative diseases and slow down the aging process.

Red palm olein can be developed into nanoemulsion preparations that have the advantage of being able to work faster penetrate to the surface of the skin.

The preparation of nanoemulsion and nanoemulsion gel begins with various concentrations ratio of surfactant and cosurfactant. The preparation of nanoemulsion and nanoemulsion gel used variation concentrations of red palm olein 5%, 10%, and 15%, the proper used of surfactant and cosurfactant was 40:20 which forms a stable preparation. Evaluation of nanoemulsion and nanoemulsion gel preparation included organoleptic observation, emulsion type, pH, specific gravity, viscosity, particle size used particle size analyzer (PSA), centrifugation, irritation testing, anti-aging effectiveness (moisture content, pore size, number of stains, the amount of wrinkles, sensitivity) was done by applied every two times a day until evenly distributed in the morning and night for 4 weeks used skin- analyzer.

The results showed from the used of red palm olein can be formulated as a preparation of nanoemulsion and gel nanoemulsion which was stable during 12 weeks storage at room temperature, and the preparation was safe to used because it did not cause skin irritation because the pH obtained was still in the skin range of 4.5-8.0. The preparation of red palm olein nanoemulsion with a concentration of 5% has a small particle size and 15% concentration was most effective against the activity of skin anti-aging wrinkle (wrinkles). The preparation of red palm olein nanoemulsion has better skin anti-aging activity because it has a small particle size of about 67.64 nm than the nanoemulsion gel preparation.

Keywords: red palm olein, nanoemulsion, nanoemulsion gel, anti-aging.

(10)

DAFTAR ISI

JUDUL ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

LEMBAR PERSETUJUAN ... iii

LEMBAR PENGESAHAN ... iv

SURAT PERNYATAAN ... v

KATA PENGANTAR ... vi

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 6

1.3 Hipotesis ... 6

1.4 Tujuan Penelitian ... 7

1.5 Manfaat Penelitian ... 7

1.6 Kerangka Pikir Penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1 Kulit dan Fungsi Kulit ... 9

2.1.1 Anatomi dan fisiologi kulit ... 10 Halaman

(11)

2.1.3 Jenis-jenis kulit ... 12

2.2 Penuaan kulit ... 13

2.2.1 Penyebab penuaan ... 13

2.2.2 Tanda-tanda penuaan ... 15

2.2.3 Anti-Aging ... 16

2.3 Skin Analyzer ... 17

2.4 Nanoemulsi ... 18

2.4.1 Metode pembentukan nanoemulsi ... 20

2.4.2 Komponen nanoemulsi ... 21

2.4.2.1 Surfaktan ... 22

2.4.2.2 Kosurfaktan ... 24

. 2.4.2.3 Carboxyl methyl cellulose (CMC) ... 25

2.4.2.4 Pengawet ... 26

2.5 Kelapa Sawit ... 26

2.5.1 Minyak sawit olein merah ... 28

2.5.2 Manfaat minyak sawit olein merah ... 30

2.6 Kerangka Teori Penelitian ... 31

BAB III METODE PENELITIAN ... 32

3.1 Alat dan Bahan ... 32

3.1.1 Alat ... 32

3.1.2 Bahan ... 32

3.2 Sukarelawan ... 33

3.3 Pembuatan Nanoemulsi Minyak Sawit Olein Merah ... 33 3.4 Pembuatan Sediaan Nanoemulsi Gel Minyak Sawit

(12)

3.5 Karakterisasi Fisik Sediaan dan Stabilitas ... 36

3.5.1 Pengamatan organoleptik ... 36

3.5.2 Pemeriksaan tipe nanoemulsi ... 36

3.5.3 Pengukuran pH ... 37

3.5.4 Penentuan bobot jenis ... 37

3.5.5 Penentuan viskositas ... 38

3.5.6 Pengujian distribusi ukuran partikel nanoemulsi dan nanoemulsi gel ... 38

3.5.7 Uji sentrifugasi ... 38

3.6 Pengujian Iritasi Terhadap Sukarelawan ... 38

3.7 Pengujian Efektifitas Anti-Aging dengan Skin Analyzer ... 39

3.8 Analisis Data ... 40

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 41

4.1 Karakterisasi Fisik Sediaa dan Stabilitas ... 41

4.1.1 Organoleptik ... 41

4.1.2 Tipe nanoemulsi ... 43

4.1.3 Pengukuran pH sediaan ... 44

4.1.4 Bobot jenis ... 45

4.1.5 Viskositas ... 46

4.1.6 Hasil penentuan ukuran partikel nanoemulsi dan nanoemulsi gel ... 47

4.1.7 Sentrifugasi ... 49

4.2 Iritasi Terhadap Kulit Sukarelawan ... 50

4.3 Aktivitas Anti-aging Terhadap Sukarelawan ... 51

4.3.1 Kadar air ... 51

(13)

4.3.2 Pori ... 54

4.3.3 Noda ... 58

4.3.4 Kerutan ... 61

4.3.5 Sensitivitas ... 64

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 67

5.1 Kesimpulan ... 67

5.2 Saran ... 67

DAFTAR PUSTAKA ... 68

LAMPIRAN ... 72

(14)

DAFTAR TABEL

Tabel

3.1 Formula nanoemulsi pada penelitian (Arifianti, 2012) ... 33

3.2 Formula nanoemulsi yang telah dimodifikasi ... 34

3.3 Komposisi basis gel untuk nanoemulsi gel ... 36

3.4 Komposisi bahan dalam sediaan nanoemulsi gel ... 36

4.1 Data pengamatan organoleptik nanoemulsi dan nanoemulsi gel selama penyimpanan 12 minggu ... 42

4.2 Data penentuan bobot jenis nanoemulsi dan nanoemulsi gel ... 46

4.3 Ukuran partikel stabilitas sediaan nanoemulsi selama 12 minggu ... 48

4.4 Ukuran partikel stabilitas sediaan nanoemulsi gel selama 12 minggu ... 48

4.5 Nilai rata-rata % kadar air nanoemulsi pada kulit wajah Sukarelawan selama 4 minggu ... 52

4.6 Nilai rata-rata % kadar air nanoemulsi gel pada kulit wajah Sukarelawan selama 4 minggu ... 52

4.7 Nilai rata-rata % pori nanoemulsi pada kulit wajah Sukarelawan selama 4 minggu ... 52

4.8 Nilai rata-rata % pori nanoemulsi gel pada kulit wajah Sukarelawan selama 4 minggu ... 52

4.9 Nilai rata-rata % noda nanoemulsi pada kulit wajah Sukarelawan selama 4 minggu ... 52

4.10 Nilai rata-rata % noda nanoemulsi gel pada kulit wajah Sukarelawan selama 4 minggu ... 52 4.11 Nilai rata-rata % keriput nanoemulsi pada kulit wajah

Halaman

(15)

4.12 Nilai rata-rata % keriput nanoemulsi gel pada kulit wajah Sukarelawan selama 4 minggu ... 52 4.13 Nilai rata-rata % sensitivitas nanoemulsi pada kulit wajah Sukarelawan selama 4 minggu ... 52 4.14 Nilai rata-rata % sensitivitas nanoemulsi gel pada kulit

wajah sukarelawan selama 4 minggu ... 52

(16)

DAFTAR GAMBAR

Gambar

1.1 Kerangka pikir penelitian ... 8

2.1 Struktur kulit ... 10

2.2 Rumus bangun tween 80 ... 24

2.3 Rumus bangun sorbitol ... 25

2.4 Rumus bangun CMC ... 26

2.5 Bagian buah tanaman kelapa sawit ... 28

2.6 Minyak sawit olein merah ... 30

2.7 Kerangka teori penelitian ... 31

4.1 Sediaan nanoemulsi minyak sawit olein merah pada awal pembuatan Blanko, 5%(F1), 10%(F2), 15%(F3) ... 41

4.2 Sediaan nanoemulsi minyak sawit olein merah setelah 12 minggu penyimpanan Blanko, 5%(F1), 10%(F2), 15%(F3) ... 41

4.3 Sediaan nanoemulsi gel minyak sawit olein merah pada awal pembuatan Blanko, 5%(F1), 10%(F2), 15%(F3) ... 42

4.4 Sediaan nanoemulsi gel minyak sawit olein merah setelah 12 minggu penyimpanan Blanko, 5%(F1), 10%(F2), 15%(F3) ... 43

4.5 Tipe emulsi sediaan nanoemulsi minyak sawit olein merah ... 43

4.6 Tipe emulsi sediaan nanoemulsi gel minyak sawit olein merah ... 44

4.7 Perubahan pH sediaan nanoemulsi setelah 12 minggu penyimpanan ... 45

4.8 Perubahan pH sediaan nanoemulsi gel setelah 12 minggu penyimpanan ... 45 4.9 Pengaruh lama penyimpanan terhadap viskositas

Halaman

(17)

4.10 Pengaruh lama penyimpanan terhadap viskositas nanoemulsi

gel ... 47

4.11 Sentrifugasi nanoemulsi minyak sawit olein merah selama 5 jam ... 49

4.12 Hasil sentrifugasi nanoemulsi gel minyak sawit olein merah selama 5 jam ... 50

4.13 Kadar air nanoemulsi minyak sawit olein merah selama 4 minggu ... 51

4.14 Kadar air nanoemulsi gel minyak sawit olein merah selama 4 minggu ... 53

4.15 Pengukuran % pori nanoemulsi selama 4 minggu ... 55

4.16 Pengukuran % pori nanoemulsi gel selama 4 minggu ... 57

4.17 Pengukuran % noda nanoemulsi selama 4 minggu ... 59

4.18 Pengukuran % noda nanoemulsi gel selama 4 minggu ... 60

4.19 Pengukuran % kerutan nanoemulsi selama 4 minggu ... 62

4.20 Pengukuran % kerutan nanoemulsi gel selama 4 minggu . 63

4.21 Pengukuran % sensitivitas nanoemulsi selama 4 minggu . 64

4.22 Pengukuran % sensitivitas nanoemulsi gel selama 4 minggu ... 66

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1 Surat permohonan izin penelitian ... 72 2 Surat rekomendasi persetujuan etik penelitian kesehatan .. 73 3 Surat pernyataan persetujuan (informed consent) ... 74 4 Bagan alir pembuatan nanoemulsi minyak sawit olein

merah ... 75 5 Bagan alir pembuatan basis gel ... 76 6 Bagan alir pembuatan nanoemulsi gel minyak sawit olein

merah ... 77 7 Gambar alat yang dipakai dalam sediaan nanoemulsi dan

nanoemulsi gel ... 78 8 Distribusi ukuran partikel nanoemulsi minyak sawit olein

merah ... 80 9 Distribusi ukuran partikel nanoemulsi gel minyak sawit

olein merah ... 85 10 Pengujian aktivitas anti-aging sediaan nanoemulsi dan

nanoemulsi gel ... 90 11 Data uji viskositas nanoemulsi dan nanoemulsi gel

selama 12 minggu penyimpanan ... 102 12 Data uji viskositas nanoemulsi dan nanoemulsi gel

selama 12 minggu penyimpanan ... 103

Halaman

(19)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kulit merupakan organ pertama yang terkena polusi oleh zat-zat yang terdapat di lingkungan hidup kita. Berbagai faktor baik dari luar tubuh maupun dari dalam tubuh dapat mempengaruhi struktur dan fungsi kulit, misalnya: udara kering, kelembaban udara yang rendah, sinar matahari, usia, berbagai penyakit kulit maupun penyakit dalam tubuh. Faktor-faktor tersebut menyebabkan perubahan struktural dan fisiologis, perubahan progresif dalam setiap lapisan kulit dan perubahan dalam penampilan kulit, terutama pada daerah kulit yang terkena sinar matahari. Biasanya kulit menunjukkan epidermis yang menebal, perubahan warna, adanya kerutan, dan kehilangan elastisitas yang menyebabkan kulit menjadi kendur (Wasitaatmadja, 1997).

Selain itu, penuaan kulit juga dirangsang oleh radikal bebas yang merupakan suatu elektron tubuh yang tidak berpasangan. Radikal bebas tersebut merusak sel-sel yang ada didalam tubuh guna mencari elektron lain yang ada didalam sel tubuh agar dapat stabil, sehingga akibatnya sel akan mengalami penuaan. Hal tersebut dapat dicegah dengan adanya antioksidan. Antioksidan membantu tubuh untuk menetralisir radikal bebas berbahaya, karena antioksidan berperan dengan memberikan elektron pada radikal bebas, sehingga radikal bebas tersebut menjadi stabil. Antioksidan secara alami diproduksi didalam tubuh, namun antioksidan yang diproduksi dalam tubuh manusia mungkin tidak cukup

(20)

untuk menyeimbangkan radikal bebas berlebihan yang dihasilkan. Perlu adanya antioksidan tambahan dari luar (Oddos, et al., 2012).

Sinar matahari merupakan faktor utama penyebab proses menua pada kulit, begitu juga dengan kelembaban udara yang rendah menyebabkan kulit menjadi kering sehingga mempercepat proses menua pada kulit. Indonesia beriklim tropis dengan sinar matahari yang melimpah dapat menyebabkan risiko tinggi terhadap kerusakan kulit atau penuaan dini (Fauzi dan Nurmalina, 2012).

Hal ini dapat memicu pembentukan radikal bebas pada kulit yang menyebabkan berbagai penyakit kulit terutama keriput dan menua, karena kulit adalah organ terbesar pada tubuh kita dan mempunyai peran penting, seperti penghalang fisik terhadap faktor mekanis, kimia, panas dan mikroba yang dapat mempengaruhi fisiologis tubuh (Lalitha dan Jayanthi, 2014).

Kaum wanita tidak lepas dari tuntuntan untuk tampil cantik dan menarik, begitu juga pada kaum pria dituntut untuk menjaga penampilannya (Kunto, 2007), dengan demikian untuk menghambat proses penuaan penting mengendalikan pembentukan radikal bebas yang dapat dilakukan untuk memperbaiki status dengan antioksidan selular (Winarsi, dkk., 2013).

Zat antioksidan yang mampu menghambat oksidasi sebagai pertahanan terhadap kerusakan oksidatif pada kulit, sehingga sel harus dilengkapi dengan berbagai jenis antioksidan yang akan bekerja melawan molekul oksidan tersebut (Ardhie, 2011). Antioksidan merupakan senyawa yang dapat menunda, memperlambat dan mencegah proses oksidasi (Panjaitan, dkk., 2008). Terapi anti- aging akan lebih baik dilakukan sedini mungkin di saat seluruh fungsi sel-sel tubuh masih sehat dan berfungsi dengan baik. Kemajuan teknologi dan ilmu

(21)

kosmetika dapat digunakan untuk menurunkan dan penghambatan penuaan, sehingga kulit dapat terlihat lebih muda (Fauzi dan Nurmalina, 2012).

Salah satu sumber antioksidan alami adalah tanaman kelapa sawit yang diolah menjadi minyak kelapa sawit. Senyawa karotenoid yang terdapat pada minyak kelapa sawit merupakan senyawa penting bagi tubuh yang berperan sebagai antioksidan. Minyak kelapa sawit dalam keadaan alami mengandung komponen bioaktif (sering disebut “fitonutrien”) dengan jumlah sekitar 0,5-1%

dari total ekstrak buah sawit yang bersifat menunjang kesehatan. Minyak kelapa sawit mengandung nilai nutrisi tinggi berupa komponen mayor seperti asam lemak jenuh, asam lemak tidak jenuh tunggal dan asam lemak tidak jenuh ganda, bahkan komponen minor (nutrisi alami) seperti karotenoid, tokoferol, tokotrienol, dan skualen.

Minyak kelapa sawit merupakan minyak nabati yang mengandung berbagai komposisi asam lemak esensial maupun non esensial bagi tubuh.

Komponen mayor minyak kelapa sawit diantaranya asam palmitat (44–45%), asam stearat (4,1–4,5%), asam oleat (39,2-39,3%), asam linoleat (8-10%) dan asam linolenat (0,2–0,4%). Minyak ini lebih dianjurkan untuk digunakan sebagai bahan pembawa pada suplemen makanan, bahan tambahan pada makanan, dan bahan aktif pada produk kosmetik.

Senyawa antioksidan yang terkandung pada minyak dapat digunakan untuk mencegah kerusakan yang disebabkan oleh degradasi. Senyawa antioksidan di dalam tubuh berfungsi sebagai penangkal radikal bebas, sehingga tubuh terlindungi dari berbagai macam penyakit degenaratif dan memperlambat proses penuaan (aging). Dibandingkan dengan antioksidan sintetis, antioksidan alami,

(22)

lebih aman, mudah diserap tubuh, memiliki fungsi biologis lebih cepat dan lebih efektif dalam mencegah kanker (Sinaga dan Siahaan, 2015).

Anti-aging merupakan bagian dari kosmetik yang mengandung bahan

untuk mengurangi kerutan (wrinkle) dan meningkatkan level kelembaban (moisture) dari kulit. Fungsi utama dari sediaan anti-aging adalah mengurangi kerutan (wrinkle) dan bintik noda (spot). Dewasa ini semakin banyak perkembangan dalam sistem penghantaran dalam kosmetik untuk meningkatkan penetrasi, mengoptimalkan biaya penggunaan bahan aktif dan efektivitas terapi.

Dalam kosmetik, yang menjadi perhatian utama adalah untuk mencapai sel kulit (Muliyawan dan Suriana, 2013).

Ada beberapa inovasi teknologi sistem penghantaran kosmetik pada produk kosmetik salah satunya adalah nanoemulsi. Nanoemulsi sangat menarik untuk diaplikasikan dalam kosmetik dikarenakan sifat estetika dari nanoemulsi yaitu stabil, viskositas yang rendah dan aspek visual yang transparan dengan ukuran tetesan dibawah 200 nm, serta luas permukaan yang tinggi memungkinkan penghantaran yang efektif dari bahan aktif untuk kulit.

Nanoemulsi terbentuk dari proses dispersi dari satu fase cair ke dalam fase cair lainnya untuk membentuk droplet. Nanoemulsi memiliki ukuran globul yang sangat kecil dapat mencegah terjadinya creaming, sedimentasi, koalesens.

Keuntungan dari penggunaan nanoemulsi sebagai sediaan topikal adalah lebih banyak zat aktif yang dapat diformulasikan dalam satu sediaan dikarenakan adanya peningkatan kapasitas kelarutan dan dapat meningkatkan bioavailabilitas zat aktif sehingga membuat aktivitas termodinamik zat aktif pada kulit meningkat.

(23)

Selain itu memiliki efektivitas yang tinggi dalam menembus stratum corneum pada kulit (Gupta, et al., 2010; Devarajan dan Ravichandran, 2011)

Duraivel, et al., (2014) telah memformulasi minyak biji kelor dengan konsentrasi minyak 5, 10, 15% sebagai fase minyak dalam pembuatan sediaan nanoemulsi dan krim terhadap aktivitas anti-aging. Hasil penelitian menunjukkan bahwa formulasi nanoemulsi ditemukan lebih efektif dibandingkan formulasi krim. Hal ini menunjukkan bahwa minyak biji kelor memiliki aktivitas anti-aging yang baik dan tidak menunjukkan efek iritasi pada kulit.

Penelitian yang dilakukan oleh Elfiyani (2011) telah berhasil membuat formulasi ketokonazol dalam bentuk sediaan nanoemulsi gel dan melakukan uji penetrasi menggunakan membran sintetis yang menghasilkan ketokonazol yang terpenetrasi sebesar 61,85% yang lebih baik dari sediaan krim konvensional sebesar 1,3% dalam waktu 6 jam. Gozali, dkk., (2009) telah berhasil melakukan pengujian terhadap stabilitas nanoemulsi selama penyimpanan kurang lebih 90 hari. Pembuatan formula nanoemulsi menggunakan minyak kelapa sebagai fase minyak, tween 80 sebagai surfaktan dan etanol sebagai kosurfaktan.

Pengembangan formula juga telah dilakukan oleh Iskandar, et al (2016) tentang sediaan krim vitamin E, dari penelitian tersebut lebih meneliti mengenai kemampuan penetrasi vitamin E dengan pengaruh berbagai pembawa atau surfaktan yang divariasikan. Vitamin E yang diformulasikan dalam bentuk sediaan spray nanoemulsi dan krim mempunyai stabilitas yang baik. Vitamin E yang diformulasikan dalam bentuk spray nanoemulsi terbukti membantu dan berfungsi sebagai anti-aging yang lebih baik dari pada krim vitamin E.

(24)

Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan minyak sawit olein merah yang mengandung karotenoid, vitamin E, dan skualen dalam bentuk nanoemulsi dan nanoemulsi gel sebagai sediaan skin anti-aging.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka permasalahan pada penelitian ini adalah:

a. Apakah minyak sawit olein merah dapat diformulasikan dalam bentuk sediaan nanoemulsi dan nanoemulsi gel yang stabil?

b. Berapa konsentrasi yang paling efektif dari sediaan nanoemulsi dan nanoemulsi gel minyak sawit olein merah terhadap aktivitas skin anti- aging?

c. Apakah sediaan skin anti-aging nanoemulsi lebih baik dibandingkan dengan sediaan nanoemulsi gel?

1.3 Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah diatas maka dibuat hipotesis analisis sebagai berikut:

a. Minyak sawit olein merah dapat digunakan dalam formulasi sediaan nanoemulsi dan nanoemulsi gel yang stabil

b. Diperoleh konsentrasi yang paling efektif dari sediaan nanoemulsi dan nanoemulsi gel minyak sawit olein merah terhadap aktivitas anti-aging c. Sediaan nanoemulsi lebih baik dibandingkan dengan sediaan nanoemulsi

gel sebagai skin anti-aging

(25)

1.4 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

a. Untuk mengetahui stabilitas sediaan nanoemulsi dan nanoemulsi gel yang diformulasi menggunakan minyak sawit olein merah

b. Untuk mengetahui konsentrasi formulasi minyak sawit olein merah yang paling efektif dalam bentuk sediaan nanoemulsi dan nanoemulsi gel sebagai skin anti-aging

c. Untuk menentukan sediaan mana yang lebih baik antara nanoemulsi atau nanoemulsi gel sebagai skin anti-aging

1.5 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diperoleh dari penelitian ini dapat memberikan pengembangan ilmu pengetahuan, terutama untuk penelitian di bidang teknologi farmasi, dalam hal pembuatan sediaan nanoemulsi dan nanoemulsi gel yang mempunyai aktivitas anti-aging yang menjadi dasar pengembangan produk baru berupa produk nanoemulsi dan nanoemulsi gel yang berasal dari bahan alam.

1.6 Kerangka Pikir Penelitian

Pada penelitian ini terdapat dua variabel yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Kerangka pikir penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.1

(26)

Material Variabel Bebas Variabel Terikat Parameter

Gambar 1.1 Kerangka pikir penelitian Minyak sawit

olein merah

Sediaan nanoemulsi 5%, 10%, 15%

Iritasi (Paparan sediaan1x24 jam)

Efektivitas anti aging (Waktu 4 minggu)

- Kadar air - Ukuran pori - Jumlah noda - Jumlah keriput - Sensitivitas 6.

5.

Kedalamankeriput Sediaan nanoemulsi

gel 5%, 10%, 15%

- Kemerahan - Gatal

- Pengkasarankulit

6.

5.

Kedalamankeriput - Organoleptis - Tipeemulsi - pH

- Bobotjenis - Viskositas - Ukuranpartikel - Sentrifugasi Karakteristik

fisik sediaan dan stabilitas

(27)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kulit dan Fungsi kulit

Kulit merupakan bagian paling luar dari tubuh dan merupakan organ yang terluas, yaitu antara 1,5-2,0 m2 dengan berat kurang lebih 20 kg, yang menghadapi kontak langsung dengan lingkungan, termasuk pajanan matahari. Kulit melindungi bagian dalam tubuh manusia terhadap gangguan fisik serta mekanik, gangguan sinar radiasi atau sinar ultraviolet, gangguan kimiawi, gangguan kuman, jamur, bakteri atau virus, gangguan panas atau dingin (Putro, 1997).

Gangguan fisik serta mekanik dicegah oleh adanya bantalan lemak subkutis, tebalnya lapisan kulit dan serabut penunjang yang berfungsi sebagai pelindung bagian luar tubuh. Gangguan kimiawi ditanggulangi dengan adanya lemak permukaan kulit atau mantel asam kulit dengan pH 4,5-6,5 (Tranggono dan Latifah, 2007). Gangguan sinar ultraviolet diatasi oleh sel melanin yang menyerap sekitar 5-10% dari sinar tersebut (Wasitaatmadja, 1997).

Melanin dibentuk dari asam amino tirosin dengan bantuan enzim oksidase tirosinase yang mengandung tembaga. Melanosit merupakan sel yang memproduksi melanosom dan tirosinase. Melanosit mengeluarkan melanosom yang merupakan organela berbentuk bulat panjang dan mengandung pigmen melanin. Melanin juga bertanggung jawab terhadap warna kulit (Putro, 1997).

Paparan sinar matahari akan mengaktifkan melanosit dan meningkatkan produksi melanin, kemudian disebarkan ke lapisan atas epidermis melalui dendrit-dendrit pada melanosit (Wasitaatmadja, 1997).

(28)

Fungsi kulit lainnya adalah menjaga keseimbangan temperatur tubuh, organ sekresi, menerima rangsangan, absorpsi dan status emosional (Muliyawan dan Suriana, 2013). Kemampuan absorpsi kulit dipengaruhi oleh tebal tipisnya kulit, kelembaban udara, metabolisme dan jenis zat yang menempel di kulit (Wasitaatmadja, 1997).

2.1.1 Anatomi dan fisiologi kulit

Kulit terdiri dari tiga lapisan yaitu: lapisan epidermis, lapisan dermis dan lapisan subkutan (hypodermis) (Martin, et al., 1993), dan struktur kulit dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Struktur kulit (Martin, et al., 1993).

a. Lapisan epidermis

Epidermis adalah lapisan pelindung terluar dari kulit sebagai penghalang untuk mencegah hilangnya air, elektrolit dan nutrisi dari dalam tubuh, serta membatasi masuknya zat-zat dari lingkungan ke dalam tubuh (Washington, et al., 2003).

Menurut Anderson (1996), lapisan epidermis tersusun dari 5 lapisan, yaitu:

i. Lapisan tanduk (stratum korneum), stratum korneum merupakan lapisan paling luar yang tersusun dari sel mati berkreatin dan memiliki sawar kulit

(29)

pokok terhadap kehilangan air. Apabila kandungan air pada lapisan ini berkurang, maka kulit akan menjadi kering dan bersisik.

ii. Lapisan lusidum (stratum lusidum), lapisan ini tersusun dari beberapa lapisan transparan dan di bawahnya terdapat lapisan tanduk dan bertindak juga sebagai sawar, pada umumnya terdapat pada telapak tangan dan kaki.

iii. Lapisan granulosum (stratum granulosum), lapisan ini terdiri dari dua sampai tiga lapisan sel dan terletak di atas lapisan stratum spinosum dan berfungsi untuk menghasilkan protein dan ikatan kimia stratum korneum. Lapisan ini mengandung granul keratohyalin yang menyebabkan sel berbentuk granul.

iv. Lapisan spinosum (stratum spinosum), lapisan spinosum merupakan lapisan yang paling tebal dari epidermis. Sel diferensiasi utama stratum spinosum adalah keratinosit yang membentuk keratin.

v. Lapisan basal (stratum basale), lapisan basal merupakan bagian yang paling dalam dari epidermis dan tempat pembentukan lapisan baru yang menyusun epidermis. Melanosit yang membentuk melanin untuk pigmentasi kulit terdapat dalam lapisan ini.

b. Lapisan dermis

Dermis adalah lapisan kulit yang berada di bawah epidermis. Lapisan ini bertanggung jawab terhadap elastisitas dan kehalusan kulit. Selain itu, lapisan dermis juga berperan menyuplai nutrisi bagi epidermis. Ibarat mesin, epidermis merupakan cover atau dinding tempat berlindungnya berbagai jenis peralatan mesin, sementara dermis adalah peralatan mesin tersebut. Dalam dermis, terdapat akar rambut, saluran keringat, kelenjar sebasea (kelenjar minyak), otot penggerak

(30)

rambut ujung pembuluh darah, ujung saraf, serta serabut lemak yang terdapat pada lapisan lemak bawah kulit (Muliyawan dan Suriana, 2013).

c. Lapisan subkutan (hipodermis)

Lapisan ini terletak di bawah dermis dan mengandung sel-sel lemak yang dapat melindungi bagian dalam organ dari trauma mekanik dan juga sebagai pelindung tubuh terhadap udara dingin, serta sebagai pengaturan suhu tubuh (Prianto, 2014). Lapisan ini terdiri atas jaringan konektif, pembuluh darah, dan sel-sel penyimpanan lemak yang memisahkan dermis dengan otot, tulang dan struktur lain. Jumlah lemak dalam lapisan ini akan meningkat bila makan berlebihan, sebaliknya bila tubuh memerlukan energi atau kalori yang banyak maka lapisan ini akan memberikan energi dengan cara memecah simpanan lemaknya (Putro, 1997).

2.1.2 Jenis-jenis kulit

Pada umumnya jenis kulit manusia dapat dikelompokkan menjadi:

a. Kulit normal: memiliki pH normal; kadar air dan kadar minyak seimbang;

tekstur kulit kenyal, halus dan lembut; pori-pori kulit kecil.

b. Kulit berminyak: kadar minyak berlebihan, bahkan bisa mencapai 60%; kulit wajah tampak mengkilap; memiliki pori-pori besar; cenderung mudah berjerawat.

c. Kulit kering: kulit kasar dan kusam, mudah bersisik.

d. Kulit kombinasi: merupakan kombinasi antara kulit wajah kering dan berminyak.

e. Kulit sensitif: mudah iritasi, kulit wajah lebih tipis, sangat sensitif (Noormindhawati, 2013).

(31)

2.2 Penuaan Kulit

Penuaan merupakan proses fisiologi yang tak terhindarkan yang pasti dialami oleh setiap manusia. Proses ini bersifat irreversibel yang meliputi seluruh organ tubuh termasuk kulit. Kulit merupakan salah satu jaringan yang secara langsung akan memperlihatkan proses penuaan (Putro, 1997). Penuaan bisa terjadi saat memasuki umur 20-30 tahun (Noormindhawati, 2013). Penuaan ini tidak dapat dihindari, namun dengan merawat kulit sebelum terjadi penuaan dapat memperlambat timbulnya tanda-tanda penuaan pada kulit (Rosi, 2012).

Proses aging atau penuaan dibagi dua yaitu, penuaan primer, proses yang berlangsung secara bertahap diikuti perubahan tubuh sepanjang hidup dan merupakan masa yang tak terelakkan akibat akumulasi kerusakan biokimia menyebabkan pergerakan melambat, penglihatan kabur, gangguan pendengaran, kemampuan beradaptasi terhadap stres rendah, resistensi (ketahanan) terhadap infeksi menurun. Penuaan sekunder, proses penuaan yang terjadi akibat dari penyakit dan cara hidup yang buruk (misalnya tidak olahraga, merokok, kelebihan lemak) dan bisa dicegah, melalui gaya hidup sehat atau pengobatan modern.

(Arsiwala, et al., 2013; Medicinus, 2011).

2.2.1 Penyebab penuaan

Faktor yang menyebabkan terjadinya penuaan terbagi 2, yaitu:

a. Faktor internal

Pada umumnya disebabkan oleh gangguan dari dalam tubuh, misalnya sakit yang berkepanjangan, kurangnya asupan gizi, ras dan faktor genetik juga memegang peranan dalam terjadinya penuaan (Noormindhawati, 2013).

(32)

b. Faktor eksternal

Sinar matahari merupakan faktor eksternal yang memberikan pengaruh terbesar terhadap terjadinya pengaruh penuaan (Putro, 1997). Paparan sinar matahari yang berlebihan dapat menyebabkan terjadinya kerusakan kulit akibat munculnya enzim proteolitis yang akan memecahkan kolagen kulit (Zelfis, 2012).

Menurut Prianto (2014), sinar matahari dapat menimbulkan kerusakan struktur kulit pada lapisan kolagen dan elastin. Rusaknya kedua serat yang sangat berperan terhadap pembentukan tekstur dan elastisitas kulit menyebabkan pembentukan keriput yang lebih cepat dari semestinya radikal bebas berupa hasil dari proses oksidasi atau pembakaran sel yang berlangsung saat bernafas, metabolisme sel, olahraga yang berlebihan, peradangan atau ketika tubuh terpapar polusi lingkungan, dan air yang terkontaminasi bahan-bahan kimia yang menyebabkan terganggunya pertumbuhan kolagen.

Radikal bebas adalah molekul yang memiliki elekron yang tidak berpasangan dan tidak stabil serta reaktif sehingga mudah mengoksidasi senyawa lain, elektron ini selalu berusaha mencari pasangan sehingga mudah mengoksidasi senyawa lain (Noormindhawati, 2013). Radikal bebas akan mengubah enzim superoksida-dismutase (SOD) yang berfungsi untuk mempertahankan fungsi sel.

Dengan demikian, fungsi sel akan menurun dan rusak termasuk di dalamnya adalah kolagen (Putro, 1997)

Kelembaban udara yang rendah, musim dingin, udara pegunungan dan arus angin akan mempercepat penguapan air dari kulit, akibatnya kelembaban kulit juga menurun dan akhirnya kulit menjadi kering (Putro, 1997). Kelembaban udara yang rendah ini dapat mempercepat proses menua pada kulit.

(33)

Penyebab penuaan lainnya adalah stress yang akan memicu produksi hormon kortisol, hormon ini dapat merusak kolagen dan elastin. Kurang tidur yang akan menggangu proses regenerasi kulit. Perawatan produk kosmetik yang tidak tepat berkontribusi menyebabkan penuaan. Beberapa gaya hidup juga dapat memicu terbentuknya kerutan pada wajah di antaranya adalah konsumsi alkohol yang berlebihan dapat menyebabkan kulit terdehidrasi sehingga mempermudah munculnya kerutan. Merokok dapat mengakibatkan terjadinya kerusakan pada kulit, racunnya membuat proses pengangkutan oksigen ke kulit menjadi terhambat, akibatnya kulit menjadi keabu-abuan dan penuaan (Noormindhawati, 2013).

2.2.2 Tanda-tanda penuaan

Tanda-tanda penuaan lebih sering terlihat pada kulit, terutama kulit wajah, Menurut Prianto (2014), tanda-tanda awal proses penuaan, yaitu:

a. Adanya keriput pada kulit yang dapat terlihat dengan jelas tanpa ekspresi karena menipisnya lapisan kolagen dan elastin di dalam lapisan dermis kulit.

b. Terdapat garis-garis yang jelas dan masuk ke dalam kulit di ekspresi wajah akibat bertambahnya umur dan berkurangnya elastisitas kulit, garis ekspresi wajah akan tampak dengan jelas dan menjadi garis permanen sekaligus wajah tidak berekspresi.

c. Terlihat kulit yang berlebihan dan menggantung pada bagian sekitar mata, leher, dan tangan. Pada saat ini umumnya proses penuaan pada kulit sangat terlihat jelas karena tidak hanya keriput yang kita dapati tetapi proses kemunduran dari elastisitas kulit itu sendiri juga mempengaruhi.

(34)

2.2.3 Anti-Aging

Anti berarti menahan atau melawan sementara aging berarti umur atau penuaan maka bila diartikan secara harfiahnya anti-aging adalah menahan atau melawan penuaan. Anti-aging adalah sebuah proses yang berguna untuk mencegah, memperlambat atau membalikkan efek penuaan agar dapat membantu siapa saja hidup lebih lama, lebih sehat, dan lebih bahagia. Penuaan dapat dicegah dengan cara menghindari radikal bebas, menggunakan tabir surya, mengonsumsi air putih, tidak merokok, tidak mengonsumsi alkohol, istirahat yang cukup dan menghindari stress (Noormindhawati, 2013).

Kosmetika anti-aging pada umumnya mengandung bahan aktif yang mengandung antioksidan untuk melindungi kulit dari efek radikal bebas.

Antioksidan adalah bahan kimia yang dapat memberikan sebuah elektron yang sangat diperlukan oleh radikal bebas agar tidak menjadi berbahaya (Putro, 1997).

Zat ini berfungsi untuk menangkal radikal bebas yang dapat merusak jaringan kulit (Muliyawan dan Suriana, 2013).

Karotenoid adalah salah satu sumber antioksidan alami yang dibutuhkan oleh tubuh kita guna sebagai penangkal radikal bebas (Wetipo, dkk., 2013), dan menangkap senyawa serta mencegah terjadinya reaksi berantai (Putro, 1997), dan merupakan sumber utama pembentuk vitamin A untuk melindungi kulit dari bahaya sinar matahari (Rohmatussolihat, 2009), serta meredam oksigen singlet serta pendeaktivasi radikal bebas (Panjaitan, dkk., 2008).

(35)

2.3 Skin Analyzer

Skin analyzer merupakan seperangkat alat yang dirancang untuk diagnosis

keadaan pada kulit. Skin analyzer ini memberikan informasi mengenai kadar normal kelembaban, sebum minyakpermukaan kulit, flek, pori-pori, sensitivitas dan garis kerutan dari kulit. Perawatan kulit sedini mungkin dapat mencegah efek penuaan, pada analisa konvensional diagnosa dilakukan dengan mengandalkan kemampuan pengamatan semata. Pemeriksaan seperti ini memiliki kekurangan pada sisi analisis secara klinis-instrumental dan tidak adanya rekaman hasil pemeriksaan yang mudah dipahami (Aramo, 2012).

Skin analyzer dapat mendukung diagnosa dokter yang tidak hanya meliputi

lapisan kulit teratas namun mampu memperlihatkan sisi lebih dalam dari lapisan kulit, dengan menggunakan mode pengukuran normal dan polarisasi, dilengkapi dengan rangkaian sensor kamera pada skin analyzer menyebabkan alat ini dapat menampilkan hasil lebih cepat dan akurat serta memberikan informasi mengenai kadar normal kelembaban, sebum minyak,permukaan kulit, flek, pori-pori, sensitivitas dan garis kerutan dari kulit (Aramo, 2012).

Skin analyzer terdiri dari beberapa alat pengukur yaitukamera dengan

perbesaran 30x, 60x dan 200x yang fungsi dan kegunaannya berbeda, juga terdapat lampu UV yang digunakan untuk mensterilkan kamera sehingga tidak terjadi iritasi dikulit dikarenakan pemakaian yang bergantian pada kulit yang berbeda. Menurut Aramo (2012), beberapa pengukuran yang dapat dilakukan dengan menggunakan skin analyzer, yaitu: moisture (kadar air), pore (pori), spot (noda), wrinkle (keriput), sensitivity (sensitivitas) dan kedalaman keriput.

Pengukuran kulit dengan menggunakan skin analyzer secara otomatis akan

(36)

menampilkan hasil dalam bentuk angka dan angka yang didapatkan akan secara langsung disesuaikan dengan parameter masing-masing pengukuran yang telah diatur sedemikian rupa pada alat tersebut.

2.4 Nanoemulsi

Suatu emulsi adalah suatu sistem yang tidak stabil secara termodinamik yang mengandung paling sedikit dua fase cair yang tidak bercampur, dimana satu diantaranya didispersikan sebagai bola-bola dalam fase cair lain. Sistem dibuat stabil dengan adanya suatu zat pengemulsi. Baik fase terdispers atau fase kontinyu bisa berkisar dalam konsistensi dari suatu cairan sampai suatu massa setengah padat (semisolid). Diameter partikel dari fase terdispersi umumnya berkisar dari 0,1-10 μm, walaupun partikel sekecil 0,01 μm dan sebesar 100 μm bukan tidak biasa dalam beberapa sediaan (Martin, dkk., 1993).

Gel umumnya merupakan suatu sediaan semipadat yang jernih, tembus cahaya dan mengandung zat aktif, merupakan dispersi koloid mempunyai kekuatan yang disebabkan oleh jaringan yang saling berikatan pada fase terdispersi. Zat-zat pembentuk gel digunakan sebagai pengikat dalam granulasi, koloid pelindung dalam suspensi, pengental untuk sediaan oral dan sebagai basis supositoria. Secara luas sediaan gel banyak digunakan pada produk obat-obatan, kosmetik dan makanan juga pada beberapa proses industri. Pada kosmetik yaitu sebagai sediaan untuk perawatan kulit, sampo, sediaan pewangi dan pasta gigi (Lachman, dkk., 1994).

Emulgel merupakan campuran emulsi dan gel. Pada kenyataannya keberadaan bahan pembentuk gel pada fase air mengubah emulsi sederhana

(37)

menjerat obat lipofilik sedangkan obat hidrofilik dikemas pada sistem air dalam minyak (Haneefa, et al., 2013). Gelling agent yang terdapat dalam sistem emulsi ini memungkinkan formulasi menjadi stabil, dengan menurunkan tegangan permukaan (Utami, 2012).

Nanoemulsi adalah sistem emulsi yang transparan, tembus cahaya dan merupakan dispersi minyak air yang distabilkan oleh lapisan film dari surfaktan atau molekul surfaktan yang memiliki ukuran droplet 50-500 nm (Shakeel, et al., 2008).

Nanoemulsi memiliki bentuk fisik yang transparan atau translucent.

Nanoemulsi memiliki beberapa keuntungan antara lain memiliki luas permukaan yang lebih besar dan bebas energi. Nanoemulsi tidak menunjukkan masalah dalam ketidakstabilan seperti pada makroemulsi yaitu creaming, flokulasi, koalesens, dan sedimentasi. Nanoemulsi juga dapat dibentuk dengan formulasi yang bervariasi seperti krim, gel cairan, spray, foam. Selain itu, nanoemulsi juga tidak toksik, dan tidak mengiritasi, oleh karena itu dapat diaplikasikan dengan mudah melalui kulit maupun membran mukosa (Shah, et al., 2010).

Nanoemulsi jug adapat meningkatkan absorbsi, meningkatkan bioavailabilitas obat, membantu mensolubilisasikan zat aktif yang bersifat hidrofob, serta memiliki efisiensi dan penetrasi yang cepat pada sebagian obat (Devarajan dan Ravichandran, 2011).

Jenis dan konsentrasi surfaktan dalam fase air dipilih untuk memberikan stabilitas yang baik untuk mencegah koalesen. Umumnya sediaan nanoemulsi memiliki komponen eksipien yang digunakan seperti minyak, surfaktan, dan kosurfaktan. Pemilihan eksipien pada nanoemulsi tidak boleh mengiritasi dan

(38)

sensitif terhadap kulit. Minyak adalah komponen penting dalam formulasi nanoemulsi karena dapat melarutkan bahan aktif lipofilik. Surfaktan non ionik umumnya digunakan karena memiliki toksisitas yang rendah dibandingkan dengan surfaktan ionik (Gupta, et al., 2010). Penggunaan surfaktan saja tidak cukup untuk mengurangi tegangan antarmuka antara minyak-air, sehingga perlu kosurfaktan untuk membantu menurunkan tegangan antamuka. Kosurfaktan juga dapat meningkatkan mobilitas ekor hidrokarbon sehingga penetrasi minyak pada bagian ekor menjadi lebih besar (Arifianti , 2012).

Nanoemulsi sangat menarik untuk diaplikasikan dalam kosmetik dikarenakan sifat estetika dari nanoemulsi yaitu viskositas yang rendah dan aspek visual yang transparan dengan ukuran tetesan dibawah 200 nm, serta luas permukaan yang tinggi memungkinkan penghantaran yang efektif dari bahan aktif untuk kulit. Nanoemulsi dapat diterima dalam kosmetik karena tidak terdapat creaming, sedimentasi, flokulasi atau perpaduan yang diamati dengan emulsi

makro dandigunakan untuk produk perawatan perlindungan terhadap matahari, moisturing dan krim anti-aging (Gupta, et al., 2010).

2.4.1 Metode pembentukan nanoemulsi

Pada beberapa kasus, pembuatan nanoemulsi membutuhkan aplikasi teknik khusus. Nanoemulsi dapat dibuat dengan metode emulsifikasi energi tinggi dan metode emulsifikasi energi rendah. Metode emulsifikasi energi tinggi meliputi high-shear stirring, emulsifikasi ultrasonik, homogenisasi bertekanan tinggi, mikrofluidisasi, dan emulsifikasi membran. Sedangkan metode emulsifikasi energi rendah meliputi metode phase inversion temperature (PIT),

(39)

emulsion inversion point (EIP), dan emulsifikasi spontan (Koroleva dan Yurtov, 2012).

a. Metode emulsifikasi energi tinggi

Pembuatan nanoemulsi menggunakan metode emulsifikasi energi tinggi memerlukan konsumsi energi yang tinggi untuk pembentukan dispersi, terutama jika nanoemulsi yang dibuat memiliki viskositas yang tinggi. Ukuran droplet yang terbentuk bergantung pada jumlah surfaktan yang digunakan karena surfaktan adalah bahan yang berfungsi untuk menurunkan tegangan antar muka fase dispersi agar dapat terdispersi dalam medium dispersi, kurangnya surfaktan akan membuat ukuran droplet menjadi lebih besar karena terjadinya koalesens (Gupta, et al., 2010).

b. Metode emulsifikasi energi rendah

Teknologi emulsifikasi energi rendah berdasar pada inversi fase pada emulsi yang terjadi karena adanya perubahan komposisi dan suhu (Koroleva dan Yurtov, 2012). Nanoemulsifikasi spontan terjadi dengan melakukan pengadukan berkelanjutan terhadap fase minyak yang telah bercampur dengan surfaktan ke dalam fase air (Gullota, et al., 2014).

2.4.2 Komponen nanoemulsi dan nanoemulsi gel

Umumnya sediaan nanoemulsi memiliki komponen yang digunakan seperti minyak, surfaktan, dan kosurfaktan. Pemilihan eksipien dalam nanoemulsi tidak boleh mengiritasi dan sensitif terhadap kulit khususnya. Minyak merupakan komponen penting dalam formulasi nanoemulsi karena dapat melarutkan bahan aktif lipofilik. Surfaktan non ionik umumnya digunakan karena memiliki toksisitas yang rendah dibandingkan dengan surfaktan ionik.

(40)

Kebanyakan kasus, penggunaan surfaktan saja tidak cukup mampu mengurangi tegangan antar muka antara minyak dengan air, sehingga dibutuhkan kosurfaktan untuk membantu menurunkan tegangan antar muka. Penambahan kosurfaktan selain dapat menurunkan tegangan antar muka minyak dengan air, juga dapat meningkatkan fluiditas pada antar muka sehingga dapat meningkatkan entropi sistem. Kosurfaktan juga dapat meningkatkan mobilitas ekor hidrokarbon sehingga penetrasi minyak pada bagian ekor menjadi lebih besar (Gupta, et al., 2010).

2.4.2.1 Surfaktan

Bahan pengemulsi (surfaktan) menstabilkan dengan cara menempati antar permukaan antara tetesan dan fase eksternal, dan dengan membuat batas fisik di sekeliling partikel yang akan berkoalesensi. Surfaktan juga mengurangi tegangan antar permukaan fase, sehingga meningkatkan proses emulsifikasi selama pencampuran (Ditjen POM, 1985). Ada empat jenis surfaktan berdasarkan ionisasinya dalam larutan air yaitu anionik, kationik, nonionik, dan amfoterik (Rowe, et al., 2009).

Surfaktan anionik adalah molekul yang bermuatan negatif pada gugus hidrofilik atau aktif permukaan (surface-active), seperti gugus karboksilat sulfat atau sulfonat. Secara luas, surfaktan ini banyak digunakan karena harganya yang murah. Namun, surfaktan ini dapat menyebabkan iritasi dan toksik sehingga hanya digunakan untuk sediaan luar. Surfaktan ini hanya menghasilkan emulsi a/m. Contoh surfaktan ionik yaitu: garam Na, K, atau ammonium dari asam lemak rantai panjang seperti sodium stearat, sodium lauril sulfat dan sebagainya (Rowe, et al., 2009).

(41)

Surfaktan kationik adalah senyawa yang bermuatan positif pada gugus hidrofiliknya atau bagian aktif permukaan (surface-active). Contohnya surfaktan kationik yaitu: cetrimide, cetrimonium bromide benzalkonium klorida dan quarternery amonium salt (QUAT) (Rowe, et al., 2009).

Surfaktan amfoterik adalah surfaktan yang bermuatan positif dan negatif pada molekulnya, dimana muatannya bergantung kepada pH. Pada pH rendah akan bermuatan negatif dan pada pH tinggi akan bermuatan positif (Rowe, et al., 2009).

Surfaktan nonionik adalah surfaktan yang tidak bermuatan atau tidak terjadi ionisasi molekul. Sifat hidrofilik disebabkan karena keberadaan gugus oksigen eter atau hidroksil. Surfaktan nonionik mempunyai kemampuan melarutkan senyawa yang kurang larut dan memiliki toksisitas rendah. Contoh surfaktan nonionik yaitu: glikol dan gliserol ester, sorbitan ester, polisorbat, PEG, poloxalkol (Rowe, et al., 2009).

Tween 80 atau polisorbat 80 merupakan surfaktan nonionik yang memiliki toksisitas rendah sehingga dapat digunakan untuk penggunaan oral dan parenteral.

Tween 80 berbentuk cairan berwarna kuning dan berbau khas lemah. Tween 80 memiliki bobot jenis 1,08g/cm3 dan nilai HLB 15. Tween 80 larut dalam etanol dan air. Selain itu, tidak larut dalam minyak mineral dan minyak nabati.

Dalam sediaan farmasetik tween 80 digunakan sebagai agen pengemulsi, surfaktan nonionik, solubilisator, pembasah, dan agen pensuspensi atau pendispersi (Rowe, et al., 2009). Salah satu keuntungannya adalah dapat digunakan sebagai zat tambahan makanan dan secara luas digunakan dalam

(42)

kosmetik dan beberapa formulasi sediaan farmasi (Rowe, et al., 2009). Rumus bangun tween 80 dapat dilihat pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2 Rumus bangun tween 80 (Rowe, et al., 2009).

2.4.2.2 Kosurfaktan

Kosurfaktan merupakan molekul kecil bersifat amfifilik, sebuah alkohol rantai pendek hingga medium (C2-C10). Surfaktan dalam keadaan sendiri tidak dapat menurunkan tegangan antarmuka air-minyak secara cukup untuk menghasilkan sebuah emulsi yang sangat kecil. Penambahan kosurfaktan dapat membantu menghasilkan tegangan antarmuka mendekati nol. Tegangan antarmuka yang mendekati nol mengakibatkan diameter globul menjadi sangat kecil. Secara luas molekul yang dapat berfungsi sebagai kosurfaktan meliputi surfaktan nonionik, alkohol, asam alkanoat, alkanediol dan alkil amina (Rowe, et al., 2009).

Sorbitol atau D-Glucitol merupakan isomer dari manitol. Sorbitol tidak berbau, putih atau hampir tidak berwarna, berbentuk krital hablur, serbuk higroskopis. Sorbitol tersedia dalam berbagai macam tingkat dan bentuk polimorf seperti granul, serpihan atau butiran yang lebih dapat mengurangi caking dari pada bentuk serbuk. Sorbitol mempunyai bau yang sedap, rasa menyegarkan dan rasa yang manis serta memiliki lebih kurang 50-60% dari tingkat kemanisan sukrosa (Rowe, et al., 2009). Rumus bangun sorbitol dapat dilihat pada Gambar 2.3.

(43)

Gambar 2.3 Rumus bangun sorbitol (Rowe, et al., 2009).

2.4.2.3 Carboxymethyl celluose (CMC)

CMC (Carboxymethylcellulose) merupakan polimer anion dengan berbagai tingkatan yang dibedakan berdasarkan berat molekul dan derajat substansi. Karakteristik gel yang dihasilkan seperti konsistensi dan viskositas tergantung pada konsentrasi polimer dan berat molekulnya (Lachman, dkk., 1994). CMC dapat mengendap pada pH dibawah 2, stabil pada pH 2 hingga 10 dengan stabilitas maksimum pada pH 7 hingga 9.

CMC tidak dapat bercampur dengan alkohol. CMC sebagai gelling agent akan membentuk gel yang termasuk dalam klasifikasi hidrogel. Hidrogel merupakan bahan yang terdispersi sebagai koloid atau larut dalam air. CMC larut air pada semua temperatur. CMC banyak digunakan dalam sediaan oral maupun topikal dengan tujuan utama untuk meningkatkan viskositas. CMC juga dapat meningkatkan daya lekat gel pada kulit. Sebagai agen pembentuk gel, dapat digunakan CMC dengan konsentrasi 3-6% (Rowe, et al., 2009). Rumus bangun CMC dapat dilihat pada Gambar 2.4.

Gambar 2.4 Rumus bangun CMC (Rowe, et al., 2009)

(44)

2.4.2.4 Pengawet

Pengawet adalah bahan yang dapat mengawetkan kosmetika dalam jangka waktu selama mungkin agar dapat digunakan lebih lama. Pengawet bersifat anti mikroba sehingga kosmetik menjadi stabil, misalnya metil paraben, propil paraben, borax (Lachman, dkk., 1994). Aktivitas antimikroba propil paraben ditunjukkan pada pH antara 4-8. Bahan ini secara luas digunakan sebagai bahan pengawet dalam kosmetik, makanan, dan produk farmasetika. Penggunaan kombinasi paraben dapat meningkatkan aktivitas antimikroba. Bahan ini sangat larut dalam aseton, eter, dan minyak; mudah larut dalam etanol dan metanol;

sangat sedikit larut dalam air. Dalam sediaan topikal, konsentrasi yang umum digunakan adalah 0,01-0,6%. Metil paraben dapat digunakan sendiri maupun dikombinasi dengan jenis paraben lain. Efektifitas pengawet ini pada rentang pH 4-8. Dalam sediaan topikal, konsentrasi yang umum digunakan adalah 0,02-0,3%.

Bahan ini larut dalam air panas 800C (1:30), etanol 95%, eter (1:10), dan metanol (Rowe, et al., 2009).

2.5 Kelapa Sawit

Indonesia merupakan salah satu negara dengan produksi tandan buah segar (TBS) kelapa sawit terbesar di dunia. Tandan buah segar kelapa sawit menghasilkan dua jenis minyak yang memiliki karakteristik berbeda, yaitu minyak kelapa sawit (crude palm oil, CPO) dari daging buah yang berwarna kuning kemerahan dan minyak inti sawit (palm kernel oil, PKO) dari inti sawit.

Kedua jenis minyak tersebut telah banyak digunakan luas dalam berbagai jenis produk baik pangan maupun farmasi (kesehatan) (Siahaan dan Sinaga, 2018).

(45)

Minyak kelapa sawit dalam keadaan alami mengandung komponen bioaktif (sering disebut “fitonutrien”) dengan jumlah sekitar 0,5-1% dari total ekstrak buah sawit yang bersifat menunjang kesehatan. Minyak kelapa sawit mengandung nilai nutrisi tinggi yang berasal dari komponen mayor seperti asam lemak jenuh, asam lemak tidak jenuh tunggal dan asam lemak tidak jenuh ganda, bahkan komponen minor (nutrisi alami) seperti karotenoid, tokoferol, tokotrienol, dan skualen. Nilai nutrisi yang terkandung dalam minyak kelapa sawit merupakan minyak nabati yang terdapat di alam dengan berbagai komposisi asam lemak esensial maupun non esensial bagi tubuh. Komponen mayor minyak kelapa sawit diantaranya asam palmitat (44–45%), asam stearat (4,1–4,5%), asam oleat (39,2- 39,3%), asam linoleat (8-10%) dan asam linolenat (0,2–0,4%). Minyak ini lebih dianjurkan untuk digunakan sebagai bahan pembawa pada suplemen makanan, bahan tambahan pada makanan, dan bahan aktif pada produk kosmetik.

Minyak kelapa sawit dihasilkan dari buah tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.). Buah tanaman kelapa sawit terdiri dari eksokarp (kulit paling

luar), mesokarp (serabut, mirip serabut kelapa), endokarp (tempurung), dan kernel (inti kelapa sawit). Pengolahan bagian serabutnya (mesokarp) dapat menghasilkan minyak kelapa sawit (Crude Palm Oil, CPO), sedangkan pengolahan bagian kernel (inti) dapat menghasilkan minyak inti kelapa sawit (Palm Kernel Oil, PKO) (Sofwan, 2014). Bagian buah tanaman kelapa sawit dapat dilihat pada Gambar 2.5.

(46)

Gambar 2.5 Bagian buah tanaman kelapa sawit (Patent, 2018).

2.5.1 Minyak sawit olein merah

Minyak sawit olein merah merupakan minyakyang diproses dari minyak sawit mentah tanpa melalui proses pemucatan (bleaching) dengan tujuan mempertahankan kandungan karotenoidnya. Bleaching bertujuan menghilangkan sebagian besarbahan pewarna tak terlarut atau bersifat koloid yang memberi warna pada minyak, sekitar 80% karotenoid hilang selama proses bleaching.

Dibandingkan dengan minyak goreng biasa, minyak sawit olein merah memiliki aktivitas provitamin A dan vitamin E yang jauh lebih tinggi. Karakter ini membuat minyak sawit olein merah sangat baik dipandang dari segi nutrisi (Njoku, et al., 2010).

Namun kenyataan dalam industri pengolahan kelapa sawit, berbagai jenis proses pengolahan secara intensif merusak komponen minor tersebut. Hasil penelitian Naibaho, (1990), melaporkan bahwa proses pengolahan tandan buah segar kelapa sawit dapat menyebabkan penurunan kadar komponen bioaktif seperti karotenoid dan kualitas lainnya. Seperti hasil penelitian tersebut, rata-rata penurunan nilai karotenoid sekitar 28,9%.

(47)

Untuk memperbaiki stabilitas dan kelarutannya dalam air, karotenoid dapat dilarutkan dalam fase minyak dalam emulsi minyak dalam air (o/w) sehingga dapat dengan mudah diformulasikan. Nanoteknologi memberikan peluang untuk meningkatkan kelarutan suatu komponen aktif dan meningkatkan bioavailabilitasnya, di bidang farmasi dan obat-obatan, pembuatan partikel berskala nanometer menunjukkan peningkatan kelarutan dalam air, dan mengarah pada peningkatan ketersediaan biologis (bioavailabilitas).

Beberapa hasil penelitian mengenai pembentukan nanoemulsi β karoten dengan agen pembawa medium chain triglyceride (MCT), long chain triglyceride (LCT) seperti minyak jagung, menyatakan bahwa sistem nanoemulsi tersebut mampu mempertahankan kestabilan β karoten terhadap agregasi, pemisahan akibat gravitasi, oksidasi, meningkatkan kelarutan, bioaccessibility dan bioavailabilitas β karoten (Yuliasari dan Hamdan, 2012).

Minyak olein sawit merah lebih dianjurkan digunakan sebagai bahan pembawa pada suplemen makanan, bahan tambahan pada makanan, dan bahan aktif pada produk kosmetik.Minyak sawit olein merah mengandung karotenoid 615-1100 ppm, vitamin E 820-1300 ppm, skualen 250-600 ppm, dan fitosterol 120-550 ppm (Siahaan dan Sinaga, 2018). Minyak sawit olein merah dapat dilihat pada Gambar 2.6.

(48)

Gambar 2.6 Minyak sawit olein merah (PPKS, 2018).

Karotenoid merupakan pigmen alami dalam minyak sawit yang berwarna kuning sampai merah. Karotenoid pada minyak sawit ini merupakan nilai tambah (keunggulan) minyak sawit dibandingkan minyak nabati lainnya. Karotenoid mempunyai aktivitas yang penting bagi kesehatan, namun mempunyai sifat yang sensitif terhadap beberapa kondisi pengolahan minyak makan secara konvensional yaitu pengolahan suhu tinggi maupun oksidasi (Winarno, 1997).

2.5.1 Manfaat minyak sawit olein merah

Menurut Basiron (2007), manfaat dari minyak sawit olein merah yang tidak dihilangkan kandungan karotennya selama pengolahan dapat digunakan, karena minyak sawit olein merah berperan sebagai carrier provitamin A dan vitamin E untuk konsumen. Minyak sawit olein merah dapat juga digunakan sebagai pewarna alami. Karotenoid prekursor vitamin A, vitamin C, dan vitamin E adalah antioksidan alami yang bermanfaat untuk melawan serangan radikal bebas,

(49)

penyebab penuaan, dan berbagai jenis kanker. Konsumsi vitamin A, C dan E sebagai antioksidan dapat mencegah penuaan dan diberikan sesuai kebutuhan (Sayuti dan Yenrina, 2015).

2.6 Kerangka Teori Penelitian

Berdasarkan teori yang dipaparkan di atas, dapat dirangkum menjadi suatu kerangka teori dan digunakan sebagai dasar melakukan penelitian. Minyak ini lebih dianjurkan untuk digunakan sebagai bahan pembawa pada suplemen makanan, bahan tambahan pada makanan, dan bahan aktif pada produk kosmetik.

Kerangka teori formulasi minyak sawit olein merah dalam sediaan nanoemulsi dan nanoemulsi gel terhadap aktivitas anti-aging dengan skin analyzer dapat dilihat pada Gambar 2.7

Skin Analyzer Anti-aging

Nanoemulsi gel

Tanda-tanda penuaan Penuaan kulit Minyak sawit olein merah

Nanoemulsi

Penyebab penuaan

Faktor eksternal (paparan sinar matahari, radikal bebas, stres)

Faktor internal (sakit berkepanjangan, kurang asupan

gizi, ras, dan faktor genetik)

(50)

BAB III

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan secara eksperimental, meliputi, pembuatan nanoemulsi dan nanoemulsi gel, karakteristik fisik sediaan, stabilitas fisik sediaan, iritasi (paparan sediaan 1x24 jam), dan efektivitas anti aging. Pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan Agustus sampai Desember 2017. Penelitian dilakukan di laboratorium Pangan dan Mutu, Kelti (Kelompok Peneliti) Pengolahan Hasil dan Mutu, Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS), Jalan Brigjen Katamso No 51, Medan, Sumatera Utara, serta pengukuran efektivitas anti-aging di Laboratorium Kosmetologi Fakultas Farmasi, dan pengukuran ukuran partikel di Laboratorium Terpadu Fisika Universitas Sumatera Utara.

3.1 Alat dan Bahan 3.1.1 Alat

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah alat-alat gelas laboratorium, timbangan analitis (Satorius), pH meter (Eco Testr), magnetic stirrer (BOECO Germany), hot plate, particle size analyzer (PSA), homogenizer

(Ika T25 Digital ultra-turrax), skin analyzer (Aram), piknometer 50 ml (Pyrex), viskometer (Brookfield), stopwatch, lumpang dan alu, sentrifugator (Thermo), oven (Memmert), lemari pendingin.

3.1.2 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah minyak sawit olein merah yang diproduksi sesuai paten sederhana No (S0020180304) oleh

Gambar

Gambar 1.1 Kerangka pikir penelitian Minyak sawit olein merah Sediaan nanoemulsi 5%, 10%, 15% Iritasi (Paparan  sediaan1x24 jam)
Gambar 2.1 Struktur kulit (Martin, et al., 1993).
Gambar 2.5 Bagian buah tanaman kelapa sawit (Patent, 2018).
Gambar 2.6 Minyak sawit olein merah (PPKS, 2018).
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dalam kaitanya dengan Model Pembinaan CLCK (Contoh, Latihan, Control, Kerja Mandiri) adalah pola usaha, tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara efesien dan efektif

Allah mengatakan kepada orang Israel bahwa mereka bukan pemilik sesungguhnya dari tanah, karena tanah itu adalah milik-Nya; mereka hanya merupakan pengurusnya saja, (Im 25:23-28)

Gambar di lampiran merupakan hasil pemodelan single line diagram PT. SEMEN ACEH yang dimodelkan berdasarkan data-data yang ada. Setelah melakukan pemodelan sistem

Penelitian ini dititikberatkan pada pengujian laboratorium terhadap kinerja kelelahan, dimana material yang digunakan dalam penelitian ini adalah material lama (RAP), material baru

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kelayakan investasi terhadap rencana penambahan fasilitas docking launching way dari aspek finansial dengan capital budgeting,

Dalam penegakan dan penerapan Hukum Adat Demang atau Kepala Adat yang ditunjuk oleh masyarakat melalui Lembaga Peradilan Adat mempunyai kebebasan dalam menentukan berat

Kecamatan Grabag, Purworejo. Umumnya air tanah di bagian atas mempunyai kualitas air tanah payau sampai tawar yang bersifat setempat-setempat, sedangkan di bawahnya

Perkembangan Perpustakaan Perguruan Tinggi di Indonesia dimulai pada awal tahun 1920an yaitu mengikuti berdirinya sekolah tinggi, misalnya seperti Geneeskunde Hoogeschool di