• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 4 PERANCANGAN MODEL SIMULASI

4.1 Identifikasi Sistem Amatan

4.1.7 Komponen Pembiayaan Pada Sistem Amatan

Komponen pembiayaan dekat kaitannya dengan pengeluaran-pengeluaran yang terjadi, karena terdapat perpindahan aliran material maupun perubahan nilai dari suatu material. Komponen pembiayaan perusahaan dibagi menjadi dua komponen biaya yakni, landed cost (biaya perolehan) dan transportation cost (biaya distribusi) (Rini, 2016). Komponen biaya dibedakan menjadi dua yakni, biaya transportasi dan biaya non-transportasi atau biaya operasional (Putri, 2016). Pada penelitian ini perhitungan biaya yang digunakan mengaitkan empat biaya yakni, biaya perolehan, biaya transportasi konsinyasi terminal, biaya transportasi lembaga penyalur dan biaya operasional. Perhitungan beberapa komponen biaya sebagian besar memiliki nominal dalam mata uang dollar, oleh karena itu, perlu dilakukannya konversi menjadi mata uang rupiah.

4.1.7.1 Biaya Perolehan (landed cost)

Biaya perolehan sebagaimana dimaksudkan pada ayat (2) merupakan biaya penyediaan Bahan Bakar Minyak dari produksi kilang dalam negeri dan impor sampai dengan terminal bahan bakar minyak/depot dengan dasar perhitungan menggunakan harga indeks pasar (Presiden Republik Indonesia, 2014). Biaya ini dapat diartikan dalam aspek persediaan sebagai biaya tetap (fixed cost) yang

53

dihitung dari pembeliaan unit produk. Pada penelitian ini biaya perolehan dapat dihitung dari pembelian Produk A melalui kilang dalam negeri maupun impor. Masing-masing jalur pasokan terminal (impor dan kilang) memiliki komponen dan perhitungan pembiayaan yang berbeda.

Pembeliaan Produk A hasil dari produksi kilang dalam negeri memiliki perhitungan yang lebih sederhana dibandingkan dengan pembeliaan impor. Komponen biaya pembeliaan Produk A dalam negeri terdiri dari, harga berdasarkan Mean of Platts Singapore (MOPS) dan biaya distribusi. Pendistribusian kilang dalam negeri (kilang lokal) dilakukan dengan dua moda transportasi yakni kapal tanker dan pipa. Biaya penggunaan pipa pada penelitian ini masuk sebagai biaya operasional terminal, karena biaya penyaluran pipa lebih kepada penggunaan biaya bahan bakar minyak diesel pada pompa yang terhubung dengan tangki timbun. Biaya transportasi kapal tanker lebih pada penyewaan kapal per hari berdasarkan tipe kapal yang digunakan untuk mengatarkan pasokan menuju terminal.

Pembeliaan Produk A melalui jalur impor memiliki perhitungan yang lebih rumit, karena mempengaruhi banyak konstrain biaya, ketika BBM tersebut masuk ke Indonesia. Biaya pembelian impor juga memerlukan pengurusan dokumen administrasi. Perhitungan biaya terdiri dari harga Produk A berdasarkan MOPS, biaya trasnportasi, asuransi, pajak, tarif bea masuk dan sebagainya. Pembeliaan setiap produk melewati jalur impor, perlu diperhitungkan beberapa konstran pembiayaan yakni MOPS, Bea Masuk (BM) dan Pajak Dalam Rangka Impor (PDRI). MOPS yang digunakan untuk wilayah Jawa Timur adalah MOPS + 1.5% hingga 2%. Berdasarkan Menteri Keuangan Republik Indonesia (2011) Produk A merupakan salah satu produk minyak petroleum dengan kode Heading Sub (HS) 2710.12.14.00 dari RON 90 dan lebih, tapi di bawah RON 97, tanpa timbal memiliki tarif bea masuk sebesar 0%. Komponen perhitungan bea masuk antara lain, cost/FOB, Insurance & Freight (CIF), Nilai Dasar Perhitungan Bea Masuk (NDPBM), nilai pabean, sedangkan PDRI terdiri dari PPN, PPnBM dan PPh.

Komponen Freight diketahui terdapat tiga penggolongan yakni, 5% dari Free On Board (FOB) untuk barang yang dikirim dari Negara ASEAN, 10% dari FOB untuk Asia-Non ASEAN atau Australia dan 15% untuk negara selain dari kedua persentase sebelumnya. Komponen Freight pada penelitian ini 5%, karena

54

pembeliaan menyesuaikan dengan MOPS. Komponen asuransi telah ditetapkan sebesar 0.5%. Nilai NDPBM sebesar Rp 12.321,12 (Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean Tanjung Emas, 2017). Komponen tarif PPN sebesar 10% dan PPnBM tidak dikenakan, sedangkan untuk tarif PPh dikenakan tidak final. Nilai tarif PPh dibagi menjadi tiga yakni, non-NPWP kena pajak 15%, Non-API kena pajak 7.5% dan API kena pajak 2.5%. Berdasarkan Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean Tanjung Emas (2017) perhitungan dapat dilakukan dengan perhitungan sebagai berikut:

 Perhitungan Bea Masuk

Nilai  Pabean = CIF × NDPBM ... (4.1)

Bea  Masuk = %Bea  Masuk   × Nilai  Pabean ... (4.2)

 Perhitungan PDRI

PPN = 10%   × Nilai  Impor ... (4.3)

PPnBm = 0%   × Nilai  Impor ... (4.4)

Nilai  Impor = Nilai  Pabean × Bea  Masuk ... (4.5)

 Total biaya yang harus dibayar

Total  Pungutan = Bea  Masuk + PPN + PPnBM + PPh ... (4.6) 4.1.7.2 Biaya Transportasi Konsinyasi

Semua biaya penggunaan moda transportasi untuk penyaluran konsinyasi tidak termasuk sebagai biaya transportasi, namun memiliki perhitungan tersendiri. Biaya sewa penggunaan moda transportasi kapal tanker dapat ditampilkan pada Tabel 4.4 di bawah ini:

Tabel 4.4 Biaya Sewa Kapal Tanker per Hari

Tipe Kapal Tanker Kapasitas Kapal

(Kl) Biaya Sewa/Hari (USD) Small 1 3.600 – 4.000 3000 Small 2 6.000 – 7.500 5500 General Purpose (GP) 10.000 – 22.000 8000 Medium Range (MR) 24.000 – 33.000 12000 Large Range (LR) 50.000 – 100.000 20000

55

Berdasarkan tabel di atas, diketahui biaya sewa setiap tipe kapal yang digunakan. Penyaluran pasokan impor biasanya dilakukan dengan kapal dengan kapasitas Medium Range yang mampu mengangkut kurang lebih 24.000 – 33.000 kl. Pengiriman konsinyasi luar wilayah Jawa Timur seperti, Bali, Makassar dan Jawa Tengah, serta pengiriman langsung dari kilang lokal ke Terminal C biasanya menggunakan tipe kapal General Purpose (GP) dengan kapasitas sebesar 10.000 kl. Penggunaan kapal konsinyasi luar Jawa Timur tidak hanya berisi Produk A, namun dikonsolidasikan dengan produk selain Produk A. Seperti pada pengiriman pasokan ke Terminal di Makassar hanya 2500 kl, maka penggunaan kapal GP akan tersisa 7500 kl yang merupakan kapasitas untuk konsolidasi produk BBM lain. Pengiriman konsinyasi wilayah Jawa Timur tepatnya pada Terminal X penggunaan kapal tanker Small 1 ataupun Small 2. Perhitungan biaya transportasi kapal merupakan biaya yang didapatkan ketika terdapat aktivitas penyaluran pasokan ke terminal yang dikalikan dengan banyak kapal, biaya sewa per hari dan waktu penggunaan. Waktu penyewaan minimum sebesar lima hari dan maksimum sebesar tujuh hari (Sagala, 2016). Perhitungan biaya trasnportasi kapal dapat ditampilkan berikut ini:

Biaya  transportasi  kapal = Banyak  kapal   × Waktu  penyewaan  kapal   × Biaya  sewa  kapal  per  hari ... (4.7)

Perhitungan di atas juga digunakan untuk memperhitungkan biaya distribusi pada landed cost. Pengiriman pasokan ke Terminal Y dan Z memiliki perbedaan moda transportasi. Pengiriman dilakukan dengan moda transportasi kereta ketel uap, dimana perhitungan mengaitkan banyaknya pasokan yang disalurkan dikali dengan jarak tempuh dan biaya sebesar Rp 600,00/ kl/ km Berikut merupakan perhitungan biaya trasnportasi kereta:

Biaya  transportasi  kereta = Biaya  penggunaan  kereta   × Jarak  tempuh   × Banyak  pasokan ... (4.8)

56 4.1.7.3 Biaya Transportasi Lembaga Penyalur

Transportation cost merupakan komponen biaya distribusi dari terminal ke lembaga penyalur. Biaya transportasi antara lain, biaya own use yang merupakan biaya penggunaan BBM non-subsidi jenis solar untuk mobil tangki, biaya sumber daya manusia, biaya perawatan dan biaya lain-lain. Biaya rata-rata per tahun untuk

pengeluaran biaya transportasi dan biaya operasional sebesar Rp

580.000.000.000,00 dengan biaya transportasi sebesar Rp 366.000.000.000,00 tidak termasuk dengan komponen biaya perolehan. Persentase dari pengeluaran transportasi dapat ditampilkan pada Tabel 4.5 di bawah ini:

Tabel 4.5 Persentase Biaya Transportasi

Biaya transportasi Persentase

Biaya own use mobil tangki 60%

Biaya perawatan 20%

Biaya sumber daya manusia 15%

Biaya lain-lain 5%

Sumber: Data PT XYZ, 2016

Biaya transportasi yang digunakan pada penelitian ini menggunakan hubungan antara ritasi, banyak mobil tangki per hari dan rasio penggunaan bahan bakar dengan kapasitas rata-rata tangki timbun mobil tangki sebesar 150 liter. Jumlah mobil tangki pada tahun 2016 dapat ditampilkan pada Tabel 4.6 di bawah ini:

Tabel 4.6 Kapasitas Mobil Tangki

Kapasitas mobil tangki Jumlah unit mobil tangki Persentase

8 kl 12 3% 16 kl 71 19% 24 kl 169 44% 32 kl 114 30% 40 kl 17 4% Total 383 100%

Sumber: Data PT XYZ, 2016

Berdasarkan Tabel 4.6 dapat diketahui bahwa mobil tangki 24 kl merupakan mobil tangki yang paling banyak dengan persentase sebesar 44% dari

57

seluruh mobil tangki. Keadaan ini mengindikasikan bahwa mobil tangki 24 kl lebih banyak digunakan dalam melakukan distribusi pasokan minyak ke lembaga penyalur, selain karena ukuran mobil yang lebih mudah dioperasikan di wilayah perkotaan. Pendistribusian pasokan minyak setiap hari dilakukan sebanyak dua kali ritasi. Satu ritasi diartikan sebagai perjalanan dari A ke B hingga kembali ke A, jika dua ritasi maka perjalanan yang dilakukan selama dua kali dari titik A. Perhitungan biaya trasnportasi dilakukan dengan mengaitkan rasio penggunaan 1 liter minyak diesel dengan jarak tempuh, dimana jarak tempuh rata-rata di wilayah Jawa Timur sebesar 60 km. Rasio dari penggunaan bahan bakar minyak diesel terhadap setiap kapasitas mobil tangki dapat ditampilkan pada Tabel 4.7 berikut ini:

Tabel 4.7 Rasio Konsumsi Own Use terhadap Kapasitas Tanki Kapasitas mobil

tangki

Rasio konsumsi own use (Liter/Km) 5 kl 5,0 8 kl 4,0 10 kl 3,7 16 kl 3,5 15 kl 3,2 24 kl 2,7 32 kl 2,5 40 kl 2,2

Sumber: Data PT XYZ, 2016

Berdasarkan di atas, rasio yang digunakan untuk mobil tangki dengan kapasitas tangki sebesar 24 kl adalah 1 : 2,7. Perhitungan biaya transportasi dapat ditampilkan berikut ini:

Biaya  transportasi =

  ×       ×  

      ... (4.9)

4.1.7.4 Biaya Operasional

Biaya non-transportasi atau biaya operasional merupakan biaya yang lebih pada aspek aset yang tidak bergerak antara lain, biaya penyimpanan yang merupakan biaya own use penyimpana pada terminal, biaya sumber daya manusia,

58

biaya pelayanan termasuk sebagai biaya reorder cost, biaya material untuk perbaikan dan biaya perawatan. Biaya rata-rata per tahun untuk pengeluaran biaya transportasi dan biaya operasional sebesar Rp 580.000.000.000,00 dengan biaya operasional sebesar Rp 214.000.000.000,00. Persentase biaya operasional dapat ditampilkan pada Tabel 4.8 di bawah ini:

Tabel 4.8 Persentase Biaya Operasional

Biaya operasional Persentase

Biaya perawatan 40%

Biaya pelayanan 35%

Biaya material 10%

Biaya sumber daya manusia 10%

Biaya penyimpanan 5%

Sumber: Data PT XYZ, 2016

Berdasarkan di atas, persentase biaya operasional terbesar adalah biaya perawatan, karena tangki timbun dan penggunaan moda transportasi pipa memiliki waktu perawatan berkala. Persentase biaya tertinggi pada biaya transportasi adalah biaya own use sebesar 60%. Pada Penenlitian ini biaya penyimpanan dan biaya own use dihitung tanpa menggunakan persentase. Biaya penyimpanan dihitung menggunakan rata-rata penggunaan own use per bulan dikalikan dengan harga. Hal tersebut dikarenakan biaya penyimpanan memerlukan minyak diesel industri untuk mengoperasikan tangki timbun, sedangkan untuk biaya own use mobil tangki memiliki perhitungan tersendiri yang dikaitkan dengan penggunaan mobil tangki per hari, frekuensi pengiriman dan jumlah penggunaan minyak diesel non-subsidi khusus transportasi. Harga minyak diesel sektor industri terjadi setiap dua minggu per bulan. Harga minyak diesel didapatkan dengan menggunakan harga keekonomian yang telah diberikan oleh perusahaan perminyakan di Indonesia.

Biaya operasional tidak hanya mengaitkan pada setiap biaya yang telah ditampilkan pada Tabel 4.8, namun juga menambahkan keadaan cost of capital dari adanya holding cost. Holding cost merupakan salah satu biaya yang merupakan biaya idle yang bukan merupakan biaya penyimpanan dari segi fisik, namun lebih pada kuantitas aliran minyak yang tersimpan.

59

Dokumen terkait