• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.2 Komposisi Asam Lemak pada Sampel Minyak

Metil ester asam lemak yang diperoleh dari esterifikasi minyak nabati dan lemak hewani kemudian dianalisis dengan alat Kromatografi Gas. Analisis metil ester asam lemak adalah berdasarkan waktu retensi metil ester asam lemak yang tertahan di dalam kolom. Waktu retensi metil ester asam lemak kromatogram standar dan sampel relatif sama, sehingga detektor dapat menganalisis puncak-puncak asam lemak pada sampel. Metil ester asam lemak jenuh yang lebih pendek dan asam lemak tak jenuh trans akan lebih mudah menguap dibandingkan metil ester asam lemak jenuh yang lebih panjang dan asam lemak tak jenuh cis lalu masuk ke detektor untuk dideteksi tinggi puncak asam lemaknya. Komposisi asam lemak dari minyak nabati dan lemak hewani dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Komposisi asam lemak minyak nabati dan lemak hewani Asam

lemak

Minyak nabati (%) Lemak hewani (%)

Kelapa K. murni K. sawit Kedele Jagung Campuran Sapi Ayam Babi Kambing

SFA 6 : 0 1,73 ± 1,01 0,66 ± 0,02 8 : 0 5,31 ± 3,20 8,75 ± 0,08 10 : 0 5,56 ± 0,98 6,17 ± 0,04 12 : 0 49,18 ± 0,84 50,54 ± 0,06 0,25 ± 0,04 0,15 ± 0,01 0,09 ± 0,00 2,41 ± 0,07 14 : 0 18,97 ± 1,55 18,32 ± 0,03 1,01 ± 0,03 0,08 ± 0,00 0,11 ± 0,01 4,65 ± 0,10 4,65 ± 0,10 0,75 ± 0,03 5,42 ± 0,10 3,02 ± 0,24 15 : 0 1,17 ± 0,02 1,17 ± 0,02 1,04 ± 0,02 16 : 0 9,11 ± 1,16 7,69 ± 0,05 39,33 ± 0,71 11,94 ± 0,15 10,79 ± 0,12 28,88 ± 0,25 28,88 ± 0,25 28,51 ± 1,77 29,54 ± 0,19 33,63 ± 0,0 6 17 : 0 2,15 ± 0,01 2,15 ± 0,01 1,92 ± 0,05 18 : 0 2,69 ± 0,42 2,32 ± 0,02 3,62 ± 0,23 3,68 ± 0,02 2,04 ± 0,00 23,18 ± 0,22 23,18 ± 0,22 4,93 ± 0,42 13,56 ± 0,03 33,75 ± 1,61 20 : 0 0,32 ± 0,04 0,27 ± 0,03 0,33 ± 0,02 M UF A 14 : 1 0,21 ± 0,01 16 : 1 0,18 ± 0,01 0,10 ± 0,00 2,69 ± 0,02 2,69 ± 0,02 6,56 ± 0,67 2,58 ± 0,23 2,03 ± 0,46 18 : 1 6,08 ± 0,74 4,61 ± 0,05 43,69 ± 0,36 22,13 ± 0,06 30,77 ± 0,02 31,86 ± 0,15 31,86 ± 0,15 41,61 ± 4,31 35,99 ± 0,10 23,02 ± 1,81 18:1t 4,08 ± 0,02 4,08 ± 0,02 0,15 ± 0,01 0,64 ± 0,08 20 : 1 0,13 ± 0,02 0,16 ± 0,01 0,20 ± 0,00 0,29 ± 0,03 PU FA 18 : 2 1,38 ± 0,13 0,93 ± 0,02 11,41 ± 0,57 57,13 ± 0,05 54,81 ± 0,10 1,33 ± 0,01 1,33 ± 0,01 16,19 ± 1,35 9,81 ± 0,02 0,95 ± 0,03 18 : 3 0,09 ± 0,02 4,62 ± 0,01 0,70 ± 0,01 0,70 ± 0,06 0,68 ± 0,03 Keterangan :

C 6:0 : Asam karpoat C 15:0 : Asam pentadekanoat C 14:1 : Asam miristoleat C 18:3 : Asam linolenat C 8:0 : Asam kaprilat C 16:0 : Asam palmitat C 16:1 : Asam palmitoleat C 18:2 : Asam linoleat C 10:0 : Asam kaprat C 17:0 : Asam margarat C 18:1 : Asam oleat

C 12:0 : Asam laurat C 18:0 : Asam stearat C 18:1 t : Asam oleat trans C 14:0 : Asam miristat C 20:0 : Asam arakidat C 20:1 : Asam gadoleat

Kromatogram metil ester asam lemak standar sebelum dihidrolisis dapat dilihat pada Lampiran 8. Kromatogram metil ester asam lemak minyak nabati dan lemak hewani sebelum dihidrolisis dapat dilihat pada Lampiran 9 sampai dengan Lampiran 38.

Berdasarkan daftar informasi sampel minyak goreng, minyak kelapa memadat dan berwarna putih pada suhu 26 oC, sedangkan pada suhu 29 o

Sifat fisika asam lemak dipengaruhi panjang rantai; semakin panjang rantai atom C yang dimiliki asam lemak, maka titik lelehnya akan semakin tinggi. Sebaliknya pada lemak nabati lainnya, yaitu minyak kelapa sawit, kedele, jagung dan campuran (jagung, kedele dan jarak), pada suhu kamar tetap mencair karena persentase komposisi MUFA dan PUFA yang tinggi. Pada minyak kedele, persentase asam oleat (C 18:1) 22,13 ± 0,06% dan asam linoleat (C 18:2) 57,13 ± 0,05%. Pada minyak jagung, persentase asam oleat (C 18:1) 30,77 ± 0,02% dan asam linoleat (C 18:2) 54,81 ± 0,10%. Pada minyak campuran, persentase asam oleat (C 18:1) 39,63 ± 0,07% dan asam linoleat (C 18:2) 41,72 ± 0,07%. Maka semakin banyak ikatan rangkap yang dimiliki asam lemak, maka semakin rendah titik leleh minyak tersebut (Silalahi, 2000; Silalahi dan Tampubolon, 2002).

C minyak kembali cair dan jernih juga terjadi pada minyak kelapa murni. Hal ini disebabkan karena adanya persentase komposisi SFA sangat tinggi terutama pada asam lemak rantai panjang asam laurat (C 12:0) yaitu 49,18 ± 0,84% dan asam miristat (C 14:0) yaitu 18,97 ± 1,55%.

Pada lemak hewani yaitu sapi dan kambing juga memadat pada suhu kamar dan berwarna putih. Hal ini juga disebabkan karena persentase komposisi

SFA pada lemak sapi sangat tinggi pada asam lemak rantai panjang asam palmitat (C 16:0) yaitu 28,88 ± 0,25% dan asam stearat (C 18:0) yaitu 23,18 ± 0,22%. Sedangkan pada lemak kambing persentase komposisi SFA pada asam lemak rantai panjang asam palmitat (C 16:0) yaitu 33,63 ± 0,06% dan asam stearat (C 18:0) yaitu 33,75 ± 1,61%. Pada lemak sapi dan kambing juga terdapat asam lemak trans yaitu pada sapi, asam oleat trans (C 18:1 t) 4,08 0,02% dan pada kambing 0,64 ± 0,08%. Persentasenya kecil tetapi asam lemak trans juga dapat mempengaruhi titik leleh dari lemak hewani selain dari panjangnya rantai C yang dimiliki asam lemak jenuh pada minyak nabati dan lemak hewani. Titik leleh asam lemak bentuk trans lebih tinggi dibandingkan asam lemak bentuk cis (Silalahi (2000); Silalahi dan Tampubolon (2002). Sebaliknya pada lemak ayam dan babi mencair pada suhu kamar, karena persentase komposisi MUFA dan PUFA lebih tinggi dibandingkan komposisi SFA. Pada lemak ayam, asam oleat (C 18:1) 41,61 ± 4,31% sedangkan asam linoleat (C 18:2) 16,19 ± 1,35%. Pada lemak babi, asam oleat (C 18:1) 35,99 ± 0,10% sedangkan asam linoleat (C 18:2) 9,81 ± 0,02%. Maka sama seperti minyak kelapa sawit, kedele, jagung dan campuran, semakin banyak ikatan rangkap yang dimiliki asam lemak, maka semakin rendah titik lelehnya.

Pada Gambar 4.1, dapat dilihat hasil kromatogram standar dan sampel minyak kelapa sawit dan lemak babi. Sumbu y menyatakan tinggi puncak kromatogram dan sumbu x menyatakan waktu retensi. Dapat dilihat bahwa waktu retensi asam lemak dari standar dan sampel tidak jauh berbeda.

A.

B.

Gambar 4.1 Kromatogram standar asam lemak dengan minyak kelapa sawit dan lemak babi

Keterangan: Gambar A. Kromatogram standar dan minyak kelapa sawit, Gambar B. Kromatogram standar dan lemak babi

Komposisi asam lemak pada sampel minyak nabati yaitu minyak kelapa, kelapa murni, kelapa sawit, kedele, jagung, campuran dan lemak hewani yaitu lemak sapi, ayam, babi, kambing dari Tabel 4.2 dibandingkan dengan literatur yang terdapat pada Doyle (2004), Sardjono (1999), Silalahi (2007), Stolyhwo (2007) yang dapat dilihat pada Tabel 2.2.

Komposisi asam lemak minyak nabati yaitu minyak kelapa dan kelapa murni hampir sama. Tetapi apabila dilihat secara organoleptis, minyak kelapa murni lebih jernih dibandingkan minyak kelapa yang berwarna putih kekuning-kuningan. Hal ini disebabkan karena proses pembuatannya yang berbeda, bahwa minyak kelapa murni dibuat dengan teknik proses dingin (Carandang, 2008; Gopala, et al., 2010). Apabila komposisi asam lemak minyak kelapa dan kelapa murni dibandingkan dengan Tabel 2.2, juga relatif sama. Tetapi pada kedua jenis minyak ini terdapat asam kaproat (C 6:0) yang seharusnya tidak ada, sedangkan asam palmitoleat tidak terdapat yang seharusnya ada walaupun dalam jumlah yang sangat sedikit.

Pada minyak kelapa sawit, kandungan SFA yaitu asam palmitat (C 16:0) 39,33 ± 0,71% lebih kecil dari kisaran 44,30–49,77%. Kandungan MUFA yaitu asam oleat (C 18:1) 43,69 ± 0,36% lebih besar dari kisaran 32,14–38,70%. Asam gadoleat (C 20:1) 0,13 ± 0,02% biasanya tidak terdapat pada minyak kelapa sawit. Kandungan PUFA yaitu asam linolenat (C 18:3) 0,09 ± 0,02% lebih kecil dari kisaran 0,18–0,30%.

Pada minyak kedele, kandungan PUFA yaitu asam linoleat (C 18:2) 57,13 ± 0,05% lebih besar dari kisaran 42,12–53,70%. Sedangkan pada minyak jagung,

kandungan SFA yaitu asam laurat (C 12:0) 0,15 ± 0,01%, biasanya tidak terdapat pada minyak jagung. Asam stearat (C 18:0) 2,04 ± 0,00% lebih besar dari kisaran 1,41–2,00%. Kandungan MUFA yaitu asam oleat (C 18:1) 30,77 ± 0,02% lebih besar dari kisaran 21,61–25,40%. Kandungan PUFA yaitu asam linoleat (C 18:3) 0,70 ± 0,01% lebih besar dari kisaran 1,20–1,60%.

Pada kemasan minyak campuran, dicantumkan merupakan campuran minyak jagung, kedele dan jarak. Perbandingan pencampuran tersebut tidak dapat diketahui dengan pasti. Pada Tabel 4.2 dapat dilihat bahwa perbandingan total SFA, MUFA dan PUFA minyak jagung dan kedele hampir sama. Pencampuran ini dapat diketahui dari kandungan MUFA yaitu asam lemak palmitoleat (C 16:1) yang tidak terdapat pada minyak kedele dan jarak. Tingginya asam oleat (C 18:1) 39,63 ± 0,07% dibandingkan asam oleat minyak jagung dan kedele karena berasal dari minyak jarak (62,00%). Pada kandungan PUFA, asam linolenat (C 18:3) 4,85 ± 0,07% berasal dari minyak jarak (10,00%) dan kedele (1,60–7,42%) yang diketahui dari literatur (Bell, 1997; Doyle, 2004; Sardjono, 1999; Silalahi, 2007; Stolyhwo, 2007).

Pada lemak sapi, kandungan SFA yaitu asam pentadekanoat (C 15:0) 1,17 ± 0,02%, walaupun menurut literatur tidak terdapat pada lemak sapi. Asam margarat (C 17:0) 2,15 ± 0,01% lebih besar dari kisaran 1,74–2,00%. Kandungan MUFA yaitu asam palmitoleat (C 16:1) 2,69 ± 0,02% lebih besar dari kisaran 1,40–2,00%. Asam oleat trans (C 18:1 t) 4,08 ± 0,02%, biasanya tidak ada pada lemak sapi.

Pada lemak ayam, kandungan SFA yaitu asam laurat (C 12:0) 0,09 ± 0,00%, seharusnya tidak terdapat pada lemak ayam. Kandungan MUFA yaitu asam palmitoleat (C 16:1) 6,56 ± 0,67% lebih kecil dari kisaran 7,01–7,17%. Asam oleat trans (C 18:1 t) 0,15 ± 0,01%, seharusnya tidak ada pada lemak ayam. Kandungan PUFA yaitu asam linolenat (C 18:3) 0,70 ± 0,06% seharusnya tidak terdapat pada lemak ayam.

Pada lemak babi, kandungan SFA yaitu asam kaprat (C 10:0) tidak terdapat pada lemak babi yang seharusnya berkisar 0,04–0,50%. Asam miristat (C 14:0) 5,42 ± 0,10% lebih besar dari kisaran 0,98–1,07%. Asam palmitat (C 16:0) 29,54 ± 0,19% lebih besar dari kisaran 20,06–25,00%. Asam arakidat (C 20:0) tidak terdapat pada lemak babi yang seharusnya berkisar 0,30–1,00%. Kandungan MUFA yaitu asam oleat (C 18:1) 35,99% lebih kecil dari kisaran 40,74–47,46%. Kandungan PUFA yaitu asam linoleat (C 18:2) 9,81 ± 0,02% lebih kecil dari kisaran 12,00–14,94%. Asam linolenat (C 18:3) 0,68 ± 0,03% lebih kecil dari kisaran 1,50–1,7%.

Pada lemak kambing, kandungan SFA yaitu asam laurat (C 12:0) tidak terdeteksi pada lemak kambing yang seharusnya berkisar 0,33–1,76%. Asam miristat (C 14:0) 3,02 ± 0,24% lebih kecil dari kisaran 3,80–4,53%. Asam pentadekanoat (C 15:0) 1,04 ± 0,02% seharusnya tidak terdapat pada lemak kambing. Asam palmitat (C 16:0) 33,63 ± 0,06% lebih kecil dari kisaran 47,17– 53,16%. Asam margarat (C 17:0) 1,92 ± 0,05% seharusnya tidak ada pada lemak kambing. Asam stearat (C 18:0) 33,75 1,61% lebih besar dari kisaran 23,00– 24,50%. Kandungan MUFA yaitu asam miristoleat (C 14:1) tidak terdapat pada

lemak kambing yang seharusnya berkisar 2,34–3,00%. Asam pamitoleat (C 16:1) 2,03 ± 0,46% seharusnya tidak ada pada lemak kambing. Asam oleat (C 18:1) 23,02 ± 1,81% lebih kecil dari kisaran 26,85–27,79%. Asam oleat trans (C 18:1 t) 0,64 ± 0,08%, seharusnya tidak ada pada lemak kambing. Kandungan PUFA yaitu asam linoleat (C 18:2) 0,95 ± 0,03% lebih kecil dari kisaran 4,07–5,00%.

Pada umumnya, perbedaan komposisi asam lemak dan hilang atau munculnya asam lemak pada minyak nabati dan lemak hewani dipengaruhi oleh proses pembuatannya. Misalnya pada produk minyak kelapa murni secara teknik dibuat dengan proses teknik dingin. Pada produk minyak kelapa sawit proses pembuatannya secara Pemurnian Multi Proses. Walaupun proses pembuatan minyak nabati tersebut berbeda-beda tetapi tidak menghasilkan komposisi asam lemak yang terlalu mencolok dibandingkan dengan Tabel 2.2. Dengan proses pembuatan yang sama pun, dapat menghasilkan komposisi yang berbeda dan muncul atau hilangnya asam lemak dari produk minyak nabati tersebut. Apabila dibandingkan dengan literatur (Silalahi, dkk., 2011), yaitu pada produk minyak kelapa, kelapa sawit, jagung dan kedele dengan nomor batch yang berbeda dengan produk minyak nabati yang diteliti pada penelitian ini. Walaupun adanya perbedaan, tetapi menghasilkan komposisi asam lemak yang relatif sama.

Pada lemak hewani, pengambilan asam lemak dilakukan dengan proses dry rendering dengan proses pemanasan tanpa penambahan bahan lainnya. Pada lemak babi tidak terdapat asam oleat trans, hal ini disebabkan karena babi bukan hewan ruminansia, kalaupun ada persentasenya sedikit sekali sehingga tidak dapat terdeteksi. Minyak nabati maupun lemak hewani tidak mengandung asam lemak

trans, kecuali produk pangan sumber minyak/lemak yang dihidrogenasi seperti margarin dan lemak hewan ruminansia. Hewan ruminansia adalah hewan pemakan rumput seperti sapi dan kambing sehingga terdapat kandungan asam oleat trans. Beberapa jenis bakteri yang terdapat dalam rumen hewan tersebut menghidrogenasi sebagian dari asam lemak tidak jenuh cis yang berasal dari pakan, sehingga daging sapi dan kambing mengandung asam lemak trans. Kandungan asam lemak trans pada daging dalam makanan olahan biasanya lebih tinggi dibandingkan daging segar(Puspitasari, 1996).

Dokumen terkait