• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

3. Komunikasi Horisontal

Muhammad (2009) mendefinisikan komunikasi horisontal sebagai pertukaran pesan di antara orang-orang yang sama tingkatan otoritasnya di dalam organisasi. Pesan-pesan yang mengalir menurut fungsi dalam organisasi diarahkan secara horisontal. Pesan ini biasanya berhubungan dengan tugas-tugas atau tujuan kemanusiaan, seperti koordinasi, pemecahan masalah, penyelesaian konflik dan saling memberikan informasi. Komunikasi horisontal menurut Wayne dan Faules (2010) adalah penyampaian informasi di antara rekan-rekan sejawat dalam unit kerja yang sama. Unit kerja meliputi individu-individu yang ditempatkan pada tingkat otoritas yang sama dalam organisasi dan mempunyai atasan yang sama.

DeVito (2003) menyebut komunikasi horisontal sebagai komunikasi lateral. Komunikasi lateral adalah pesan antara sesama–manajer ke manajer, karyawan ke karyawan. Pesan semacam ini bisa bergerak di bagian yang sama di dalam organisasi atau mengalir antarbagian. Komunikasi lateral memperlancar pertukaran pengetahuan, pengalaman, metode, dan masalah. Hal ini membantu organisasi menghindarkan beberapa masalah dan memecahkan yang lainnya. Komunikasi lateral juga membangun semangat kerja dan kepuasan karyawan. Hubungan yang baik dan komunikasi yang berarti di antara para karyawan merupakan sumber utama kepuasan karyawan. Yang lebih umum lagi, komunikasi lateral bisa membantu mengkoordinasikan berbagai kegiatan di dalam organisasi dan memungkinkan berbagai divisi untuk mengumpulkan pengalaman dan keahliannya. Masmuh (2008) menjelaskan mengenai media komunikasi yang banyak digunakan dalam komunikasi horisontal (komunikasi ke samping) yaitu pertemuan tatap muka langsung, pembicaraan lewat telepon, memo tertulis, perintah kerja dalam bentuk surat tugas, dan formulir permohonan (requisation form).

Dalam bukunya Komunikasi Organisasi, Wayne dan Faules (2010) menyebutkan bahwa komunikasi horisontal muncul paling sedikit karena enam alasan sebagai berikut: (1) Untuk mengkoordinasikan penugasan kerja, (2) Berbagi informasi mengenai rencana dan kegiatan, (3) Untuk memecahkan masalah, (4) Untuk memperoleh pemahaman bersama, (5) Untuk mendamaikan, berunding, dan menengahi perbedaan, dan (6) Untuk menumbuhkan dukungan antarpersonal.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat dikatakan bahwa arah aliran informasi dalam komunikasi organisasi terbagi tiga, yaitu komunikasi ke atas, komunikasi ke bawah, dan komunikasi horisontal. Pada organisasi Gernas komunikasi ke atas adalah komunikasi yang berasal dari pendamping kepada atasannya, fungsi utamanya adalah untuk memperoleh informasi mengenai kegiatan, keputusan, dan pelaksanaan program. Komunikasi ke bawah adalah komunikasi yang berasal dari atasan kepada pendamping program, fungsinya adalah untuk fungsi pengarahan, perintah, dan evaluasi. Komunikasi horisontal atau komunikasi ke samping adalah komunikasi yang terjadi antara pendamping dengan pendamping yang berada dalam tingkatan hirarki wewenang yang sama, fungsinya adalah sebagai alat untuk mengkoordinasikan dan membantu proses pemecahan masalah diantara para pendamping.

Sarana Kerja

Sarana sebagai alat penunjang keberhasilan pada suatu pekerjaan yang dilakukan baik untuk kepentingan kantor maupun untuk pelayanan publik. Sarana tersebut harus tersedia cukup memadai untuk mencapai hasil yang diharapkan dari pekerjaan sesuai yang direncanakan.

Moenir (1992) dalam Jamil (2012) mengemukakan bahwa sarana adalah segala jenis peralatan, perlengkapan kerja, dan fasilitas yang berfungsi sebagai alat utama/pembantu dalam pelaksanaan pekerjaan, dan juga dalam rangka kepentingan yang sedang berhubungan dengan organisasi kerja.

Jamil (2012) mengungkapkan pada dasarnya sarana memiliki fungsi utama sebagai berikut: (1) Mempercepat proses pelaksanaan pekerjaan sehingga dapat menghemat waktu, (2) Meningkatkan produktivitas, baik barang dan jasa, (3) Hasil kerja lebih berkualitas dan terjamin, (4) Lebih memudahkan/sederhana dalam gerak para pengguna/pelaku, (5) Ketepatan susunan stabilitas pekerja lebih terjamin, (6) Menimbulkan rasa kenyamanan bagi orang-orang yang berkepentingan, dan (7) Menimbulkan rasa puas pada orang-orang yang berkepentingan yang mempergunakannya.

Pengoperasian suatu organisasi bisnis hanya mungkin terjadi apabila perusahaan yang bersangkutan memiliki berbagai sarana dan prasarana kerja, yang dibutuhkannya. Teori klasik manajemen menekankan bahwa sarana dan prasarana yang dibutuhkan itu terdiri dari sumber daya manusia (man), modal dan dana (money), bahan (materials), mesin-mesin (machines), metode dan prosedur kerja (methods), dan pasar (market). Meskipun teori klasik tetap diakui kebenarannya, dewasa ini dirasakan perlu ditambah dengan tiga sarana lain yaitu energi (energy), waktu (time), dan informasi (information) (Siagian 2004).

Sarana yang dimaksud dalam tulisan ini adalah sarana sebagai alat dan bahan untuk menunjang dan memperlancar kegiatan yang dilakukan kantor Sekretariat program Gernas. Ketersediaan, kelengkapan, dan kecukupan serta

kemudahan penggunaan sarana yang dimaksud, seperti: alat tulis kantor, kearsipan, ketersediaan meja dan kursi, ketersediaan komputer, dan ketersediaan kendaraan akan sangat membantu serta menunjang terlaksananya pekerjaan dengan baik di kantor Sekretariat program Gernas. Apabila sarana tersedia cukup memadai dan dapat diakses oleh pendamping untuk digunakan dimana diperlukan pada waktu yang tepat, maka baik pekerjaan administrasi perkantoran maupun pekerjaan pendampingan dapat terlaksana dengan baik. Kalau pekerjaan tersebut dapat dikerjakan sesuai standar yang diinginkan maka tentu saja akan memperbaiki kinerja pendamping atas kriteria pekerjaanya.

Ketersediaan kendaraan bagi kantor Sekretariat program Gernas juga sangat penting, karena kendaraan adalah alat transportasi yang dapat menunjang mobilitas pendamping dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya. Ketersediaan kendaraan baik roda dua maupun roda empat hendaknya tersedia dengan memadai karena tugas pokok dan fungsi pendamping yang utama adalah kegiatan pendampingan kepada petani kakao peserta Gernas.

Ketersediaan kendaraan sebagai alat transportasi bagi pendamping dapat membantu dalam hal meringankan penggunaan tenaga dan tidak terlalu melelahkan bagi pendamping dan dapat datang sesuai dengan jadwal kegiatan yang direncanakan bersama dengan petani. Ketersediaan kendaraan yang dapat membantu mempermudah pendamping menjalankan aktivitas yang memerlukan mobilitas sesuai dengan rencana yang telah disusun dapat dicapainya target penyelesaian tugas dan tanggungjawab secara tepat waktu dan baik, sehingga mendorong tingkat keberhasilan pekerjaan, terutama dari segi waktu dan fasilitasi mobilitas sumber daya yang dibutuhkan untuk kegiatan tersebut dapat terlaksana dengan baik dan tepat waktu. Dengan demikian, ketersediaan kendaraan dapat membantu keberhasilan pekerjaan yang telah direncanakan oleh pendamping Gernas.

Kinerja

Hasan (2005) dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikan istilah kinerja sebagai: (a) Sesuatu yang dicapai, (b) Prestasi yang diperlihatkan, dan (c) Kemampuan kerja. Kamus Inggris Indonesia (Echols & Shadily 2003)

performance memiliki beberapa arti, namun yang lebih mendekati adalah dayaguna, prestasi, hasil. Menurut The Scribner-Bantam English Dictionary

dalam Prawirosentono (1999), performance berasal dari kata “to perform” yang mempunyai beberapa “entries” antara lain: (1) Melakukan, menjalankan, melaksanakan (to do or carry out, execute), (2) Memenuhi atau melaksanakan kewajiban suatu niat atau nazar (to discharge of fulfill; as vow), (3) Melaksanakan atau menyempurnakan tanggung jawab (to execute or complete an understaking), dan (4) Melakukan sesuatu yang diharapkan oleh seseorang atau mesin (to do what is expected of a person machine).

Newstrom dan Davis (2000) menyatakan motivasi dan kemampuan secara bersama-sama menentukan potensi prestasi seseorang. Prawirosentono (1999) mengemukakan kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing, dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum, dan sesuai dengan moral maupun etika.

Sutrisno (2011) mengutip pendapat Miner (1990) bahwa kinerja adalah bagaimana seseorang diharapkan dapat berfungsi dan berperilaku sesuai dengan tugas yang telah dibebankan kepadanya. Menurut Mangkunegara dan Prabu (2000) kinerja ialah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Menurut Sulistiyani (2003) kinerja seseorang merupakan kombinasi dari kemampuan, usaha, dan kesempatan yang dinilai dari hasil kerjanya. Bernadin dan Russel (Sulistiyani 2003) menjelaskan bahwa kinerja merupakan catatan outcome yang dihasilkan dari fungsi pegawai tertentu atau kegiatan yang dilakukan selama periode waktu tertentu. Menurut John Whitmore (Wibowo 2007) kinerja adalah pelaksanaan fungsi-fungsi yang dituntut dari seseorang, kinerja adalah suatu perbuatan, suatu prestasi, suatu pameran umum keterampilan. Menurut Barry Cushway (Wibowo 2007) kinerja adalah menilai bagaimana seseorang telah bekerja dibandingkan dengan target yang telah ditentukan.

Byars dan Rue (1991) mengemukakan unsur-unsur yang dinilai dalam format penilaian kerja pegawai, meliputi: (1) Kualitas dari pekerjaan, yaitu mutu hasil pekerjaan dengan mempertimbangkan keakuratan, ketelitian, dan dapat dipercaya, (2) Kuantitas dari pekerjaan, yaitu jumlah dari pekerjaan yang bermanfaat, pada periode waktu sejak penilaian terakhir, dibandingkan dengan standar kerja yang telah dibuat, (3) Kerja sama, yaitu sikap pegawai terhadap pekerjaan, terhadap teman kerja dan pimpinannya, (4) Pengetahuan terhadap pekerjaan, yaitu tingkat dimana pegawai mengerti mengenai bermacam prosedur dari pekerjaan dan tujuan-tujuannya, (5) Kehandalan dari pekerjaan, yang ditandai dengan keakuratan tugas dan pembagian waktu, dan (6) Kehadiran dan ketepatan waktu, yang berkaitan dengan catatan pegawai dan kemampuan berperilaku dalam peraturan unit kerja. McCormick dan Tiffin (1980), mengemukakan kinerja adalah kuantitas, kualitas, dan waktu yang digunakan dalam menjalankan tugas. Kuantitas adalah hasil yang dapat dihitung sejauh mana seseorang dapat berhasil mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kualitas adalah bagaimana seseorang dalam menjalankan tugasnya, yaitu mengenai banyaknya kesalahan yang dibuat, kedisiplinan dan ketepatan waktu. Waktu kerja adalah mengenai jumlah absen yang dilakukan, keterlambatan, dan lamanya masa kerja dalam tahun yang telah dijalani.

Miner (1990) dalam Sutrisno (2011), mengemukakan secara umum dapat dinyatakan empat aspek dari kinerja, yaitu sebagai berikut: (1) Kualitas yang dihasilkan, menerangkan tentang jumlah kesalahan, waktu dan ketepatan dalam melakukan tugas, (2) Kuantitas yang dihasilkan, berkenaan dengan berapa jumlah produk atau jasa yang dapat dihasilkan, (3) Waktu kerja, menerangkan akan berapa jumlah absen, keterlambatan, serta masa kerja yang telah dijalani individu tersebut, dan (4) Kerja sama, menerangkan akan bagaimana individu membantu atau menghambat usaha dari teman sekerjanya. Dengan keempat aspek kinerja diatas dapat dikatakan bahwa individu mempunyai kinerja yang baik bila dia berhasil memenuhi keempat aspek tersebut sesuai dengan target atau rencana yang telah ditetapkan oleh organisasi.

Wayne dan Faules (2010) mengutip pendapat Swanson dan Graudous yang menjelaskan bahwa dalam sistem, berapapun ukurannya, semua pekerjaan saling berhubungan. Hasil dari seperangkat kinerja pekerjaan adalah masukan bagi usaha

kinerja lainnya. Karena saling bergantung, apa yang tampaknya merupakan perolehan kinerja yang kecil dalam suatu aspek pekerjaan dapat menghasilkan perolehan besar secara keseluruhan. Jadi, produktivitas suatu sistem bergantung pada kecermatan dan efisiensi perilaku kerja (Sutrisno 2011).

Program Gernas Kakao

Gerakan Peningkatan Produksi dan Mutu Kakao Nasional merupakan salah satu program strategis Kementerian Pertanian yang diprakarsai oleh Dirjen Perkebunan. Pelaksanaan Gerakan dilakukan dengan mengacu kepada Pedoman Umum dan Pedoman Teknis yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Perkebunan. Untuk kelancaran pelaksanaan Gernas Kakao disusun organisasi pelaksanaan dari tingkat pusat sampai tingkat lapangan. Di tingkat Kabupaten penanggung jawab Gernas Kakao adalah Bupati dengan pelaksana harian adalah Kepala Dinas Kabupaten yang membidangi Perkebunan. Di tingkat lapangan, pelaksana Gerakan dikoordinasikan oleh Unit Pelayanan Pembinaan (UPP). UPP adalah unit pelayanan yang mempunyai tugas mendampingi dan membina petani dalam pelaksanaan Gernas.

Program Gernas terdiri atas tiga kegiatan utama, yaitu: (1) Peremajaan tanaman kakao, yaitu penggantian tanaman tidak produktif (tua/rusak) dengan tanaman baru secara keseluruhan atau bertahap, dan pengutuhan (pemadatan) populasi sesuai standar teknis dengan menggunakan bahan tanaman unggul yang berasal dari perbanyakan teknologi Somatic Embryogenesis (SE), (2) Rehabilitasi tanaman kakao, yaitu perbaikan kondisi tanaman (pertumbuhan dan produktivitas melalui teknologi sambung samping dengan menggunakan bahan tanaman unggul, (3) Intensifikasi tanaman kakao, adalah upaya untuk meningkatkan produktivitas tanaman melalui penerapan standar teknis budidaya. Program Gernas juga memberdayakan petani kakao yang kegiatannya meliputi pelatihan petani dan pendampingan petani oleh tenaga pendamping, serta terdapat kegiatan penerapan standar mutu yang kegiatannya meliputi penyediaan sarana sosialisasi standar mutu, sosialisasi standar mutu, dan penyediaan sarana pasca panen.

Kegiatan Gernas membutuhkan pendamping yang bertugas mengawal kegiatan petani. Petugas pendamping merupakan petugas yang mendampingi petani untuk membantu, membimbing dan membina petani dalam melaksanakan Program Gernas Kakao. Tenaga pendamping diperlukan untuk mengawal pelaksanaan Gerakan di lapangan agar benar-benar sesuai dengan sasaran yang diharapkan. Tenaga pendamping tersebut digunakan dalam Gerakan dengan sistem kontrak, sedangkan rekrutmennya dilakukan oleh Dinas yang membidangi Perkebunan dari masing-masing provinsi, dengan kriteria yang telah ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Perkebunan.

Petugas pendamping mempunyai tugas dan fungsi sebagai berikut:

a. Mengkoordinasikan penyelenggaraan penyuluhan khususnya masalah perkakaoan,

b. Melakukan pembinaan teknis budidaya kepada para petani peserta Gerakan, c. Melakukan penumbuhan dan pembinaan kelembagaan petani,

d. Menjembatani fungsi instansi/lembaga yang terkait dengan pembiayaan melalui program revitalisasi dengan perbankan, dan

e. Membuat laporan pelaksanaan kegiatan Gerakan sesuai dengan jadwal yang ditetapkan kepada Dinas yang membidangi perkebunan di Kabupaten.

Kegiatan peremajaan yang perlu pendampingan yaitu mulai dari persiapan lahan, penanaman tanaman sela, pengelolaan tanaman pelindung, penanaman kakao, pemeliharaan, pengendalian hama dan penyakit. Untuk kegiatan rehabilitasi meliputi persiapan batang bawah, persiapan batang atas (entres), pelaksanaan sambung samping, pemeliharaan, sanitasi dan pengelolaan pohon pelindung, sedangkan intensifikasi meliputi pemeliharaan, pengelolaan pohon pelindung, pengendalian hama/penyakit, dan fermentasi kakao.

Penelitian Terdahulu

Komunikasi organisasi dapat didefinisikan sebagai penafsiran pesan di antara unit-unit komunikasi yang merupakan bagian dari suatu organisasi tertentu. Suatu organisasi terdiri dari unit-unit komunikasi dalam hubungan-hubungan hierarkis antara yang satu dengan lainnya dan berfungsi dalam suatu lingkungan (Wayne & Faules 2010). Hasil penelitian terdahulu menjelaskan bahwa komunikasi organisasi berhubungan positif dengan kinerja. Oleh karena itu, pentingnya aktivitas komunikasi dalam organisasi dapat menentukan kinerja pendamping Program Gernas Kakao.

Penelitian Pincus (1986) mengawali studi mengenai hubungan antara komunikasi dengan kinerja. Studi lapangan Pincus menemukan terdapat hubungan positif antara komunikasi dan kinerja pekerjaan, tetapi hubungan komunikasi kepuasan lebih kuat, khususnya dalam komunikasi supervisor, iklim komunikasi, dan umpan balik personal. Sujudi (2000) mengemukakan mengenai faktor personal dan organisasional yang mempengaruhi kinerja komunikasi organisasi. Sujudi menyimpulkan bahwa kinerja komunikasi organisasi berhubungan nyata dengan karakteristik individu, meliputi: umur dan masa kerja. Suhanda et al.

(2008) memaparkan hubungan karakteristik dengan kinerja bahwa karakteristik penyuluh berhubungan nyata dengan kinerjanya dalam melaksanakan penyuluhan. Karakteristik penyuluh yang dimaksud adalah usia, masa kerja, jenis kelamin, jabatan, pendidikan formal, dan pelatihan.

Arifin (2005) menganalisis pengaruh faktor-faktor kepuasan komunikasi terhadap kinerja karyawan, dengan menggunakan 8 variabel bebas yaitu: kepuasan iklim komunikasi, kepuasan komunikasi pengawasan, kepuasan integrasi organisasi, kepuasan kualitas media, kepuasan komunikasi dengan rekan kerja, kepuasan informasi perusahaan, kepuasan umpan balik individu, dan kepuasan komunikasi atasan dengan bawahan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepuasan komunikasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan.

Narso (2006) menemukan hubungan komunikasi dengan motivasi bahwa arah komunikasi berhubungan dengan kebutuhan sosial, harga diri, aktualisasi diri dan gaya komunikasi internal berhubungan dengan harapan dan insentif. Mokodompit (2013) melakukan analisis pengaruh komunikasi organisasi terhadap efektivitas kinerja dan menemukan bahwa komunikasi organisasi memiliki hubungan yang signifikan terhadap efektivitas kinerja karyawan.

Suprayitno (2004) menganalisis hubungan karakteristik individu dengan motivasi kerjanya, dan menemukan bahwa usia berhubungan positif dengan kebutuhan sosial dan kebutuhan aktualisasi diri, dan masa kerja berhubungan

positif dengan kebutuhan sosial. Hal ini didukung oleh Ghezanda et al. (2013) bahwa secara parsial karakteristik individu berpengaruh positif dan signifikan terhadap motivasi kerja karyawan.

Hasil penelitian Leilani dan Jahi (2006) mengenai kinerja penyuluh pertanian di beberapa kabupaten Provinsi Jawa Barat, menyimpulkan bahwa motivasi kerja sebagai salah satu karakteristik penyuluh pertanian yang diuji, berhubungan erat dengan kinerja mereka dalam pelaksanaan tugas pokok. Hal ini didukung oleh Nasution (2009) yang menyatakan bahwa variabel motivasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja perawat dalam kelengkapan rekam medis. Faktor komunikasi lain yang berhubungan dengan kinerja dikemukakan oleh Dwihayanti (2004) bahwa faktor komunikasi yang menyangkut kepercayaan dan keterbukaan dalam komunikasi ke bawah berhubungan dengan kinerja kelompok petani-nelayan kecil (KPK). Maryono (2012) mengemukakan mengenai iklim organisasi yang mempengaruhi kinerja pustakawan yaitu imbalan, kesempatan, dan keterlibatan.

Berdasarkan beberapa penelitian terdahulu di atas, maka dapat diadaptasi beberapa aspek yang kemudian juga digunakan dalam penelitian ini. Persamaan topik penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah menggunakan variabel bebas yang sama yaitu komunikasi organisasi, sedangkan perbedaannya terletak pada indikator untuk mengukur aktivitas komunikasi organisasi yaitu menggunakan frekuensi komunikasi dan tingkat penggunaan media komunikasi nya.