• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aktivitas Komunikasi Organisasi dan Kinerja Pendamping dalam Program Gerakan Nasional Kakao di Kabupaten Polewali Mandar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Aktivitas Komunikasi Organisasi dan Kinerja Pendamping dalam Program Gerakan Nasional Kakao di Kabupaten Polewali Mandar"

Copied!
102
0
0

Teks penuh

(1)

NURUL MUKHLISHAH

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Aktivitas Komunikasi Organisasi dan Kinerja Pendamping dalam Program Gerakan Nasional Kakao di Kabupaten Polewali Mandar adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, November 2014

(4)

Mandar. Dibimbing oleh AMIRUDDIN SALEH dan DWI SADONO.

Program Gernas Kakao merupakan salah satu program unggulan Kementerian Pertanian dalam upaya peningkatan produksi dan mutu kakao di Indonesia dengan melibatkan secara optimal seluruh potensi pemangku kepentingan serta sumber daya yang ada. Program Gernas Kakao memanfaatkan tenaga pendamping untuk menyampaikan pesan dan informasi yang bersifat inovatif yang mampu memberdayakan petani. Demi kelancaran program disusun organisasi pelaksana dari tingkat pusat hingga tingkat lapangan. Di tingkat lapangan terdapat organisasi pelaksana yaitu Unit Pelayanan dan Pembinaan (UPP) Gernas Kakao. UPP Gernas Kakao dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya tidak terlepas dari proses komunikasi. Penelitian ini bertujuan (1) mendeskripsikan aktivitas komunikasi organisasi yang terjadi di organisasi pelaksana Gernas Kakao (2) mendeskripsikan kinerja pendamping, dan (3) menganalisis korelasional, meliputi: a. analisis hubungan aktivitas komunikasi organisasi dengan kinerja pendamping, b. analisis hubungan karakteristik dengan motivasi kerja pendamping, c. analisis hubungan karakteristik dengan kinerja pendamping, d. analisis hubungan motivasi kerja dengan kinerja pendamping, e. analisis hubungan penggunaan sarana kerja dengan kinerja pendamping.

Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Polewali Mandar, Sulawesi Barat, yang ditentukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa Kabupaten Polewali Mandar sebagai salah satu sentra penghasil kakao. Jumlah responden adalah 33 orang yang terdiri dari pendamping kegiatan, petugas teknis, dan petugas database. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aktivitas komunikasi organisasi berada pada kategori rendah. Hal ini menunjukkan bahwa frekuensi komunikasi yang terjadi masih sangat terbatas, karena komunikasi hanya dilakukan apabila diperlukan sebagai suatu kegiatan yang bersifat rutinitas kantor. Kemampuan pendamping berkomunikasi lebih bersifat pasif sehingga pendamping jarang memiliki inisiatif untuk melakukan komunikasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kinerja termasuk dalam kategori rendah, yang disebabkan oleh terbatasnya jumlah pendamping sehingga menyebabkan tidak meratanya kerja mereka untuk mendatangi petani, selain itu tenaga pendamping yang baru lulus dari sarjana juga kurang menguasai masalah teknis di lapangan. Aktivitas komunikasi organisasi berhubungan positif dan sangat nyata dengan kinerja pendamping. Karakteristik pendamping yaitu umur dan masa kerja berhubungan negatif dan nyata dengan motivasi kerja pendamping. Karakteristik pendamping yaitu umur berhubungan negatif dan sangat nyata dengan kinerja pendamping. Kebutuhan fisiologis dan kebutuhan prestasi pendamping berhubungan positif dengan kinerja pendamping. Tingkat penggunaan sarana kerja memiliki hubungan positif dan nyata dengan kinerja pendamping.

(5)

of The Partner in Gerakan Nasional Kakao Program at Polewali Mandar. Supervised by AMIRUDDIN SALEH and DWI SADONO.

Gernas Kakao Program is one of the main programs of Ministry of Agriculture to increase production and quality of cocoa in Indonesia by optimally all the potential stakeholders and available resources. Gernas Kakao Program utilize partners to deliver innovative messages and informations that able to empower the farmers. For the success of the program the program committee compiled of the national level to the grass root level. On the grass root level there was an organization namely Services and Development Unit (UPP) of Gernas Kakao Program. In carrying out their duties and function, UPP Gernas Kakao can not be separated from the organizational communication process. The objectives of this study were to produce: (1) the description of the organizational communication activities, (2) the description of the Gernas Kakao Program partners performance, (3) analysis the correlation includes: a. organizational communication activities with the partners performance, b. characteristics of partners with the work motivation, c. characteristics of partners with the partners performance, d. work motivation with the partners performance, e. the use of office facilities with the partners performance.

This research was conducted at Polewali Mandar, West Sulawesi using survey method. The number of respondents were 33 people based on census method and using correlational analysis to process the results. Results of the study (1) organizational communication activities at a low category because frequency communication that occurs is still very limited, communication is only done when necessary as a routine activity in the office, (2) partners performance at a low category due to the limited number of partners, bessides most of the partners recently graduated from Bachelor causing them to be less mastered the technical problems in the field. (3) Organizational communication activities were significantly correlated with the partners performance. Characteristics of partners like age and years of service were significantly negative correlated with the work motivation. Characteristics of partners like age were significantly negative correlated with the partners performance. Physiological needs and need for achievement were significantly correlated with the partners performance. The use of office facilities level have a positive correlated with the partners performance.

(6)

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014

(8)
(9)

Judul Tesis : Aktivitas Komunikasi Organisasi dan Kinerja Pendamping dalam Program Gerakan Nasional Kakao di Kabupaten Polewali Mandar

Nama : Nurul Mukhlishah

NIM : I352120241

Disetujui oleh

Komisi Pembimbing

Dr Ir Amiruddin Saleh, MS Ketua

Dr Ir Dwi Sadono, M.Si Anggota

Diketahui oleh

Koordinator Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan

Dr Ir Djuara P. Lubis, MS

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga tesis penelitian ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian ini ialah Aktivitas Komunikasi Organisasi dan Kinerja Pendamping dalam Program Gerakan Nasional Kakao di Kabupaten Polewali Mandar.

Terima kasih dan penghargaan penulis ucapkan kepada Dr Ir Amiruddin Saleh, MS dan Dr Ir Dwi Sadono, M.Si selaku komisi pembimbing atas segala arahan, saran, dan bimbingannya. Penulis sampaikan penghargaan kepada seluruh pendamping Program Gernas Kakao di Kabupaten Polewali Mandar, yang telah membantu selama pengumpulan data.

Ungkapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada keluarga tercinta, Ayahanda Jufri H. Ahmad, Ibu Nurma H. M. Nur, Kakak Nunung Dafriah, Adik Muhammad Hidayatullah, dan Muhammad Fadlurrahman atas seluruh do’a, dukungan, kasih sayang, serta kesabarannya membantu penulis selama pendidikan di IPB.

Ungkapan terima kasih juga penulis haturkan kepada seluruh teman-teman program studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan IPB, khususnya buat Asri Sulistyawati, Mbak Tika Tresnawati dan Uni Novi Elian, terima kasih atas kebersamaan, dukungan, dan diskusi selama menyelesaikan studi ini. Terima kasih kepada keluarga besar GPA, khususnya buat sahabat tersayang Erwina Sumardin, terima kasih atas kebersamaan dan dukungannya setiap hari berbagi canda dan tawa. Terima kasih kepada sister from another mother Febri Palupi Muslikhah atas waktunya, bantuannya, do’a dan dukungannya kepada penulis.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi yang membaca pada umumnya dan penulis sendiri khususnya.

Bogor, November 2014

(11)

DAFTAR GAMBAR

DAFTAR LAMPIRAN

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 4

Tujuan Penelitian 5

Kegunaan Penelitian 6

TINJAUAN PUSTAKA 7

Karakteristik Pendamping 7

Motivasi Kerja 9

Aktivitas Komunikasi Organisasi 14

Sarana Kerja 19

Kinerja 20

Program Gernas Kakao 22

Penelitian Terdahulu 23

KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 25

Kerangka Pemikiran 25

Hipotesis Penelitian 28

METODE PENELITIAN 29

Desain Penelitian 29

Lokasi dan Waktu Penelitian 29

Responden Penelitian 29

Data dan Instrumentasi 30

Definisi Operasional 30

Validitas dan Reliabilitas Instrumentasi 33

Pengumpulan Data 35

Analisis Data 35

HASIL DAN PEMBAHASAN 36

Gambaran Umum Lokasi Penelitian 36

Komoditas Kakao 39

Program Gernas Kakao 40

(12)

Hubungan Karakteristik dengan Motivasi Kerja Pendamping 63

Hubungan Karakteristik dengan Kinerja Pendamping 64

Hubungan Motivasi Kerja dengan Kinerja Pendamping 66

Hubungan Penggunaan Sarana Kerja dengan Kinerja Pendamping 68

SIMPULAN DAN SARAN 71

Simpulan 71

Saran 72

DAFTAR PUSTAKA 73

LAMPIRAN 79

(13)

1 Jumlah penduduk tiap kecamatan di Kabupaten Polewali Mandar, 2014 36 2 Jumlah penduduk berumur 15 tahun ke atas yang bekerja menurut lapangan

usaha di Kabupaten Polewali Mandar, 2014 37

3 Jumlah penduduk berumur 15 tahun ke atas yang bekerja menurut kelompok

umur di Kabupaten Polewali Mandar, 2014 37

4 Kategori keluarga penduduk di Kabupaten Polewali Mandar, 2014 38 5 Jumlah produksi tanaman perkebunan di Kabupaten Polewali Mandar, 2014 38 6 Luas area dan produksi kakao menurut kecamatan di Kabupaten Polewali

Mandar, 2014 39

7 Kegiatan peremajaan dalam program Gernas di Kabupaten Polewali Mandar 41 8 Kegiatan rehabilitasi dalam program Gernas di Kabupaten Polewali Mandar 42 9 Kegiatan intensifikasi dalam program Gernas di Kabupaten Polewali Mandar 44 10 Karakteristik individu pendamping program Gernas Kakao tahun 2014 45 11 Sebaran persentase responden menurut frekuensi komunikasi organisasi

program Gernas Kakao tahun 2014 49

12 Sebaran persentase responden menurut tingkat penggunaan media komunikasi

tahun 2014 52

13 Sebaran persentase responden menurut kinerja pendamping program Gernas

Kakao tahun 2014 55

14 Nilai korelasi aktivitas komunikasi organisasi dengan kinerja pendamping

program Gernas Kakao tahun 2014 61

15 Nilai korelasi karakteristik dengan motivasi kerja pendamping program

Gernas Kakao tahun 2014 63

16 Nilai korelasi karakteristik dengan kinerja pendamping program

Gernas Kakao tahun 2014 64

17 Nilai korelasi motivasi kerja dengan kinerja pendamping program

Gernas Kakao tahun 2014 66

18 Nilai korelasi tingkat penggunaan sarana kerja dengan kinerja pendamping

program Gernas Kakao tahun 2014 68

DAFTAR GAMBAR

1 Konsep hirarki kebutuhan menurut Maslow (1954) 11

2 Kerangka pemikiran aktivitas komunikasi organisasi dan kinerja

pendamping dalam program gernas kakao 27

(14)

1 Sketsa Kabupaten Polewali Mandar 81 2 Struktur organisasi pelaksana Program Gernas Kakao di Kabupaten Polewali 83

Mandar

3 Hasil uji validitas dan reliabilitas instrumentasi 85

4 Hasil uji korelasional aktivitas komunikasi organisasi dengan kinerja 89 pendamping

5 Hasil uji korelasional karakteristik dengan motivasi kerja pendamping 89 6 Hasil uji korelasional karakteristik dengan kinerja pendamping 90 7 Hasil uji korelasional motivasi kerja dengan kinerja pendamping 91 8 Hasil uji korelasional penggunaan sarana kerja dengan kinerja pendamping 92

(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Salah satu komoditi perkebunan yang memiliki peranan penting dalam pembangunan, karena dilihat dari peran ekonomi kedepan dan kebelakangnya cukup besar adalah kakao. Komoditi kakao konsisten sebagai sumber devisa negara yang pada tahun 2006 mencapai US$ 855 juta. Komoditi kakao juga merupakan sub-sektor terdepan dalam penyerapan tenaga kerja. Di sisi lain, sektor kakao di Indonesia hampir seluruh produknya digunakan untuk memenuhi pasar ekspor (mencapai 80.64%). Oleh karena itu, sangat penting menghindari penurunan pertumbuhan produksi, karena akan mengakibatkan berkurangnya volume dan nilai ekspor kakao, selanjutnya akan berdampak negatif menurunkan devisa negara (Arsyadet al. 2011).

Berdasarkan identifikasi lapangan dan data Direktorat Jenderal Perkebunan tahun 2008, diketahui kurang lebih 70 000 ha kebun kakao dengan kondisi tanaman cenderung tua, rusak, tidak produktif, dan terkena serangan hama dan penyakit dengan tingkat serangan berat sehingga perlu dilakukan peremajaan, 235 000 ha kebun kakao dengan tanaman yang kurang produktif dan terkena serangan hama dan penyakit dengan tingkat serangan sedang sehingga perlu dilakukan rehabilitasi, dan 145 000 ha kebun kakao dengan tanaman tidak terawat serta kurang pemeliharaan sehingga perlu dilakukan intensifikasi.

Serangan hama penyakit utama adalah Penggerek Buah Kakao (PBK) dan penyakit Vascular Streak Dieback (VSD), mengakibatkan menurunnya produktivitas menjadi 660 kg/ha/thn atau sebesar 37% dari produktivitas yang pernah dicapai (1 100 kg/ha/thn). Hal ini mengakibatkan kehilangan hasil sebesar 184 500 ton/thn atau setara dengan Rp. 3.69 triliun per tahun. Selain menurunkan produktivitas, serangan tersebut menyebabkan mutu kakao rakyat rendah, sehingga ekspor biji kakao ke Amerika Serikat mengalami pemotongan harga sebesar US$ 301.5/ton. Rendahnya mutu kakao menyebabkan citra kakao Indonesia menjadi kurang baik di pasar internasional (Ditjen Perkebunan 2012).

Selama ini telah dilakukan upaya untuk memperbaiki kondisi tersebut seperti pemberdayaan petani melalui Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SL-PHT) dan Sistem Kebersamaan Ekonomi (SKE), serta penerapan teknologi pengendalian dengan metode PSPsP (pemangkasan, sanitasi, panen sering, dan pemupukan) untuk pengendalian PBK dan VSD serta penyediaan benih unggul. Mengingat pelaksanaannya masih parsial dalam skala kecil, maka hasilnya belum optimal. Oleh karena itu, kegiatan-kegiatan tersebut perlu dilakukan secara serentak, terpadu, dan menyeluruh melalui suatu gerakan yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan maupun sumber daya yang ada.

(16)

optimal seluruh potensi pemangku kepentingan serta sumber daya yang ada. Dasar pelaksanaan program Gernas yaitu Peraturan Menteri Pertanian Nomor 33/Permentan/OT.140/7/2006 tentang Pengembangan Perkebunan Melalui Program Revitalisasi Perkebunan, Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor: 1643/Kpts/OT.160/12/2008 tanggal 2 Desember 2008 tentang Penyelenggaraan dan Pembentukan Tim Koordinasi Gerakan Peningkatan Produksi dan Mutu Kakao Nasional, dan Keputusan Menteri Pertanian Nomor: 3540/Kpts/OT.160/10/2010 tentang Penyelenggaraan dan Pembentukan Tim Koordinasi Gerakan Nasional Peningkatan Produksi dan Mutu Kakao (Dirjen Perkebunan 2012).

Kegiatan utama program Gernas adalah: (1) Peremajaan tanaman dengan benih yang berasal dari klon unggul hasil perbanyakan teknologi Somatic Embryogenesis (2) Rehabilitasi tanaman, dan (3) Intensifikasi tanaman. Program Gernas memanfaatkan tenaga pendamping untuk menyampaikan pesan dan informasi yang bersifat inovatif yang mampu memberdayakan petani. Akan tetapi, dalam proses pendampingan tidak terlepas dari beberapa kendala. Berdasarkan Evaluasi Kinerja Program Gernas yang dilakukan oleh Idawati (2013) terdapat beberapa kendala dalam kinerja tenaga pendamping, antara lain: tenaga pendamping jarang ke lapangan (mengunjungi petani), tenaga pendamping kurang memberikan sosialisasi kepada petani kakao, dan para tenaga pendamping kurang memberikan pengawalan dan pendampingan dari awal hingga pasca panen. Kinerja pendamping ini dianggap penting karena pendamping merupakan tenaga fasilitator yang disiapkan khusus untuk mendampingi para petani dalam melakukan aktivitas harian di kebun, sehingga pendamping sebagai tenaga fasilitator harus mampu menjangkau semua petani untuk menyampaikan inovasi dan informasi mengenai Program Gernas Kakao.

Kendala-kendala yang ada dalam kinerja tenaga pendamping perlu dicarikan jalan pemecahannya, agar pendamping yang kurang bersemangat dan sering melanggar disiplin terhadap jam kerja dalam menjalankan tugas serta kurang rasa tanggung jawab pada proses pendampingan dan pengawalan dapat termotivasi dan ditingkatkan kinerjanya sehingga mereka benar-benar melaksanakan tugasnya dengan baik dan penuh tanggung jawab. Untuk memotivasi pendamping adalah tugas atasan, terutama di dalam mengarahkan para pendamping menuju tujuan Gernas yang diinginkan. Hal ini sejalan dengan apa yang dinyatakan oleh Widjaja (1996) “Para pemimpin mempunyai tugas utama untuk mengetahui pengaruh -pengaruh yang dapat mendorong orang yang dipimpinnya agar bersedia bertindak untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan pada orang-orang yang dipimpinnya. Sebab salah satu tugas pokok seorang pemimpin adalah menggerakkan orang-orang yang dipimpinnya dan memberikan bimbingan untuk mencapai tujuan organisasi tersebut.”

(17)

Sebagai organisasi pelaksana Gernas Kakao di Tingkat Kabupaten, Unit Pelayanan Pembinaan (UPP) Gernas dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya tidak terlepas dari proses komunikasi. Komunikasi yang terjadi di dalam organisasi disebut komunikasi organisasi. Udeoba (2012) mendefinisikan komunikasi organisasi sebagai aliran informasi, persepsi, dan pemahaman antara berbagai anggota organisasi. Selanjutnya, DeVito (2003) dan Masmuh (2008) mendefinisikan komunikasi organisasi sebagai pengiriman dan penerimaan berbagai pesan di dalam organisasi–di dalam kelompok formal maupun informal organisasi. Komunikasi formal adalah komunikasi yang disetujui oleh organisasi itu sendiri dan sifatnya berorientasi pada organisasi. Sedang, komunikasi informal merupakan komunikasi yang disetujui secara sosial. Orientasinya tidak pada organisasi itu sendiri, tetapi lebih pada para anggota secara individual.

Tujuan komunikasi dalam organisasi adalah untuk membentuk saling pengertian (mutual understanding) sehingga terjadi kesetaraan kerangka referensi (frame of references) dan kesamaan pengalaman (field of experience) diantara anggota organisasi (Price 1997). Komunikasi yang terjadi antara anggota organisasi khususnya antara atasan dan bawahan akan menciptakan hubungan yang harmonis dalam suatu organisasi. Komunikasi antara seseorang dengan orang lain yang terjadi dalam lingkungan kerja untuk memperoleh kepuasan kedua belah pihak untuk menimbulkan semangat kerja, menjalin kerjasama, meningkatkan disiplin, dan meningkatkan kinerja.

Komunikasi organisasi merupakan suatu proses dinamik yang berfungsi sebagai alat utama bagi sukses atau tidaknya organisasi dalam hubungannya dengan lingkungan tugas. Pincus (1986) menemukan komunikasi berhubungan positif dengan kinerja, tetapi tidak sekuat hubungan antara komunikasi dengan kepuasan. Arifin (2005) menyatakan kepuasan komunikasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan. Hal ini berarti bahwa semakin puas pekerja terhadap komunikasi yang terjadi di dalam perusahaan, maka semakin tinggi kinerja karyawan tersebut. Chen et al. (2006) dalam Wahyuni (2009) mengemukakan bahwa komunikasi organisasi berhubungan positif dengan komitmen organisasi dan kinerja dan berhubungan negatif dengan tekanan pekerjaan.

(18)

Pendamping memiliki karakteristik individu yang dapat berhubungan dengan kinerjanya, seperti umur, tingkat pendidikan formal, dan masa kerja. Sub variabel tersebut diduga kuat berhubungan dengan kinerja pendamping dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. Berdasarkan hasil penelitian Suhanda et al.

(2008) karakteristik penyuluh yang berhubungan nyata dengan kinerjanya dalam melaksanakan penyuluhan adalah usia, masa kerja, jenis kelamin, jabatan, pendidikan formal, dan pelatihan. Hal ini didukung oleh Saparet al.(2011) bahwa karakteristik individu yang mempengaruhi kinerja penyuluh pertanian adalah umur, pelatihan dan pengalaman kerja.

Dari sisi individu yang turut mempengaruhi kinerja adalah motivasi kerja pendamping. Dengan motivasi kerja yang kuat dalam menjalankan tugas dan fungsinya, pendamping akan dapat menghadapi segala hambatan yang terjadi dan dapat menjalankan tugas dengan baik. Motivasi kerja yang tinggi dari pendamping akan membentuk kinerja yang tinggi pula pada dirinya. Selain itu, ada pula faktor penggunaan sarana kerja yang berpengaruh pada kinerjanya seperti penggunaan sarana transportasi dan peralatan administrasi. Pendamping yang menggunakan banyak sarana kerja cenderung lebih gesit dibandingkan mereka yang kurang memanfaatkan sarana kerja tersebut.

Uraian di atas mengungkapkan pentingnya aktivitas komunikasi organisasi dalam menumbuhkan kinerja pendamping. Oleh karena itu menjadi perlu untuk dikaji bagaimana aktivitas komunikasi organisasi yang terjadi di dalam organisasi pelaksana Gernas, dan sejauh mana hubungan antara karakteristik pendamping, motivasi kerja, aktivitas komunikasi organisasi, dan tingkat penggunaan sarana kerja dengan kinerja pendamping tersebut. Hasil kajian ini diharapkan dapat memberi sumbangan pada peningkatan kinerja pendamping. Akhirnya kinerja pendamping yang baik akan meningkatkan kompetensi petani, dan lebih jauh lagi akan meningkatkan produksi dan mutu kakao.

Perumusan Masalah

Keberhasilan dalam mewujudkan kinerja yang baik sangat ditentukan oleh adanya sumber daya manusia, yaitu karakteristik individunya dalam hal ini karakteristik pendamping. Karakteristik pendamping seperti umur, tingkat pendidikan formal, dan masa kerja ikut memberi kontribusi terhadap kinerja pendamping. Selain dipengaruhi oleh karakteristik individu, kinerja pendamping Gernas juga berhubungan dengan motivasi kerja. Motivasi merupakan sesuatu yang dapat membuat individu bergerak atau melakukan suatu tindakan. Pendamping yang termotivasi dalam bekerja diharapkan akan berupaya semaksimal mungkin dengan segenap kemampuan yang dimilikinya untuk menyelesaikan pekerjaannya.

(19)

manajer, para bawahan, rekan-rekan yang setaraf, serta lingkungan eksternal perlu dijalin hubungan dan komunikasi yang efektif. Karena komunikasi merupakan faktor yang utama dalam menjalin hubungan dalam organisasi.

Faktor penggunaan sarana juga dapat menunjang kinerja pendamping. Penggunaan sarana misalnya sarana transportasi dan peralatan administrasi sangat mendukung kelancaran proses pendampingan dan penyusunan laporan program Gernas. Sarana tersebut harus tersedia cukup memadai untuk mencapai hasil yang diharapkan. Bertitik tolak dari uraian di atas maka perlu dilakukan penelitian yang berusaha untuk menjelaskan aktivitas komunikasi organisasi yang terjadi di organisasi pelaksanaan Gernas Kakao, serta sejauh mana hubungan karakteristik pendamping, motivasi kerja, aktivitas komunikasi organisasi, dan tingkat penggunaan sarana kerja dengan kinerja pendamping. Beberapa permasalahan yang dapat dirumuskan untuk penelitian adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana aktivitas komunikasi organisasi yang terjadi di organisasi pelaksana Gernas?

2. Bagaimana kinerja pendamping program Gernas?

3. Bagaimana hubungan aktivitas komunikasi organisasi dengan kinerja pendamping?

4. Bagaimana hubungan karakteristik dengan motivasi kerja pendamping? 5. Bagaimana hubungan karakteristik dengan kinerja pendamping?

6. Bagaimana hubungan motivasi kerja dengan kinerja pendamping?

7. Bagaimana hubungan penggunaan sarana kerja dengan kinerja pendamping?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang dikemukakan di atas, penelitian secara umum bermaksud mendapatkan informasi dan kejelasan mengenai aktivitas komunikasi organisasi yang terjadi di organisasi pelaksanaan Gernas Kakao. Secara khusus tujuan penelitian adalah untuk:

1. Mengidentifikasi aktivitas komunikasi organisasi yang terjadi di organisasi pelaksana Gernas.

2. Mengidentifikasi kinerja pendamping Program Gernas.

3. Menganalisis hubungan aktivitas komunikasi organisasi dengan kinerja pendamping.

4. Menganalisis hubungan karakteristik dengan motivasi kerja pendamping. 5. Menganalisis hubungan karakteristik dengan kinerja pendamping.

6. Menganalisis hubungan motivasi kerja dengan kinerja pendamping.

(20)

Kegunaan Penelitian

Dengan diketahuinya aktivitas komunikasi organisasi serta hubungannya dengan kinerja pendamping, diharapkan berguna bagi pengembangan ilmu, khususnya ilmu komunikasi pembangunan pertanian dan pedesaan. Selain itu berguna pula bagi lembaga-lembaga terkait dalam membina aparatur melalui aktivitas komunikasi organisasi. Dengan demikian secara khusus penelitian ini berguna sebagai:

1. Kalangan Akademisi

Hasil penelitian diharapkan dapat menambah bahan informasi dan referensi bagi kalangan akademisi yang akan mengembangkan penelitian lain yang sejenis.

2. Kalangan Praktisi

Diharapkan hasil penelitian dapat memberikan kontribusi praktis kepada ketua UPP dalam meningkatkan kinerja pendamping melalui aktivitas komunikasi organisasi.

3. Kalangan Pengambil Kebijakan

(21)

TINJAUAN PUSTAKA

Karakteristik Individu

Sumber daya yang terpenting dalam organisasi adalah sumber daya manusia, orang-orang yang memberikan tenaga, bakat, kreativitas, dan usaha mereka kepada organisasi agar suatu organisasi dapat tetap terjaga eksistensinya. Setiap manusia memiliki karakteristik individu yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Berikut ini beberapa pendapat mengenai karakteristik individu. Schramm dalam Effendy (2009), mengatakan bahwa karakteristik individu meliputi umur, pendidikan, pengalaman kerja, maupun status pekerjaan, serta kemampuan individu dalam melaksanakan tugas. Robbins (2002) mengatakan bahwa karakteristik individu merupakan salah satu variabel tingkat individual yang dapat memberikan dampak pada kinerja dan kepuasan karyawan. Variabel karakteristik individu tersebut antara lain meliputi: usia, jenis kelamin, status perkawinan, banyaknya tanggungan keluarga, dan masa kerja dalam organisasi.

Siagian (2008) menyatakan bahwa karakteristik biografikal (individu) dapat dilihat dari umur, jenis kelamin, status perkawinan, jumlah tanggungan dan masa kerja. Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa setiap orang mempunyai karakteristik tertentu dan dalam hal ini perlu diperhatikan agar berhasil dalam keterlibatan mereka dalam pelaksanaan tugas di organisasinya.

Kaitannya dengan komunikasi, Koesoemowardani dan Sumardjo (2008) mengemukakan bahwa pola komunikasi dipengaruhi oleh karakteristik individu luas lahan, status kepemilikan lahan, ketergantungan terhadap pertanian, dan status keanggotaan. Semakin luas lahan yang dikelola, semakin tinggi status kepemilikan lahan, semakin besar ketergantungan terhadap pertanian, dan semakin tinggi status keanggotaan cenderung semakin aktif berkomunikasi dan komunikasi yang terjadi semakin efektif. Permana et al. (2011) mengemukakan bahwa karakteristik individu berhubungan nyata positif dengan efektivitas komunikasi. Indikator-indikator yang memiliki hubungan nyata positif dengan efektivitas komunikasi antara lain adalah pendidikan dan luas lahan. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi pendidikan responden maka semakin baik juga tingkat efektivitas komunikasinya.

Porter dan Miles dalam Stoner et al. (2003) mengatakan bahwa dalam rangka memahami motivasi kerja anggota organisasi penting untuk memahami faktor-faktor yang mempengaruhinya, salah satunya adalah karakteristik individu para anggota organisasi tersebut. Menurut pendapat kedua ahli tersebut, secara umum, terdapat tiga variabel yang dapat mempengaruhi motivasi kerja seseorang dalam organisasi, yaitu: (1) karakteristik individu (individual characteristics), (2) karakteristik pekerjaan (job characteristics), dan (3) karakteristik situasi kerja (work situation characteristics).

(22)

Hasil penelitian Swastomo (2000) mengungkapkan hubungan yang erat antara ciri-ciri individu dengan komunikasi organisasi yang berpengaruh terhadap kinerja organisasi Pemerintah Daerah Cianjur, yaitu (1) jenis kelamin, (2) umur, (3) pendidikan formal, (4) jumlah anggota keluarga, (5) golongan, dan (6) eselon. Hasil penelitian Muliady (2009) menunjukkan bahwa karakteristik penyuluh pertanian yang berpengaruh nyata pada kinerja mereka adalah umur dan pengalaman kerja. Hal ini juga didukung oleh Bahua (2010) bahwa faktor internal yang berpengaruh pada kinerja penyuluh pertanian adalah umur, dan masa kerja. Oleh karena itu, dalam penelitian ini yang berkaitan dengan karakteristik individu pendamping meliputi: (1) umur, (2) pendidikan formal, dan (3) masa kerja pendamping.

1. Umur

Umur seorang manusia sangat menentukan perkembangan pada dirinya, mengingat banyaknya aspek yang dikembangkan pada diri individu melalui umur yang dimiliki. Robbins (2002) mengatakan bahwa semakin tua usia pegawai, makin tinggi komitmennya terhadap organisasi, hal ini disebabkan karena kesempatan individu untuk mendapatkan pekerjaan lain menjadi terbatas sejalan dengan meningkatnya usia. Keterbatasan tersebut dipihak lain dapat meningkatkan persepsi yang lebih positif mengenai atasan sehingga dapat meningkatkan komitmen mereka terhadap organisasi.

Dyne dan Graham (2005) mengatakan bahwa pegawai yang berusia lebih tua cenderung lebih mempunyai rasa keterikatan atau komitmen pada organisasi dibandingkan dengan yang berusia muda sehingga meningkatkan loyalitas mereka pada organisasi. Hal ini bukan saja disebabkan karena lebih lama tinggal di organisasi, tetapi dengan usia tuanya tersebut, makin sedikit kesempatan pegawai untuk menemukan organisasi lain.

2. Pendidikan Formal

Pendidikan merupakan suatu proses untuk memperoleh ilmu pengetahuan dan diperlukan oleh setiap manusia. Saat ini pendidikan menjadi perhatian karena disadari bahwa pendidikan sangat penting untuk masa depan. Menurut Suyono (2006) pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Fungsi pendidikan adalah untuk mengembangkan kemampuan, kualitas individu, meningkatkan mutu kehidupan, dan martabat manusia serta membebaskan manusia dari belenggu kemiskinan, keterbelakangan, kebodohan, dan penindasan.

(23)

kehidupan manusia. Pendidikan seseorang juga akan mempengaruhi nilai-nilai yang dianutnya, cara berpikir, cara pandang, bahkan persepsinya terhadap suatu masalah (Simanjuntaket al.2010).

3. Masa Kerja

Kreitner dan Kinicki (2004) mengatakan bahwa masa kerja yang lama cenderung membuat seorang pegawai lebih merasa betah dalam suatu organisasi, hal ini disebabkan diantaranya karena telah beradaptasi dengan lingkungannya yang cukup lama sehingga seorang pegawai akan merasa nyaman dengan pekerjaannya. Penyebab lain juga dikarenakan adanya kebijakan dari instansi atau perusahaan mengenai jaminan hidup di hari tua. Siagian (2008) mengatakan bahwa masa kerja menunjukkan berapa lama seseorang bekerja pada masing-masing pekerjaan atau jabatan.

Berdasarkan konsep-konsep yang telah dikemukakan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa dalam penelitian ini karakteristik pendamping yang dianalisis terdiri dari umur, pendidikan formal, dan masa kerja.

Motivasi Kerja Definisi Motivasi Kerja

Motivasi adalah suatu konsep yang sering digunakan untuk menggambarkan dorongan-dorongan yang timbul pada atau di dalam seorang individu yang menggerakkan dan mengarahkan perilaku (Gibson et al. 2000). Masmuh (2008) mengutip pandangan Reksohadiprodjo dan Handoko mengenai motivasi yaitu keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai suatu tujuan.

Pendapat Robbins yang dikutip oleh Makarim (2003) menyatakan bahwa motivasi dapat dilihat dari adanya usaha mencari suatu sasaran secara bersama yang bermanfaat bagi seseorang, atau bagi orang lain di dekatnya, kemudian menjalin kerja sama yang dilandasi oleh semangat dan daya juang yang tinggi. Motivasi kerja adalah kondisi yang berpengaruh membangkitkan, mengarahkan, dan memelihara perilaku yang berhubungan dengan lingkungan kerja (Deikme 2013).

Menurut Samsudin (2010) motivasi adalah proses memengaruhi atau mendorong dari luar terhadap seseorang atau kelompok kerja agar mereka mau melaksanakan sesuatu yang telah ditetapkan. Motivasi atau dorongan (driving force) dimaksudkan sebagai desakan yang alami untuk memuaskan dan mempertahankan kehidupan. Beberapa faktor yang dapat memengaruhi motivasi kerja, antara lain atasan, kolega, sarana fisik, kebijaksanaan, peraturan, imbalan jasa uang dan non-uang, jenis pekerjaan, dan tantangan. Motivasi individu untuk bekerja dipengaruhi pula oleh kepentingan pribadi dan kebutuhannya masing-masing.

(24)

manusia yang berfungsi mengaktifkan, memberi daya, serta mengarahkan perilakunya untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawab dalam lingkup pekerjaannya.

Berdasarkan hasil penelitian Deikme (2013) didapatkan bahwa motivasi kerja berpengaruh positif terhadap kinerja. Hal ini sejalan dengan Sitepu (2013) bahwa motivasi kerja berpengaruh terhadap kinerja karyawan. Motivasi kerja yang diterapkan dalam perusahaan berupa pemberian kompensasi (fisiologis), memberikan rasa aman, perlakuan yang baik dari rekan-rekan, penghargaan yang diberikan, dan tantangan-tantangan baru yang dapat mengembangkan kemampuan karyawan.

Motivasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah daya pendorong yang menyebabkan pendamping berbuat sesuatu guna mencapai tujuan yang diinginkannya. Tujuan tersebut adalah terpenuhinya kebutuhan yang dirasakan.

Teori-Teori Motivasi

Beberapa teori tentang motivasi yang selama ini dikenal antara lain: (1) Teori Abraham Maslow (Teori Kebutuhan), (2) Teori McClelland (Teori Kebutuhan Prestasi), (3) Teori Clyton Alderfer (Teori ERG), (4) Teori Herzberg (Teori Dua Faktor), (5) Teori Keadilan, (6) Teori Penetapan Tujuan, (7) Teori Victor H. Vroom (Teori Harapan), dan (8) Teori Penguatan dan Modifikasi Perilaku (Szilagyi & Wallace 1990; Winardi 2009; Siagian 2002).

Teori Abraham Maslow

Psikolog Abraham Maslow (1954) berpendapat bahwa semua orang berusaha memenuhi lima jenis kebutuhan dasar: (1) kebutuhan fisiologis (physiological needs), (2) kebutuhan keamanan (safety and security), (3) kebutuhan rasa memiliki/kebutuhan sosial (affiliation or acceptance), (4) kebutuhan harga diri (esteem or status), dan (5) kebutuhan aktualisasi diri (self actualization). Tiga kebutuhan dasar pertama disebut kebutuhan dasar tingkat rendah (lower-order needs) yang menyangkut kebutuhan manusia untuk memperoleh keterjaminan fisik dan sosial. Dua kebutuhan dasar terakhir disebut kebutuhan dasar tingkat tinggi (higher-order needs) yang lebih menunjukkan kebutuhan manusia untuk pengembangan dan pertumbuhan psikologis.

Abraham Maslow mengatakan bahwa kebutuhan tersebut merupakan sebuah hirarki kebutuhan, dengan kebutuhan paling dasar atau mendesak–kebutuhan fisiologis dan keamanan–di bagian bawah. Maslow berpendapat bahwa kebutuhan tingkat terendah tersebut harus terpenuhi sebelum seseorang berusaha memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi dalam hirarki itu, seperti kebutuhan harga diri. Sekali kebutuhan terpenuhi, Maslow mengusulkan, berhenti beroperasi sebagai sumber motivasi. Tingkat terendah kebutuhan yang tidak terpenuhi dalam hirarki itu adalah motivator utama perilaku; jika dan apabila tingkat ini terpenuhi, kebutuhan pada tingkat tertinggi selanjutnya pada hirarki itu memotivasi perilaku. Dari pemaparan teori tersebut dapat disimpulkan, bahwa orang berusaha memenuhi kebutuhan yang berbeda pada pekerjaan.

(25)

Gambar 1. Konsep hirarki kebutuhan menurut Maslow (1954)

Teori McClelland

David McClelland (Robbins 2002) dalam teorinya McClelland’s

Achievment Motivation Theory mengemukakan bahwa ada tiga kebutuhan dasar yang memotivasi manusia. Ketiga kebutuhan tersebut adalah kebutuhan akan prestasi (need for achievenment atau n-ach), kebutuhan akan afiliasi (need for affiliation atau n-aff), dan kebutuhan akan kekuasaan (need for power atau n-pow).

Kebutuhan akan prestasi adalah tingkat dimana individu memiliki keinginan kuat untuk melaksanakan tugas yang menantang dengan baik dan memenuhi standar mutu pribadi. Orang dengan kebutuhan tinggi akan prestasi sering membuat tujuan yang jelas bagi dirinya sendiri dan suka menerima feed back

performa. Menurut McClelland, orang yang mempunyai kebutuhan akan prestasi (n-ach) yang tinggi memiliki ciri-ciri:

a. Suka mengambil tanggung jawab untuk menyelesaikan suatu persoalan.

b. Suka menetapkan tanggung jawab yang moderat, tidak terlalu tinggi, dan juga tidak terlalu rendah. Tujuan tersebut ditetapkan dengan realistis.

c. Suka feed backyang cepat. Dengan feed backtersebut akan diperoleh evaluasi mengenai pekerjaannya, dan sekaligus melihat apakah dapat perbaikan atau tidak.

Kebutuhan akan afiliasi adalah tingkat dimana individu peduli dengan pembentukan dan pemeliharaan hubungan pribadi yang baik, menjadi disukai dan berada diantara banyak orang bergaul dengan mereka. Orang semacam ini lazimnya menyukai hubungan yang akrab, saling memahami, bersedia menolong orang lain, dan menyukai hubungan yang baik dengan orang lain. Kebutuhan akan kekuasaan adalah tingkat dimana individu ingin mengendalikan atau mempengaruhi orang lain. Orang semacam ini lazimnya menginginkan posisi kepemimpinan, lebih out spoken, agresif, menuntut banyak, menyukai pembicaraan di depan publik (Masmuh 2008).

5. Physiological

4. Safety and Security

3. Affiliation or Acceptance

2. Esteem or Status

(26)

Teori Clyton Alderfer

Dalam teori ini Clayton P. Aderfer mengatakan bahwa dorongan motivasi timbul dari tiga macam kebutuhan yang populer disingkat ERG, yaitu: Existence

(E)Related(R) danGrowth(G).

1. Existence needs (kebutuhan eksistensi/keberadaan). Yang termasuk ke dalam kelompok kebutuhan ini adalah apa-apa yang dapat dipuaskan oleh sejumlah kondisi material. Karenanya, kebutuhan ini sangat dekat dengan kebutuhan fisiologis dan keamanan yang lebih terpuaskan oleh kondisi material daripada oleh hubungan antar pribadi.

2. Relatedness needs (kebutuhan keterhubungan). Kebutuhan ini terpuaskan melalui adanya komunikasi terbuka dan pertukaran pikiran antara orang-orang yang berhubungan (misalnya dalam organisasi). Ini berkaitan dengan kebutuhan sosial dan harga diri dalam teori tingkat kebutuhan Maslow.

3. Growth needs (kebutuhan pertumbuhan). Kebutuhan ini terpenuhi oleh keterlibatan yang kuat dalam tempat atau lingkungan kerja, yang di dalamnya menggambarkan adanya pemanfaatan secara penuh keahlian dan kemampuan serta pengembangan secara kreatif atas keahlian-keahlian dan kemampuan yang baru. Kebutuhan ini sangat dekat dengan kebutuhan aktualisasi diri, dan sebagian dari kebutuhan harga diri Maslow (Masmuh 2008).

Teori Motivasi Higienis

Teori motivasi higienis (Motivation-Hygiene Theory) diajukan oleh ahli psikologi Frederick Herzberg. Dengan keyakinan bahwa hubungan individu dengan pekerjaan adalah sesuatu yang mendasar dan bahwa sikap seseorang terhadap pekerjaan akan sangat menentukan kesuksesan atau kegagalannya (Robbins 2002).

Berdasarkan hasil penelitian, Herzberg berkesimpulan ada dua faktor yang menentukan motivasi seseorang, yaitu: (1) faktor pendorong motivasi (Satisfiers) dan (2) faktor hygiene (Dissatisfiers). Faktor pendorong motivasi (motivator) lazimnya menyangkut: sifat kerja itu sendiri dan seberapa menantangnya pekerjaan itu. Oleh sebab itu, pekerjaan yang menarik, ada kewenangan dan tanggung jawab yang penuh itulah yang menjadi motivator para pekerja untuk lebih bersemangat dalam melaksanakan pekerjaannya. Dalam kaitannya dengan ini ada beberapa faktor, di antaranya: prestasi (achievenment); pengakuan (recognition); pertumbuhan (growth); kerja itu sendiri (the work itself); kemajuan (advancement); dan tanggung jawab (responsibility). Faktor higinis lazimnya berkaitan dengan konteks fisik dan psikologis dimana pekerjaan itu dilaksanakan. Misalnya kondisi kerja (working condition) yang menyenangkan dan nyaman; upah atau gaji (salary); keamanan kerja (job security); hubungan yang baik dengan rekan kerja (good interpersonal interaction); pengawas yang efektif (effective supervision); dan kebijakan perusahaan dan administrasi (company policy and administration) (Nimran 1999).

(27)

Teori Keadilan

Teori keadilan dirumuskan pada tahun 60-an oleh Stacy Adams, yang menekankan bahwa apa yang penting dalam penentuan motivasi adalah tingkat relatif bukannya absolut dari pendapatan yang diterima seseorang dan input yang diberikan. Teori ini berasumsi bahwa motivasi, prestasi, dan kepuasan kerja merupakan fungsi dari persepsi keadilan (atau kewajaran) yang dirasakan oleh karyawan terhadap balasan yang diterimanya. Keadilan tersebut diukur berdasarkan rasio antara outputyang dihasilkan orang tersebut (misalnya gaji atau promosi) dengan input seseorang (misalnya usaha atau keterampilan). Kemudian dia akan membandingkan rasio dia dengan rasio orang lain pada situasi yang sama. Jika dia merasa bahwa rasio dia lebih kecil dibandingkan rasio orang lain, maka ia merasa diperlakukan tidak adil, dan dia akan berusaha mengubah rasio dia atau rasio orang lain. Sebagai misal, ia akan berusaha mengurangi input dia atau menaikkan output. Dapat juga mencoba mengubah rasio orang lain dengan mendorong orang lain mengubah input atau outputnya. Dapat juga dia berhenti dari pekerjaannya, atau mengubah obyek perbandingan (Masmuh 2008).

Teori Penetapan Tujuan

Edwin Locke dan Gary Lathman adalah tokoh pada teori penentuan tujuan. Teori ini mengasumsikan bahwa manusia sebagai individu yang berpikir (thinking individual) yang berusaha mencapai tujuan tertentu. Fokus dari teori ini menekankan pada proses penetuan tujuan itu sendiri. Jika tujuan cukup spesifik dan menantang, maka tujuan dapat menjadi faktor pemotivasi yang efektif baik untuk individu maupun untuk kelompok. Motivasi juga akan semakin meningkat apabila individu dilibatkan atau berpartisipasi dalam penentuan tujuan. Umpan balik yang akurat dan cepat juga bermanfaat dan didapatkan untuk mendorong motivasi kerja untuk mencapai tujuan tertentu (Masmuh 2008).

Teori Victor H. Vroom

Victor H. Vroom melakukan kritik terhadap teori Herzberg dan teori lain yang terlalu bergantung pada isi dan konteks kerja dalam teori motivasi. Dia mengajukan teori yang baru yaitu motivasi pengharapan. Menurut Vroom motivasi seseorang akan tergantung pada antisipasi hasil dari tindakannya (dapat negatif atau positif) dikalikan dengan kekuatan pengharapan orang tersebut bahwa hasil yang diperoleh akan menghasilkan sesuatu yang dia inginkan. Dengan kata lain, motivasi seseorang akan tergantung dari antisipasi hasil dan probabilitas tujuan orang tersebut akan tercapai. Jadi, tingkat usaha yang tinggi mengarah pada performa tinggi dan performa tinggi mengarah pada pencapaian hasil yang diinginkan. Teori ini memusatkan perhatian pada ketiga bagian persamaan motivasi: input, performa, dan pendapatan. Teori pengharapan mengidentifikasi tiga faktor utama yang menentukan motivasi seseorang, yakni: pengharapan, perantara, dan valensi (Masmuh 2008).

Teori Penguatan dan Modifikasi Perilaku

(28)

yang tidak menyenangkan atau punishment) maka perilaku tersebut tidak akan diulang lagi di masa mendatang. Proses reinforcement meliputi tahapan-tahapan sebagai berikut: ada stimulus, ada respons, ada konsekuensi, dan ada respon masa mendatang. Pada awalnya stimulus diberikan mendorong perilaku tertentu. Kemudian, karena menjalankan perintah dengan baik ada konsekuensi tertentu. Karena balasan yang diterima orang tersebut menyenangkan, maka dimasa mendatang dia akan mengulangi respons yang sama. Demikian proses perlakuan atau pengkondisian bisa mempengaruhi motivasi karyawan dalam bekerja (Masmuh 2008).

Aktivitas Komunikasi Organisasi

Segala sesuatu yang dilakukan atau kegiatan-kegiatan yang terjadi baik fisik maupun nonfisik, merupakan suatu aktivitas. Pendapat Rosalia (2005) yang dikutip oleh Pamungkas (2013) mengatakan bahwa aktivitas adalah segala kegiatan yang dilaksanakan baik secara jasmani atau rohani. Aktivitas komunikasi adalah proses dalam berkomunikasi yang merupakan semua kegiatan seseorang atau sekelompok orang untuk memperoleh informasi (Pamungkas 2013). Heath dan Bryant (2000) dalam Poentarie (2009) membagi dua cara manusia berkomunikasi yaitu komunikasi langsung (direct communication) dan komunikasi yang termediasi (mediated communication/indirect communication).

Price (1997) mendefinisikan komunikasi organisasi sebagai derajat atau tingkat informasi tentang pekerjaan yang dikirimkan organisasi untuk anggota dan diantara anggota organisasi. Komunikasi organisasi merupakan pengiriman dan penerimaan berbagai pesan di dalam organisasi di dalam kelompok formal maupun informal organisasi (DeVito 2003). Redding dan Sanborn mengatakan bahwa komunikasi organisasi adalah pengiriman dan penerimaan informasi dalam organisasi yang kompleks. Berkaitan dengan itu Katz dan Kahn mengatakan bahwa komunikasi organisasi merupakan arus informasi, pertukaran informasi dan pemindahan arti dalam suatu organisasi. Kemudian Zelko dan Dance mengatakan bahwa komunikasi organisasi adalah suatu sistem yang saling tergantung yang mencakup komunikasi internal dan komunikasi eksternal (Muhammad 2009).

Goldhaber (1990) memberikan definisi komunikasi organisasi sebagai berikut: ”Organizational communications is the process of creating and exchanging messages within a network of interdependent relationship to cope with environmental uncertainty”. Atau dengan kata lain komunikasi organisasi adalah proses menciptakan dan saling tergantung satu sama lain untuk mengatasi lingkungan yang tidak pasti atau yang selalu berubah-ubah. Definisi ini mengandung tujuh konsep kunci yaitu proses, pesan, jaringan, saling tergantung, hubungan, lingkungan, dan ketidakpastian.

(29)

data mengenai tugas-tugas atau beroperasinya organisasi, (b) berkenaan dengan pengaturan organisasi seperti perintah-perintah dan petunjuk-petunjuk, dan (c) berkenaan dengan pemeliharaan dan pengembangan organisasi.

Berkaitan dengan apa yang telah diuraikan sebelumnya maka komunikasi organisasi dapat didefinisikan sebagai pertunjukan dan penafsiran pesan diantara unit-unit komunikasi yang merupakan bagian dari suatu organisasi tertentu. Definisi tersebut lebih menekankan pada aspek fungsional (obyektif). Perspektif interpretatif (subjektif) memandang komunikasi organisasi sebagai proses penciptaan makna atas interaksi yang merupakan organisasi. Komunikasi organisasi merupakan perilaku pengorganisasian yang terjadi dan bagaimana mereka yang terlibat dalam proses itu bertransaksi dan memberi makna atas apa yang terjadi (Wayne & Faules 2010).

Selanjutnya, Muhammad (2009) menyatakan meskipun bermacam-macam persepsi dari para ahli mengenai komunikasi organisasi tetapi terdapat beberapa hal yang umum yang disimpulkan sebagai berikut: (1) Komunikasi organisasi terjadi dalam suatu sistem terbuka yang kompleks yang dipengaruhi oleh lingkungannya sendiri baik internal maupun eksternal; (2) Komunikasi organisasi meliputi pesan dan arusnya, tujuan, arah dan media, dan (3) Komunikasi organisasi meliputi orang dan sikapnya, perasaannya, hubungannya, dan keterampilan.

Komunikasi organisasi dapat bersifat formal maupun informal (DeVito 2003; Griffin 2006): (1) Komunikasi formal dalam organisasi adalah proses penyampaian atau penerimaan pesan yang disetujui oleh organisasi bersangkutan dengan orientasi pada pencapaian tujuan organisasi. Isi pesan komunikasi formal dalam suatu organisasi dapat ditemukan berupa cara kerja di dalam organisasi, cara meningkatkan produktivitas organisasi, kebijakan organisasi, perencanaan organisasi, nilai dan aturan yang disosialisasikan, serta perilaku atau upaya-upaya yang harus dilakukan di dalam organisasi. Selain itu, dapat juga dilihat dalam bentuk komunikasi tercetak seperti memo, surat-surat resmi, etiket, rapat-rapat untuk mengambil keputusan organisasi dan sebagainya, (2) Komunikasi informal dalam organisasi adalah komunikasi yang disetujui secara sosial, tetapi tidak berorientasi pada organisasi sebagai suatu kesatuan individu, tetapi lebih diorientasikan pada anggota organisasi secara individual.

Thoha (1998) berpendapat bahwa komunikasi sangat berperan dalam suatu organisasi, karena organisasi merupakan kumpulan orang-orang yang selalu membutuhkan komunikasi dengan sesamanya. Wirawan (2003) mengatakan komunikasi dalam organisasi dapat bersifat satu arah dan dua arah. Komunikasi satu arah terjadi jika seseorang menyatakan sesuatu kepada orang lain tanpa menginginkan balikan. Komunikasi dua arah adalah komunikasi interaktif baik pemimpin maupun pengikut saling mengirim dan menerima pesan.

(30)

Selanjutnya, semakin besar dan semakin kompleks suatu organisasi maka akan semakin kompleks juga komunikasinya. Menurut Conrad yang disarikan oleh Sumardjo (2007), setidaknya ada tiga fungsi komunikasi dalam organisasi, yaitu (1) fungsi perintah, yang hasilnya berupa koordinasi di antara sejumlah anggota yang saling bergantung dalam organisasi tersebut, (2) fungsi relasional, yang dengan komunikasi memungkinkan anggota organisasi menciptakan dan mempertahankan usaha produktif dan hubungan personal dengan anggota dari organisasi lainnya yang dapat mempengaruhi kinerja pekerjaan dalam berbagai cara, dan (3) fungsi manajemen ambigue, misalnya mengatasi adanya motivasi berganda yang timbul dari kepentingan unit dalam organisasi dan antar-kepentingan organisasi dengan antar-kepentingan individu.

Mengenai hubungan organisasi dengan komunikasi, William V. Hanney dalam bukunya Communication and Organizational Behavior menyatakan “Organization consists of a number of people; it involves interdependence; interdependence alls for coordination; and coordination requires communication.” Organisasi terdiri atas sejumlah orang; ia melibatkan keadaan saling bergantung; kebergantungan memerlukan koordinasi; koordinasi mensyaratkan komunikasi. Oleh karena itu Hanney mengatakan bahwa komunikasi adalah “sine qua non” bagi organisasi (Effendy 2009).

Newstroom dan Davis (2000) menggambarkan komunikasi sebagai bagian tak terpisahkan dari organisasi dan suatu organisasi tidak dapat “exist” tanpa komunikasi. Tanpa komunikasi para pegawai tidak dapat mengetahui pekerjaan mereka, manajemen tidak dapat menerima input-input informasi, supervisor atau ketua-ketua tim tidak dapat memberikan instruksi-instruksi, koordinasi kerja menjadi tidak mungkin dilakukan, kerjasama juga tidak mungkin terjadi, dan organisasi pada akhirnya akan “collaps.

Dapat disimpulkan bahwa aktivitas komunikasi organisasi dalam penelitian ini adalah proses pengiriman dan penerimaan pesan yang dapat berupa bentuk kata-kata yang tertulis atau yang diucapkan oleh anggota organisasi pelaksana program Gernas. Selanjutnya, dari aktivitas komunikasi organisasi tersebut diharapkan terjadi kerja sama di antara anggota organisasi untuk mencapai tujuan dan sasaran Program Gernas Kakao.

Arah Komunikasi Organisasi

Penggolongan komunikasi ke atas, komunikasi ke bawah, dan komunikasi horisontal (komunikasi ke samping) didasarkan pada arah aliran pesan-pesan dan informasi di dalam suatu organisasi (Masmuh 2008). Untuk memperoleh pengertian yang lebih mendalam, maka berikut ini diuraikan ketiga jenis komunikasi tersebut.

1. Komunikasi ke Atas

(31)

Komunikasi ke atas sangat penting untuk mempertahankan dan bagi pertumbuhan organisasi. Komunikasi itu memberikan manajemen umpan balik yang diperlukan mengenai semangat kerja para karyawannya dan berbagai ketidakpuasan yang mungkin. Komunikasi itu juga membuat bawahan memiliki rasa memiliki dan merasa sebagai bagian dari organisasi. Di samping itu juga memungkinkan manajemen memiliki kesempatan untuk memperoleh berbagai gagasan baru dari para pegawainya (DeVito 2003).

Penelitian dalam komunikasi ke atas menyatakan bahwa manajer harus menerima informasi dari bawahan mereka yang: (1) Memberitahukan apa yang dilakukan bawahan–pekerjaan mereka, prestasi, kemajuan, dan rencana-rencana untuk waktu mendatang, (2) Menjelaskan persoalan-persoalan kerja yang belum dipecahkan bawahan yang mungkin memerlukan beberapa macam bantuan, (3) Memberikan saran atau gagasan untuk perbaikan dalam unit-unit mereka atau dalam organisasi sebagai suatu keseluruhan, dan (4) Mengungkapkan bagaimana pikiran dan perasaan bawahan tentang pekerjaan mereka, rekan kerja mereka, dan organisasi (Wayne & Faules 2010).

Wayne dan Faules (2010) mengutip pendapat Planty dan Machaver mengenai tujuh prinsip sebagai pedoman program komunikasi ke atas, yaitu: (1) Program komunikasi ke atas yang efektif harus direncanakan, (2) Program komunikasi ke atas yang efektif berlangsung secara berkesinambungan, (3) Program komunikasi ke atas yang efektif menggunakan saluran rutin, (4) Program komunikasi ke atas yang efektif menitikberatkan kepekaan dan penerimaan dalam pemasukan gagasan dari tingkat yang lebih rendah, (5) Program komunikasi ke atas yang efektif mencakup mendengarkan secara objektif, (6) Program komunikasi ke atas yang efektif mencakup tindakan untuk menanggapi masalah, dan (7) Program komunikasi ke atas yang efektif menggunakan berbagai media dan metode untuk meningkatkan aliran informasi.

Menurut Wayne dan Faules (2010) komunikasi ke atas penting karena beberapa alasan: (1) Aliran informasi ke atas memberi informasi berharga untuk pembuatan keputusan oleh mereka yang mengarahkan organisasi dan mengawasi kegiatan orang-orang lainnya, (2) Komunikasi ke atas memberitahukan kepada atasan kapan bawahan mereka siap menerima informasi dari mereka dan seberapa mengerti bawahan menerima apa yang dikatakan kepada mereka, (3) Komunikasi ke atas memungkinkan–bahkan mendorong-omelan dan keluh kesah muncul ke permukaan sehingga atasan tahu apa yang mengganggu mereka yang paling dekat dengan operasi-operasi sebenarnya, (4) Komunikasi ke atas mengizinkan atasan untuk menentukan apakah bawahan memahami apa yang diharapkan dari aliran informasi ke bawah, dan (5) Komunikasi ke atas membantu pegawai mengatasi masalah pekerjaan mereka dan memperkuat keterlibatan mereka dengan pekerjaan mereka dan dengan organisasi tersebut.

2. Komunikasi ke Bawah

(32)

sejenisnya. Para manajer juga bertanggung jawab untuk memberi penilaian kepada karyawannya dan memotivasi mereka, semuanya mengatasnamakan produktivitas dan demi kebaikan organisasi secara keseluruhan (DeVito 2003).

Komunikasi ke bawah sangat dipengaruhi oleh beberapa hal berikut (DeVito 2003; Sumardjo 2007): (1) Keterbukaan, yang berpotensi mengakibatkan pemblokan atau mau dan tidaknya penyampaian pesan dan gangguan dalam pesan, (2) Kepercayaan pada pesan, di era teknologi komunikasi yang sudah serba elektronik ini, untuk pesan tertulis yang disampaikan melalui metode diskusi yang menggunakan alat elektronik dapat lebih dipercaya karena keautentikannya dibanding pesan yang disampaikan secara lisan atau tatap muka, (3) Pesan yang berlebihan berpotensi menimbulkan distorsi karena keterbatasan daya tangkap dari bawahan, dan (4) Timing atau ketepatan waktu penyampaian pesan dari atasan ke bawahan akan sangat menentukan efektivitas pelaksanaan tugas dalam organisasi.

Ada lima jenis informasi yang biasa dikomunikasikan dari atasan kepada bawahan (Katz & Kahn 1966): (1) Informasi mengenai bagaimana melakukan pekerjaan, (2) Informasi mengenai dasar pemikiran untuk melakukan pekerjaan, (3) Informasi mengenai kebijakan dan praktik-praktik organisasi, (4) Informasi mengenai kinerja pegawai, dan (5) Informasi untuk mengembangkan rasa memiliki tugas (sense of mission) (Wayne & Faules 2010).

3. Komunikasi Horisontal

Muhammad (2009) mendefinisikan komunikasi horisontal sebagai pertukaran pesan di antara orang-orang yang sama tingkatan otoritasnya di dalam organisasi. Pesan-pesan yang mengalir menurut fungsi dalam organisasi diarahkan secara horisontal. Pesan ini biasanya berhubungan dengan tugas-tugas atau tujuan kemanusiaan, seperti koordinasi, pemecahan masalah, penyelesaian konflik dan saling memberikan informasi. Komunikasi horisontal menurut Wayne dan Faules (2010) adalah penyampaian informasi di antara rekan-rekan sejawat dalam unit kerja yang sama. Unit kerja meliputi individu-individu yang ditempatkan pada tingkat otoritas yang sama dalam organisasi dan mempunyai atasan yang sama.

(33)

Dalam bukunya Komunikasi Organisasi, Wayne dan Faules (2010) menyebutkan bahwa komunikasi horisontal muncul paling sedikit karena enam alasan sebagai berikut: (1) Untuk mengkoordinasikan penugasan kerja, (2) Berbagi informasi mengenai rencana dan kegiatan, (3) Untuk memecahkan masalah, (4) Untuk memperoleh pemahaman bersama, (5) Untuk mendamaikan, berunding, dan menengahi perbedaan, dan (6) Untuk menumbuhkan dukungan antarpersonal.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat dikatakan bahwa arah aliran informasi dalam komunikasi organisasi terbagi tiga, yaitu komunikasi ke atas, komunikasi ke bawah, dan komunikasi horisontal. Pada organisasi Gernas komunikasi ke atas adalah komunikasi yang berasal dari pendamping kepada atasannya, fungsi utamanya adalah untuk memperoleh informasi mengenai kegiatan, keputusan, dan pelaksanaan program. Komunikasi ke bawah adalah komunikasi yang berasal dari atasan kepada pendamping program, fungsinya adalah untuk fungsi pengarahan, perintah, dan evaluasi. Komunikasi horisontal atau komunikasi ke samping adalah komunikasi yang terjadi antara pendamping dengan pendamping yang berada dalam tingkatan hirarki wewenang yang sama, fungsinya adalah sebagai alat untuk mengkoordinasikan dan membantu proses pemecahan masalah diantara para pendamping.

Sarana Kerja

Sarana sebagai alat penunjang keberhasilan pada suatu pekerjaan yang dilakukan baik untuk kepentingan kantor maupun untuk pelayanan publik. Sarana tersebut harus tersedia cukup memadai untuk mencapai hasil yang diharapkan dari pekerjaan sesuai yang direncanakan.

Moenir (1992) dalam Jamil (2012) mengemukakan bahwa sarana adalah segala jenis peralatan, perlengkapan kerja, dan fasilitas yang berfungsi sebagai alat utama/pembantu dalam pelaksanaan pekerjaan, dan juga dalam rangka kepentingan yang sedang berhubungan dengan organisasi kerja.

Jamil (2012) mengungkapkan pada dasarnya sarana memiliki fungsi utama sebagai berikut: (1) Mempercepat proses pelaksanaan pekerjaan sehingga dapat menghemat waktu, (2) Meningkatkan produktivitas, baik barang dan jasa, (3) Hasil kerja lebih berkualitas dan terjamin, (4) Lebih memudahkan/sederhana dalam gerak para pengguna/pelaku, (5) Ketepatan susunan stabilitas pekerja lebih terjamin, (6) Menimbulkan rasa kenyamanan bagi orang-orang yang berkepentingan, dan (7) Menimbulkan rasa puas pada orang-orang yang berkepentingan yang mempergunakannya.

Pengoperasian suatu organisasi bisnis hanya mungkin terjadi apabila perusahaan yang bersangkutan memiliki berbagai sarana dan prasarana kerja, yang dibutuhkannya. Teori klasik manajemen menekankan bahwa sarana dan prasarana yang dibutuhkan itu terdiri dari sumber daya manusia (man), modal dan dana (money), bahan (materials), mesin-mesin (machines), metode dan prosedur kerja (methods), dan pasar (market). Meskipun teori klasik tetap diakui kebenarannya, dewasa ini dirasakan perlu ditambah dengan tiga sarana lain yaitu energi (energy), waktu (time), dan informasi (information) (Siagian 2004).

(34)

kemudahan penggunaan sarana yang dimaksud, seperti: alat tulis kantor, kearsipan, ketersediaan meja dan kursi, ketersediaan komputer, dan ketersediaan kendaraan akan sangat membantu serta menunjang terlaksananya pekerjaan dengan baik di kantor Sekretariat program Gernas. Apabila sarana tersedia cukup memadai dan dapat diakses oleh pendamping untuk digunakan dimana diperlukan pada waktu yang tepat, maka baik pekerjaan administrasi perkantoran maupun pekerjaan pendampingan dapat terlaksana dengan baik. Kalau pekerjaan tersebut dapat dikerjakan sesuai standar yang diinginkan maka tentu saja akan memperbaiki kinerja pendamping atas kriteria pekerjaanya.

Ketersediaan kendaraan bagi kantor Sekretariat program Gernas juga sangat penting, karena kendaraan adalah alat transportasi yang dapat menunjang mobilitas pendamping dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya. Ketersediaan kendaraan baik roda dua maupun roda empat hendaknya tersedia dengan memadai karena tugas pokok dan fungsi pendamping yang utama adalah kegiatan pendampingan kepada petani kakao peserta Gernas.

Ketersediaan kendaraan sebagai alat transportasi bagi pendamping dapat membantu dalam hal meringankan penggunaan tenaga dan tidak terlalu melelahkan bagi pendamping dan dapat datang sesuai dengan jadwal kegiatan yang direncanakan bersama dengan petani. Ketersediaan kendaraan yang dapat membantu mempermudah pendamping menjalankan aktivitas yang memerlukan mobilitas sesuai dengan rencana yang telah disusun dapat dicapainya target penyelesaian tugas dan tanggungjawab secara tepat waktu dan baik, sehingga mendorong tingkat keberhasilan pekerjaan, terutama dari segi waktu dan fasilitasi mobilitas sumber daya yang dibutuhkan untuk kegiatan tersebut dapat terlaksana dengan baik dan tepat waktu. Dengan demikian, ketersediaan kendaraan dapat membantu keberhasilan pekerjaan yang telah direncanakan oleh pendamping Gernas.

Kinerja

Hasan (2005) dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikan istilah kinerja sebagai: (a) Sesuatu yang dicapai, (b) Prestasi yang diperlihatkan, dan (c) Kemampuan kerja. Kamus Inggris Indonesia (Echols & Shadily 2003)

performance memiliki beberapa arti, namun yang lebih mendekati adalah dayaguna, prestasi, hasil. Menurut The Scribner-Bantam English Dictionary

dalam Prawirosentono (1999), performance berasal dari kata “to perform” yang mempunyai beberapa “entries” antara lain: (1) Melakukan, menjalankan, melaksanakan (to do or carry out, execute), (2) Memenuhi atau melaksanakan kewajiban suatu niat atau nazar (to discharge of fulfill; as vow), (3) Melaksanakan atau menyempurnakan tanggung jawab (to execute or complete an understaking), dan (4) Melakukan sesuatu yang diharapkan oleh seseorang atau mesin (to do what is expected of a person machine).

(35)

Sutrisno (2011) mengutip pendapat Miner (1990) bahwa kinerja adalah bagaimana seseorang diharapkan dapat berfungsi dan berperilaku sesuai dengan tugas yang telah dibebankan kepadanya. Menurut Mangkunegara dan Prabu (2000) kinerja ialah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Menurut Sulistiyani (2003) kinerja seseorang merupakan kombinasi dari kemampuan, usaha, dan kesempatan yang dinilai dari hasil kerjanya. Bernadin dan Russel (Sulistiyani 2003) menjelaskan bahwa kinerja merupakan catatan outcome yang dihasilkan dari fungsi pegawai tertentu atau kegiatan yang dilakukan selama periode waktu tertentu. Menurut John Whitmore (Wibowo 2007) kinerja adalah pelaksanaan fungsi-fungsi yang dituntut dari seseorang, kinerja adalah suatu perbuatan, suatu prestasi, suatu pameran umum keterampilan. Menurut Barry Cushway (Wibowo 2007) kinerja adalah menilai bagaimana seseorang telah bekerja dibandingkan dengan target yang telah ditentukan.

Byars dan Rue (1991) mengemukakan unsur-unsur yang dinilai dalam format penilaian kerja pegawai, meliputi: (1) Kualitas dari pekerjaan, yaitu mutu hasil pekerjaan dengan mempertimbangkan keakuratan, ketelitian, dan dapat dipercaya, (2) Kuantitas dari pekerjaan, yaitu jumlah dari pekerjaan yang bermanfaat, pada periode waktu sejak penilaian terakhir, dibandingkan dengan standar kerja yang telah dibuat, (3) Kerja sama, yaitu sikap pegawai terhadap pekerjaan, terhadap teman kerja dan pimpinannya, (4) Pengetahuan terhadap pekerjaan, yaitu tingkat dimana pegawai mengerti mengenai bermacam prosedur dari pekerjaan dan tujuan-tujuannya, (5) Kehandalan dari pekerjaan, yang ditandai dengan keakuratan tugas dan pembagian waktu, dan (6) Kehadiran dan ketepatan waktu, yang berkaitan dengan catatan pegawai dan kemampuan berperilaku dalam peraturan unit kerja. McCormick dan Tiffin (1980), mengemukakan kinerja adalah kuantitas, kualitas, dan waktu yang digunakan dalam menjalankan tugas. Kuantitas adalah hasil yang dapat dihitung sejauh mana seseorang dapat berhasil mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kualitas adalah bagaimana seseorang dalam menjalankan tugasnya, yaitu mengenai banyaknya kesalahan yang dibuat, kedisiplinan dan ketepatan waktu. Waktu kerja adalah mengenai jumlah absen yang dilakukan, keterlambatan, dan lamanya masa kerja dalam tahun yang telah dijalani.

Miner (1990) dalam Sutrisno (2011), mengemukakan secara umum dapat dinyatakan empat aspek dari kinerja, yaitu sebagai berikut: (1) Kualitas yang dihasilkan, menerangkan tentang jumlah kesalahan, waktu dan ketepatan dalam melakukan tugas, (2) Kuantitas yang dihasilkan, berkenaan dengan berapa jumlah produk atau jasa yang dapat dihasilkan, (3) Waktu kerja, menerangkan akan berapa jumlah absen, keterlambatan, serta masa kerja yang telah dijalani individu tersebut, dan (4) Kerja sama, menerangkan akan bagaimana individu membantu atau menghambat usaha dari teman sekerjanya. Dengan keempat aspek kinerja diatas dapat dikatakan bahwa individu mempunyai kinerja yang baik bila dia berhasil memenuhi keempat aspek tersebut sesuai dengan target atau rencana yang telah ditetapkan oleh organisasi.

Gambar

Gambar 2. Kerangka pemikiran aktivitas komunikasi organisasi dan kinerja pendamping dalam program gernas kakao.
Tabel 4. Kategori keluarga penduduk di Kabupaten Polewali Mandar, 2014
Tabel 7.  Kegiatan  peremajaan  dalam  program  Gernas  di  Kabupaten  Polewali Mandar
Gambar 3. Bagan proses komunikasi organisasi pelaksana program Gernas Kakao
+7

Referensi

Dokumen terkait

Konsentrasi gas aseton yang akan diuji ditentukan menggunakan persamaan (3.1) dan (3.2) pada bab

Bila asam amino esensial yang kurang, tubuh tidak dapat melanjutkan pembuatan protein yang dibutuhkan, atau asam amino esensial yang dibutuhkan diambil dari

Jadi dapat disimpulkan bahwa nilai rata-rata organoleptik dadih selama fermentasi 36 jam yang paling diterima oleh panelis yaitu pada perlakuan D (Penambahan

Kuesioner adalah suatu teknik pengumpulan informasi yang memungkinkan analisis mempelajari sikap-sikap, keyakinan, perilaku, dan karakteristik beberapa orang utama di

Sulit mengetahui apakah suatu perusahaan telah menciptakan nilai atau tidak, untuk memperbaiki adanya kelemahan pada analisis rasio keuangan, para ahli kemudian

Adapun proses yang dimaksudkan oleh Parsons yang dapat dilakukan oleh para ahli hukum Islam adalah : pertama melihat fakta atau permasalahan aktual di masyarakat, yang

Dalam rangka mempertanggungjawabkan pengelolaan uang persediaan baik secara adminitratif kepada pengguna anggaran maupun secara fungsional kepada PPKD Uraian prosedur