• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.2 Uraian Teoritis

2.2.3 Komunikasi Massa

Komunikasi massa merupakan suatu tipe komunikasi manusia yang lahir seiring dengan penggunaan alat- alat mekanik yang mampu melipat gandakan pesan-pesan komunikasi. Dalam catatan sejarah publistik, komunikasi massa dimulai satu setengah abad abad setelah mesin cetak ditemukan oleh Johan Gutenberg (Wiryanto, 2004:67).

Komunikasi massa diadopsi dari istilah bahasa Inggris, mass comunication, sebagai kependekan dari mass media communication (komunikasi media massa). Artinya, komunikasi yang menggunakan media massa atau komunikasi yang mass mediated. Istilah mass communication diartikan sebagai

salurannya, yaitu media massa sebagai kependekatan dari komunikasi media massa (Wiryanto, 2004:69).

Secara teori, pada satu sisi, konsep komunikasi massa mengandung pengertian sebagai suatu proses dimana institusi media massa memproduksi dan menyebarkan pesan kepada publik secara luas, namun pada sisi lain, komunikasi massa merupakan proses dimana pesan tersebut dicari, digunakan, dan dikomsumsi oleh audience. Fokus kajian dalam komuikasi massa adalah media massa. Media massa adalah institusi yang menebarkan informasi berupa pesan, berita, atau peristiwa (Bungin, 2006:258).

Media massa adalah alat yang digunakan dalam menyampaikan pesan dari sumber kepada khalayak (penerima) dengan menggunakan alat-alat komunikasi mekanis seperti surat kabar, majalah, film, radio, dan televisi. Karakteritik media massa ialah (1) bersifat melembaga, artinya pihak yang mengelola media terdiri dari banyak orang, yakni mulai dari pengumpulan, pengelolaan sampai pada penyajian informasi; (2) bersifat satu arah, artinya komunikasi yang dilakukan kurang memungkinkan terjadinya dialog antara pengirim dan penerima; (3) Meluas serempak, artinya dapat mengatasi rintangan waktu dan jarak, karena ia memiliki kecepatan. Bergerak secara luas dan simultan, dimana informasi yang disampaikan diterima oleh banyak orang pada saat yang sama; (4) memakai peralatan tekhnis atau mekanis seperti majalah, televisi, dan surat kabar; (5) bersifat terbuka, artinya pesannya dapat diterima oleh siapa saja dan dimana saja tanpa mengenal usia, jenis kelamin, dan suku bangsa (Cangara, 2006:122).

Josep A. Devito mendefenisikan ada dua pengertian tentang komunikasi massa yaitu, pertama komunikasi massa adalah komunikasi yang ditujukan kepada massa, kepada khalayak yang luar biasa banyaknya. Ini tidak berarti bahwa khalayak meliputi seluruh penduduk atau semua ornag yang membaca atau semua ornag yang menonton televisi, agaknya ini tidak berati pula bahwa khalayak itu besar dan pada umumnya agak sukar mendefenisikan. Kedua, komunikasi massa adalah komunikasi yang disalurkan oleh pemancar-pemancar audio atau visual. Komunikasi massa barangkali akan lebih mudah dan lebih logis

bila didefenisikan menurut bentuknya (televisi, radio, surat kabar, majalah,film dan sebagainya) (Nurudin,2007:12).

2.2.4 Iklan

Iklan merupakan bentuk komunikasi tidak langsung, yang didasari pada informasi tentang keunggulan atau keuntungan suatu produk, yang disusun sedemikian rupa sehingga menimbulkan rasa menyenangkan yang akan mengubah pikiran orang untuk membeli. Sedangkan periklanan adalah keseluruhan proses yang meliputi persiapan, perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan penyampaian iklan (Kotler, 2001: 206). Iklan atau advertising berasal dari kata latin “Adverte” yang berarti mengarahkan. Iklan yang kita lihat dan dengar setiap hari sebenarnya merupakan produk akhir dari serangkaian pengamatan sampai pelaksanaan strategi dan taktik yang berupaya untuk menjangkau pembeli potensial (Rachmadi, 1998:36).

Menurut Kepler iklan atau advertising berasal dari bahasa latin, ad-vere yang berati mengoperkan pikiran dan gagasan kepada pihak lain. Jika pengertian ini kita terima maka sebenarnya iklan tidak ada bedanya dengan pengertian komunikasi yaitu satu arah (Liliweri,1992:17). Sedangkan Wright mengemukakan bahwa iklan merupakan suatu proses komunikasi yang mempunyai kekuatan yang sangat penting sebagai alat pemasaran yang membantu menjual barang, memberikan layanan serta gagasan atau ide – ide melalui saluran tertentu dalam bentuk informasi yang persuasif. Periklanan diakuinya mengandung dua makna yaitu iklan dipandang sebagai alat pemasaran dan iklan dalam pengertian proses komunikasi yang bersifat persuasif (Liliweri, 1992 : 20).

Media dalam beriklan secara garis besar dapat digolongkan menjadi dua yaitu iklan lini atas (above the line) dan iklan lini bawah (bellow the line). Iklan lini atas (above the line) yakni jenis iklan yang mengharuskan pembayaran komisi kepada biro iklan; contohnya adalah tayangan iklan di media cetak, televisi, radio, bioskop, billboard dan sebagainya. Media lini bawah (bellow the line) yakni jenis jenis iklan yang tidak mengharuskan adanya komisi seperti iklan pada pameran, brosur, lembar informasi dan sebagainya. Secara umum produsen akan

menggunakan kedua media iklan tersebut untuk mengenalkan atau menciptakan positioning produk yang akan diiklankan tersebut (Jefkins, 1994: 28-29).

Sedangkan menurut jenisnya iklan dapat di katagorikan menjadi enam katagori pokok (Jefkins, 1994), yakni :

1. Iklan strategis

Iklan strategis digunakan untuk membangun merek. Hal itu dilakukan dengan mengkomunikasikan nilai merek dan manfaat produk. Perhatian utama iklan strategis ini dalam jangka panjang adalah “memposisikan” merek serta membangun pangsa pikiran dan pangsa pasar.

2. Iklan taktis

Iklan taktis memiliki tujuan yang lebih mendesak. Iklan ini dirancang untuk mendorong konsumen agar segera melakukan kontak dengan merek tertentu. Pada umumnya iklan taktis ini memberikan penawaran khusus jangka pendek yang memacu konsumen memberikan jawaban pada hari yang sama.

3. Iklan ritel

Iklan ritel biasanya dilakukan oleh toko serba ada {toserba}, pasar swalayan yang memberikan banyak penawaran khusus dan mempunyai banyak persediaan barang dagang.

4. Iklan korporat

Iklan korporat merupakan bentuk lain dari iklan strategis, ketika sebuah perusahaan melakukan kampanye untuk mengkomunikasikan nilai-nilai korporatnya kepada publik. Iklan korporat sering kali berbicara tentang nilai-nilai warisan perusahaan, komitmen perusahaan terhadap pengawasan mutu, peluncuran merek dagang atau logo perusahaan yang baru, atau mempublikasikan kepedulian perusahaan terhadap lingkungan hidup.

5. Iklan bisnis kepada bisnis (B TO B)

Iklan ini memperkenalkan struktur dan layanan perusahaan yang baru, dapat menjadi alasan munculnya iklan bisnis kepada bisnis.

6. Iklan layanan masyarakat

Dalam iklan ini disajikan pesan-pesan sosial yang dimaksudkan untuk membangkitkan kepedulian masyarakat terhadap sejumlah masalah yang harus mereka hadapi yaitu kondisi yang dapat mengancam keserasian dan kehidupan umum.

Pada dasarnya tujuan dari kegiatan periklanan adalah mengubah atau mempengaruhi sikap-sikap khalayak agar membeli produknya. Inti dari segala kegiatan periklanan sendiri adalah melalui kreativitas yang di tuangkan dalam iklan, iklan berfungsi untuk menarik dan memenangkan perhatian khalayak, membangkitkan minat yang berlanjut pada sikap dan tindakan konsumen.

Iklan yang akan disampaikan kepada khalayak diciptakan dengan baik sehingga pesan yang akan disampaikan dapat mudah dicerna dan dimengerti oleh masyarakat dan mengandung informasi yang benar. Tidak hanya sekedar memberikan informasi kepada khalayak, iklan juga harus mampu membujuk khalayak untuk tertarik dan membeli produk yang ditawarkan, sehingga mampu meningkatkan penjualan sekaligus meningkatkan keuntungan bagi produsen (pengiklan).

Fungsi dan tujuan beriklan menjadi latar belakang pemilihan bentuk iklan. Berikut merupakan beberapa fungsi iklan (Shimp, 2003:357):

a. Menginformasikan.

Iklan memfasilitasi pengenalan merek-merek baru, untuk kemudian membuat konsumen sadar (aware) akan merek tersebut, dan meningkatkan puncak kesadaran dalam benak konsumen (Top of Mind) untuk merek-merek yang sudah ada dalam kategori produk sejenis yang sudah matang. b. Mempersuasi.

Iklan yang efektif akan mampu mempersuasi (membujuk) pelanggan untuk mencoba produk barang dan jasa yang diiklankan. Persuasi berbentuk mempengaruhi permintaan primer, yakni menciptakan permintaan bagi keseluruhan kategori produk. Namun pada kenyataannya iklan lebih sering berupaya untuk membangun permintaan sekunder, yaitu permintaan bagi merek yang lebih spesifik.

c. Mengingatkan.

Iklan menjaga agar merek perusahaan tetap segar dalam ingatan para konsumen. Selain itu, periklanan juga efektif untuk meningkatkan minat konsumen terhadap merek yang sudah ada dan pembelian sebuah merek yang mungkin tidak ada pilihannya.

d. Menambah nilai.

Periklanan memberi nilai tambah pada merek dengan mempengaruhi persepsi konsumen. Periklanan yang efektif menyebabkan merek dipandang sebagai lebih elegan, lebih bergaya, lebih bergengsi, dan bisa lebih unggul dari tawaran pesaing.

e. Mendampingi.

Pada saat-saat tertentu, peran utama periklanan adalah sebagai pendamping yang memfasilitasi upaya-upaya lain dari perusahaan dalam proses komunikasi pemasaran. Sebagai contoh, periklanan mungkin digunakan sebagai alat komunikasi untuk meluncurkan promosi-promosi penjualan seperti kupon-kupon dan undian serta upaya penarikan perhatian berbagai perangkat promosi penjualan tersebut.

Berbeda dengan fungsi iklan di atas, Alo Liliweri dalam (Widyatama, 2005: 145-146) mengemukakan bahwa iklan mempunyai fungsi yang sangat luas, meliputi:

a. Fungsi Pemasaran

Dimaksudkan bahwa iklan digunakan untuk mempengaruhi khalayak untuk membeli dan mengkonsumsi produk. Hampir semua iklan komersial memiliki fungsi pemasaran.

b. Fungsi Komunikasi

Artinya iklan sebenarnya merupakan sebentuk pesan dari komunikator kepada khalayaknya. Sama halnya dengan kita berbicara kepada orang lain, maka iklan juga merupakan pesan yang menghubungkan antara komunikator dengan komunikan

Artinya, iklan merupakan alat yang dapat membantu mendidik khalayak mengenai sesuatu, agar mengetahui dan mampu melakukan sesuatu.

d. Fungsi Ekonomi

Dimaksudkan, iklan mampu menjadi penggerak ekonomi agar kegiatan ekonomi tetap dapat berjalan. Bahkan dengan iklan, ekonomi dapat berkembang dalam melakukan ekspansi.

e. Fungsi Sosial

Artinya, iklan ternyata telah mampu menghasilkan dampak sosial psikologis yang cukup besar. Iklan membawa berbagai pengaruh dalam masyarakat.

Iklan Televisi

Iklan televisi merupakan aktivitas dalam dunia komunikasi, karena iklan juga menggunakan prinsip komunikasi massa. Komunikasi massa mutlak menggunakan media massa dalam proses penyampaiannya. Iklan televisi mempunyai dua segmen dasar, yaitu bagian visual yang dapat dilihat pada layar televisi dan audio, selain itu juga disusun dari kata-kata yang diucapkan, musik, dan suara. Keutamaan televisi yaitu bersifat dapat dilihat dan didengar, “Hidup” menggambarkan kenyataan dan langsung menyajikan peristiwa yang terjadi di tiap rumah pemirsanya (Effendy, 1993:314).

Iklan televisi merupakan iklan yang ditempatkan pada media televisi dan telah menjadi komoditas dalam masyarakat sehari-hari. Pada umumnya, televisi diakui sebagai media iklan paling berpengaruh. Darwanto mengungkapkan bahwa kekuatan yang dimiliki oleh televisi sebagai alat dengan sistem yang besar mampu menciptakan daya rangsang yang sangat tinggi dalam mempengaruhi sikap, tingkah laku dan pola pikir khalayaknya, yang pada akhirnya menyebabkan banyaknya perubahan dalam masyarakat (Sumartono, 2002:11).

Komponen dari sebuah iklan televisi adalah dimana iklan ini dibangun dari kekuatan visualisasi objek dan kekuatan audio. Simbol-simbol yang divisualisasikan lebih menonjol bila dibandingkan dengan simbol-simbol verbal.

Ada beberapa kelebihan yang dimiliki televisi sebagai media iklan (Jefkins, 1997:110), diantaranya:

a. Kesan realistik sifatnya yang visual, dan memiliki warna, suara dan gerakan, maka iklan televisi tampak begitu hidup dan nyata.

b. Masyarakat lebih tanggap iklan televisi dapat disiarkan dan dilihat dimana saja, sehingga masyarakat lebih siap dalam memberikan tanggapan.

c. Repetisi atau pengulangan iklan televisi dapat ditayangkan beberapa kali dalam sehari sampai dipandang cukup bermanfaat, dalam frekuensi yang cukup, sehingga pengaruh iklan itu dapat diterima oleh masyarakat.

Selain itu, ada tiga hal yang menjadi kekuatan dalam televisi (Kasali, 1992:121-122), yaitu :

a. Efisiensi Biaya

Banyak pengiklan memandang televisi sebagai media paling efektif untuk menyampaikan pesan-pesan komersialnya. Salah satu keunggulannya adalah kemampuan menjangkau khalayak sasaran yang sangat luas. Jutaan orang menonton televisi secara teratur, televisi juga dapat menjangkau khalayak sasaran yang tidak dapat dijangkau oleh media cetak. Jangkauan massal menimbulkan efisiensi biaya untuk menjangkau setiap kepala.

b. Dampak Yang Kuat

Keunggulan lainnya adalah kemampuannya menimbulkan dampak yang kuat terhadap konsumen, dengan tekanan pada sekaligus 2 (dua) indera, penglihatan dan pendengaran. Televisi juga mampu menciptakan kelenturan bagi pekerja-pekerja kreatif dengan mengkombinasikan gerakan, kecantikan, suara, warna, drama, dan humor.

c. Pengaruh Yang Kuat

Televisi mempunyai kemampuan yang kuat untuk mempengaruhi persepsi khalayak sasaran. Kebanyakan masyarakat meluangkan waktu di depan televisi, karena televisi dijadikan sebagai sumber berita, hiburan, dan sarana pendidikan. Kebanyakan calon konsumen lebih “percaya” pada perusahaan yang mengiklankan produknya di televisi daripada di media lain. Inilah ciri bonafit periklanan, segmen pasar yang dapat dijangkau oleh media televisi sangat besar,

sehingga secara tidak langsung menarik produsen untuk memanfaatkan media televisi.

Selain beberapa kelebihan dari iklan televisi tersebut, ada pula kelemahan yang jika beriklan di televisi yang diungkapkan oleh Damardi Sugiarti (Durianto, 2003:35),yaitu:

a. Biaya Tinggi. Biaya untuk menjangkau setiap orang memang relatif rendah, tapi biaya produksinya yang cukup tinggi.

b. Masyarakat Tidak Selektif. Tayangan yang menjangkau banyak kalangan, sangat memungkinkan jika iklan menjangkau pasar yang bukan targetnya. c. Kesulitan Teknis. Pihak pengiklan seringkali menghadapi kesulitan teknis

untuk mengubah jadwal maupun jam tayang.

2.2.5 Semiotika

Secara epistimologis, istilah semiotik berasal dari kata Yunani semeion yang berarti “tanda”. Tanda itu sendiri didefenisikan sebagai sesuatu yang atas dasar konvensi sosial yang terbangun sebelumnya, dapat dianggap mewakili sesuatu yang lain. Tanda pada masa itu masih bermakna sesuatu hal yang menunjuk pada adanya hal lain. Contohnya, asap menandai adanya api (Wibowo, 2011:5). Di dalam bukunya, Kriyantono (2006:263) menyatakan semiotik adalah ilmu tentang tanda-tanda. Studi tentang tanda dan segala yang berhubungan dengannya, cara berfungsinya, hubungannya dengan tanda-tanda lain, pengirimannya dan penerimaanya oleh mereka yang menggunakannya. Menurut Premingger, ilmu ini menganggap bahwa fenomena sosial atau masyarakat dan kebudayaan itu berupa tanda-tanda. Semiotik mempelajari sistem-sistem, aturan-aturan, konvensi-konvensi yang memungkinkan tanda-tanda tersebut mempunyai arti.

Secara terminologis, semiotik dapat disefenisikan sebagai ilmu yang mempelajari sedertan luas objek-objek, peristiwa-peristiwa, seluruh kebudayaan sebagai tanda. Van Zoest mengartikan semiotik sebagai ilmu tanda (sign) dan segala yang berhubungan dengannya: cara berfungsinya, hubungannya dengan

kata lain, pengirimannya, dan penerimaannya oleh mereka yang mempergunakannya (Sobur, 2004:95).

Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda. Tanda-tanda adalah perangkat yang kita pakai dalam upaya berusaha mencari jalan di dunia ini, ditengah-tengah manusia dan bersama-sama manusia. Semiotika, atau dalam istilah Barthes, semiologi pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan (humanity) memaknai hal-hal (things) (Sobur, 2009:15). Analisis semiotik berupaya menemukan makna tanda termasuk hal-hal yang tersembunyi di balik sebuah tanda (teks, iklan, berita) karena sistem tanda sifatnya amat kontekstual dan bergantung pada pengguna tanda tersebut. Pemikiran pengguna tanda merupakan hasil pengaruh dari berbagai konstruksi sosial dimana pengguna tanda tersebut berada (Kriyantono, 2006:264).

Semiotika berangkat dari ketiga elemen utama yang disebut Peirce teori segitiga makna. Charles Saunders Peirce yang dianggap sebagai pendiri semiotika modern mendefinisikan semiotika sebagai hubungan antara tanda (simbol), objek, dan makna. Yang pertama adalah tanda, yaitu sesuatu yang berbentuk fisik yang dapat ditangkap oleh panca indera manusia dan merupakan sesuatu yang merujuk hal lain diluar tanda itu sendiri. Acuan tanda ini disebut objek. Kedua adalah acuan tanda (objek), yaitu konteks sosial yang menjadi referensi dari tanda atau sesuatu yang dirujuk tanda dan yang ketiga, yaitu penggunaan tanda dimana konsep pemikiran dari orang yang menggunakan tanda dan menurunkannya ke suatu makna tertentu atau makna yang ada dalam benak seseorang tentang objek yang dirujuk sebuah tanda (Kriyantono, 2006:265). Hubungan segitiga makna Pierce lazimnya tampak dalam gambar berikut ini:

Gambar 1 : Elemen Makna Pierce

Sign

Interpretant Object Sumber : John Fiske dalam Sobur.2004: 115.

Menurut Pierce sign ialah sesuatu yang dapat mewakili sesuatu yang lain dalam batas-batas tertentu. Tanda akan selalu mengacu kepada suatu yang lain, oleh Pierce disebut object. Mengacu berarti mewakili atau menggantikan, tanda baru dapat berfungsi bila diinterpretasikan dalam benak penerima tanda melaui interpretant. Jadi interpretant ialah pemahaman makna yang muncul dalam diri penerima tanda, artinya tanda baru dapat berfungsi sebagai tanda bila dapat ditangkap dan pemahaman terjadi berkat ground yaitu pengetahuan tentang system tanda dalam suatu masyarakat.

Bagi Pierce, tanda “is something whichstands to somebody for something in some respect or capacity.” Sesuatu yang digunakan agar tanda bisa berfungsi, oleh Peirce disebut ground. Konsekuensinya, tanda (sign atau representamen) selalu terdapat dalam hubungan triadik, yakni ground, object, dan interpretant. Atas dasar hubungan ini, Pierce mengadakan klasifikasi tanda. Tanda yang dikaitkan dengan ground baginya menjadi qualisgn, sinsign dan lesign. Qualisign adalah kualitas yang ada pada tanda, misalnya kata-kata kasar, lemah, lembut, merdu. Sinsign adalah eksitensi aktual atau benda atau peristiwa yang ada pada tanda; misalnya kata kabur atau keruh yang ada pada urutan kata air sungai keruh yang menandakan bahwa ada hujan di hulu sungai. Lesign adalah norma yang dikandung oleh tanda, misalnya rambu-rambu lalu lintas yang menandakan hal-hal yang boleh atau tidak boleh dilakukan manusia (Sobur, 2004:41).

Tokoh lain yang juga memiliki pengaruh yang cukup penting dalam sejarah perkembangan semiotik adalah Ferdinand De Saussure. Pemikiran Saussure yang paling penting dalam konteks semiotik adalah pandangannya mengenai tanda. Saussure meletakkan tanda dalam konteks komunikasi manusia dengan melakukan pemilahan antara signifier (penanda) dan signified (petanda). Signifier adalah bunyi atau coretan yang bermakna, yakni apa yang dikatakan dan apa yang ditulis atau dibaca. Signified adalah gambaran mental, yakni pemikiran atau konsep aspek mental dari bahasa. Saussure menggambarkan tanda yang terdiri atas signifier dan signified itu sebagai berikut:

Gambar 2.

Elemen-Elemen Makna dari Saussure Sign

Composed of

Signification

Signifier plus Signified external reality (physical (mental of meaning existence concept)

of the sign)

Sumber : Alex Sobur.2004: 125

Dalam berkomunikasi, seseorang menggunakan tanda untuk mengirim makna tentang objek dan orang lain akan menginterpretasikan tanda tersebut. Objek bagi Saussure disebut referent. Hampir serupa dengan Peirce yang mengistilahkan interpretant untuk signified dan object untuk signifier, bedanya Saussure memaknai objek sebagai referent dan menyebutkannya sebagai unsur tambahan dalam proses penandaan. Signifier dan signified merupakan kesatuan, tak dapat dipisahkan, seperti dua sisi dari sehelai kertas.

Pada dasarnya apa yang disebut signifier dan signified tersebut adalah produk kultural. Hubungan di antara keduanya bersifat manasuka dan hanya berdasarkan konvensi, kesepakatan, atau peraturan dari kultur pemakai bahasa tersebut. Hubungan antara signifier dan signified tidak bisa dijelaskan dengan nalar apa pun, baik pilihan bunyi-bunyinya maupun pilihan untuk mengaitkan rangkaian bunyi tersebut dengan benda atau konsep yang dimaksud. Karena hubungan yang terjadi antara signifier dan signified bersifat arbitrer, maka makna signified harus dipelajari, yang berarti ada struktur yang pasti atau kode yang membantu menafsirkan makna.

Hubungan antara signifier dan signified ini dibagi tiga, yaitu :

1. Ikon adalah tanda yang memunculkan kembali benda atau realitas yang ditandainya, misalnya foto atau peta.

2. Indeks adalah tanda yang kehadirannya menunjukkan adanya hubungan dengan yang ditandai, misalnya asap adalah indeks dari api.

3. Simbol adalah sebuah tanda di mana hubungan antara signifier dan signified semata-mata adalah masalah konvensi, kesepakatan atau peraturan (Sobur, 2004: 126).

Dalam pandangan Saussure, makna sebuah tanda sangat dipengaruhi oleh tanda yang lain. Semiotik berusaha menggali hakikat sistem tanda yang beranjak ke luar kaidah tata bahasa dan sistaksis dan yang mengatur arti teks yang rumit, tersembunyi, dan bergantung pada kebudayaan. Hal ini kemudian menimbulkan perhatian pada makna tambahan (konotatif) dan arti penunjukan (denotatif), kaitan dan kesan yang ditimbulkan dan diungkapkan melalui penggunaan dan kombinasi tanda. Pelaksanaan hal itu dilakukan dengan mengakui adanya mitos, yang telah ada dan sekumpulan gagasan yang bernilai yang berasal dari kebudayaan dan disampaikan melalui komunikasi.

Dokumen terkait