• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kondisi Ekonomi Daerah Provinsi Jawa Tengah

Dalam dokumen RKPD 2013 RKPD2013 (Halaman 107-112)

RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

3.1.1 Kondisi Ekonomi Daerah Provinsi Jawa Tengah

Perekonomian Indonesia Tahun 2012 masih dibayangi oleh krisis ekonomi global terutama yang terjadi di Eropa dan Amerika, serta situasi dalam negeri terutama adanya rencana pemerintah untuk menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM), kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL) dan pembatasan BBM bersubsidi.

Bank Dunia memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia Tahun 2012 hanya mencapai 6,3% lebih rendah daripada target APBN Tahun 2012 sebesar 6,7% dan dalam APBN-P diperkirakan pertumbuhan ekonomi akan tumbuh sebesar 6,5%. Untuk mempertahankan target pertumbuhan ekonomi tersebut, dilakukan

melalui upaya mendorong percepatan belanja yang dapat

menstimulasi pertumbuhan ekonomi, menjaga tingkat daya beli masyarakat dengan menjaga laju inflasi pada tingkat yang rendah, serta mendorong pertumbuhan investasi dengan menciptakan iklim usaha yang kondusif. Di samping itu dalam rangka meningkatkan daya saing diupayakan melalui peningkatan daya saing produk ekspor non migas, pengendalian impor produk-produk yang berpotensi menurunkan pasar produk dalam negeri serta mendorong realisasi

pelaksanaan program percepatan pembangunan infrastruktur

sebagaimana telah disepakati di dalam Master Plan Percepatan dan

Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI), serta antisipasi perkembangan isu demografi, kesempatan kerja dan kesejahteraan rakyat.

Sedangkan kondisi kinerja perekonomian Jawa Tengah dalam kurun waktu lima tahun terakhir (2005-2011), menunjukkan kecenderungan pertumbuhan yang positif kecuali pada tahun 2009. Pada tahun 2005, pertumbuhan ekonomi sebesar 5,35%, meningkat menjadi 5,8% pada tahun 2010 dan meningkat menjadi 6,0% pada tahun 2011. Laju pertumbuhan ekonomi tahun 2011 tersebut disumbang oleh sektor Angkutan dan Komunikasi, Perdagangan Hotel dan Restoran, serta Jasa-jasa.

III - 2

Gambar 3.1

Grafik Laju Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah (2005-2011)

Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS), 2006-2012 (diolah)

Dilihat dari struktur PDRB sisi produksi menunjukkan bahwa sektor sekunder dan tersier memiliki kontribusi yang hampir sama terhadap perekonomian Jawa Tengah, yaitu masing-masing sebesar 40,28% dan 39,70%. Sementara sektor primer memiliki kontribusi sebesar 20,02% dari total PDRB Jawa Tengah.

Jumlah penduduk yang relatif besar, akses sumber daya alam yang relatif mudah serta kondisi infrastruktur yang relatif cukup baik, menyebabkan sektor sekunder dan tersier berkembang cukup pesat. Sektor primer terutama ditopang oleh sub sektor pertanian tanaman pangan sehingga Jawa Tengah menjadi salah satu lumbung pangan nasional.

Selama 2 tahun terakhir (2010-2011), struktur ekonomi menurut lapangan usaha relatif mengalami peningkatan. Perubahan peningkatan pada beberapa sektor adalah Industri Pengolahan (33,3%), Perdagangan, Hotel dan Restoran (19,7%) dan Jasa-jasa (10,6%). Sedangkan sektor lainnya mengalami penurunan kecuali pada sektor Listrik, Gas dan Air Bersih serta Pengangkutan dan Komunikasi masih memiliki kontribusi yang tetap, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 3.1 dibawah ini.

III - 3

Tabel 3.1

Struktur dan Laju Pertumbuhan PDRB Jawa Tengah Menurut Lapangan Usaha Tahun 2010-2012

No Sektor Struktur (%) Laju Pertumbuhan (%)

2010 2011 2012*) 2010 2011 2012*)

1 Pertanian 19,5 19,1 19,3 2,5 1,3 1,85

2 Pertambangan & Penggalian 1,0 0,9 1 7,1 4,9 4,42

3 Industri Pengolahan 32,9 33,3 34,1 6,9 6,7 6,98

4 Listrik, Gas & Air Bersih 1,0 1,0 0,9 8,4 4,3 4,3

5 Konstruksi 6,1 6,0 5,9 6,9 6,3 6,55

6 Perdagangan, Hotel dan Restauran 19,5 19,7 18,9 6,1 7,5 7,73

7 Angkutan dan Komunikasi 5,9 5,9 5,8 6,7 8,6 8,73

8 Keuangan, Persewaan & Jasa Perh. 3,6 3,5 3,6 5,0 6,6 6,6

9 Jasa-jasa 10,5 10,6 10,5 7,4 7,5 7,7

PDRB 100 100 100 5,8 6,0 6,1

Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS), 2011-2012 Keterangan : *) angka prediksi

Pada Tahun 2011, laju pertumbuhan PDRB Jawa Tengah sebesar 6%, di mana tiga sektor dengan pertumbuhan tertinggi adalah Sektor Angkutan dan Komunikasi (8,6%); Sektor Perdangangan, Hotel dan Restoran (PHR) (7,5%); dan Sektor Jasa-jasa (7,5%). Permintaan domestik yang cukup tinggi, menjadi pendorong pertumbuhan pada sektor-sektor tersebut. Peningkatan sektor angkutan dan komunikasi dipengaruhi aktivitas perdagangan yang tinggi.

Pertumbuhan sektor PHR dipengaruhi oleh kondisi ekonomi yang relatif stabil yang tercermin dari tingkat inflasi dan nilai tukar rupiah yang terkendali serta penurunan suku bunga perbankan, dan pertumbuhan sub sektor hotel lebih didorong oleh maraknya

penyelenggaraan Meeting, Incentive, Conference and Exhibition (MICE).

Pertumbuhan yang cukup tinggi pada sektor jasa terutama disebabkan oleh mulai tumbuh pesatnya industri jasa di Jawa Tengah, di antaranya dengan penyelenggaraan berbagai even pameran, hiburan ataupun konferensi, baik yang berskala regional maupun internasional. Pertumbuhan sektor jasa terutama ditopang oleh Kota Semarang dan Kota Surakarta.

Berdasarkan proporsi komponen jenis penggunaan, konsumsi rumah tangga menjadi penyumbang terbesar dalam PDRB Jawa Tengah dan porsinya mengalami peningkatan dari 64,2% pada Tahun 2010 menjadi 64,3% pada Tahun 2011.

Besarnya kontribusi konsumsi rumah tangga menunjukkan besarnya potensi pasar domestik. Distribusi dan laju pertumbuhan PDRB Jawa Tengah ditunjukkan pada Tabel 3.2 dibawah ini.

III - 4

Tabel 3.2.

Distribusi dan Laju Pertumbuhan PDRB Jawa Tengah

Menurut Jenis Penggunaan Tahun 2010 – 2012

No Jenis Penggunaan Distribusi (%) Pertumbuhan (%)

2010 2011 2012*) 2010 2011 2012*)

1 Konsumsi Rumah Tangga 64,2 64,3 64,35 6,2 6,6 6,9

2 Konsumsi Lembaga Non Profit 1,4 1,4 1,35 -0,1 2,9 3,2

3 Konsumsi Pemerintah 11,4 11,3 11,2 3,1 7,7 7,9 4 PMTB 18,6 21,6 21,2 8,0 7,6 8,1 5 Perubahan Stok - - - 6 Ekspor 4,4 1,5 1,9 11,2 7,2 7,7 7 Impor - - - 4,0 10,7 10,2 PDRB 100 100 100 5,8 6,0 6,2

Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS), 2011-2012 Keterangan : *) angka prediksi

Gambaran lebih terperinci, selain komponen konsumsi rumah tangga yang mengalami kenaikan, pada tahun 2011 hampir semua komponen PDRB dari sisi penggunaan mengalami penurunan kontribusi terhadap total PDRB dibandingkan tahun sebelumnya. Kontribusi konsumsi pemerintah mengalami penurunan dari sebesar 11,4% pada tahun 2010 menjadi 11,3% pada tahun 2011. Komponen Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) turun dari 19,2% pada tahun 2010 menjadi 18,5% pada tahun 2011. Sementara itu komponen ekspor netto turun dari 4,4% pada tahun 2010 menjadi 1,5% pada tahun 2011.

Pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah pada tahun 2011 yang cukup tinggi dipengaruhi oleh meningkatnya laju pertumbuhan konsumsi pemerintah sebesar 7,7%; PMTB sebesar 7,6%; ekspor barang dan jasa sebesar 7,2%, serta konsumsi rumah tangga sebesar 6,6%. Namun, pertumbuhan ekonomi yang tinggi tersebut diikuti dengan pertumbuhan impor di Jawa Tengah cukup tinggi pada tahun 2011, yaitu mencapai 10,7%.

Peningkatan konsumsi rumah tangga didorong oleh

peningkatan daya beli yang ditunjukkan dengan meningkatnya pendapatan perkapita dan optimisme masyarakat terhadap kondisi perekonomian. Perkembangan inflasi yang relatif terkendali dan cenderung menurun serta didukung dengan suku bunga pinjaman perbankan yang relatif stabil, turut pula mendorong peningkatan daya beli masyarakat. Peningkatan konsumsi pemerintah yang signifikan pada Tahun 2011 didorong adanya percepatan pelaksanaan pembangunan daerah.

III - 5

Gambar 3.2

Grafik Trend Inflasi Jawa Tengah (2005-2011)

Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS), 2006-2012 (diolah)

Dari sisi perkembangan harga, tingkat inflasi di Jawa Tengah pada Tahun 2011 sebesar 2,68% (yoy), lebih rendah dibandingkan nasional sebesar 3,79% (yoy); dan lebih baik dibandingkan inflasi tahun 2010 sebesar 6,68% (yoy). Kondisi yang semakin baik ini disebabkan oleh ketersediaan barang konsumsi yang cukup, kelancaran distribusi dan menurunnya harga pada beberapa

komoditas kelompok bahan makanan (volatile food), kelompok

makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau serta kelompok transport, komunikasi dan jasa keuangan; penurunan harga emas

perhiasan (imported inflation), dan stabilnya harga barang-barang

bersifat strategis yang diatur oleh Pemerintah (administered prices).

Kegiatan investasi tercermin dari komponen PMTB dalam PDRB sebesar 7,6% (yoy). Implementasi dari peningkatan investasi di Jawa Tengah selain dari belanja modal yang dilakukan oleh pemerintah daerah juga berasal dari investasi yang dilakukan oleh sektor swasta, yaitu investasi baru maupun penambahan investasi. Dari sisi swasta, pendorong pertumbuhan investasi adalah masih cukup tingginya permintaan domestik. Krisis perekonomian yang terjadi di wilayah Eropa dan Amerika memicu sentimen negatif dan berpotensi menimbulkan dampak terhadap berbagai sektor di Indonesia termasuk Jawa Tengah. Kondisi tersebut merupakan peluang positif bila mampu memenuhi kebutuhan pasar domestik karena menguatnya permintaan dalam negeri, sehingga mampu mengurangi ketergantungan terhadap ekspor pada saat terjadi krisis ekonomi global.

Laju pertumbuhan ekspor Jawa Tengah pada PDRB Tahun 2011 masih cukup tinggi yaitu 7,2%, sedangkan untuk realisasi nilai ekspor tahun 2011 dibandingkan tahun 2010 mengalami kenaikan sebesar 20,2% untuk non migas dan sebesar 15,8% untuk migas. Pertumbuhan tersebut menunjukkan bahwa pengaruh krisis ekonomi global belum berdampak signifikan terhadap perekonomian Jawa Tengah. Hasil kajian Kantor Bank Indonesia Semarang menunjukkan bahwa produk dengan spesifikasi dan memiliki segmen tertentu (premium) seperti Tekstil dan Produk Tekstil, bulu mata palsu,

III - 6

minyak atsiri, getah damar dan pinus masih menunjukkan peningkatan.

Di sisi lain, laju pertumbuhan impor Jawa Tengah pada PDRB Tahun 2011 sebesar 10,7%, sedangkan untuk realisasi nilai impor tahun 2011 dibandingkan tahun 2010 mengalami kenaikan sebesar 35,6% untuk migas dan 9,5% untuk non migas. Peningkatan impor ini disebabkan naiknya permintaan barang konsumsi rumah tangga dan bahan baku industri.

Indeks Nilai Tukar Petani (NTP) meningkat dari 103,12 pada tahun 2010, menjadi 106,62 pada Tahun 2011, hal ini menunjukkan semakin meningkatnya kemampuan atau daya beli petani yang ditunjukkan dari perbandingan harga produk pertanian lebih tinggi dibanding kenaikan indeks harga barang dan jasa yang dibayar petani.

Dalam dokumen RKPD 2013 RKPD2013 (Halaman 107-112)

Dokumen terkait