• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kondisi Eksisting dan Permasalahan 1. Kondis Eksisting

Dalam dokumen PROPINSI MALUKU UTARA TAHUN 2016 - 2020 (Halaman 54-58)

III TEKNIK DAN PRODUKSI 1 Bagian Produksi

B. Pengembangan Sistim Penyediaan Air Minum (SPAM)

7.4.1. Kondisi Eksisting dan Permasalahan 1. Kondis Eksisting

a. Kebijakan pemerintah terkait pengelolaan air limbah

Dalam RTRW Provinsi Maluku Utara dan Visi, Misi dan Renstra Kota Tidore Kepulauan, jelas bahwa Kota Tidore Kepulauan diarahakan sebagai Kota Jasa,Perdagangan, Pendidikan,Pariwisata,Budaya dan Kota Pusat Pemerintahan. Berdasarkan acuan tersebut maka dalam penataan ruang terbagi manjadi ruang dengan fungsi-fungsi khusus selain ruang untuk perumahan antara lain : ruang pusat pendidikan tinggi, ruang kegiatan pertanian, ruang pariwisata dan ruang pusat olahraga.

Selanjutnya dalam strategi tata ruang yg memuat 12 poin arah kebijakan tata ruang, sebagian diantaranya menyebutkan :

a. Pengembangan infrastruktur dasa perkotaan dan perhubungan. b. Pengendalian lingkungan hidup dan kelestarian hutan

c. Mewujudkan kota tidore kepulauan sebagai kota tujuan wisata d. Pengembangan dan perlindungan kawasan pesisir

e. Pengembangan perumahan,permukiman dan fasilitas penunjangnya f. Revitalisasi kota.

Meskipun pemerintah Kota Tidore Kepulauan belum secara spesifik mengeluarkan kebijakan pengelolaan air limbah,khususnya air limbah domestik, namun arahan-arahan diatas membawa konsekuensi pada kewajiban pengelolaan air limbah domestik.

Sarana dan prasarana pengelolaan air limbah domestik, merupakan salah satu infrastruktur dasar perkotaan yg harus ada. Pengendalian lingkungan hidup tidak akan terlaksana dengan baik jika pembuangan air limbah domestik masih dibiarkan dilakukan langsung ke lingkungan sebagai mana yg terjadi selama ini.

b. Pengelolaan Air Limbah Saat Ini

Pengelolaan air limbah permukiman dapat dilakukan dengan sistem on-site atau offon-site atau kombinasi dari kedua sistem ini :

BAB VII Rencana Pembangunan Infrastruktur Cipta Karya VII -54 System pengelolaan air limbah terpusat (offsite system) adalah sistem penanganan air limbah domestik melalui jaringan pengepul yg diteruskan ke IPAL. System pengolahan air limbah setempat (on-site sistem) adalah sistem penanganan air limbah domestik yg dilakukan secara individual dan/atau komunal dengan fasilitas dan pelayanan dari satu atau beberapa bangunan, yg pengolahannya diselesaikan secara setempat atau dilokasi sumber.

Sarana dan prasarana pengelolaan air limbah yg ada terkait dengan sistem yg diterapkan. Untuk sistem on-site, maka fasilitas air limbahnya adalah jamban (keluarga/umum/MCK) dilengkapi dengan cubluk atau tangki septik dan sumur resapan. Penerapan sitem ini membutuhkan keberadaan IPTL untuk mengolah lumpur tinja yg berasal dari pengurasan tangki septik. Pengurasan tangki dan pengangkutan lumpur hasil pengurasan menuju IPTL dilakukan dengan unit mobil penguras tinja. Pengadaan prasarana pengelolaan air limbah on-site individual yg berupa jamban keluarga dan cubluk atau septik tank beserta sumur resapannya dilakukan/menjadi tanggung jawab masing-masing KK. Adapun Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) yg diperlukan untuk mengolah lumpur tinja hasil pengurasan septik tank harus disediakan oleh pemerintah kota melalui institusinya. Sementara penyedotan tinja bisa dilakukan oleh pemerintah atau oleh swasta yg menawarkan sedot tinja.

Dalam sistem offsite maka diperlukan sistem jaringan perpipaan yg akan mengumpulkan dan membawa air limbah dari sumber yaitu rumah warga (SPAB – Sistem Penyaluran Air Buangan) menuju IPAL. Untuk itu dibutuhkan kesadaran masyarakat untuk memasang sambungan air limbah. Dalam IPAL, air limbah akan diolah agar bisa diterima oleh lingkungan dengan aman.

b.1. Pelayanan Sanitasi Kota Tidore Kepulauan

Pelayanan sanitasi dasar dalam hal ini menyangkut tingkat kepemilikan warga akan sarana pengelolaan air limbah yg paling mendasar yaitu jamban yg dilengkapi dengan tangki septik dan peresapan/cubluk. Menurut hasil studi yg pernah dilakukan di Kota

BAB VII Rencana Pembangunan Infrastruktur Cipta Karya VII -55 Tidore Kepulauan, tingkat pelayanan sanitasi diwilayah perkotaan tergolong cukup tinggi. Pada tahun 2008, tingkat kepemilikan jamban mencapai 85%, dengan penggunaan septik mencapai 72% dan cubluk 12% dengan pemakaian MCK mencakup 1%. Proyeksi pada tahun 2010 menyebutkan bahwa angka-angka ini meningkat. Dimana kepemilikan jamban mencapai 85% dengan 74% dilengkapi dengan tangki septik, 13% menggunakan cubluk serta 2% masyarakat memanfaatkan MCK (studi kebutuhan sarana dan prasarana air limbah provinsi maluku utara,2011 ). Artinya berdasarkan studi terdahulu diperkirakan sampai tahun 2013 ini masih ada 13% penduduk yg belum mendapat pelayanan sanitasi dasar.

b.2. Kegiatan Pengelolaan Air Limbah Kota Tidore

Sampai saat ini, sebagian besar fasilitas pengelolaan air limbah domestik yg ada di Kota Tidore Kepulauan merupakan swadaya masyarakat, artinya masyarakat membuat sendiri secara individual dan itupun masih terbatas pada fasilitas pembuangan air limbah secara setempat atau on-site seperti bangunan tangki septik/cubluk. Untuk fasilitas yg disebutkan pengelolaan masih terbatas pada blackwater yaitu limbah dari WC (tinja), adapun limbah greywater yaitu limbah domestik yg berasal dari air mandi,cuci dan dapur dibuang begitu saja ke saluran/drainase jalan,sungai,laut ataupun ke lahan-lahan kosong.

Sistem secara on-site ini masih rawan menyebabkan pencemaran lingkungan. Pemakaian tangki septik sebagai tempat pembuangan limbah dari WC harus dilengkapi dengan sumur resapan dan harus dibangun dengan memperhatikan standar dan sarat yg berlaku. Jika tidak,maka akan mencemari air tanah/air sumur yg ada disekitarnya. Hal ini tentu saja sangat berisiko bagi masyarakat Kota Tidore yg memanfaatkan air tanah baik secara individual maupun bersama (PDAM) sebagai sumber air bersihnya.

Walaupun masih secara swadaya dan individu, minimal telah dilakukan upaya pengelolaan blackwater. Berbeda dengan greywater

BAB VII Rencana Pembangunan Infrastruktur Cipta Karya VII -56 yg sampai saat ini belum mendapatkan perhatian sehingga pembuangannya yg langsung ke lingkungan seperti ke saluran, sungai, laut ataupun tanah pekarangan cepat atau lambat akan menimbulkan dampak. Di Kota Tidore, dampak yg dimaksud didapati telah mulai nampak sekali bahwa saluran yg menerima buangan air limbah domestik masyarakat sangat mengganggu secara estetis. Penyumbatan dan tidak mengalirnya air secara lancar menyebabkan resiko berkembangnya vektor penyakit dan bau yg menyengat setiap saat.

c. Masalah yang di Hadapi

c.1. Teknis

Sebagaimana disebutkan sebelumnya, studi terdahulu pada tahun 2012 menyebutkan bahwa untuk wilayah Kota Tidore diperkirakan sampai tahun 2015 masih terdapat 13% penduduk yg belum mendapat pelayanan sanitasi dasar. Khususnya untuk daerah Indonesiana yang merupakan lokasi konsentrasi utama perkembangn pemerintah kota. c.2. Budaya

Kondisi lingkungan yg bersih dan sehat akan tercipta dengan memuat sanitasi yg bersih pula. Budidaya memelihara kebersihan sebenarnya telah tertanam dalam budaya masyarakat Tidore. Hal ini telah terbukti dengan adanya kesadaran masyarakat dalam membangun/ memiliki sarana sanitasi. Namun pengetahuan yg kurang akan tata cara pembuatan sarana sanitasi yg baik yg pada akhirnya mengakibatkan banyaknya kondisi sarana sanitasi yg memprihatinkan.

c.3. Sosial Ekonomi

Masalah ekonomi sangat erat hubungannya dengan kemampuan penduduk untuk memiliki fasilitas sanitasi yg sehat, karena meskipun tingkat pengetahuan dan kesadaran penduduk mengenal pentingnya sanitasi yg sehat telah tinggi, namun jika tidak didukung dengan kemampuan mereka untuk menyediakannya, maka kondisi seperti ini diperlukan campur tangan pendanaan dari pemerintah melalui bantuan-bantuan pengadaan fasilitas sanitasi dasar. Berdasarkan data

BAB VII Rencana Pembangunan Infrastruktur Cipta Karya VII -57 pertumbuhan ekonomi rata-rata per tahun untuk Kota Tidore Kepulauan mencapai 2,5%. Selain itu tidak disertai dengan konsumsi masyarakat yg cukup tinggi, dengan demikian terjadi pertumbuhan ekonomi yg positif. Dalam sudut pandang pengelolaan air limbah hal ini tentunya menjadi aspek yang memudahkan penanganan.

7.4.2. Sasaran Program

Dalam dokumen PROPINSI MALUKU UTARA TAHUN 2016 - 2020 (Halaman 54-58)