• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROPINSI MALUKU UTARA TAHUN 2016 - 2020

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PROPINSI MALUKU UTARA TAHUN 2016 - 2020"

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)

BAB VII Rencana Pembangunan Infrastruktur Cipta Karya VII -0

BAB VII

RENCANA PEMBANGUNAN

INFRASTRUKTUR CIPTA KARYA

Rencana Program Investas

Jangka Menengah 2016 - 2020

Kota Tidore Kepulauan

(2)

7.1. Sektor Pengembangan Kawasan Permukiman

7.1.1. Kondisi Eksisting

Penggunaan lahan untuk kawasan terbangun berupa kampong/permukiman menempati lahan proporsi yang relatif kecil dilihat dari penyebarannya kampung/permukiman menyebar diseluruh kecamatan.

Rencana pola pemanfaatan ruang di Kota Tidore di prioritaskan pada pengembangan wilayah di sekitar kawasan pusat kota dan pusat pemerintahan dan bersifat kompleksitas pengembangan serta efisiensi pembiayaan pembangunan. Secara terinci kawasan budidaya yang direncanakan akan dikembangkan di wilayah perencanaan dalam rencana pola ruang terpilih adalah: a) Kawasan perumahan/permukiman

b) Kawasan Pelabuhan (di Manintingting), dengan kegiatan: pelabuhan/ pergudangan, industri beserta pendukung.

c) Kawasan Pusat Pemerintahan Kabupaten

d) Kawasan Komersial/Perdagangan dan Jasa (CBD) e) Fasilitas Sosial/Umum

f) Pariwisata

g) Sarana dan Prasarana Transportasi h) Dan lain sebagainya

Rencana pola pemanfaatan ruang di Kota Tidore dapat dilihat pada Tabel Rencana Pola Ruang berikut ini.

(3)

BAB VII Rencana Pembangunan Infrastruktur Cipta Karya VII -2

Tabel VII.1. Rencana Pola Ruang di Wilayah Perencanaan Tahun sampai dengan tahun 2027

No. BWK/Pola Ruang Luas (Ha) %

BWK I

Kawasan Lindung

1 Sempadan Sungai, Sempadan Pantai, Sekitar Danau 74,78 6,73

2 Hutan Kota 4,50 0,40

3 Hutan Bakau 82,86 7,46

Ruang Terbuka Hijau Kawasan Lindung 162,14 14,59

Kawasan Budidaya

1 Perumahan/Permukiman 186,49 16,78

2 Kawasan Pelabuhan Manitingting 552,00 49,67

a. Pelabuhan/Pergudangan 90,00 8,10

b. Industri 160,00 14,40

c. Komersial/Pelayanan Umum 25,00 2,25

d. Perumahan 45,00 4,05

e. Sarana/prasarana 97,00 8,73

f. Ruang Terbuka Hijau 50,00 4,50

g. Hijau Preservasi/wisata 85,00 7,65

3 Fasilitas Sosial/Umum 2,370 0,21

4 Jaringan Jalan 44,450 4,00

5

Ruang Terbuka Hijau (Lapangan Olahraga, Taman, dan

sebagainya) 163,905 14,75

Jumlah 1.111,35 100,00

BWK II

Kawasan Lindung

1 Sempadan Sungai, Sempadan Pantai 80,446 6,51

2 Hutan Kota 38,730 3,13

Ruang Terbuka Hijau Kawasan Lindung 119,18 9,64

Kawasan Budidaya

1 Perumahan/Permukiman 421,61 34,11

2 Kawasan Pusat Pemerintahan Kabupaten 120,00 9,71

3 Pariwisata 1,44 0,12

4 Kawasan Komersial (CBD) 137,23 11,10

5 Fasilitas Sosial/Umum 8,56 0,69

6 Terminal 2,00 0,16

(4)

8 Ruang Terbuka Hijau (Lap. olahraga, taman, tempat

rekreasi terbuka, dsb) 376,51 30,46

Jumlah 1.235,97 100,00

BWK III

Kawasan Lindung

1 Sempadan Sungai, Sempadan Pantai 37,85 7,00

Ruang Terbuka Hijau Kawasan Lindung 37,85 7,00

Kawasan Budidaya

1 Perumahan/Permukiman 254,66 47,12

2

Fasiltas Keamanan Skala Regional/Kabupaten (Kantor

Polres) 1,50 0,28

3 Fasilitas Sosial/Umum 2,37 0,44

4 Jaringan Jalan 21,62 4,00

5 Ruang Terbuka Hijau (Lapangan olahraga, taman, dsb) 222,49 41,17

Jumlah 540,49 100,00

Total Luas Lahan Yang Di kembangkan (Ha) 2.887,81

Lahan Cadangan (Ha) 1.756,08

Kota Tidore Kepulauan merupakan Kota terluas kedua di Provinsi Maluku Utara tetapi konsentrasi penduduk tidak terlalu besar di wilayah Kota Tidore Kepulauan. Dengan konsentrasi penduduk yang tidak terlalu besar saat ini, memungkinkan penerapan percepatan pembangunan di Kota Tidore Kepulauan agar konsentrasi penduduk mengalami kenaikan secara signifikan.

(5)

BAB VII Rencana Pembangunan Infrastruktur Cipta Karya VII -4 Selatan. Sedangkan Kecamatan Oba Utara menjadi Kecamatan Oba Utara dan Oba Tengah. Yang terakhir adalah Kecamatan Tidore dimekarkan menjadi Kecamatan Tidore dan Tidore Timur. Dan sampai pada tahun 2014 KotaTidore Kepulauan telah dimekarkan menjadi 8 Kecamatan dengan 89 desa/Kelurahan. Selengkapnya dapat dilihat pada table di bawah ini.

Tabel VII.2. Pemerintahan 2012 s/d 2014

Kecamatan Jumlah Desa/Kelurahan

(1) (2)

1.Tidore Utara 14

2. Tidore Selatan 8

3. Tidore 13

4. Tidore Timur 7

5. Oba 13

6. Oba Selatan 7

7. Oba Utara 13

8.Oba Tengah 14

Tabel VII.3.

Laju Pertumbuhan Penduduk Kota Tidore Kepulauan berdasarkan Kecamatan

(6)

itu angka kepadatan penduduk yang ada di Kecamatan Oba dan Oba Utara adalah sebesar 10 jiwa/Ha. Kasus tersebut adalah sebesar 32 jiwa/Ha. Sedangkan angka kepadatan penduduk di kecamatan Oba dan Oba Utara menjadi sekitar 30 Jiwa/Ha. Apabila dikehendaki angka kepadatan tidak lebih dari 25 Jiwa/Ha (kepadatan sedang), maka dalam hal ini diperlukan perluasan areal ruang permukiman untuk menampung kebutuhan pertumbuhan penduduk.

A. Analisis Sistem Permukiman dan Struktur Ruang

A.1. Analisis Permukiman

Perkiraan kebutuhan rumah di Kota Tidore Kepulauan dibagi menjadi duawilayah yaitu kota dan desa. Dengan perkiraan perbandingan penduduk yang tinggal di kota dan di desa:

 Di Pulau Tidore = 60% penduduk tinggal di perkotaan dan 40% penduduk tinggal di desa.

 Di Pulau Halmahera = 40% penduduk tinggal di perkotaan dan 60% penduduk tinggal di desa.

Tabel VII.4.

Jumlah Penduduk dan KK yang Tinggal di Perkotaan dan Desa di Kota Tidore Kepulauan Tahun 2030

(7)

BAB VII Rencana Pembangunan Infrastruktur Cipta Karya VII -6 Tabel VII.5. Jumlah Kebutuhan Rumah dan Luas Kavling Maksimum di Area Perkotaan Tahun 2030

No. Kecamatan

Jumlah KK di Perkotaan

Ketentuan

Jumlah Rumah yang

Dibutuhkan Tahun 2030 Luas Kavling Maksimum Jumlah (Km²) Rumah

Besar

Rumah Medium

Rumah Kecil

Rumah Besar

Rumah Medium

Rumah Kecil

1 Tidore 3.675

KDB = 50%

368 1103 2205 0,07 0,14 0,22 0,43

2 Tidore Selatan 3.001 300 900 1800 0,05 0,11 0,18 0,35

3 Tidore Utara 2.763 276 829 1658 0,05 0,10 0,17 0,32

4 Tidore Timur 1.349 135 405 810 0,02 0,05 0,08 0,16

5 Oba 1.180 118 354 708 0,02 0,04 0,07 0,14

6 Oba Utara 1.185 118 355 711 0,02 0,04 0,07 0,14

7 Oba Selatan 587 59 176 352 0,01 0,02 0,04 0,07

8 Oba Tengah 711 71 213 427 0,01 0,03 0,04 0,08

Kota Tidore Kepulauan 10.736 1074 3221 6442 0,19 0,41 0,65 1,68

(8)

Tabel VII.6. Jumlah Kebutuhan Rumah dan Luas Kavling Maksimum di Area Desa Tahun 2030

No. Kecamatan Jumlah KK di Desa

Ketentuan

Jumlah Rumah yang

Dibutuhkan Tahun 2030 Luas Kavling Maksimum Jumlah (Km²)

(9)

a. Kawasan Perkotaan

Proporsi Pemanfaatan Ruang Perkotaan dapat dijabarkan sebagai berikut: Tabel VII.7. Proporsi Pemanfaatan Ruang Perkotaan

Pemanfataan Ruang Sirkulasi

80%

20% Permukiman Fasum, Fasum Ruang Terbuka

60% 40%

Tabel VII.8. Area Perkotaan di Kota Tidore Kepulauan Tahun 2030

No. Kecamatan Jumlah KK di Kota Tidore Kepulauan 10.736

2,40 764,62 767,02

Sumber: Analisis Tim, 2009

b. Kawasan Perdesaan

Proporsi Pemanfaatan Ruang Perdesaan

Tabel VII.9. Proporsi Pemanfaatan Ruang Perdesaan

Pemanfataan Ruang Sirkulasi Rumah dan lahan usaha

20% 80%

(10)

Tabel VII.10. Area Perdesaan di Kota Tidore Kepulauan Tahun 2030

Pada Kota Tidore Kepulauan dapat dilihat bahwa penentuan orde wilayah dilakukan penggabungan antara analisis indeks sentralitas dengan indeks kependudukan yaitu skoring terhadap sarana prasarana dan kependudukan. Variabel yang digunakan dalam aspek sarana prasarana adalah fasilitas kesehatan dan pendidikan. Sedangkan aspek kependudukan menggunakan variabel kepadatan penduduk per kecamatan.

B. Permukiman Kumuh

Program Kota tanpa kumuh (KOTAKU) merupakan program yang menggunakan sinergi pendekatan :

1. Pembangunan Infrastruktur Berbasis Masyarakat, 2. Penguatan Peran Pemda sebagai Nakhoda dan

3. Kolaborasi antara Pemerintah Daerah dan pemangku kepentingan lainnya di Kabupaten/Kota

Melalui sinergi ketiga pendekatan tersebut diharapkan dapat lebih mempercepat penanganan kumuh perkotaan dan gerakan 100-0-100 dalam rangka mewujudkan permukiman yang layak huni, produktif dan berkelanjutan.

LINGKUP PROGRAM & TARGET NSU 2016-2020

(11)

- Dilaksanakan di seluruh kawasan kumuh (19 desa/kelurahan; - Perencanaan Partisipatif berorientasi Penanganan Kumuh

- Partisipasi dan keswadayaan masyarakat dalam kegiatan penanganan kumuh di wilayahnya

TARGET 2: Gerakan 100-0-100 di Perkotaan Tahun 2016-2020

- Dilaksanakan di seluruh kelurahan dan atau kawasan/ kecamatan perkotaan (8.473 kel/ds);

- Perencanaan Partisipatif Gerakan 100-0-100 di Perkotaan;

- Partisipasi dan keswadayaan masyarakat dalam kegiatan optimalisasi gerakan 100-0-100 di wilayahnya

TARGET 3: Peningkatan Peran Pemda dalam membangun Kolaborasi Optimalisasi Gerakan 100-0-100 Tahun 2016-2020

- Kolaborasi masyarakat dan Pemda serta stakeholder Kota dalam percepatan penanganan kumuh di perkotaan

- Penguatan Peran Pokja Permukiman Kota, City Changer, dll - Bantuan Teknis (Mis. Konsultan, Monitoring, dll)

TARGET 4: Peningkatan Penghidupan Berkelanjutan (Sustainable

Livelihood) Tahun 2016-2020

(12)

Gambar VII.2. Bagan Penanganan Kumuh di wilayah Kota Tidore Kepulauan

Amanat UUD’45 Pasal 28H Ayat 1 :

Setiap orang berhak untuk hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan

hidup yang baik dan sehat, serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan

UU No.1 Tahun 2011 :

Penanganan

permukiman kumuh wajib

dilakukan oleh Pemerintah,

Pemerintah Daerah dan atau setiap

orang

RPJMN 2015

-

2019 :

tercapainya pengentasan permukiman

kumuh perkotaan menjadi 0 persen

Surat Edaran Dirjen Cipta Karya

Nomor: 40/SE/DC/2016

Tentang Pedoman Umum

Program Kota Tanpa Kumuh

RPJMD KOTA TIDORE KEPULAUAN

2016

-

2021 :

(13)

Gambar VII.2. Kegiatan Penanganan Kumuh di wilayah Kota Tidore Kepulauan

PENDATAAN OLEH TIM

FASILITATOR DAN DINAS

PU

LOKAKARYA DAN SOSIALISASI 100 0 100

SK WALIKOTA TIDORE KEPULAUAN NOMOR 58.1 TAHUN 2016 TENTANG PENETAPAN LOKASI PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN KUMUH

DI KOTA TIDORE KEPULAUAN

SK WALIKOTA NOMOR 121.2 TAHUN 2016

TENTANG PEMBENTUKAN KELOMPOK KERJA PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN TOMALOA SE BANARI

KOTA TIDORE KEPULAUAN

LOKAKARYA PENANGANAN KOTA TANPA KUMUH

RP2KPKP

PERDA P2KPKP

PENANGANAN FISIK KAWASAN PERMUKIMAN KUMUH PERKOTAAN

SECARA BERTAHAP KOTAKU (KOTA TANPA

(14)

7.1.2. Sasaran Program

Target :

1. Mengetahui perkiraan kebutuhan sarana dan prasarana dasar yang dapat mendorong pengembangan potensi Kawasan Kumuh Perkotaan; 2. Mengetahui karakteristik kawasan-kawasan terpilih sesuai dengan

potensi yang dapat dikembangkan;

3. Mengetahui jenis sumber daya pembangunan yang dapat mendukung pengembangan potensi dari Kawasan Kumuh Perkotaan;

4. Menyusun rencana penanganan Kawasan Kumuh Perkotaan, serta pola pembiayaan.

5. Mewujudkan proses transformasi kapasitas kepada masyarakat melalui pembelajaran dan pelatihan secara langsung di lapangan.

6. Mendorong akses bantuan kepada masyarakat yang tinggal di lingkungan permukiman kumuh;

7. Meningkatkan kemampuan kelembagaan Pemerintah/Pemerintah Daerah dan kelompok masyarakat di bidang perumahan dan permukiman.

8. Meningkatkan kesadaran hukum bagi para aparat Pemerintah/Pemerintah Daerah dan masyarakat.

9. Memberdayakan pasarperumahan untuk melayani lebih banyak masyarakat.

10. Meningkatkan pembangunan dan pemeliharaan sarana dan prasarana umum dan ekonomi lingkungan pemukiman.

Sasaran :

1. Terciptanya peningkatan kualitas sumber daya manusia masyarakat setempat yang mampu menata lingkungan perumahan mereka;

2. Terciptanya pertumbuhan usaha ekonomi produktif dan keswadayaan masyarakat dalam mengembangkan lingkungan permukiman;

3. Tercapainya lingkungan perumahan dan permukiman yang layak huni; 4. Terpenuhinya kebutuhan perumahan bagi masyarakat yang tinggal di

(15)

5. Tertatanya lingkungan permukiman kumuh menjadi lingkungan yang sehat, indah, aman dan nyaman menuju Kota Tidore sebagai Kota Pantai;

6. Tercapainya peningkatan derajat kesehatandan pendidikan masyarakat.

Pengembangan Kawasan Permukiman Pedesaan ;

(16)

7.1.3. Usulan Kebutuhan Program

Program yang diusulkan

Tabel VII.11.

Program/Kegiatan yang diusulkan pada sektor Kawasan Permukiman

tahun 2016-2021

NO RENCANAPROGRAM / KAWASAN PERMUKIMAN LUAS

(17)

7.2. Sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan 7.2.1. Kondisi Eksisting dan Permasalahan

7.2.1.1. Kondisi Eksisting

Penataan bangunan dan lingkungan adalah serangkaian kegiatan yang diperlukan sebagai bagian dari upaya pengendalian pemanfaatan ruang, terutama untuk mewujudkan lingkungan binaan, baik di perkotaan maupun di perdesaan, khususnya wujud fisik bangunan gedung dan lingkungannya. Visi penataan bangunan dan lingkungan adalah terwujudnya bangunan gedung dan lingkungan yang layak huni dan berjati diri, sedangkan misinya adalah : (1) memberdayakan masyarakat dalam penyelenggaraan bangunan gedung yang tertib, layak huni, berjati diri, serasi dan selaras. (2) memberdayakan masyarakat agar mandiri dalam penataan lingkungan yang produktif dan berkelanjutan.

Dalam penataan bangunan dan lingkungan terdapat beberapa permasalahan dan tantangan yang antara lain :

1. Permasalahan dan tantangan di bidang Bangunan Gedung

 Kurang ditegakannya aturan keselamatan , keamanan dan kenyamanan Bangunan Gedung termasuk pada daerah-daerah rawan bencana

 Prasarana dan sarana hidran kebakaran banyak yang tidak berfungsi dan kurang mendapat perhatian

 Lemahnya pengaturan penyelenggaraan Bangunan Gedung di daerah serta rendahnya kualitas pelayanan publik dan perijinan.

2. Permasalahan dan tantangan di bidang penataan lingkungan

 Kurang diperhatikannya permukiman-permukiman tradisional dan bangunan gedung bersejarah, padahal punya potensi wisata.

 Terjadinya degradasi kawasan strategis, padahal punya potensi ekonomi untuk mendorong pertumbuhan kota.

 Sarana lingkungan hijau/open space atau public space, sarana olahraga dan lain-lain kurang diperhatikan hampir disemua kota, terutama kota Metro dan Besar.

3. Tantangan Penataan Bangunan dan Lingkungan

(18)

UUBG, bahwa semua Bangunan Gedung harus layak fungsi pada tahun 2010.

 Komitmen terhadap kesepakatan internasional MDGs, bahwa pada tahun 2015,200 Kabupaten/Kota bebas kumuh, dan pada tahun 2020 semua Kabupaten/Kota bebas kumuh.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penataan bangunan dan lingkungan antara lain:

1. Peran dan fungsi Kabupaten/Kota

2. Rencana pembangunan Kabupaten/Kota

3. Memperhatikan kondisi alamiah dan tipologi Kabupaten/Kota bersangkutan, seperti struktur dan morfologi tanah, topografi dan sebagainya.

4. Pembangunan dilakukan dengan pendekatan pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan

5. Dalam penyusunan RPUM harus memperhatikan Rencana Induk (master plan) Pengembangan Kota

6. Logical framework (kerangka logis) penilaian kelayakan pengembangan 7. Keterpaduan penataan bangunan dan lingkungan sektor lain dilaksanakan

pada setiap tahapan penyelenggaraan pengembangan, sekurang-kurangnya dilaksanakan pada tahap perncanaan, baik dalam penyusunan rencana induk maupun dalan perencanaan teknik.

8. Memperhatikan peraturan dan perundangan serta petunjuk/pedoman yang tersedia

9. Tingkat kelayakan pelayanan,efektifitas dan efisiensi penataan bangunan dan lingkungan pada kota bersangkutan.

10. Sebagai suatu PS yang tidak saja penting bagi peningkatan lingkungan masyarakat tetapi juga sangat penting bagi keberlanjutan lingkungan.

11. Sumber pendanaan dari berbagai pihak baik pemerintah, masyarakat maupun swasta

12. Kelembagaan yang mengelola penataan bangunan dan lingkungan

13. Penataan bangunan dan lingkungan memperhatikan kelayakan terutama dalam hal pemulihan biaya investasi

(19)

15. Safeguard sosial dan lingkungan

16. Perhitungan dan hal penunjang lainnya yang dibutuhkan untuk mendukung analisis disertakan dalam bentuk lampiran.

Undang-undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung dan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, serta pedoman pelaksanaan lebih detail dibawahnya mengamanatkan bahwa penyelenggaraan Bangunan Gedung merupakan kewenangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dan hanya bangunan gedung negara dan rumah negara yang merupakan kewenangan pusat.

Namun dalam pelaksanaannya di lapangan terlihat bahwa masih banyak daerah yang belum menindak lanjuti sebagaimana mestinya, sebagaimana terlihat dari : 1. Masih banyaknya Kabupaten/Kota yang belum menyesuaikan Perda

Bangunan Gedung yang dimilikinya agar sesuai dengan UUBG, atau terutama Kabupaten/Kota hasil pemekaran masih belum memiliki Perda Bangunan Gedung.

2. Masih banyaknya Kabupaten/Kota; terutama Kabupaten/Kota hasil pemekaran masih belum memiliki atau melembagaan institusi/kelembagaan dan Tim Ahli Bangunan Gedung yang bertugas dalam pembinaan penataan bangunan dan lingkungan;

3. Masih banyaknya Kabupaten/Kota yang belum memulai pelaksanaan pendataan bangunan gedung;

4. Masih banyaknya Kabupaten/Kota yang belum menerbitkan Sertifikat Layak Fungsi (SLF) bagi seluruh bangunan gedung yang ada terutama bangunan yang baru hasil pembangunan sejak 2003-2006;

5. Masih banyaknya Kabupaten/Kota yang belum menyusun manajemen pencegahan kebakaran Kabupaten/Kota atau belum melakukan pemeriksaan berkala terhadap sarana prasarana penanggulangan bahaya kebakaran agar selaku siap pakai setiap saat.

6. Masih banyak bangunan gedung yang belum dilengkapi sarana dan prasarana bagi penyandang cacat

(20)

8. Masih banyaknya Kabupaten/Kota yang mempunyai kawasan yang terdegradasi dan belum ditata ulang.

9. Masih banyak daerah yang belum memiliki rencana penanganan kawasan kumuh, kawasan nelayan, kawasan tradisional, dan kawasan bersejarah yang secara kewenangan sudah menjadi tugas dan tanggung jawan Kabupaten/Kota.

10. Masih banyaknya Kabupaten/Kota yang belum melaksanakan pembangunan lingkungan permukiman berbasis konsep tridaya untuk mendorong kemandirian masyarakat dalam mengembangkan lingkungan permukiman yang berkelanjutan.

Untuk itu, Departemen Pekerjaan Umum sebagai lembaga pembinaan teknis Penataan Bangunan dan Lingkungan mempunyai kewajiban untuk meningkatkan kemampuan Kabupaten/Kota agar mampu melaksanakan amanat UU No 28/2002 tentang Bangunan Gedung. Untuk tahun anggaran 2009-2013, sebagai kelanjutan dari kegiatan tahun-tahun sebelumnya, perlu melanjutkan dan memperbaiki serta mempertajam kegiatannya agar lebih cepat memampukan Kabupaten/Kota.

Disamping hal tersebut, Undang-undang No.4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman menggariskan bahwa peningkatan kualitas lingkungan pemukiman dilaksanakan secara menyeluru,terpadu dan bertahap mengacu pada Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) sebagai penjabaran rencana tata ruang wilayah (RTRW) yang harus disusun oleh pemerintah daerah secara komperensive, akomodatif dan responsif.

(21)

7.2.1.2. Permasalahan yang dihadapi

A. Sasaran Penataan Bangunan Gedung dan Lingkungan

Sasaran dalam penataan bangunan gedung dan lingkungan adalah penegakan aturan tata bangunan gedung dan lingkungan yaitu dengan menyusun peraturan dn legalisasi. Dari sasaran ini maka dibutuhkan kemantapan kelembagaan penataan bangunan gedung dan lingkungan serta peningkatan sarana prasarana pemeliharaan bangunan dan lingkungan. Sasaran selanjutnya adalah ketercapaian indeks kenyamanan lingkungan (IKL) sebesar 10%.

B. Rumusan Masalah

Dari kondisi yang ada dan sasaran yang akan dicapai pada penataan bangunan gedung dan lingkungan di Kota Tidore, maka dapat diidentifikasi masalah yang terjadi sebagai berikut :

a. Belum tertatanya bangunan dan lingkungan

b. Belum adanya penyusunan Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran

c. Tidak adanya program penataan dan pelestarian bangunan tradisional/bersejarah

d. Kurang maksimalnya penataan dan pembangunan sarana prasarana pemukiman kumuh

e. Belum tertibnya sarana reklame,belum terkelolanya sarana parkir dan belum bertanya perijinan bangunan telepon selular (BTS)

C. Permasalahan dan Tantangan

Berdasarkan hasil analisa terhadap data yang ada maka dari sektor tata ruang, bangunan dan lingkungan tersebut maka permasalahan yang dihadapi dapat dikelompokkan sebagai berikut :

1. permasalahan dan tantangan di bidang bangunan gedung

 saat ini belum ada penataan terhadap bangunan gedung. Ini berdampak pada tidak tertibnya dan ketidak sesuaian antara fungsi bangunan dan fungsi lahan.

(22)

menyebabkan tidak ada sanksi yang tegas terhadap pelanggaran-pelanggaran ketentuan bangunan gedung misalnya pembangunan gedung yg tidak sesuai dengan fungsi kawasan.  Letak bangunan yg semakin padat dan bentuk bangunan yg

semakin bervariatif seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan kawasan Kota Tidore sering menyulitkan penanggulangan terhadap bencana kebakaran di kabupaten/kota. 2. permasalahan dan tantangan di bidang penataan lingkungan

pada bidang penataan lingkungan,dihadapi permasalahan sebagaiberikut :

 banyaknya permukiman penduduk yang tergolong kumuh dapat menyebabkan penurunan citra kawasan daerah sebagai kawasan wisata dan budaya. Permukiman kumuh tersebut memiliki keterbatasan sarana prasarana untuk berkembang menjadi permukiman sehat.

 Belum terkelolanya sarana parkir dan reklame menjadikan saran-sarana tersebut memiliki dampak negatif terhadap sosial dan lingkungan wilayah perkotaan.

7.2.1.3. Rekomendasi Permasalahan A. Penataan Bangunan Gedung

1. Untuk menangani permasalahan penataan bangunan gedung makadiperlukan penyusunan rencana tata bangunan dan lingkungan bagi daerah yg belum memilikinya.

2. Untuk menegakkan hukum pada sektor penataan bangunan gedung perlu dilakukan legalisasi rencana tata bangunan dan lingkungan yg telah disusun.

3. Perlu ada sosialisasi RTBL yg telah disusun kepada masyarakat secara umum

(23)

5. Untuk menanggulangi bencana kebakaran perlu disusun Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran.

B. Penataan Lingkungan

1. Pelestarian Bangunan Tradisional Bersejarah

Untuk melestarikan dan merevitalisasi kawasan wisata dan bangunan tradisional bersejarah perlu disusun program penataan dan revitalisasi khusus untuk kawasan wisata dan tradisional bersejarah.

2. Permukiman Kumuh

Untuk meningkatkan kualitas pemukiman penduduk di kawasan kumuh perlu dilakukan penataan dan peningkatan sarana prasarana misalnya : perkerasan jalan, pembuatan jalan portal beton, jalan con block, pembuatan talud, pembuatan jamban keluarga dan lain-lain.

3. Sarana Reklame, Parkir dan BTS

Untuk menertibkan sarana reklame perlu dibuat master plane penataan sarana reklame di ruang public untuk menertibkan kawasan parkir perlu dilakukan manajemen dan pengelolaan kawasan parkir.

7.2.2. Sasaran Program

”STRATEGI PENDUKUNG”

Grand Strategy 1 : Menyelenggarakan Penataan Bangunan Gedung Agar Tertib, Fungsional, Andal dan Efisien

Tujuan :

Terwujudnya bangunan gedung yang fungsional dan memenuhi persyaratan keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan serta serasi dan selaras dengan lingkungannya.

Sasaran :

(24)

 Terwujudnya bangunan gedung untuk umum yang laik fungsi pada tahun 2014

 Terselenggaranya pengawasan penyelenggaraan bangunan gedung yang efektif dengan melakukan pemantauan dan evaluasi penerapan peraturan bangunan gedung pada tahun 2013.

 Terlaksananya sosialisasi, fasilitasi,pelatihan,bantuan teknis dan wasdal kegiatan penataan bangunan dan lingkungan di seluruh Kabupaten/Kota pada tahun 2014.

 Terbentuknya kelembagaan penataan bangunan dan lingkungan di tingkat Propinsi/Kabupaten/Kota yang didukung oleh SDM dan sarana prasarana kerja pendukungnya pada tahun 2014.

 Terwujudnya tertib pengelolaan aset negara,propinsi,kabupaten dan kota berupa tanah dan bangunan gedung pada tahun 2014.

 Terlaksananya Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran (RISPK) di provinsi di Kota Tidore hingga tahun 2014.

Grand Strategy 2 : Menyelenggarakan Penataan Lingkungan Permukiman Agar Produktif dan Berjati diri.

Tujuan :

Terwujudnya revitalisasi kawasan dan bangunan pada lingkungan yang sehat, aman, serasi, teratur, produktif dan berkelanjutan.

Sasaran :

 Terlaksananya revitalisasi kawasan permukiman tradisional bersejarah di kawasan Kota Tidore pada tahun 2014.

 Terbaikinya dan terpenuhinya sarana prasarana kawasan permukiman kumuh dan nelayan di kawasan Kota Tidore pada tahun 2014.

 Terlaksananya pengelolaan RTH di Kota Tidore pada tahun 2014.

Grand Strategy 3 : Menyelenggarakan Penataan dan Revitalisasi Kawasan Bangunan Agar Memberi Nilai Tambah Fisik, Sosial dan Ekonomi.

Tujuan :

(25)

Sasaran :

 Terlaksananya revitalisasi kawasan strategis pada tahun 2012.

 Terlaksananya pemberdayaan bagi masyarakat untuk menyelenggarakan revitalisasi kawasan.

Grand Strategy 5 : Mengembangkan Teknologi dan Rekayasa Arsitektur Bangunan Gedung untuk menunjang Regional/Internasional yang Berkelanjutan.

Tujuan :

Terwujudnya perencanaan fisik bangunan dan lingkungan yang mengedepankan teknologi dan rekayasa arsitektur yang memenuhi standar internasional untuk menarik masuknya investasi di bidang bangunan gedung dan lingkungan secara internasional.

Sasaran :

Terlaksananya perencanaan bangunan gedung dan lingkungan dengan teknologi dan rekayasa arsitektur melalui kerjasama dengan pihak-pihak yang kompeten pada tahun 2014.

Target dan Sasaran

Dalam RTRW Provinsi Maluku Utara dan Visi Misi serta Renstra Kota Tidore Kepulauan, jelas bahwa Kota Tidore Kepulauan diarahkan sebagai Kota Jasa, Perdagangan, Pendidikan, Pariwisata, Budaya dan Kota Pusat Pemerintahan. Berdasarkan acuan tersebut maka dalam penataan ruang , terbagi menjadi ruang dengan fungsi-fungsi khusus (selain ruang untuk kegiatan perumahan/ permukiman) yang terlihat sebagai berikut :

4. Profil Rinci Penataan Bangunan Gedung dan Lingkungan

A. Gambaran Umum Penataan Bangunan Gedung dan Lingkungan

(26)

sebagaimana disebutkan di atas. Untuk lebih detailnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel VII.12. Arahan Pola Distribusi Pemanfaatan Ruang diatas.

Pemanfaatan Ruang

(27)

pemukiman. Namun hal ini sering tidak bisa tertata secara baik karena perkembangan pembangunan kota yang kurang terkendali dan cenderung tidak terencana. Dari sisi historis banyak bangunan-bangunan dan kawasan di Kota Tidore yang memiliki nilai historis tinggi karena merupakan bangunan dan kawasan peninggalan sejarah baik itu kerjaan maupun perjuangan keerdekaan.

Bangunan-bangunan tersebut diatas berdasarkan fungsinya baik bangunan perdagangan dan jasa,perkantoran dan pendidikan, bangunan tradisional tentu saja memiliki nilai ekonomi yang berbeda-beda. Nilai perbedaan ini bisa didasarkan pada lokasi bangunan, fungsi bangunan,umur/usia bangunan dan nilai histois bangunan. Bangunan yang berada dikawasan perkotaan tentu saja mempunyai nilai ekonomi yang lebih tinggi dari pada yang berada di pedesaan. Begitupula bangunan fungsi perdagangan biasanya memiliki nilai ekonomi yang lebih tinggi dari bangunan biasa dan berumur muda. Berkaitan dengan pendapatan atau penerimaan bangunan-bangunan tersebut sangat dipengaruhi oleh fungsi bangunan tersebut serta nilai sejarah/historis bangunan.

B. Kondisi Penataan Bangunan Gedung dan Lingkungan

1. Kondisi Aturan Keselamatan, Keamanan dan Kenyamanan.

Secara umum bangunan-bangunan yang berada di semua kabupaten kota di wilayah Kota Tidore disyaratkan untuk mengikuti aturan stndart keselamatan, keamanan dan kenyamanan baik bagi pengguna bangunan maupun lingkungan sekitarnya. Aturan-aturan ini antara lain terdapat pada aturan Koefisien Dasar Bangunan (KDB), Koefisien Lantai Bangunan (KLB) dan aturan bangunan yang lain. Sedangkan untuk daerah-daerah rawan bencana misalnya kebakaran,banjir,gempa bumi, maka disyaratkan bangunan-bangunan tersebut harus tahan dan memiliki tingkat keamanan yang tinggi terhadap ancaman bencana tersebut.

2. Kondisi Prasarana dan Sarana Hidran

(28)

berbentuk tabung dan selang pemadaman, seharusnya dimiliki oleh setiap bangunan terutama yang rawan bencana kebakaran, seperti bangun bangunan pabrik, gudang, bangunan bertingkat, perkantoran, supermarket/plaza, pusat perbelanjaan dan lain-lain.

Namun sampai saat ini belum semua gedung yang disebutkan di atas memiliki sarana hidran tersebut, ataupun kalau ada kondisinya belum sesuai dengan standart yang telah ditentukan bahkan ada yang dalam kondisi rusak. Keberadaan hidran ini sangat penting untuk menjadi sarana pertolongan pertama pada bencana kebakaran yang tentu saja bila tidak ditangani secara serius akan mengakibatkan kerugian baik material atau korban jiwa. Oleh karena itu perlu ada penataan sarana hidran ini dengan membuat induk sistem proteksi kebakaran yang sampai saat ini belum dimiliki oleh pemerintah daerah ataupun dinas terkait.

3. Kondisi Kualitas Pelayanan Publik dan Perijinan Bangunan

Beberapa daerah kawasan di wilayah Kota Tidore memang telah memiliki rencana tata bangunan dan lingkungan, namun belum terdapat penegakan aturan tat bangunan dan lingkungan tersebut karena RTBL yang ada belum disahkan yang bererti belum memiliki landasan hukum untuk ditegakkan. Keadaan demikian tentu saja sangat mengganggu proses perijinan pendirian bangunan yang sesuai dengan fungsi kawasan. Akibat pelayanan publik terhadap perijinan mendirikan bangunan gedung ini tidak terlaksanakan secara baik, maka bermunculan bangunan gedung yang tidak sesuai dengan fungsi lahan/kawasan. Akhirnya ini berdampak pada titik tertibnya kawasan yang telah direncanakan dan akan menurunkannya citra kawasan itu sendiri. Tingkat keselamatan, keamanan serta kenyamanan bangunan dan lingkungan tidak bisa terwujud dengan baik.

7.2.3. Usulan Kebutuhan Program

(29)

lima tahun kedepan (2009-2013) adalah program dengan rincian kegiatan sebagai berikut :

Tabel VII.13.

Program/Kegiatan yang diusulkan pada sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan

tahun 2016-2021

NO KEGIATAN PENATAAN BANGUNAN DAN

LINGKUNGAN SATUAN

2 Penataan Kawasan Wisata Jikocobo Paket

3. Penataan Kawasan Wisata Gamyou Paket

4. Penataan Kawasan Wisata Mangrove Akelamo

Paket

5. Penataan Kawasan Wisata Mangrove payahe

Paket

6. Penataan Kawasan Wisata Mangrove Tauno

Paket

7. Penataan Kawasan Wisata Mangrove Pulau Mare (Kahiya Masolo)

Paket

8. Penataan Kawasan Wisata Pulau Woda, Pulau Raja dan Pulau Joji

Paket

9. Penataan Kawasan Wisata Pulau Maitara

Paket

(30)

Tabel VII.14.

Program/Kegiatan yang diusulkan pada sektor Perumahan tahun 2016-2021

NO KEGIATAN PENATAAN BANGUNAN DAN

LINGKUNGAN SATUAN

RENCANA PROGRAM

KET 2017 2018 2019 2020 2021

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)

1. Pembangunan Rumah susun AKBID Gurabati

Unit

2 Pembangunan Rumah susun

universitas Nuku Unit

3. Pembangunan Rumah susun

universitas Bumi Hijrah Unit

4. Pembangunan Rumah susun di Kec.

Tidore (Tambula Cs.) Unit

5. Pembangunan Rumah susun untuk

Pekerja Unit

6. Pembangunan Rumah Khusus di Kec.

Oba (Payahe Cs.) Unit

7. Pembangunan Rumah Khusus di Kec.

Oba Tengah (Akelamo) Unit

8. Pembangunan Rumah Khusus di Kec.

Tidore Utara (Maitara Cs) Unit

9. Pembangunan Rumah Khusus di Kec.

Tidore (Kompleks TPI Goto) Unit

10 Pembangunan Rumah Khusus di Kec.

Tidore Selatan (Pulau Mare) Unit

11 Pembangunan Rumah Khusus di Kec.

Tidore Selatan Unit

12. Pembangunan Rumah Khusus di Kec.

Oba Utara Unit

13. Pembangunan Rumah Khusus di Kec.

(31)

14. Pembangunan rumah Pohon (fola gau)

di Kec. Tidore Timur (Jikocobo Cs) Unit

15. Pembangunan rumah Pohon (fola gau)

di Kec. Tidore (Goto ngosi Cs) Unit

16. Pembangunan rumah Pohon (fola gau)

di Kec. Tidore Utara (Rum) Unit

17. Pembangunan rumah Pohon (fola gau)

di Kec. Tidore Selatan (Gurabati) Unit

18. Pembangunan rumah Pohon (fola gau)

di Kec. Oba (Kolo Cs) Unit

19. Pembangunan Rumah Tidak Layak

(32)

7.3. Sektor Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum

7.3.1. Kondisi Eksisting

7.3.1.1. Pelayanan dan Sumber Air Baku

Pelayanan air minum di wilayah Kota Tidore Kepulauan khususnya pulau Tidore oleh PDAM masih rendah yaitu sekitar 26. Rendahnya pelayanan air minum ini dikarenakan kondisi PDAM yang berstatus sakit dan terbatasnya kapasitas produksi.

A. 1. Pelayanan Zona 1 dan 2

Pelayanan Zona 1 & 2, meliputi wilayah kota yang secara administrative termasuk Kecamatan Tidore dan menjadi daerah pelayanan yang paling potential bagi PDAM Tidore Kepulauan. Penduduk Kecamatan Tidore = 6.129 KK ( Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Kota Tidore Kepulauan, 2011), termasuk Kelurahan Seli (296 KK), Soadara (224 KK), Topo (447 KK) dan Topo Tiga (158 KK).

Saat ini, pelayanan di zona 1 dan 2 terdapat 1.899 SR dan 6 HU. Asumsi kebutuhan air 80 KK ≈ 1 l/dt , maka kebutuhan air bersih PDAM untuk pelayanan zona 1 dan 2, membutuhkan air sebesar 63 l/dt.

A.2. Gambaran Sumber Air Baku Zona 1 dan 2

(33)

diketahui kedalaman pipa jambang (pump chamber casing), posisi pipa saringan (screen pipe) dan panjangnya. Jarak antar sumur terlalu dekat (150m – 200m), lihat gambar 1, kemungkinan terjadi saling mempengaruhi (well interferences), yang menjadi salah satu sebab turunnya debit produksi sumur-sumur yang ada. Sumur – VI, mempunyai rasa payau/anta Tidak ada meter air, sehingga tdk diketahui dengan pasti debit produksi. Hitungan kapasitas produksi hanya perkiraan dari kapasitas pompa.

Tabel VII.20.

Data Unit Produksi PDAM Kota Tidore Kepulauan

NAMA SUMBER/ PUSAT OPERASI

(PO)

KEDALAMAN SUMUR (M)

KAPASITAS (L/det)

JENIS

POMPA TYPE

DAYA (kW)

HEAD

MAX (M) KETERANGAN Sumber Terpasang Produksi

Sumur I 100 5 4 10 m3/jam Sumersible SP-17-13 7,5 103 Operasi Sumur II 100 5 2,2 8 m3/jam Sumersible SP-8A-13 7 60 Operasi Sumur III 60 8 4,8 13 m3/jam Sumersible SP-17A-12 7,5 96 Operasi Sumur IV 40 5 3,8 11 m3/jam Sumersible SP-16A-16 7,5 138 Operasi Sumur V 42 7 4,8 13 m3/jam Sumersible SP-17A-13 11,0 103 Operasi Sumur VI 100 7,5 4,8 13 m3/jam Sumersible SP-17A-20 11,0 125 Operasi

PO. Seli 6 10 32 m3/jam Centrifugal CR 32 11,0 94 Sudah Tidak Operasi PO. Gurabati 100 8 30 m3/jam Sumersible SP-16-16 11,0 151 Operasi PO. Mareku 40 8 17 m3/jam Sumersible SP-17A-20 11,0 159 Operasi PO. Soadara 60 5 14 m3/jam Sumersible SP-17A-12 11,0 140 Belum Operasi

Reservoir Tambula

(34)

Reservoir Tongowai

50 M3

Reservoir Afa-Afa

100 M3

Hidravoar 5 M3 1 Unit

Genset 40 kVA 1 Unit

Genset 25 kVA 1 Unit

Genset 60 kVA 1 Unit

Panel

Sumber: PDAM Kota Tidore Kepulauan

A. 1. Pelayanan Zona 3

(35)

BAB VII Rencana Pembangunan Infrastruktur Cipta Karya VII -34 B.2. Gambaran Sumber Air Baku Zona 3

Secara garis besar sumber air baku berasal dari aliran air permukaan atau sungai, mata air dan air tanah. Khususnya di area pelayanan zona 1 & 2, tidak dijumpai aliran permukaan atau sungai yang bisa diandalkan sebagai alternative sumber air baku, demikian juga dengan mata air yang tidak pernah dijumpai.

Area pelayanan zona 3, terletak dipinggir laut memanjang mengikuti garis pantai. Sebagian besar masyarakat mendapatkan air bersih dari sumur-sumur gali yang mereka buat. Kualitas dari sumur gali ini sebagian besar payau atau anta oleh pengaruh air laut. Akan tetapi bila lagi musim hujan dan laut tidak dalam keadaan pasang, ada beberapa sumur yang tawar. Sumur Soadara

dibangun tahun 2010, akan tetapi karena kualitasnya yang tidak memenuhi standart kualitas air minum, maka air baku tersebut tidak bisa didistribusikan kepada para pelanggan.

Hasil pemeriksaan Dinas Kesehatan Kota Tidore Kepulauan, tanggal 20 Jan 2011, terhadap air Sumur Dalam Soadara, menunjukan kandungan Fe = 5 mg/l dan E-Coli = 9 Jlh/100 ml, sehingga tidak memenuhi syarat kualitas air minum (lihat lampiran). Escherichia coli (E. coli) adalah anggota dari kelompok besar kuman bakteri yang menghuni saluran usus manusia dan hewan berdarah panas (mamalia, burung). Berdasarkan pengertian tersebut, maka E-Coli hanya akan dijumpai di air permukaan yang berhubungan dengan kegiatan manusia atau hewan mamalia dan burung, atau dengan kata lain tidak mungkin dijumpai pada air tanah. Saat kunjungan konsultan (19 Juni 2012), sedang berlangsung pekerjaan pemboran untuk membuat sumur dalam Kelurahan Toloa, dijumpai sumur dengan kualitas dan kuantitas yang baik, elevasi + 17 m dpl, diameter 4-5 m dengan kedalaman mencapai 18 m dengan tebal air bisa mencapai 8 – 10 m, dalam satu sumur bisa mencukupi kebutuhan 25 Rumah Tangga dengan cara yang unik. (lihat Gambar).

(36)

BAB VII Rencana Pembangunan Infrastruktur Cipta Karya VII -35 yang memberatkan. Di wilayah Toloa dan Dokiri ini dijumpai sekitar 10 sumur dengan kemampuan serupa.

A. Hasil Survei Geolistrik Toloa dan Dokiri

Di daerah Toloa – Dokiri, telah dilakukan survey Geolistrik oleh PT Sangga Buana Nusantara atas prakarsa Dinas Pertambangan dan Energi Kota Tidore Kepulauan. Survei geolistrik sebanyak 3 titik (TL-01 ; TL-02 ; TL-03) dengan arah bentangan barat daya – timur laut, hasil interpretasi data geolistrik yang didapat, adalah sebagai berikut : Tidak ada data koordinat dari masing-masing titik duga geolistrik Dijumpai 5 lapisan batuan dengan resistivity berkisar antara 58,52 – 5250,75 Ώmeter. Yang diinterpretasikan sebagai lapisan akuifer adalah lapisan batuan dengan resistivity 257,84 – 288,29 Ώmeter. Lapisan akuifer terdapat pada kedalaman 22 – 99,50 m, dengan ketebalan 42,70 -45,80 m. Lapisan akuifer ini dijumpai di 3 titik duga geolistrik.

B. 1. Rum Dan Ome

Zona pelayanan Rum dan Ome, secara administrative termasuk dalam wilayah administrasi Kecamatan Tidore Utara, terletak di sisi pantai sebelah barat P. Tidore, berhadapan dengan P. Lapisan Akuifer Maitara dan P. Ternate. Belum ada SPAM di wilayah ini, itu sebabnya ke dua daerah ini menjadi target utama pengembangan pelayanan PDAM Tidore Kepulauan. Terdapat 1.213 keluarga.

D.2. Kondisi Eksisting Rum dan Ome

Masyarakat di wilayah ini memanfaatkan tampungan air hujan dan sumur dangkal untuk mencukupi kebutuhan air sehari-hari. Kualitas sumur dangkal setempat-setempat ada yang tawar sepanjang waktu.

D.3. Alternatif Sumber Air Baku Rum dan Ome

(37)

BAB VII Rencana Pembangunan Infrastruktur Cipta Karya VII -36 2. Untuk pelayanan SPAM yang direncanakan untuk wilayah Ome dan

Rum, telah di survey aliran permukaan di Luku Cileng (lihat foto), debit alirannya relative kecil diperkirakan 10 – 15 l/dt. Tapi, kurang lebih 600 m ke arah hilir, dijumpai aliran tambahan yang menyatu dengan yang sebelumnya, diinformasikan debitnya bisa mencapai sekitar 30 l/dt. Elevasi sumber +235 m, sedang daerah pelayanan paling tinggi + 60m…. sehingga bisa gravitasi

C. 1. Pulau Maitara

Pulau Maitara, adalah pulau kecil di sebelah barat P. Tidore, berjarak ± 700 m, disana ada 2 desa yang secara administrative termasuk wilayah Kecamatan Tidore Selatan. Desa tersebut adalah Maitara selatan dan Maitara, yang dihuni oleh 460 KK.

E.2. Eksisting

Masyarakat di wilayah ini memanfaatkan sumur dangkal untuk mencukupi kebutuhan air sehari-hari, disamping tampungan air hujan. Kualitas sumur dangkal setempat, relative payau, meskipun saat musim hujan tawar. Didepan SDN Maitara dijumpai sumur dangkal yang diinformasikan tawar sepanjang waktu. Sumur tersebut dimanfaatkan oleh 6 keluarga untuk mendapatkan air bersih. Lebar 2-3 m dengan kedalaman 4-5 m, sedang tebal air ± 1 m. Kapasitas pompa masing-masing yang terpasang max. 40 l/mnt.

E.3. Alternative Sumber Air Baku

Informasi penduduk, kedalaman sumur dangkal bisa mencapai 15 m (max 20 m), yang merupakan tebal batuan pelapukan yang mungkin menjadi akuifer. Dan secara morfologi merupakan daerah datar yang paling luas di kaki gunung. 1. Sumur dangkal yang ada di depan SD Maitara, agar dilakukan pembersihan

dan didalamkan sebisa mungkin, kemudian dilakukan pumping test sederhana untuk memastikan debit dari sumur dangkal tersebut. Apabila didapat data debit yang cukup besar (> 2 l/dt), selanjutnya dibuat sumur dangkal baru disekitar areal tersebut yang lebih mendekat kearah kaki gunung, sebagai sumber utama pelayanan PDAM di Maitara.

(38)

BAB VII Rencana Pembangunan Infrastruktur Cipta Karya VII -37 (peta kedalaman) selat yang menghubungkan P. Tidore – P. Maitara. Ada proyek PLTU yang meletakan kabelnya di dasar laut…. Mungkin bisa mendapatkan data dari PLN.

3. Membuat pengolahan air asin (RO). Di desa Maitara, sudah ada instalasi RO untuk membuat air isi ulang 1 galon = Rp. 5000 Dua (2) alternative terakhir, akan membutuhkan biaya yang besar, sehingga kompensasinya harga air yang terjual menjadi mahal.

Permasalahan terkait sistem penyediaan air bersih yang ada di Kabupaten Tidore Kepulauan adalah terbatasnya kapasitas produksi.

7.3.1.2. Sejarah Singkat PDAM Kota Tidore Kepulauan.

Penyediaan air bersih di Kota Tidore Kepulauan khususnya Kota Soasio dan sekitarnya sudah dimulai sejak tahun 1989, yakni pada masa pemerintahan Kabupaten Halmahera Tengah dimana Kota Soasio sebagai ibukotanya. Pembangunan sarana dan prasarananya dilaksanakan pada tahun anggaran 1985/1986, yaitu dengan dibangunnya jaringan perpipaan sepanjang 2.500 m dan sebuah sumur bor (deep well) di Kota Tidore. Pengambilan air baku dari sumur dalam dengan status Badan Pengelola Air Minum (BPAM) Kabupaten Halmahera Tengah secara efektif beroperasi dengan fungsi sebagai berikut : 1. Melaksanakan kegiatan-kegiatan dalam rangka pengelolaan dan pengurusan

sarana prasarana penyediaan air minum sesuai dengan prinsip-prinsip ekonomi perusahaan.

2. Memberikan pelayanan kepada masyarakat Halmahera Tengah khususnya di Kelurahan Indonesiana, Gamtufkange dan Soasio.

3. Pada tahun 1990 sampai dengan 2000 instalasi air minum direhabilitasi dalam kerangka proyek peningkatan prasarana air bersih (PPSAB) Maluku, berupa penambahan sumber (sumur dalam) dan pengembangan jaringan perpipaan serta sarana pendukung lainnya berupa Reservoir.

A. Kelembagaan

(39)

BAB VII Rencana Pembangunan Infrastruktur Cipta Karya VII -38 menyelenggarakan pengelolalaan air minum untuk miningkatkan kesejahteraan masyarakat yang mencakup aspek sosial, kesehatan dan pelayanan umum. Sesuai dengan badan hukumnya, PDAM Kota Tidore merupakan lembaga otonomi yang terpisah dari Pemda Kota Tidore Kepulauan. Dengan demikian seluruh pengelolaan perusahaan sepenuhnya menjadi tanggung jawab perusahaan. Pemerintah Daerah Kota Tidore Kepulauan sebagai pemilik Perusahaan juga berfungsi sebagai pengawas, seiring dengan Halmahera Tengah menjadi Kota Tidore. PDAM Kota Tidore mempunyai misi sebagai penyedia dan pengelola air minum milik pemerintah Daerah Kabupaten Halmahera Tengah yang mengutamakan kepuasan pelanggaan dan sebagai salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD). Di sadari oleh PDAM sendiri, kinerja Perusahaan tidak luput dari hambatan dan tantangan baik yang bersifat administrasi maupun teknis, termasuk di dalamnya aspek kelembagaan.

Tabel VII.16.

Daftar Personalia PDAM Kota Tidore

No URAIAN JUMLAH

I DIREKSI

II KEUANGAN DAN UMUM 1 Bagian Keuangan

2 Bagian Pembukuan 3 Bagian Langganan 4 Bagian Umum

III TEKNIK DAN PRODUKSI 1 Bagian Produksi

2 Bagian Distribusi

3 Bagian Perencanaan Teknik 4 Bagian Peralatan Teknik 5 Litbang

6 Satuan Pengawas

JUMLAH

(40)

BAB VII Rencana Pembangunan Infrastruktur Cipta Karya VII -39 Selain itu sebagai suatu badan usaha yg melayani masyarakat luas, PDAM Kota Tidore tentu memerlukan SDM untuk menjalankan kegiatannya. Berdasarkan daftar personalia perusahaan, pada akhir tahun 2003 jumlah karyawan PDAM Kota Tidore berjumlah 37 orang termasuk 1 orang Direksi yg berstatus tidak tetap. Latar belakang pendidikan karyawan PDAM Kota Tidore mayoritas berpendidikan SLTA sederajat dan hanya memiliki 1 orang Sarjana. Berikut profil pendidikan karyawan PDAM Kota Tidore yg disajikan pada tabel berikut :

Tabel.VII.17. Profil Pendidikan Karyawan PDAM Kota Tidore Kepulauan

No. URAIAN JUMLAH PRESENTASE (%)

1 SD 1 2.56

2 SLTP - 0.00

3 SLTA 33 94,87

4 DIPLOMA III 0 0,00

5 SARJANA 3 2,56

JUMLAH 37 100,00

Sumber : PDAM Kota Tidore, Desember 2007

B. Analisa SWOT

Faktor-faktor yg mempengaruhi perkembangan usaha perusahaan dapat menurut analisa SWOT dapat diuraikan diuraikan sebagai berikut :

a). Faktor pendukung kekuatan antara lain :

 PDAM Kabupaten Halmahera Tengah merupakan satu-satunya perusahaan penyedia air bersih.

 Kondisi geografis Kabupaten Halmahera Tengah adalah pesisir pantai dengan air tanah yg ada pada umumnya terasa asin, sehingga kebutuhan akan air bersih cukup tinggi.

b). Faktor penghambat/kelemahan adalah sebagai berikut :

 Tingkat kebocoran air yg relatif tinggi belum dapat diatasi. Motivasi dan disiplin karyawan masih rendah. Harga jual air yg ditentukan melalui keputusan kepala daerah masih relatif rendah.

(41)

BAB VII Rencana Pembangunan Infrastruktur Cipta Karya VII -40 c). Faktor Kesempatan/peluang adalah sebagai berikut :

 Adanya potensi peningkatan jumlah pelanggan seiring pertumbuhan penduduk

 Adanya kesempatan untuk berinvestasi dengan membuka jaringan perpipaan di wilayah permukiman baru.

 Adanya bantuan investasi untuk penambahan instal hasil perbaikan sarana prasarana dari pemerintah daerah

 Adanya peluang untuk menaikan tarif penjualan air.

d). Faktor tantangan adalah sebagai berikut :

 Debit air yg tersedia terbatas, khususnya pada musim kemarau, sehingga sebagian pelanggan mendapatkan air dalam jumlah minim

 Kesadaran masyarakat/pelanggan dalam membayar rekening air masih rendah, sehingga jumlah tunggakan rekening air relatif tinggi

 Daerah permukiman tersebar dengan jarak yg cukup jauh.

C. Komponen Pengendalian

Sistem pengendalian manajemen pada PDAM Kabupaten Halmahera Tengah dapat dijelaskan sebagai berikut :

1). Pengendalian (Control Environment)

a. Struktur organisasi dan pembagian tugas (job Description) telah dibuat dan mengacu pada Surat Keputusan Direktur PDAM Kabupaten Halmahera Tengah Nomor PDAM03/SKJ2003 Tanggal 1 April 2003 tentang Susunan Organisasi dan Uraian Tugas PDAM Kabupaten Halmahera Tengah. Struktur organisasi telah dilengkapi dengan uraian tugas untuk masing-masing Bagian dan Subbagian.

b. Badan Pengawas terdiri dari 3 orang yg semuanya mewakili unsur Pemerintah. Hal ini tidak sesuai dengan Permendagri No.2 Tahun 2007 tentang Organ dan Kepegawaian PDAM (Bagian ketiga pasal 20) yg menyatakan Dewan Pengawas terdiri dari 3 orang yg mewakili unsur pemula, profesional dan masyarakat konsumen.

(42)

BAB VII Rencana Pembangunan Infrastruktur Cipta Karya VII -41 2). Penaksiran Resiko (Risk Assesment)

Perusahaan belum melakukan identifikasi,analisis dan pengelolaan resiko keuangan. Namun terhadap masalah non keuangan telah dilakukan identifikasi dan analisa seperti :

a. Produksi dan distribusi air dihitung atas dasar jam operasi dan kapasitas pompa karena meter induk yg terpasang pada pompa mengalami kerusakan.

b. Pencatatan air terjual atas pemakaian air yg tertera pada water meter karena water meter pada pelanggan tidak berfungsi/rusak.

c. Piutang usaha per pelanggan telah dikelola dengan baik, sehingga mudah untuk mengetahui besar tunggakan tiap pelanggan beserta janga waktu tunggakannya.

3). Aktivitas Pengendalian (Control Activities)

a. Belum adanya pendapatan Kontrak Manajemen Direksi dengan pemilik (Pemda) maupun kontrak antara karyawan dengan perusahaan. Penetapan kebijakan dan prosedur belum seluruhnya ditetapkan secara tertulis.

b. Perusahaan telah melakukan pemisahan fungsi dan tugas c. Adanya otoritas pengendalian terhadap harta perusahaan

4). Informasi dan Komunikasi (Information and Communication)

Perusahaan belum menerapkan sistem pengolah data secara elektronik dengan menggunakan piranti lunak komputer.

5). Pemantauan (Monitoring)

(43)

BAB VII Rencana Pembangunan Infrastruktur Cipta Karya VII -42 7.3.2. Sasaran Program

A. Umum

Upaya meningkatkan kinerja Perusahaan Daerah Air Minum Kota Tidore Kepulauan, dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat di perlukan program Rencana Tindak Lanjut Penyahatan PDAM kota Tidore, didasarkan atas penilaian hasil kinerja dan tingkat pelayanan serta kebutuhan pelayanan air minum di kota tidore pada masa yang akan datang,yang dapat diambil dari permasalahan dan evaluasi teknis pelayanan air bersih kota Tidore.

A. Permasalahan, Penyebab Dan Arah Perbaikan

1. Kontinyuitas pengaliran air yang kurang saat ini di sebabkan oleh masih rendahnya produksi air oleh sistem yaitu hanya 18,94 liter/detik dari kapasitas produksi terpasang 30 liter/detik,kondisi ini di sebabkan oleh;

 Tidak optimalnya pemanfaatan sumber mata air di Tanjung seli akibat mengalami rembesan air laut.pemopaan air hanya dilakukan 10 12 jam/hari tergantung kondisi pasang surut air laut  .Sumur Dalam 1,2,3,4 dan 5 mengalami penyusutan debit (idealnya 25 liter/detik) sehingga pompa tidak dapat berproduksi sesuai dengan kapasitas terpasang. Kapasitas produksi yg terbatas tersebut sangat mempengaruhi tingkat pelayanan yg masih rendah yaitu 37,53%, dimana kondisi sekarang sudah tidak mampu lagi untuk meningkatkan pelayanan. Ini dapat terlihat dari kenyataan yg ada bahwa telah terpasang jaringan pipa induk pada beberapa ruas jalan di Kelurahan Dowora dan Soadara namun sampai saat ini belum dapat difungsikan oleh PDAM Kota Tidore meskipun ada permintaan sambungan pelanggan baru.

(44)

BAB VII Rencana Pembangunan Infrastruktur Cipta Karya VII -43 mendapatkan air bersih. Berdasarkan Survey Kebutuhan Nyata (RDS) kebutuhan air pada jam maksimum adalah 35,42 liter/detik namun yg dapat diproduksi saat ini hanya 18,94 liter/dtk. Agar kontinyuitas air dapat dipenuhi selama 24 jam/hari maka produksi harus mencapai kebutuhan harian maksimum (Qhm = 1,1) yaitu sebesar 25,97 liter/dtk dan untuk memenuhi kebutuhan jam puncak sebesar 35,42 liter/dtk, maka disarankan untuk mengoptimalkan pemanfaatan reservoir I.

 Rendahnya tekanan air dibeberapa jaringan distribusi diakibatkan oleh :

- Pompa mata air Tanjung Seli diaktifkan hanya 10-12 jam/hari - Sumber air yg menyusut membuat pompa tidak dapat

memberi tekanan yg maksimal karena pipa tidak terisi penuh oleh air.

- Tekanan yg kurang dari 10 m seperti yg terjadi di lapangan dapat diakibatkan oleh tingginya tingkat kebocoran yakni 38,15%. Saat ini banyak jaringan pipa distribusi yg telah berumur lebih dari 10 tahun dan berada di tengah jalan raya.

2. Bidang Teknis “Sumber Air Baku”

Kapasitas total sumber air baku PDAM Kota Tidore sebesar 35 liter/detik, namun hingga saat ini pemanfaatnya belum optimal karena sumber mata air Tanjung Seli mengalami rembesan air laut menyebabkan kadar garam cukup tinggi. Dari laporan hasil analisa kualitas air di laboratorium PDAM Kota Tidore diketahui bahwa sampel air yg diambil saat laut pasang memiliki kadar garam melebihi persyaratan kualitas air bersih, namun saat laut surut mata air memiliki kadar garam yg masih memenuhi persyaratan.

(45)

BAB VII Rencana Pembangunan Infrastruktur Cipta Karya VII -44 sekat beton dan jika dilakukan pemompaan air laut diluar broncaptering akan tersedot masuk melalui dinding yg retak. Fakta yg ada bahwa air yg sudah mengalami rembesan terkadang masih didistribusikan tanpa melalui proses pengolahan terlebih dahulu.

Mengingat kondisi sumber air baku yg cukup sulit di Kota Tidore maka upaya pemanfaatan sumber mata air ini harus dioptimalkan yaitu dengan membangun kembali broncaptering serta komponen lain yg dianggap berpengaruh terhadap terjadinya rembesan. Penanganan permasalahan ini tentunya memerlukan suatu kajian/penelitian yg mendalam tentang pola rembesan, kondisi pasang surut air laut dan struktur lapisan tanah/batuan di sekitar broncaptering sehingga akan memberikan solusi penanganan yg tepat dan efektif. Namun karena ruang lingkup penulisan ini dititik beratkan pada sistem distribusi air bersih, maka penanganan yg disarankan tidak akan sedetail mungkin dan hanya merupakan penanganan secara umum.

3. Aspek Keuangan

Dari evaluasi terhadap aspek keungan dapat disimpulkan sebagai berikut;

 PDAM kota Tidore masih mengalami kerugian yang disebabkan oleh biaya operasi lebih besar pendapatan operasi

 Nilai rasio yang tidak sebanding dengan nilai pendapatan penjualan  Nilai aktifitas produktif tidak sebanding dengan tingkat penjualan air  Jumlah piutang yang belum tertagih cukup besar

(46)

BAB VII Rencana Pembangunan Infrastruktur Cipta Karya VII -45 membuat beban biaya produksi semakin besar.Hal ini terlihat dari biaya produksi air per m3 lebih besar dari harga jual air per m3,dengan demikian tarif yang berlaku tidak dapat menutupi biaya operasional yang cukup besar.

Berdasarkan hasil analisa diatas,dalam upaya untuk meningkatkan kinerja PDAM Kota Tidore terutama yang berkaitan dengan aspek kesehatan keuangan perusahaan dalam hubungannya dengan kelancaran operasional perusahaan dalam melayani para pelanggannya,maka beberapa hal yang direkomendasi kepada PDAM Kota Tidore adalah sebagai beriku;

 Mengoptimalkan aktivan tetap yang dimiliki untuk mendukung produktivitas

 Melakukan penilaian terhadap aktivan tetap yang tidak produktif atau tidak digunakan lagi untuk segera dikeluarkan dari klasifikasi aktivan tetap

 Melakukan perbaikan terhadap aktivan tetap yang produktif namun saat ini dalam kondisi tidak efisien

 Untuk menutupi biaya opersional yang cukup besar maka PDAM Tidore harus melakukan penyesuaian tarif yang berlaku saat ini dengan taetap mempertimbanggkan kemampuan pelanggan

 Meningkatkan efektifitas penagihan dengan mengoptimalkan pelayanan dan petugas di lapangan

4. Aspek Operasional

Dari aspek operasional dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

 Cakupan pelayanan baru mencapai 21,29%,untuk daerah pelayanan kecamatan Tidore,Tidore selatan dan Tidore Utara,sedangkan untuk keseluruhan jumlah daratan Halmahera, jika dihitung Rasio terhadap jumlah penduduk Kota Tidore Kepulauan cakupan pelayanan dibawah

20% .

(47)

BAB VII Rencana Pembangunan Infrastruktur Cipta Karya VII -46  Kontinuetas panggilan di beberapa daerah pelayanan belum

mencapai 24 jam

 Tingkat kehilangan air cukup tinggi yaitu 38,15%dari jumlah air yang diproduksi

 Produktifitas pemanfaatan instalasi yang masi rendah dari kapasitas terpasang

 Peneran meteran pelanggan yang tidak pernah dilakukan sepanjang tahun 2005

 Tingkat kehilangan air tidak dapat dipastikan berhubung seluruh Water Mater yang terdapat pada setiap sumur bor dan Reservaor tidak berfungsi [Rusak]

 Rasio karyawan per 1000 Pelanggan adalah 17,57,ini berarti tiap karyawan melayani pelanggan sudah mencukupi dari pelayanan yang ideal manurut standar

5. Aspek Administrasi

Nilai yg diperoleh dari aspek administrasi sangat rendah bila dibandingkan dengan maksimum nilai yg dapat diperoleh. Hal ini antara lain disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut :

 Tidak memiliki Renncana Jangka Panjang(corporate lan)

 Memiliki Rencana Organisasi dan Uraiyan tugas namun baru dipedomani sebagian

 Tidak memiliki prosedur Organisasi standar

 Memilikin Rencana penilaian Kinerja Karyawan namun belum dipedomani sepenuhnya

C. Rincian Rencana Tindak PDAM Kota Tidore Kepulauan

Berdasarkan hasil analisa diatas, dalam upaya untuk meningkatkan kinerja PDAM Kota Tidore terutama yg berkaitan dengan aspek administrasi perusahaan, maka beberapa hal yg direkomendasikan kepada PDAM Kota Tidore adalah sebagai berikut :

(48)

BAB VII Rencana Pembangunan Infrastruktur Cipta Karya VII -47 kebutuhan operasional dan arah pengembangan, serta dilaksanakan sesuai rencana.

 Rencana Organisasi dan Uraian Tugas yg mengatur setiap uraian tugas segera dibuat dengan mengacu pada peraturan yg baku kemudian dipedomani oleh seluruh direksi dan karyawan dengan baik. Menindak lanjuti hasil pemeriksaan tahun terakhir secara menyeluruh dalam bentuk tindakan perbaikan dan digunakan sebagai cermin untuk mengetahui kekurangan maupun kelemahan dalam upaya peningkatan kinerja PDAM Kota Tidore. Secara umum, rencana tindak PDAM Kota Tidore Kepulauan diuraikan dalam bentuk :

 Bantuan Program 1. Unit Air Baku,

- Pengadaan pompa sumur bor, kapasitas 10 l/det - Perbaikan broncaptering

- Pencarian sumber air baku 2. Unit Produksi

1. Penggantian water meter induk produksi 2. Pembangunan reservoar penyeimbang 3. Unit Distribusi

- Penggantian water meter unit distribusi - Perbaikan jaringan distribusi

4. Unit Pelayanan - Perbaikan HU

- Perbaikan mobil tangki

- Perbaikan meter air pelanggan - Penambahan SR

 Bantuan Manajemen

1. Software billing System

B. Pengembangan Sistim Penyediaan Air Minum (SPAM)

(49)

BAB VII Rencana Pembangunan Infrastruktur Cipta Karya VII -48 akan air minum, maka adalah hal yang wajar jika sektor tersebut mendapatkan prioritas penanganan utama karena menyangkut kehidupan orang banyak. Penanganan akan pemenuhan kebutuhan air tersebut dapat dilakukan dengan berbagai cara. salah satunya dengan melakukan pengembangan sistem penyediaan air minum (SPAM).

Pelayanan air bersih di wilayah kota Tidore yang dilakukan oleh PDAM masih dibawah 40% dengan kondisi PDAM (sesuai hasil audit BPK tahun 2009) berada dalam kategori sakit, sehingga diperlukan solusi teknis yang menunjang penyelesaian masalah finansial. Selain itu, pusat pertumbuahan ekonomi dan penduduk di sebagian wilayah kota Tidore juga belum terlayani dengan oleh PDAM. Oleh karena itu, PDAM Kota Tidore Kepulauan selaku pemenuh kebutuhan air di wilayah tersebut tentu memiliki tantangan yang jauh lebih berat dalam mengatasi keterbatasan ketersediaan air minum di wilayah Kota Tidore Kepulauan seiring dengan peningkatan konsumsi air minum yang terjadi.

Mengingat keterbatasan PDAM dalam pemenuhan kebutuhan air bersih tersebut, maka salah satu alternatif untuk memenuhi kebutuhan air bersih bagi masyarakat kota Tidore Kepulauan adalah dengan melakukan pengembangan sistem penyediaan air minum (SPAM).

Pengembangan SPAM pada dasarnya merupakan tanggung jawab pemerintah daerah kabupaten/kota (pemkab/kota). Namun, mengingat masih sangat terbatasnya sumber daya manusia yang ada di daerah tingkat dua (kabupaten/kota), maka baik pemerintah pusat maupun pemerintah tingkat satu (provinsi) harus dapat memberikan dukungan dan bantunan teknis pembinaan yang tepat dan sesuai dengan kebutuhan dari daerah tersebut dalam upayanya melaksanakan penyelenggaraan SPAM secara optimal menyeluruh, berkelanjutan dan dilakukan secara terpadu dengan prasarana dan sarana sanitasi pada setiap tahapan penyelenggaraannya.

(50)

BAB VII Rencana Pembangunan Infrastruktur Cipta Karya VII -49 yang seimbang antara masyarakat konsumen air minum dan tercapainya kepentingan yang seimbang antara masyarakat konsumen air minum dan penyedia jasa pelayanan air minum serta meningkatkan efisiensi dan cakupan pelayanan air minum (sesuai UU Nomor 7 Tahun 2004 Tentang Sumber Daya Air dan PP RI Nomor 16 Tahun 2005 Tentang Pengembangan SPAM). Dan proses penyusunan rencana induk pengembangan sistem penyediaan air minum (RIP-SPAM) dalam upaya pengembangan SPAM merupakan tahapan paling awal dari penyelenggaraan SPAM yang harus dilaksanakan dan disusun dengan benar sesuai dengan panduan, tata cara ataupun pedoman pada Lampiran I dari Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 18/PRT/M/2007 Tentang Penyelenggaraan Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum .

Penyusunan rencana induk pengembangan sistem penyediaan air minum (SPAM) Kota Tidore Kepulauan ini diharapkan dapat melengkapi dan memantapkan ploting tahapan rencana pengembangan SPAM di wilayah administratif Provinsi Maluku Utara pada umumnya dan di wilayah administratif Kota Tidore Kepulauan pada khususnya

7.3.3. Usulan Kebutuhan Program

Dari permasalahan diatas dapat diusulkan beberapa rekomendasi sebagai upaya penanganan dalam waktu mendesak yaitu :

a. Mengoptimalkan produksi air dari sumber mata air Tanjung Seli dengan cara membangun kembali/memperbaiki broncaptering serta komponen lain yg dianggap berpengaruh terhadap terjadinya rembesan.

(51)

BAB VII Rencana Pembangunan Infrastruktur Cipta Karya VII -50 pelayanan secara gravitasi hanya pada jam puncak yaitu pagi hari pukul 6 – 12 dan sore hari pukul 16 – 19.

c. Melakukan penggantian pipa yg terlalu kecil untuk menjaga kestabilan aliran pada jaringan distribusi.dengan cara ini maka kehilangan tekanan (headloss) pada jaringan pipa yg semula cukup tinggi (>10m/km) dapat ditekan menjadi di bawah nilai tersebut.

d. Melakukan penggantian semua meter induk yg rusak untuk masing-masing sumur dan dilakukan pendataan secara kontinue, dengan cara ini maka kehilangan air baik dari pipa transmisi dan distribusi dapat terkontrol.

Dengan adanya kegiatan optimalisasi maka komponen kegiatan yg harus dilakukan perbaikan agar pelayanan air Kota Tidore dapat bekerja dengan baik adalah :

a. Membangun broncaptering mata air Tanjung Seli dengan ukuran 5,5 m x 3 m x 3 m, plesteran dinding pada badan jalan bagian Timur dengan beton kedap air (hasil test sondir), menguruk genangan air disekitar broncaptering dan membuang sisa air asin/payau pada kolam kemudian diganti dengan air tawar.

b. Penambahan jaringan transmisi diameter 200 mm sepanjang 325 m + accesories.

c. Penggantian pipa yg terlalu kecil dengan dimensi pipa yg lebih besar.

Rencana Pembangunan SPAM Tahap I (2011-2015)

Rencana pembangunan pada Tahap I terdiri dari rencana program teknis,

manajemen dan keuangan. Tujuan utama tahap ini adalah pembentukan

sistem jaringan, pembuatan jaringan di daerah pelayanan serta pembentukan

badan pengelola. Rencana program teknis pada Tahap I antara lain:

1. Studi Water Resources

2. Penelitian Geolistrik

3. Menyusun Fesebility Studi (FS) sistem pengembangan air minum dengan

pemanfaatan sumber mata air.

4. Menyusun Detailed Engineering Design (DED) sistem pengembangan air

Gambar

Tabel VII.1. Rencana Pola Ruang di Wilayah Perencanaan Tahun sampai dengan tahun 2027
Tabel VII.2. Pemerintahan 2012 s/d 2014
Tabel VII.5. Jumlah Kebutuhan Rumah dan Luas Kavling Maksimum di Area Perkotaan Tahun 2030
Tabel VII.6. Jumlah Kebutuhan Rumah dan Luas Kavling Maksimum di Area Desa Tahun 2030
+7

Referensi

Dokumen terkait

BPPSPAM mempunyai tugas membantu Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam rangka meningkatkan penyelenggaraan sistem penyediaan air minum yang dilaksanakan oleh badan usaha milik

(1) Sekretaris DPRD mempunyai tugas pokok menyelenggarakan sebagian tugas Bupati dalam merumuskan, memimpin, mengkoordinasikan, membina dan mengendalikan tugas-tugas

Tim Survey Kepuasan Pencari Keadilan akan memberikan saran rekomendasi tindak lanjut yang harus dilakukan terutama pada unsur- unsur yang mempunyai nilai kurang baik,

menilai ada/atau tidaknya pelanggaran kode etik oleh pejabat struktural dan pejabat fungsional pengelola pengadaan barang/jasa baik yang dilaporkan oleh penyedia

Rencana Pembentukan Propinsi Daerah Tingkat I Maluku Utara, Keputusan DPRD Daerah Tingkat II Maluku Tengah tanggal 3 September 1998 Nomor 10/KPTS/DPRD/1998 tentang Dukungan