• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kondisi Geografis Wilayah Provinsi Papua dan Papua Barat

Provinsi Papua adalah provinsi dengan wilayah terluas di Indonesia dengan luas mencapai 316.553,07 km2. Kabupaten Merauke menjadi kabupaten dengan wilayah terluas di Provinsi Papua dengan luas 47.406,90 km2 atau 14,98 persen dari luas wilayah Provinsi Papua.

Sebaliknya Kabupaten Supiori menjadi kabupaten dengan wilayah terkecil di Provinsi Papua dengan luas 634,24 km2 atau menempati 0,20 persen dari luas wilayah Provinsi Papua. Kota Jayapura menempati 0,30 persen wilayah Provinsi Papua atau memiliki luas 950,38 km2. Sebagai ibu kota provinsi, Kota Jayapura menjadi pusat pemerintahan dan perekonomian di Provinsi Papua. Data dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Provinsi Papua menunjukkan Kabupaten Merauke dan Kabupaten Supiori menjadi kabupaten yang memiliki jarak terjauh dari Kota Jayapura yaitu 662 km dan 650 km. Sebaliknya, Kabupaten Jayapura dan Kabupaten Keerom adalah kabupaten dengan jarak terdekat dengan ibu kota Provinsi Papua yaitu 27 km dan 71 km.

Provinsi Papua kaya akan sumber daya alam seperti mineral (bahan tambang) dan hutan.

Kondisi geografis dan kontur yang heterogen terdiri dari hutan, pegunungan, sungai, danau, rawa, dan gambut. Melimpahnya sumber daya alam—juga karena kebijakan desentralisasi fiskal dan ketentuan-ketentuan khusus yang berhubungan dengan otonomi—menyebabkan tingkat pertumbuhan tahunan Provinsi Papua jauh di atas rata-rata nasional untuk beberapa tahun.

Sayangnya, pendapatan Provinsi Papua yang besar dan pertumbuhan PDB yang mengesankan tidak diimbangi dengan kinerja yang memadai dalam memerangi kemiskinan dan meningkatkan pembangunan manusia. Kebijakan nasional untuk memerangi kemiskinan—yang telah berhasil menurunkan persentase penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan menjadi 9,41 persen (BPS, Maret 2019)— tidak memberikan pengaruh signifikan terhadap masyarakat Provinsi Papua yang tetap mencatat tingkat kemiskinan tertinggi, dengan 31,98 persen penduduk Provinsi Papua hidup di bawah rata-rata nasional (BPS 2018). Sedangkan kontribusi Papua terhadap perekonomian nasional adalah sebesar 1,32 persen. Pada 2017 pertumbuhan ekonomi Provinsi Papua mengalami penurunan menjadi 4,64 persen dari 9,14 persen tahun 2016.

Tahun 2017 capaian Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi Papua mencapai 59,09.

Pencapaian IPM pada tingkat kabupaten/kota di Provinsi Papua tahun 2017 cukup bervariasi.

27 Kabupaten Nduga merupakan kabupaten dengan angka IPM terendah di Provinsi Papua dengan nilai sebesar 27,87. Bila dilihat menurut komponen pembentuk IPM, nilai setiap komponen Kabupaten Nduga menjadi yang paling rendah dibandingkan kabupaten/kota lainnya di Provinsi Papua. Nilai tiap komponen IPM tahun 2017 di Kabupaten Nduga yaitu umur harapan hidup (UHH) saat lahir sebesar 54,60 tahun. Itu berarti, setiap bayi yang baru lahir memiliki peluang untuk hidup hingga usia 54,60 tahun. Angka harapan lama sekolah (HLS) di Kabupaten Nduga sebesar 2,64 tahun, yang berarti anak-anak usia tujuh tahun di Kabupaten Nduga memiliki peluang untuk bersekolah selama 2,64 tahun atau hanya sampai kelas dua sekolah dasar. Angka rata-rata lama sekolah (RLS) sebesar 0,71 tahun yang berarti penduduk Kabupaten Nduga usia 25 tahun ke atas secara rata-rata menempuh pendidikan 8,5 bulan atau tidak tamat kelas 1 SD.

Komponen IPM Kabupaten Nduga yang lain adalah pengeluaran per kapita di mana angka pengeluaran per kapita atas harga konstan 2012 sebesar Rp3,97 juta per tahun.

Sebaliknya, Kota Jayapura sebagai ibu kota Provinsi Papua tercatat memiliki pembangunan manusia tertinggi dibandingkan kabupaten lainnya di Provinsi Papua. Tahun 2017, IPM Kota Jayapura mencapai 79,23. Kota Jayapura menempati posisi pertama untuk dimensi pengetahuan dan standar hidup layak, di mana nilai untuk masing-masing indikatornya adalah HLS sebesar 14,98 tahun, RLS sebesar 11,15 tahun, dan pengeluaran per kapita atas harga konstan mencapai Rp14,78 juta per tahun. Sementara itu, untuk dimensi umur panjang dan hidup sehat, posisi pertama ditempati oleh Kabupaten Mimika dengan nilai UHH saat lahir mencapai 71,93 tahun.

Pada 2017, struktur perekonomian Provinsi Papua didominasi oleh kategori lapangan usaha pertambangan dan penggalian yang memberikan andil sebesar 36,07 persen. Sektor konstruksi memberikan sumbangan sebesar 12,92 persen serta sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan mampu menyumbang 11,63 persen. Sementara itu, sumbangan kategori lapangan usaha lainnya di bawah 10 persen.

Luas wilayah Provinsi Papua Barat yang mencapai 102.955,15 km2 terbagi menjadi 13 kabupaten/kota, 12 kabupaten dan satu kota. Proyeksi jumlah penduduk Papua Barat pada 2017 sebesar 915.361 jiwa yang terdiri atas 481.939 laki-laki dan 433.422 perempuan. Jumlah penduduk meningkat sebesar 3,16 persen bila dibandingkan tahun 2016 yang hanya sebesar 893.362 jiwa. Berdasarkan hasil Susenas 2017, nilai garis kemiskinan Provinsi Papua Barat pada Maret 2017 sebesar Rp499.778. Dengan demikian, jumlah penduduk yang termasuk kategori miskin pada Maret 2017 mencapai 228,38 ribu penduduk atau 25,10 persen dari total penduduk Papua Barat yang tersebar di 13 kabupaten/kota.

Secara umum pertumbuhan ekonomi Papua Barat tahun 2017 mengalami kontraksi apabila dibandingkan tahun 2016, karena hanya tumbuh sebesar 4,01 persen dalam setahun. Itu juga berarti, kinerja pertumbuhan ekonomi Papua Barat masih di bawah pertumbuhan ekonomi nasional. Namun faktanya, Papua Barat berkontribusi sebesar 22,71 persen terhadap perekonomian Pulau Maluku dan Papua, sedangkan kontribusi terhadap perekonomian nasional adalah sebesar 0,54 persen.

Besarnya sumbangan sektoral untuk perekonomian Papua Barat berasal dari sektor konstruksi, real estate, dan informasi serta komunikasi. Sektor konstruksi mencatat pertumbuhan tertinggi sebesar 9,44 persen, diikuti real estate sebesar 8,43 persen, serta kategori informasi dan komunikasi sebesar 8,01 persen.

28 Patut diingat, sumber daya alam Provinsi Papua dan Papua Barat kaya akan tambang migas dan nonmigas. Hasil dari kegiatan ekonomi di sektor pertambangan tersebut mampu memberikan sumbangan nilai tambah yang cukup besar bagi perekonomian Provinsi Papua. Sektor pertambangan konsentrat tembaga memberikan sumbangan yang sangat dominan terhadap perkembangan perekonomian Provinsi Papua. Sehingga peningkatan maupun penurunan laju pertumbuhan pada sektor konsentrat tembaga akan sangat berpengaruh terhadap arah pertumbuhan perekonomian Provinsi Papua dan Papua Barat.

Sayangnya, kekayaan dan potensi sumber daya alam tersebut bertolak belakang dengan kinerja Papua yang masih rendah dalam memerangi kemiskinan dan meningkatkan kualitas pembangunan manusia. Empat puluh persen rakyat Papua masih hidup di bawah garis kemiskinan yang berarti lebih dari dua kali angka nasional. Selain itu, sepertiga anak Papua tidak bersekolah, sembilan dari sepuluh desa tidak memiliki fasilitas pelayanan kesehatan dasar seperti puskesmas, dokter, atau bidan.

Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat memiliki karakteristik geografis yang beraneka ragam, terdiri dari dataran rendah, rawa-rawa, pesisir, dan pegunungan. Kawasan Pegunungan Tengah merupakan daerah terisolasi, karena hampir sebagian besar wilayah ini belum memiliki akses terhadap sumber daya pembangunan. Hal itu menjadi kendala bagi kinerja sektor pengembangan infrastruktur dasar, sektor transportasi, sektor pendidikan, dan sektor kesehatan—yang menyebabkan rendahnya pengembangan ekonomi kerakyatan, serta masih tingginya tingkat kemiskinan.

1.2.1 Kawasan Perkotaan

Secara umum kawasan perkotaan Provinsi Papua memiliki topografi yang beragam meliputi kawasan pantai, kawasan pegunungan maupun lembah, dengan karakteristik beraneka ragam, terdiri dari dataran rendah, rawa-rawa, pesisir, dan pegunungan. Adapun kawasan perkotaan di Provinsi Papua, meliputi 29 kabupaten/kota. Jika dipandang dari sisi kependudukan, komposisi penduduk di kawasan sangat heterogen, sementara dari sisi penghidupan, kawasan yang sudah lebih maju dipandang dari aspek sosial, budaya, ekonomi, pendidikan, kesehatan, dan ketersediaan infrastruktur umum.

Kawasan perkotaan di Provinsi Papua Barat, meliputi 11 ibu kota kabupaten/kota. Manokwari sebagai ibu kota Kabupaten Manokwari sekaligus sebagai ibu kota Provinsi Papua Barat.

Sedangkan Sorong secara administratif pemerintahan telah ditetapkan sebagai “kota” karena kondisi pertumbuhan ekonomi dan pembangunan yang berkembang pesat.

1.2.2 Kawasan Strategis

Pembangunan kawasan strategis adalah pembangunan yang difokuskan pada lokasi yang memiliki potensi sumber daya alam (backward linkage) dan sumber daya manusia terampil, yang didukung infrastruktur wilayah yang mendukung investasi yang berbasis potensi ekonomi lokal dan membuka pasar domestik dan internasional (forward linkages). Kawasan strategis di Provinsi Papua adalah Kabupaten Jayapura, Kabupaten Mimika, Kabupaten Merauke, dan Kabupaten Biak.

29 Kawasan strategis di Provinsi Papua Barat meliputi Kabupaten Manokwari, Kota Sorong, dan Kabupaten Sorong. Pemilihan dan penetapan daerah administratif pemerintahan yang masuk ke dalam kawasan strategis ini, berkaitan dengan rencana akan dibangunnya industri yang bersifat strategis dan berskala nasional. Di samping itu juga sangat berhubungan dengan konsep pembangunan kewilayahan yang tertuang dalam RTRW Provinsi Papua Barat.

Sasaran akhir yang ingin dicapai melalui penetapan Rencana Aksi Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat (P4B) yang dituangkan dalam Inpres No. 9 Tahun 2017 tentang Percepatan Pembangunan di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat, adalah:

a) Meningkatnya ketahanan pangan lokal melalui optimalisasi potensi bahan pangan lokal.

b) Berkurangnya kemiskinan dan meningkatnya perekonomian masyarakat melalui optimalisasi potensi sumber daya alam.

c) Terbangunnya infrastruktur dasar pembangunan terutama yang membuka isolasi wilayah melalui peningkatan aksesibilitas transportasi dan informasi serta layanan dasar (pendidikan, kesehatan, pemukiman, air bersih, ketenagalistrikan, telekomunikasi) di kawasan terpencil.

d) Terjangkaunya pendidikan yang bermutu dan relevan di kawasan terisolasi.

e) Meningkatnya derajat kesehatan dan status gizi masyarakat di kawasan terpencil.

f) Meningkatnya perekonomian masyarakat melalui peningkatan investasi di kawasan terisolasi.

g) Terwujudnya kebijakan yang berpihak kepada penduduk asli Papua, golongan ekonomi kecil dan menengah, serta menuju kesetaraan dalam proses pembangunan di kawasan terisolasi.

h) Meningkatnya keamanan dan ketertiban serta penegakan supremasi hukum di kawasan terisolasi.