• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kondisi Oseanografi dan Ekosistem Pesisir

Dalam dokumen LAPORAN PENDAHULUAN KL H S (Halaman 36-43)

2. TINJAUAN UMUM KEWILAYAHAN

2.1. Gambaran Umum Wilayah

2.1.5. Kondisi Oseanografi dan Ekosistem Pesisir

A.

Pasang Surut

Hasil pengukuran dan analisis data pasang surut menunjukkan bahwa tipe pasang surut perairan Kabupaten Luwu Timur adalah campuran condong ke harian ganda. Kisaran pasang surut sebesar 178 cm.

B.

Gelombang

Gelombang yang terjadi di perairan pantai Kabupaten Luwu Timur adalah gelombang yang diakibatkan oleh angin yang bertiup di permukaan laut. Tinggi Gelombang daerah ini bervariasi menurut musim, kecepatan angin dan tinggi amplitudo pasang surut. Pada musim timur (hujan), yaitu bulan April - September gelombang lebih tinggi dibanding pada musim barat (Oktober - Maret). Hasil pengamatan gelombang didapatkan tinggi gelombang berkisar 15 cm - 25 cm. Gelombang yang pecah di pantai menimbulkan arus horisontal dan arus balik vertikal pantai. Arus balik ini yang dapat mengangkut sedimen di daerah pesisir dan akan mengakibatkan perubahan garis pantai dan penutupan mulut sungai.

C.

Arus

Arus di laut dapat diakibatkan oleh tiupan angin atau pengaruh pasang surut untuk perairan pantai umum didominasi oleh arus pasang surut. Pada saat pasang naik, arus menuju ke pantai, sebaliknya pada pasang surut arah menuju ke laut. Pola arus di pantai yang disebabkan oleh angin arahnya dapat pengaruhi oleh arah angin. Hasil pengamatan di lapangan didapatkan kecepatan arus berkisar 0,02 - 0,60 m/detik.

D.

Kualitas Air Perairan

a. pH, Salinitas, Suhu, dan DO

pH rata-rata perairan laut berkisar antara 7,89 sampai 8,23, salinitas berada pada kisaran 14 - 34 ppt, Sedangkan suhu permukaan air laut berkisar 29°

CV. WAHANA HALID MANDIRI 30

sampai 32°C. Selain itu juga diketahui bahwa kandungan oksigen terlarut di perairan berkisar antara 4,48 s/d 7,52 mg/liter, sementara tingkat kecerahan dan kekeruhan perairan bervariasi sesuai dengan jarak dari muara sungai, di mana kekeruhan perairan diperoleh antara 0 NTU s/d 5,26 NTU dengan kecerahan antara 1 s/d 15 meter.

Secara keseluruhan, berdasarkan parameter kualitas air yang diperoleh dari hasil pengukuran di lapangan dapat disimpulkan bahwa kondisi dan karakteristik lingkungan laut di lokasi studi masih dalam batas kisaran yang cukup baik untuk pengembangan kegiatan budidaya perikanan laut, pariwisata bahari, dan kegiatan lainnya.

b. Fosfat

Kandungan fosfat perairan di lokasi didapatkan antara 0,159 - 4,954 mg/L, namun sebagian besar berada pada kisaran yang lebih kecil daripada 1,80 mg/L yang merupakan kisaran yang warn untuk pertumbuhan fitoplankton. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Wardoyo (1974) bahwa kandungan fosfat yang optimum untuk pertumbuhan fitoplankton berkisar antara 0,09 - 1,80 mg/L. Dengan demikian berdasarkan kadar fosfat-nya maka sebagian besar perairan di lokasi studi masih berada pada kondisi yang optimum untuk pertumbuhan fitoplankton.

c. Nitrat

Berbeda dengan fosfat, kadar nitrat yang diperoleh di perairan Luwu Timur tergolong rendah yaitu berkisar antara 0,040 - 1,445 Mg/L. Berdasarkan nilai kandungan tersebut maka perairan Kabupaten Luwu TImur secara umum dapat dikatakan sebagai perairan yang memiliki kandungan zat hara rendah (Oligotrofik). Wetzel (1975) mengelompokan perairan berdasarkan kandungan nitratnya yaitu oligotrofik bila kadar nitrat perairan berkisar antara 0-1 ppm.

Sumber utama nitrat dalam perairan selain berasal dari suplai nutrien dari: darat berupa bahan organik yang selanjutnya diuraikan oleh mikroba, juga dapat berasal dari udara dan hasil fiksasi oleh bakteri-bakteri nitrat. Penyebab

CV. WAHANA HALID MANDIRI 31

rendahnya konsentrasi nitrat dalam perairan selain dimanfaatkan oleh plankton atau tumbuhan air lainnya untuk pertumbuhannya juga dapat disebabkan oleh suplai nitrat ke dalam perairan tersebut yang memang rendah. Pengukuran di stasiun-stasiun yang berdekatan dengan muara sungai menunjukkan kandungan nitrat yang rendah. Dengan demikian rendahnya kadar nitrat dalam perairan Kabupaten Luwu Timur diduga disebabkan oleh suplai nutrien dari darat berupa bahan organik maupun fiksasi dari udara oleh bakteri-bakteri nitrat memang sangat rendah.

d. Klorofil-a

Kadar klorofil-a perairan didapatkan berkisar antara 0,00208 - 0,02634 ppm. Kisaran yang diperoleh tersebut mengindikasikan bahwa perairan Kabupaten Luwu Timur tergolong perairan oligotrofik karena kadar yang didapat < 1 ppm (Smith, 1999).

Klorofil-a merupakan kandungan yang umum dari setiap tumbuhan yang berklorofil termasuk fitoplankton. Ada kecenderungan bahwa kadar klorofil-a berkorelasi positif dan kuat dengan kelimpahan fitoplankton dan kadar nutrien perairan, sehingga perairan yang produktif yang memiliki kelimpahan fitoplankton yang tinggi juga memiliki kandungan klorofil-a yang tinggi. Rendahnya kadar klorofil-a tentu saja terkait dengan rendahnya kadar nitrat perairan yang didapatkan. Hal ini mengindikasikan bahwa perairan tersebut tergolong perairan yang kurang produktif di mana produktivitas primer dihasilkan tidak akan banyak mendukung biomassa rantai-rantai makanan selanjutnya dalam suatu ekosistem, termasuk biomassa ikan yang dapat dipanen oleh nelayan.

E.

Batimetri

Topografi wilayah Kecamatan Wotu, Malili, Angkona, dan Burau relatif daerah datar dan daerah pesisir. Kondisi pantai dari kecamatan tersebut relatif landai berlumpur dan berpasir dengan kedalaman mencapai kurang lebih 45 m pada batas kewenangan sejauh 4 mil.

CV. WAHANA HALID MANDIRI 32 Gambar 5. Peta Batimetri Kec. Malili dan Kec. Angkona

(Sumber : Bappeda Luwu Timur,2010)

Gambar 6. Peta Batimetri Kec. Wotu dan Kec. Burau (Sumber : Bappeda Luwu Timur,2010)

CV. WAHANA HALID MANDIRI 33

F.

Ekosistem Mangrove

Formasi hutan mangrove di sepanjang pantai terdapat di bagian pinggir menghadap laut bervariasi. Pada daerah dekat daratan bagian depan menghadap ke laut didominasi oleh mangrove dari jenis Sonneratia alba. Formasi tersebut sangat jelas terlihat dari arah laut dan memanjang ke arah selatan. Pada bagian lain terdapat formasi mangrove bagian depan yang didominasi oleh jenis

Rhizophora apiculata dan bagian belakang merupakan campuran antara Sonneratia alba dengan Nypa fruticans.

G.

Ekosistem Padang Lamun

Sebaran ekosistem padang lamun di Kabupaten Luwu Timur berada di sekitar pantai, meskipun demikian ekosistem lamun berkembang agak jauh dari garis pantai karena bentuk pantainya yang landai. Ekosistem padang lamun di pesisir Kabupaten Luwu Timur umumnya berkembang di daerah subtidal (daerah yang selalu tergenang pada saat surut terendah) di depan muara sungai dengan substrat pasir atau pasir berlumpur. Ekosistem lamun ditemukan di perairan pantai Kecamatan Malili dan Angkona dengan hamparan padang lamunnya relatif kecil dan sebarannya tidak merata dengan kondisi perairan yang cukup keruh.

Dari 12 jenis lamun yang menyebar di seluruh perairan Indonesia, ditemukan 7 jenis yang hidup di lokasi, yaitu Enhalus acoroides, Thallasia hemprichii, Halodule uninervis, Halophylla minor, Halophylla ovalis, Cymodocea serrulata dan Syringodium. Jenis E. acoroides dan T. hemprichii merupakan jenis lamun yang memiliki sebaran yang luas dengan penutupan yang tinggi.

H.

Ekosistem Terumbu Karang

Secara umum kondisi terumbu karang di kabupaten Luwu Timur masuk dalam kategori buruk hingga baik. Pada beberapa daerah pengamatan kerusakan terumbu karang disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor alami dan non-alami. Faktor alami seperti sedimentasi, predasi hewan pemangsa karang (Achantaster,

CV. WAHANA HALID MANDIRI 34 culcita, dan beberapa jenis ikan karang) serta bleaching oleh perubahan suhu yang drastis. Faktor non-alami lebih banyak disebabkan oleh penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan.

CV. WAHANA HALID MANDIRI 35 Gambar 7. Peta Sebaran Ekosistem Wilayah Pesisir Kec. Burau dan Kec. Wotu

(Sumber : Bappeda Luwu Timur,2010)

Gambar 8. Peta Sebaran Ekosistem Wilayah Pesisir Kec. Angkona dan Kec Malili (Sumber : Bappeda Luwu Timur,2010)

CV. WAHANA HALID MANDIRI 36

Dalam dokumen LAPORAN PENDAHULUAN KL H S (Halaman 36-43)

Dokumen terkait