• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN PENDAHULUAN KL H S

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "LAPORAN PENDAHULUAN KL H S"

Copied!
136
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

CV. WAHANA HALID MANDIRI i

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah S.W.T atas rahmat dan karuniaNya kepada kita sehingga Tim Penyusun dapat menyusun Laporan Pendahuluan penyusunan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Luwu Timur Tahun 2011-2031.

Laporan Pendahuluan ini merupakan salah satu tahapan dalam kegiatan penyusunan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Luwu Timur Tahun 2011-2031. Laporan pendahuluan ini memuat tentang gambaran umum wilayah kajian dan metode-metode yang akan digunakan dalam pelaksanaan kegiatan.

Kegiatan ini terselenggara atas kerjasama antara Pemerintah Kabupaten Luwu Timur oleh Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (BAPEDALDA) dengan CV. WAHANA HALID MANDIRI sebagai konsultan pelaksana.

Semoga laporan pendahuluan ini dapat bermanfaat untuk kelancaran dan penyelesaian pekerjaan.

Malili, Agustus 2015

(3)

CV. WAHANA HALID MANDIRI ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR TABEL ... vi

1. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan dan Manfaat ... 4

1.3. Pendekatan dan Prinsip ... 5

1.4. Ruang Lingkup ... 8

1.5. Keluaran ... 9

2. TINJAUAN UMUM KEWILAYAHAN ... 10

2.1. Gambaran Umum Wilayah ... 10

2.1.1. Letak Geografis dan Administrasi ... 10

2.1.2. Penduduk ... 13

2.1.3. Sarana Pendidikan dan Kesehatan ... 14

2.1.4. Keadaan Biofisik Wilayah ... 15

2.1.5. Kondisi Oseanografi dan Ekosistem Pesisir ... 29

2.2. Potensi Wilayah ... 36

2.2.1. Potensi Sektor Pertanian ... 41

2.2.2. Potensi Kehutanan ... 45

2.2.3. Potensi Peternakan ... 45

2.2.4. Potensi Perikanan ... 46

2.2.5. Potensi Pertambangan ... 47

(4)

CV. WAHANA HALID MANDIRI iii

2.3. Tinjauan Kebijakan Penataan Ruang ... 56

2.3.1. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Luwu Timur ... 56

2.3.2. Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) Kabupaten Luwu Timur ... 76

2.4. Identifikasi Awal Isu Lingkungan di Kabupaten Luwu Timur ... 91

3. PENDEKATAN DAN METODOLOGI ... 93

3.1. Pendekatan KLHS ... 93

3.2. Kerangka Proses Pelaksanaan KLHS ... 96

3.3. Muatan Kajian Pengaruh Kebijakan, Rencana dan/atau Program (KRP) ... 101

3.4. Metodologi dan Kerangka Proses Pelaksanaan ... 101

3.4.1. Pengumpulan Data ... 101

3.4.2. Metode Analisis ... 104

3.4.3. Sistem Informasi Geografis (SIG) ... 106

3.4.4. Metode Perhitungan Komponen Lingkungan ... 107

3.4.5. Analisis Prioritas ... 120

4. MANAJEMEN PELAKSANAAN ... 122

4.1. Organisasi Pelaksanaan Kegiatan ... 122

4.2. Waktu Pelaksanaan ... 123

(5)

CV. WAHANA HALID MANDIRI iv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Peta Wilayah Administrasi Kabupaten Luwu Timur ... 11

Gambar 2. Grafik Jumlah Penduduk Kab. Luwu Timur Tahun 2011-2013 ... 13

Gambar 3. Peta Geologi Kabupaten Luwu Timur ... 20

Gambar 4. Peta Jenis Tanah di Kabupaten Luwu Timur ... 23

Gambar 5. Peta Batimetri Kec. Malili dan Kec. Angkona ... 32

Gambar 6. Peta Batimetri Kec. Wotu dan Kec. Burau ... 32

Gambar 7. Peta Sebaran Ekosistem Wilayah Pesisir Kec. Burau -Kec. Wotu ... 35

Gambar 8. Peta Sebaran Ekosistem Wilayah Pesisir Kec. Angkona - Malili ... 35

Gambar 9. Peta Kesesuaian Lahan Tanaman Kakao ... 37

Gambar 10. Peta Kesesuaian Lahan Tanaman Kelapa Sawit ... 38

Gambar 11. Peta Kesesuaian Lahan Tanaman Peternakan dan Agroforestry ... 39

Gambar 12. Peta Kesesuaian Lahan Tanaman Tebu dan Mente ... 40

Gambar 13. Grafik Luas lahan sawah menurut jenis pengairan tahun 2013 ... 41

Gambar 14. Grafik Produksi padi menurut Kecamatan di Kab. Luwu Timur tahun 2013 ... 42

Gambar 15. Grafik Produksi tanaman perkebunan rakyat ... 44

Gambar 16. Produksi perkebunan rakyat kelapa sawit ... 44

Gambar 17. Produksi kayu hutan menurut jenis produksi tahun 2010-2013 ... 45

Gambar 18. Jumlah ternak menurut jenis ternak (ekor) tahun 2012-2013 ... 46

Gambar 19. Produksi rumput laut menurut jenis tahun 2012-2013 (ton) ... 47

Gambar 20. Grafik Produksi Nikel Mate PT Vale tahun 2010-2013 ... 51

(6)

CV. WAHANA HALID MANDIRI v

Gambar 22. Peta Wilayah Sungai (WS) Pompengan-Larona (Kemen PU) ... 55

Gambar 23. Peta SubDAS dan Jaringan Sungai Sistem Danau Malili ... 55

Gambar 24. Peta Rencana Struktur Ruang Kabupaten Luwu Timur ... 66

Gambar 25. Peta Rencana Pola Ruang Kabupaten Luwu Timur ... 72

Gambar 26. Peta Rencana Pola Ruang Kabupaten Luwu Timur) ... 75

Gambar 27. Peta Rencana Struktur Ruang Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP3K) Kab. Luwu Timur ... 85

Gambar 28. Peta Rencana Pola Ruang RZWP3K Kec. Malili - Angkona Kab. Luwu Timur ... 89

Gambar 29. Peta Rencana Pola Ruang RZWP3K Kec. Wotu - Burau Kab. Luwu Timur ... 90

Gambar 30. Peta Tutupan Lahan Kabupaten Luwu Timur ... 92

Gambar 36. Kerangka Kerja KLHS ... 100

Gambar 31. Kerangka Pikir Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) ... 104

Gambar 32. Metode Pengolahan Citra Satelit... 107

Gambar 33. Daya Dukung Lingkungan sebagai Dasar Pembangunan Berkelanjutan ... 109

Gambar 34. Diagram penentuan daya dukung lahan ... 110

Gambar 35. Diagram penentuan daya dukung air ... 112

(7)

CV. WAHANA HALID MANDIRI vi

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Luas Wilayah Kabupaten Luwu Timur Menurut Kecamatan berdasarkan

RTRW ... 12

Tabel 2. Kompleks Jenis Tanah Kabupaten Luwu Timur ... 21

Tabel 3. Perubahan Luas Tutupan Lahan Kabupaten Luwu Timur ... 92

Tabel 5. Contoh Pengaruh KLHS dalam RTRW ... 95

Tabel 6. Kebutuhan Data ... 103

Tabel 7. Contoh Perhitungan Koefisien Limpasan Tertimbang ... 114

Tabel 8. Jenis dan Sumber Data ... 114

Tabel 9. Total Kebutuhan Air ... 115

Tabel 10. Air Virtual (kebutuhan air untuk menghasilkan satuan produk) ... 116

Tabel 11. Jenis dan Sumber Data... 116

Tabel 12. Pengaruh luas daerah aliran sungai terhadap nisbah pelepasan sedimen (NLS) ... 119

Tabel 13 . Klasifikasi tingkat sedimentasi ... 119

Tabel 14. Skala Perbandingan Berpasangan ... 121

Tabel 15. Jadwal Pelaksanaan Kegiatan ... 124

(8)

CV. WAHANA HALID MANDIRI 1

1.

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Pertumbuhan dan perkembangan wilayah Kabupaten Luwu Timur hingga saat ini relatif lebih berkembang jika dibandingkan kabupaten lain di Provinsi Sulawesi Selatan. Kondisi ini dipengaruhi oleh letak geografis dan administrasi wilayahnya yang merupakan jalur lintasan nasional laut, udara dan darat (Trans Sulawesi Bagian Utara) yang menghubungkan tiga provinsi yaitu Provinsi Sulawesi Selatan, Provinsi Sulawesi Tengah dan Provinsi Sulawesi Tenggara. Dengan demikian potensi wilayah yang dimiliki Kabupaten Luwu Timur sepenuhnya perlu dioptimalkan pemanfaatannya termasuk pemanfaatan potensi kawasan pesisirnya. Dengan kondisi demikian, maka kebutuhan suatu dokumen perencanaan keruangan yang memuat arahan perencanan wilayah Kabupaten Luwu Timur sebagai matra dokumen perencanaan Program Pembangunan Daerah (RPJM/P) dan Rencana Strategis (Renstra) Kabupaten Luwu Timur yang telah ada sebelumnya.

Kebutuhan suatu dokumen perencanaan wilayah dan kawasan strategis suatu wilayah kabupaten merupakan suatu hal yang sangat penting sebagai acuan dan pedoman pelaksanaan pembangunan yang multi sektor dan multi strategis (UU No. 26 Tahun 2007; UU No. 23 Tahun 2014). Lebih-lebih lagi bagi Kabupaten Luwu Timur yang merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan yang tentunya menghadapi persoalan-persoalan pembangunan yang pesat dalam lima tahun terakhir (pemekaran desa/kecamatan, sosial, budaya, ekonomi, politik, kelembagaan, teknologi, dan lingkungan).

(9)

CV. WAHANA HALID MANDIRI 2

jika: (a) terjadi perubahan kebijakan nasional dan strategi yang mempengaruhi pemanfaatan ruang wilayah kabupaten; dan/atau, (b) terjadi dinamika internal kabupaten yang mempengaruhi pemanfaatan ruang secara mendasar, seperti bencana alam skala besar atau pemekaran wilayah.

Muatan perencanaan RTRW Kabupaten Luwu Timur 2011-2031, meliputi: (a) Tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang wilayah kabupaten, (b) Rencana struktur ruang wilayah kabupaten yang meliputi sistem perkotaan di wilayahnya yang terkait dengan kawasan perdesaan dan sistem jaringan prasarana wilayah kabupaten, (c) Rencana pola ruang wilayah kabupaten yang meliputi kawasan lindung kabupaten dan kawasan budi daya kabupaten, (d) Penetapan kawasan strategis kabupaten, (e) Arahan pemanfaatan ruang wilayah kabupaten yang berisi indikasi program utama jangka menengah lima tahunan, dan (f) Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten yang berisi ketentuan umum peraturan zonasi, ketentuan perizinan, ketentuan insentif dan disinsentif, serta arahan sanksi.

Kebijakan nasional penataan ruang secara formal ditetapkan bersamaan dengan diundangkannya Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang [UU 24/1992], yang kemudian diperbaharui dengan Undang- undang Nomor 26 Tahun 2007 [UU 26/2007]. Kebijakan tersebut ditujukan untuk mewujudkan kualitas tata ruang nasional yang semakin baik, yang oleh undang-undang dinyatakan dengan kriteria aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan. Namun, setelah lebih dari 25 tahun diberlakukannya kebijakan tersebut, kualitas tata ruang masih belum memenuhi harapan. Bahkan cenderung sebaliknya, justru yang belakangan ini sedang berlangsung adalah indikasi dengan penurunan kualitas dan daya dukung lingkungan. Pencemaran dan kerusakan lingkungan bahkan makin terlihat secara kasat mata baik di kawasan perkotaan maupun di kawasan perdesaan.

(10)

CV. WAHANA HALID MANDIRI 3

pengendalian pemanfaatan ruang. Oleh karena itu, penegasan sanksi atas pelanggaran tata ruang sebagaimana diatur dalam UU 26/2007 menuntut proses perencanaan tata ruang harus diselenggarakan dengan baik agar penyimpangan pemanfaatan ruang bukan disebabkan oleh rendahnya kualitas rencana tata ruang wilayah. Guna membantu mengupayakan perbaikan kualitas rencana tata ruang wilayah maka Kajian Lingkungan Hidup Strategis [KLHS] atau Strategic Environmental Assessment [SEA] menjadi salah satu pilihan alat bantu melalui perbaikan kerangka pikir [framework of thinking] perencanaan tata ruang wilayah untuk mengatasi persoalan lingkungan hidup.

Adapun peran KLHS dalam tata ruang KLHS adalah sebuah bentuk tindakan stratejik dalam menuntun, mengarahkan, dan menjamin tidak terjadinya efek negatif terhadap lingkungan dan keberlanjutan dipertimbangkan secara inheren dalam kebijakan, rencana dan program [KRP]. Posisinya berada pada relung pengambilan keputusan. Oleh karena tidak ada mekanisme baku dalam siklus dan bentuk pengambilan keputusan dalam perencanaan tata ruang, maka manfaat KLHS bersifat khusus bagi masing-masing hirarki rencana tata ruang wilayah [RTRW]. KLHS bisa menentukan substansi RTRW, bisa memperkaya proses penyusunan dan evaluasi keputusan, bisa dimanfaatkan sebagai instrumen metodologis pelengkap (komplementer) atau tambahan (suplementer) dari penjabaran RTRW, atau kombinasi dari beberapa atau semua fungsi-fungsi diatas. Penerapan KLHS dalam penataan ruang juga bermanfaat untuk meningkatkan efektivitas pelaksanaan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) dan atau instrumen pengelolaan lingkungan lainnya, menciptakan tata pengaturan yang lebih baik melalui pembangunan keterlibatan para pemangku kepentingan yang strategis dan partisipatif, kerjasama lintas batas wilayah administrasi, serta memperkuat pendekatan kesatuan ekosistem dalam satuan wilayah (kerap juga disebut “bio-region” dan/atau “bio-geo-region”).

(11)

CV. WAHANA HALID MANDIRI 4

ragam RTRW, termasuk bentuk aplikasinya, baik dari sudut langkah-langkah prosedural maupun teknik dan metodologinya.

Pada saat ini Kabupaten Luwu Timur telah memiliki Peraturan Daerah Nomor 7 tahun 2011 tentang RTRW Kabupaten Luwu Timur 2011-2031 yang menjelaskan struktur ruang dan pola ruang sesuai dengan amanat Undang-Undang No. 26 Tahun 2007, yaitu pada tahun 2010 ini. Disamping itu, tekanan-tekanan terhadap aktualisasi RTRW yang sedang berjalan, baik berupa faktor internal maupun eksternal, telah diantisipasi untuk penyempurnaannya. Di lain pihak, untuk meyakinkan bahwa kegiatan pembangunan tidak merusak lingkungan sekaligus menjamin keberlanjutan pembangunan itu sendiri, pemerintah telah menetapkan perundang-undangan mengenai perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Ketentuan tersebut adalah Undang-Undang No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Amanat yang paling mendasar yang terkandung dalam undang-undang tersebut adalah bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib menyusun Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau program. Dalam konteks amanat undang-undang ini penyusunan RTRW wajib disertai KLHS, seperti yang tercantum secara eksplisit pada pasal 15 ayat 2 (a) dan pasal 19 ayat 1 Undang- Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Oleh karena itu, penyusunan RTRW Kabupaten Luwu Timur 2011 – 2031 juga wajib melakukan KLHS sesuai mandat undang-undang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup tersebut

1.2. TUJUAN DAN MANFAAT

(12)

CV. WAHANA HALID MANDIRI 5

menyiapkan alternatif penyempurnaan kebijakan, rencana dan/atau program agar dampak dan/atau risiko lingkungan yang tidak diharapkan dapat diminimalkan, sedangkan dalam evaluasi kebijakan, rencana dan/atau program, KLHS digunakan untuk mengidentifikasi dan memberikan alternatif penyempurnaan kebijakan, rencana dan/atau program yang menimbulkan dampak dan/atau risiko negatif terhadap lingkungan

Manfaat dari Penyusunan KLHS yaitu memfasilitasi dan menjadi media proses belajar bersama antar pelaku pembangunan, dimana seluruh pihak yang terkait penyusunan dan evaluasi kebijakan, rencana dan/atau program dapat secara aktif mendiskusikan seberapa jauh substansi kebijakan, rencana dan/atau program yang dirumuskan telah mempertimbangkan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan. Melalui proses KLHS, diharapkan pihak-pihak yang terlibat dalam penyusunan dan evaluasi kebijakan, rencana dan/atau program dapat mengetahui dan memahami pentingnya menerapkan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan dalam setiap penyusunan dan evaluasi kebijakan, rencana dan/atau program

1.3. PENDEKATAN DAN PRINSIP

KLHS ditujukan untuk menjamin pengarusutamaan pembangunan berkelanjutan dalam pembangunan. Tiga nilai penting dalam penyelenggaraan KLHS yang mencerminkan penerapan prinsip pembangunan berkelanjutan adalah keterkaitan (interdependency), keseimbangan (equilibrium) dan keadilan (justice).

Keterkaitan (interdependency) dimaksudkan agar penyelenggaraan KLHS menghasilkan kebijakan, rencana atau program yang mempertimbangkan keterkaitan antar sektor, antar wilayah, dan global-lokal. Nilai ini juga bermakna holistik dengan adanya keterkaitan analisis antar komponen fisik-kimia, biologi dan sosial ekonomi.

(13)

CV. WAHANA HALID MANDIRI 6

sosial-ekonomi dengan kepentingan lingkungan hidup, kepentingan jangka pendek dan jangka panjang dan kepentingan pembangunan pusat dan daerah.

Keadilan (justice) dimaksudkan agar penyelenggaraan KLHS menghasilkan kebijakan, rencana dan/atau program yang tidak mengakibatkan marjinalisasi sekelompok atau golongan tertentu masyarakat karena adanya pembatasan akses dan kontrol terhadap sumber-sumber alam, modal atau pengetahuan.

KLHS dibangun melalui pendekatan pengambilan keputusan berdasarkan masukan berbagai kepentingan. Makna pendekatan tersebut adalah bahwa penyelenggaraan KLHS tidak ditujukan untuk menolak atau sekedar mengkritisi kebijakan, rencana dan/atau program, melainkan untuk meningkatkan kualitas proses dan produk kebijakan, rencana, dan/atau program, khususnya dari perspektif pembangunan berkelanjutan. KLHS bersifat “persuasif” dalam pengertian lebih mengutamakan proses pembelajaran dan pemahaman para pemangku kepentingan yang terlibat dalam penyusunan dan evaluasi kebijakan, rencana dan/atau program agar lebih memperhatikan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan. Dalam kerangka pendekatan ini, 6 (enam) prinsip KLHS adalah:

Prinsip 1: Penilaian Diri (Self Assessment)

(14)

CV. WAHANA HALID MANDIRI 7

Prinsip 2: Penyempurnaan Kebijakan, Rencana, dan/atau Program

Prinsip ini menekankan pada upaya penyempurnaan pengambilan keputusan suatu kebijakan, rencana, dan/atau program. Berdasarkan prinsip ini, KLHS tidak dimaksudkan untuk menghambat proses perencanaan kebijakan, rencana, dan/atau program. Prinsip ini berasumsi bahwa perencanaan kebijakan, rencana, dan/atau program di Indonesia selama ini belum mempertimbangkan pembangunan berkelanjutan secara optimal.

Prinsip 3: Peningkatan Kapasitas dan Pembelajaran Sosial

Prinsip ini menekankan bahwa integrasi KLHS dalam perencanaan kebijakan, rencana, dan/atau program menjadi media untuk belajar bersama khususnya tentang isu-isu pembangunan berkelanjutan, baik bagi masyarakat umum maupun para birokrat dan pengambil keputusan. Dengan prinsip ini, pelaksanaan KLHS memungkinkan seluruh pemangku kepentingan yang terlibat dalam perencanaan kebijakan, rencana, dan/atau program untuk meningkatkan kapasitasnya mengapresiasi lingkungan hidup dalam keputusannya. Melalui KLHS diharapkan masyarakat, birokrat, dan pengambil keputusan lebih cerdas dan kritis dalam menentukan keputusan pembangunan agar berkelanjutan.

Prinsip 4: Memberi Pengaruh pada Pengambilan Keputusan

(15)

CV. WAHANA HALID MANDIRI 8

Prinsip 5: Akuntabel

Prinsip ini menekankan bahwa KLHS harus diselenggarakan secara terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan kepada publik. Prinsip akuntabel KLHS sejalan dengan prinsip tata pemerintahan yang baik (good governance). KLHS tidak ditujukan untuk menjawab tuntutan para pihak. Dengan prinsip ini pelaksanaan KLHS dapat lebih menjamin akuntabilitas perumusan kebijakan, rencana, dan/atau program bagi seluruh pihak.

Prinsip 6: Partisipatif

Sejalan dengan amanat Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, prinsip ini menekankan bahwa KLHS harus dilakukan secara terbuka dan melibatkan masyarakat dan pemangku kepentingan lainnya yang terkait dengan kebijakan, rencana, dan/atau program. Dengan prinsip ini diharapkan proses dan produk kebijakan, rencana, dan/atau program semakin mendapatkan legitimasi atau kepercayaan publik.

1.4. RUANG LINGKUP

Ruang lingkup Penyusunan KLHS Kabupaten Luwu Timur terdiri dari batasan wilayah dan substansi kajian yaitu :

1. Batasan wilayah perencanaan penyusunan KLHS meliputi seluruh wilayah Kabupaten Luwu Timur memiliki luas wilayah seluas ± 6.994,88 Km2 terdiri 11 Kecamatan, 127 Desa dan Kelurahan yang tertuang dalam RTRW Kabupaten Luwu Timur 2011-2031

2. Batasan substansi/muatan Penyusunan KLHS adalah :

 Identifikasi isu-isu dan permasalahan lingkungan hidup strategis yang diperkirakan akan saling berpengaruh terhadap kebijakan, rencana, dan program yang disusun;

(16)

CV. WAHANA HALID MANDIRI 9

 Perumusan alternatif penyempurnaan kebijakan, rencana, dan/atau program;

 Rekomendasi perbaikan untuk pengambilan keputusan kebijakan, rencana, dan/atau program yang mengintegrasikan prinsip pembangunan berkelanjutan

1.5. KELUARAN

(17)

CV. WAHANA HALID MANDIRI 10

2.

TINJAUAN UMUM

KEWILAYAHAN

2.1.

GAMBARAN UMUM WILAYAH

2.1.1. LETAK GEOGRAFIS DAN

ADMINISTRASI

Terdapat perbedaan letak geografis Kabupaten Luwu Timur berdasarkan data BPS terletak pada koordinat 2003’00” - 3003’25” lintang selatan dan 119028’56” – 121047’27”, sedangkan letak geografis berdasarkan RTRW terletak pada koordinat antara 2015’ 00’’ – 30 Lintang Selatan dan 1200 30’ 00’’ sampai 1210 30’00’’ Bujur Timur. Begitupun dengan Luas wilayah Kabupaten Luwu Timur, berdasarkan data BPS seluas 6.944.88 km2, sedangkan berdasarkan data RTRW seluas 664.686,68 ha atau 6.646,87 km2. Secara fisik geografis wilayah Kabupaten Luwu Timur meliputi batas-batas:

 Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Poso Provinsi Sulawesi Tengah

 Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Morowali Provinsi Sulawesi Tengah

 Sebelah Selatan berbatasan dengan Teluk Bone Kabupaten Kolaka Provinsi Sulawesi Tenggara

 Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Luwu Utara Provinsi Sulawesi Selatan.

(18)

CV. WAHANA HALID MANDIRI 11 Gambar 1. Peta Wilayah Administrasi Kabupaten Luwu Timur

(19)

CV. WAHANA HALID MANDIRI 12

Secara administrasi, Kabupaten Luwu Timur terdiri atas 11 (sebelas) kecamatan yaitu Burau, Wotu, Tomoni, Angkona, Malili, Towuti, Nuha, Mangkutana, Kalaena, Tomoni Timur, dan Wasuponda dengan jumlah keseluruhan 107 desa, 3 UPT dan 313 dusun. Luas wilayah berdasarkan kecamatan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Luas Wilayah Kabupaten Luwu Timur Menurut Kecamatan berdasarkan RTRW

No Nama Kecamatan Luas

Dengan menjumlahkan luas wilayah keseluruhan kecamatan yang ada di kabupaten Luwu Timur, berdasarkan data dari RTRW terdapat perbedaan luas dalam pernyataan sebelumnya. Kecamatan yang terluas adalah Kecamatan Towuti yaitu 187.177,33 ha atau 28,28% dan Kecamatan terkecil adalah Kecamatan Tomoni Timur yaitu 43,91 km² atau 0,63% dari total luas wilayah Kabupaten Luwu Timur. Kecamatan yang berada di pesisir yakni Kecamatan Burau, Kecamatan Wotu, Kecamatan Angkona dan Kecamatan Malili.

(20)

CV. WAHANA HALID MANDIRI 13

 Danau Towuti (luasnya 56.670 Ha),  Danau Matano (luasnya 16.350 Ha), dan  Danau Mahalona (luasnya 2.348 Ha)

Ketiga danau ini sangat potensial untuk pengembangan kegiatan budidaya perikanan, pembangkit listrik, dan kegiatan pariwisata. Disamping itu juga, terdapat 2 (dua) buah telaga, yaitu Telaga Tapareng Masapi seluas 243 Ha, dan Telaga Lontoa seluas 172 Ha.

2.1.2. PENDUDUK

Jumlah penduduk Kabupaten Luwu Timur berdasarkan data desa tahun 2013 mencapai jumlah 275.523 jiwa dengan jumlah rumah tangga sebanyak 64.457 rumah tangga. Rata-rata jumlah jiwa setiap rumah tangga sebanyak 4 jiwa. Kecamatan yang paling banyak jumlah penduduknya adalah Kecamatan Malili sebesar 39.566 jiwa kemudian Kecamatan Burau dengan 34.346 jiwa dan Kecamatan Towuti sebanyak 33.427 jiwa.

(21)

CV. WAHANA HALID MANDIRI 14

Pada tahun 2013 tercatat kepadatan penduduk Kabupaten Luwu Timur sebesar 40 jiwa per km2. Kecamatan yang paling padat adalah Kecamatan Tomoni Timur dengan kepadatan 289 jiwa per km2. Sedangkan kecamatan yang memiliki kepadatan terendah adalah Kecamatan Wasuponda dan Mangkutana.

2.1.3. SARANA PENDIDIKAN DAN KESEHATAN

Salah satu komponen yang berkaitan langsung dengan peningkatan SDM adalah pendidikan. Karena itu, kualitas SDM selalu diupayakan untuk ditingkatkan melalui pendidikan yang berkualitas.

Pada tahun 2013 , untuk pendidikan pra sekolah pemerintah Kabupaten Luwu Timur telah menyediakan 153 unit Taman Kanak-Kanak. Pada tingkat sekolah dasar (SD) tersedia 144 unit SD Negeri, 9 SD swasta dan 20 Madrasah Ibtidaiyah (MI). Pada tingkat sekolah lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) tersedia 24 unit SLTP Negeri, 10 unit SLTP Swasta dan 23 Madrasah Tsanawiyah (MTs). Pada tingkat sekolah lanjutan Tingkat Atas (SLTA) tersedia 12 unit SLTA Negeri, 7 unit SLTA Swasta dan 9 Madrasah Tsanawiyah (MTs). Selain itu juga terdapat 3 unit sekolah Menegah Kejuruan (SMK). Untuk mendapatkan sumberdaya manusia yang siap kerja, pada tingkat sekolah tinggi di Kabupaten Luwu timur juga tersedia 2 unit akademi yang berada di Kecamatan Wotu dan Kecamatan Nuha.

(22)

CV. WAHANA HALID MANDIRI 15

tercatat 12 unit di sarana milik pemerintah, 8 unit di RS PT Vale dan 14 unit praktek dokter gigi mandiri.

Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kabupaten Luwu timur tercatat bahwa jumlah dokter umum sebanyak 41 orang, dokter gigi 17 orang, dokter spesialis 6 orang. Sementara jumlah apoteker sebanyak 12 orang, bidan sebanyak 189 orang, tenaga farmasi 44 orang dan perawat 289 orang. Tenaga medis tersebut tersebar di Puskesmas, Rumah sakit Umum Daerah dan Dinas Kesehatan.

2.1.4. KEADAAN BIOFISIK WILAYAH

A.

Topografi dan Kemiringan Lereng

Kabupaten Luwu Timur yang sebagian besar wilayahnya berada pada kawasan Pegunungan Verbeck merupakan daerah yang bertopografi pegunungan. Namun di beberapa tempat merupakan daerah pedataran hingga rawa-rawa. Wilayah-wilayah yang bergunung adalah bagian utara dan barat sedangkan Wilayah-wilayah pedataran adalah bagian selatan dan barat. Kondisi datar sampai landai terdapat pada semua wilayah kecamatan dengan yang terluas di Kecamatan Angkona, Burau, Wotu, Malili dan Mangkutana. Sedangkan kondisi bergelombang dan bergunung yang terluas di Kecamatan Nuha, Mangkutana dan Towuti.

Hasil analisis kelerengan dan peta topografi menunjukkan bahwa Kabupaten Luwu Timur dapat dibagi menjadi 4 wilayah lereng dan satu danau. Penggolongan tersebut adalah pegunungan (>40%), perbukitan (15–40%), bergelombang (8–15%) dan pedataran (0–8%). Luas wilayah dengan kemiringan >40% mencapai 459.946,81 ha (69,20%), kemiringan 0-8% mencapai 105.653 ha, kemiringan 8-15% mencapai 11.846,62 ha, kemiringan 15-40% mencapai 11.446,05 ha dan danau mencapai luas 74.875,50 ha.

(23)

CV. WAHANA HALID MANDIRI 16

dikelompokkan menjadi 5 kelompok yaitu 0 – 25 m, 25 – 100m, 100 – 500m, 500 – 1000m dan >1000m. Sebagian besar wilayah Kecamatan Nuha berada pada daerah pegunungan, sedangkan Angkona dan Wotu didominasi oleh daerah pedataran. Sejalan dengan kelerengan, maka ketinggian juga menunjukkan bahwa Kecamatan Nuha berada pada wilayah ketinggian di atas 1000 m dpl. Demikian halnya dengan Kecamatan Towuti yang didominasi oleh pegunungan dengan ketinggian di atas 1000 mdpl.

B.

Geologi

Kondisi geologi wilayah Luwu Timur diuraikan berdasarkan tinjauan morfologi, stratigrafi dan struktur geologi.

a. Geomorfologi

Morfologi daerah ini dapat dibagi atas 4 satuan : Daerah Pegunungan, Daerah Perbukitan, Daerah Kars dan Daerah Pedataran.

Daerah Pegunungan menempati bagian barat dan tenggara pada lembar Buyu Baliase, Salindu, Lawangke, Pendolo, Mangkutana dan Rauta, Ballawai, Ledu ledu dan Tapara Masapi. Pada bagian tenggara lembar peta terdapat Pegunungan Verbeck dengan ketinggian 800-1346 m di atas permukaan laut, dibentuk oleh batuan ultramafik dan batugamping meliputi lembar Ledu-Ledu, Tara Masapi, Malili, Tolala dan Rauta. Puncak-puncaknya antara lain G. Tambake (1838 m), bulu Nowinokel (1700 m), G. Kaungabu (1760 m), Bulu Taipa (1346 m), Bulu ladu (1274 m), Bulu Burangga (1032 m) dan Bulu Lingke (1209 m). Sungai-sungai yang mengalir di daerah ini yaitu S. Kalaena, S. Pincara, S. Larona dan S. Malili merupakan sungai utama. Pola aliran sungai umumnya dendritik.

(24)

CV. WAHANA HALID MANDIRI 17

daerah ini diantaranya Bulu Tiruan (630 m), Bulu Tambunana (477 m) dan Bulu Bukila (645 m).

Daerah Kras menempati bagian timur laut pada peta lembar Matano dengan ketinggian antara 800-1700 m dari permukaan laut dan dibentuk oleh batugamping. Daerah ini dicirikan oleh adanya dolina, “sinkhole” dan sungai bawah permukaan. Puncak yang tinggi di daerah ini di antaranya Bulu Empenai (1185 m). Daerah pedataran menempati daerah selatan semua lembar peta, melampar mulai dari utara Bone-bone, Wotu dan Malili. Daerah ini mempunyai ketinggian hanya beberapa meter di atas permukaan laut dan dibentuk oleh endapan aluvium. Pada umumnya merupakan daerah pemukiman dan pertanian yang baik. Sungai yang mengalir di daerah ini di antaranya S. Salonoa, S. Angkona dan S. Malili, menunjukkan proses berkelok.

Sungai-sungai yang bersumber di daerah pegunungan mengalir melewati daerah ini terus ke daerah pedataran dan bermuara di Teluk Bone. Pola alirannya dendrit. Terdapatnya pola aliran subdendritit dengan air terjun di beberapa tempat, terutama di daerah pegunungan, aliran sungai yang deras, serta dengan memperhatikan dataran yang agak luas di bagian selatan peta dan adanya perkelokan sungai utama, semuanya menunjukkan morfologi dewasa.

b. Stratigrafi

(25)

CV. WAHANA HALID MANDIRI 18

Mandala Geologi Sulawesi Timur, berdasarkan jenis batuannya dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) bagian yaitu : 1) batuan ofiolit, 2) lajur metamorphic, 3) kompleks batuan campur aduk.

 Batuan ofiolit ; merupakan batuan tertua di lembar ini, terdiri dari ultramafik termasuk harzburgit, dunit, piroksenit, wehrlit dan serpentinit, setempat batuan mafik termasuk gabro dan basal. Umurnya belum dapat dipastikan, tetapi diperkirakan sama dengan ofiolit di lengan timur Sulawesi yang berumur Kapur – Awal Tersier (Simandjuntak, 1986).  Lajur metamorfik, Kompleks Pompangeo ; terdiri dari berbagai jenis sekis hijau di antaranya sekis mika, sekis hornblende, sekis glaukopan, filit, batusabak, batugamping terdaunkan atau pualam dan setempat breksi. Umurnya diduga tidak lebih tua dari Kapur. Di atas ofiolit diendapkan tak selaras Formasi Matano ; bagian atas berupa batugamping kalsilutit, rijang radiolaria, argilit dan batulempung napalan, sedangkan bagian bawah tediri dari rijang radiolaria dengan sisipan kalsilutit yang semakin banyak ke bagian atas. Berdasarkan kandungan fosil formasi ini menunjukkan umur Kapur.

 Komplek batuan bancuh (Melange Wasuponda) ; terdiri dari bongkahan asing batuan mafik, serpentinit, pikrit, rijang, batugamping terdaunkan, sekis, amfibolit dan eklogit berbagai ukuran yang tertanam di dalam massa dasar lempung merah bersisik. Batuan tektonika ini tersingkap baik di daerah Wasuponda serta di daerah Ensa, Koro Mueli dan Petumbea, diduga terbentuk sebelum Tersier (Simandjuntak, 1980).

(26)

CV. WAHANA HALID MANDIRI 19

c. Struktur Geologi

Struktur utama yang berkembang di daerah ini berupa lipatan, sesar dan kekar. Sesar meliputi sesar turun, sesar geser dan sesar naik. Daerah ini memiliki tektonik yang cukup kompleks dengan pengaruh dua sesar besar yaitu Sesar Palu-Koro dan Sesar Matano. Sesar Palu-Palu-Koro berarah relatif utara-selatan, sedangkan sesar Matano berarah barat laut – tenggara.

Ditinjau dari arah sumbunya pelipatan di wilayah ini dapat dibagi menjadi dua yaitu perlipatan yang berarah baratdaya-timurlaut dan perlipatan yang berarah baratlaut –tenggara. Jenis perlipatan yang teridentifikasi melalui kedudukan batuan adalah jenis antiklin.

(27)

CV. WAHANA HALID MANDIRI 20 Gambar 3. Peta Geologi Kabupaten Luwu Timur

(28)

CV. WAHANA HALID MANDIRI 21

C.

Jenis Tanah

Berdasarkan Peta Tanah Tinjau Propinsi Sulawesi Selatan Skala 1 : 250.000., diketahui bahwa di kabupaten Luwu Timur ditemukan sebanyak 14 kompleks jenis tanah. Tingkat kepekaan jenis tanah tersebut, ditetapkan berdasarkan SK Mentan No. 837/KPTS/UM/1981. Ke 14 kompleks jenis tanah di perlihatkan pada tabel berikut.

Tabel 2. Kompleks Jenis Tanah Kabupaten Luwu Timur

Kompleks Jenis Tanah Tingkat Kepekaan Luas (ha)

Alluvial Hidromorf,gley humus Tidak peka 26.010

Alluvial Hidromorf kelabu Tidak peka 8.622

Alluvial Hidromorf, organosol Tidak peka 52.085

Alluvial hidromorf, Brown Forest Soil Tidak peka sampai kurang peka 22.286

Brown Forest Soil, Alluvial Kurang peka sampai tidak peka 11.166

Grumusol, Mediteranian merah kuning Peka sampai kurang peka 15.459

Latosol Agak peka 234.787

Latosol, Litasol Agak peka sampai sangat peka 21.602

Latosol, Andosol Agak peka sampai peka 5.014

Mediteranian merah kuning Kurang peka 932

Podsolik kelabu coklat Peka 9.329

Podsolik merah kuning, Litosol Peka sampai sangat peka 102.463

Podsolik merah kuning Peka 18.721

Rendsina, Mediteranian merah kuning Sangat peka sampai kurang

peka

67.048

(29)

CV. WAHANA HALID MANDIRI 22

(30)

CV. WAHANA HALID MANDIRI 23 Gambar 4. Peta Jenis Tanah di Kabupaten Luwu Timur

(31)

CV. WAHANA HALID MANDIRI 24

D.

Curah Hujan

Dari data historis yang tersedia diperoleh bentuk pola curah hujan secara umum untuk seluruh daerah pengamatan terjadi pola dengan 2 puncak musim hujan yaitu pada sekitar bulan April dan Oktober. Pengaruh monsun barat yang kaya uap air dan bertiup dari benua Asia dan Samudera Pasifik selama periode Desember, Januari, dan Februari tidak menyebabkan curah hujan yang cukup tinggi dalam bulan-bulan ini. Jumlah curah hujan yang lebih tinggi justru terjadi pada bulan April, hingga Mei yang mana di beberapa tempat di Indonesia merupakan bulan transisi I yang juga dikenal sebagai bulan-bulan peralihan dari musim penghujan ke musim kemarau.

Peningkatan jumlah curah hujan juga terjadi pada bulan Oktober, yaitu setelah periode JJA, dimana merupakan transisi kedua atau peralihan dari musim kemarau ke musim hujan. Pada bulan Oktober menuju bulan Desember perlahan jumlah curah hujan untuk seluruh stasiun mengalami kenaikan hingga mencapai 100-200 mm/bulan. Walaupun demikian jumlah curah hujan ini jauh lebih rendah dibanding jumlah curah hujan yang terjadi pada periode Maret, April, dan Mei yang mencapai nilai 300 mm/bulan hingga 400 mm/bulan.

(32)

CV. WAHANA HALID MANDIRI 25

Berdasarkan hasil analisis deskriptif, yaitu hasil perhitungan rata-rata curah hujan bulanan dan maksimum rata-rata curah hujan bulanan menunjukkan jika Maret, April dan Mei merupakan bulan–bulan dengan curah hujan tinggi dan secara tidak langsung menyatakan bahwa bulan ini adalah bulan basah. Sementara Agustus dan September dengan curah hujan yang lebih rendah dianggap sebagai bulan-bulan kering. Dari nilai curah hujan yang turun ke permukaan dapat dilihat jika secara umum distribusi curah hujan mengikuti pola pergerakan angin. Pola distribusi curah hujan bulan Januari, Februari, Maret memiliki tendensi yang besar ke arah timur. Ini di sebabkan karena proses penguapan lebih banyak terjadi pada daerah tubuh air seperti danau, dan sungai yang terletak di sekitar stasiun 3, dan 4. Sedangkan pada bulan April endapan hujan yang terjadi cukup seimbang antara dataran tinggi disebelah barat dan dataran rendah disebelah timur. Ini disebabkan karena pada bulan ini kecepatan angin dari arah barat melemah dan arah angin pada bulan ini tidak stabil mengingat bulan ini adalah bulan peralihan dari muson barat ke muson timur. Disamping itu pada bulan ini matahari masih berada dekat dengan khatulistiwa, sehingga daerah rendah di sebelah timur dengan bentangan tubuh air akan mengalami penguapan yang besar. Pada bulan Juni, Juli, Agustus distribusi lebih dominan ke arah barat laut, utara, dan timur laut, sebab pada bulan ini matahari berada di Belahan Bumi Utara (BBU), akibatnya daerah pada sebelah barat laut, utara dan timur laut mendapat radiasi matahari yang besar dan menyebabkan suhu tinggi serta tekanan yang rendah dibanding di sebelah selatan. Sehingga angin akan bergerak dari daerah yang bertekanan tinggi disebelah selatan menuju ke arah daerah yang bertekanan rendah.

(33)

CV. WAHANA HALID MANDIRI 26

Di bulan Oktober, November, dan Desember endapan justru lebih kecil di sebelah tenggara. Pada bulan ini angin muson timur yang bertiup melemah dan berangsur digantikan oleh muson barat yang lembab, mengakibatkan daerah dataran tinggi di bagian barat memperoleh curah hujan yang besar.

Secara umum pola distribusi curah hujan tahunan menunjukaan arah yang semakin besar ke arah dataran tinggi disebelah barat laut. Ini disebabkan karena daerah disebelah barat adalah daerah dengan bentangan pegunungan. Pada daerah dataran tinggi suhu udara lebih rendah dibandingkan dataran rendah. Daerah sebelah barat merupakan dataran tinggi dengan ketinggian 500-1000 m dari permukaan laut. Sedangkan daerah sebelah timur merupakan dataran rendah yang < 500 m dari permukaan laut. Sepanjang tahun pola pergerakan angin bergerak dari dataran tinggi yang memiliki gradien tekanan yang tinggi menuju ke arah dataran rendah dengan gradien tekanan yang lebih rendah.

Karakteristik curah hujan bulanan pada setiap stasiun penakar curah hujan yang ada di Kabupaten Luwu Timur adalah sebagai berikut:

1. Curah hujan bulan Januari berkisar 205 mm/bln sampai dengan 305 mm/bln. Curah hujan terendah terjadi sekitar stasiun 2 (Wawondula) dengan nilai sebesar 210 mm/bulan. Sedangkan curah hujan tertinggi terjadi distasiun 3 (Dam site) sebesar 305 mm/bulan. Pada bulan ini curah hujan memiliki kecenderungan makin membesar ke arah timur laut.

2. Pada Bulan Februari berkisar 225 – 280 mm/bulan. Pola sebaran hujan pada bulan ini cenderung semakin mengecil ke arah barat laut, dimana daerah sekitar stasiun 5 (Hydro) memiliki curah hujan terendah, yaitu 230 mm/bulan, sedangkan curah hujan tertinggi sebesar 275 mm/bulan berada disekitar stasiun 4.

(34)

CV. WAHANA HALID MANDIRI 27

mm/bulan sebagai curah hujan terendah dan 380 mm/bulan sebagai curah hujan tertinggi.

4. Curah hujan bulan April lumayan tinggi dibanding bulan lainnya. Pada bulan ini curah hujan berada kurang lebih sekitar 390 mm/bulan sampai kurang lebih 435 mm/bulan. Pola distribusi untuk April membentuk 2 klosur (kontur tertutup), masing-masing klosur negatif yang terbentuk senilai kurang dari 390 mm/bulan, dan klosur positif diatas 430 mm/bulan yang terbentuk disebelah selatan. Pada bulan ini daerah maksimum berada pada stasiun 3 (Dam Site) dan minimum di stasiun 1 (Plant Site) dengan nilai curah hujan kurang dari 400 mm/bulan.

5. Curah hujan pada bulan Mei berkisar 310 mm/bulan sampai dengan 395 mm/bulan dengan pola distribusi membentuk sebuah klosur positif sebagai daerah maksimum disekitar stasiun 1, sedangkan daerah minimum pada stasiun 4 dengan nilai dibawah 320 mm/bulan.

6. Untuk bulan Juni daerah curah hujan terendah masih berada disekitar stasiun 4 (Timampu) yaitu dibawah 230 mm/bulan. Pola distribusi bulan ini menunjukkan nilai curah hujan yang semakin besar ke arah timur laut. Adapun curah hujan tertinggi berada di sekitar stasiun 5 dengan nilai curah hujan sekitar 300 mm/bulan.

7. Pada bulan Juli nilai kisaran curah hujan berada antara 220 – 270 mm/bulan. Tendensi curah hujan tertinggi bergerak ke arah barat sekitar stasiun 2 dengan nilai diatas 260 mm/bulan, sedangkan terendah pada stasiun tiga yang nilainya sekitar 225 mm/bulan.

8. Kisaran curah hujan untuk bulan Agustus berada antara 100 mm/bulan -150 mm/bulan. Daerah minimum membentuk klosur negatif disekitar stasiun 2 (Wawondula) dengan harga sekitar 110 mm/bulan. Pada bulan ini daerah disebelah barat laut memiliki curah hujan yang besar. Untuk bulan ini daerah maksimum berada di stasiun 5 (Hydro).

(35)

CV. WAHANA HALID MANDIRI 28

110 mm/bulan – 130 mm/bulan lebih. Akumulasi curah hujan terendah membentuk sebuah klosur di sekitar stasiun 1 (Plant Site), dan curah hujan tertinggi berada di stasiun 4 (Timampu).

10.Variabilitas curah hujan bulanan untuk bulan Oktober menunjukkan curah hujan yang makin besar ke arah barat laut. Pada bulan ini curah hujan kisarannya berada antara 125-205 mm/bulan, dengan curah hujan tertinggi berada di stasiun 5 (Hydro) tepat disebelah barat laut dan curah hujan terendah di stasiun 3 (Dam Site) dengan nilai 125 mm/bulan.

11. Untuk bulan November pola tendensi distribusi curah hujan yang di bentuk mirip dengan bulan Agustus, tetapi daerah minimum bergeser ke stasiun 1 (Plant Site) dengan nilai 205 mm/bulan dan daerah maksimum berada di stasiun 5 dengan nilai curah hujan dengan nilai curah hujan 245 mm/bulan. 12.Tidak jauh berbeda dengan bulan Oktober dan November, pola yang sama juga di tunjukkan oleh bulan Desember, namun pada bulan ini daerah maksimum berada di sekitar stasiun 1 (Plant Site), sedangkan daerah minimum sama dengan posisi bulan Oktober. Pada bulan ini range curah hujan berkisar 220 mm/bulan – 275 mm/bulan.

(36)

CV. WAHANA HALID MANDIRI 29

2.1.5. KONDISI OSEANOGRAFI DAN EKOSISTEM PESISIR

A.

Pasang Surut

Hasil pengukuran dan analisis data pasang surut menunjukkan bahwa tipe pasang surut perairan Kabupaten Luwu Timur adalah campuran condong ke harian ganda. Kisaran pasang surut sebesar 178 cm.

B.

Gelombang

Gelombang yang terjadi di perairan pantai Kabupaten Luwu Timur adalah gelombang yang diakibatkan oleh angin yang bertiup di permukaan laut. Tinggi Gelombang daerah ini bervariasi menurut musim, kecepatan angin dan tinggi amplitudo pasang surut. Pada musim timur (hujan), yaitu bulan April - September gelombang lebih tinggi dibanding pada musim barat (Oktober - Maret). Hasil pengamatan gelombang didapatkan tinggi gelombang berkisar 15 cm - 25 cm. Gelombang yang pecah di pantai menimbulkan arus horisontal dan arus balik vertikal pantai. Arus balik ini yang dapat mengangkut sedimen di daerah pesisir dan akan mengakibatkan perubahan garis pantai dan penutupan mulut sungai.

C.

Arus

Arus di laut dapat diakibatkan oleh tiupan angin atau pengaruh pasang surut untuk perairan pantai umum didominasi oleh arus pasang surut. Pada saat pasang naik, arus menuju ke pantai, sebaliknya pada pasang surut arah menuju ke laut. Pola arus di pantai yang disebabkan oleh angin arahnya dapat pengaruhi oleh arah angin. Hasil pengamatan di lapangan didapatkan kecepatan arus berkisar 0,02 - 0,60 m/detik.

D.

Kualitas Air Perairan

a. pH, Salinitas, Suhu, dan DO

(37)

CV. WAHANA HALID MANDIRI 30

sampai 32°C. Selain itu juga diketahui bahwa kandungan oksigen terlarut di perairan berkisar antara 4,48 s/d 7,52 mg/liter, sementara tingkat kecerahan dan kekeruhan perairan bervariasi sesuai dengan jarak dari muara sungai, di mana kekeruhan perairan diperoleh antara 0 NTU s/d 5,26 NTU dengan kecerahan antara 1 s/d 15 meter.

Secara keseluruhan, berdasarkan parameter kualitas air yang diperoleh dari hasil pengukuran di lapangan dapat disimpulkan bahwa kondisi dan karakteristik lingkungan laut di lokasi studi masih dalam batas kisaran yang cukup baik untuk pengembangan kegiatan budidaya perikanan laut, pariwisata bahari, dan kegiatan lainnya.

b. Fosfat

Kandungan fosfat perairan di lokasi didapatkan antara 0,159 - 4,954 mg/L, namun sebagian besar berada pada kisaran yang lebih kecil daripada 1,80 mg/L yang merupakan kisaran yang warn untuk pertumbuhan fitoplankton. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Wardoyo (1974) bahwa kandungan fosfat yang optimum untuk pertumbuhan fitoplankton berkisar antara 0,09 - 1,80 mg/L. Dengan demikian berdasarkan kadar fosfat-nya maka sebagian besar perairan di lokasi studi masih berada pada kondisi yang optimum untuk pertumbuhan fitoplankton.

c. Nitrat

Berbeda dengan fosfat, kadar nitrat yang diperoleh di perairan Luwu Timur tergolong rendah yaitu berkisar antara 0,040 - 1,445 Mg/L. Berdasarkan nilai kandungan tersebut maka perairan Kabupaten Luwu TImur secara umum dapat dikatakan sebagai perairan yang memiliki kandungan zat hara rendah (Oligotrofik). Wetzel (1975) mengelompokan perairan berdasarkan kandungan nitratnya yaitu oligotrofik bila kadar nitrat perairan berkisar antara 0-1 ppm.

(38)

CV. WAHANA HALID MANDIRI 31

rendahnya konsentrasi nitrat dalam perairan selain dimanfaatkan oleh plankton atau tumbuhan air lainnya untuk pertumbuhannya juga dapat disebabkan oleh suplai nitrat ke dalam perairan tersebut yang memang rendah. Pengukuran di stasiun-stasiun yang berdekatan dengan muara sungai menunjukkan kandungan nitrat yang rendah. Dengan demikian rendahnya kadar nitrat dalam perairan Kabupaten Luwu Timur diduga disebabkan oleh suplai nutrien dari darat berupa bahan organik maupun fiksasi dari udara oleh bakteri-bakteri nitrat memang sangat rendah.

d. Klorofil-a

Kadar klorofil-a perairan didapatkan berkisar antara 0,00208 - 0,02634 ppm. Kisaran yang diperoleh tersebut mengindikasikan bahwa perairan Kabupaten Luwu Timur tergolong perairan oligotrofik karena kadar yang didapat < 1 ppm (Smith, 1999).

Klorofil-a merupakan kandungan yang umum dari setiap tumbuhan yang berklorofil termasuk fitoplankton. Ada kecenderungan bahwa kadar klorofil-a berkorelasi positif dan kuat dengan kelimpahan fitoplankton dan kadar nutrien perairan, sehingga perairan yang produktif yang memiliki kelimpahan fitoplankton yang tinggi juga memiliki kandungan klorofil-a yang tinggi. Rendahnya kadar klorofil-a tentu saja terkait dengan rendahnya kadar nitrat perairan yang didapatkan. Hal ini mengindikasikan bahwa perairan tersebut tergolong perairan yang kurang produktif di mana produktivitas primer dihasilkan tidak akan banyak mendukung biomassa rantai-rantai makanan selanjutnya dalam suatu ekosistem, termasuk biomassa ikan yang dapat dipanen oleh nelayan.

E.

Batimetri

(39)

CV. WAHANA HALID MANDIRI 32 Gambar 5. Peta Batimetri Kec. Malili dan Kec. Angkona

(Sumber : Bappeda Luwu Timur,2010)

(40)

CV. WAHANA HALID MANDIRI 33

F.

Ekosistem Mangrove

Formasi hutan mangrove di sepanjang pantai terdapat di bagian pinggir menghadap laut bervariasi. Pada daerah dekat daratan bagian depan menghadap ke laut didominasi oleh mangrove dari jenis Sonneratia alba. Formasi tersebut sangat jelas terlihat dari arah laut dan memanjang ke arah selatan. Pada bagian lain terdapat formasi mangrove bagian depan yang didominasi oleh jenis

Rhizophora apiculata dan bagian belakang merupakan campuran antara Sonneratia alba dengan Nypa fruticans.

G.

Ekosistem Padang Lamun

Sebaran ekosistem padang lamun di Kabupaten Luwu Timur berada di sekitar pantai, meskipun demikian ekosistem lamun berkembang agak jauh dari garis pantai karena bentuk pantainya yang landai. Ekosistem padang lamun di pesisir Kabupaten Luwu Timur umumnya berkembang di daerah subtidal (daerah yang selalu tergenang pada saat surut terendah) di depan muara sungai dengan substrat pasir atau pasir berlumpur. Ekosistem lamun ditemukan di perairan pantai Kecamatan Malili dan Angkona dengan hamparan padang lamunnya relatif kecil dan sebarannya tidak merata dengan kondisi perairan yang cukup keruh.

Dari 12 jenis lamun yang menyebar di seluruh perairan Indonesia, ditemukan 7 jenis yang hidup di lokasi, yaitu Enhalus acoroides, Thallasia hemprichii, Halodule uninervis, Halophylla minor, Halophylla ovalis, Cymodocea serrulata dan Syringodium. Jenis E. acoroides dan T. hemprichii merupakan jenis lamun yang memiliki sebaran yang luas dengan penutupan yang tinggi.

H.

Ekosistem Terumbu Karang

(41)
(42)

CV. WAHANA HALID MANDIRI 35 Gambar 7. Peta Sebaran Ekosistem Wilayah Pesisir Kec. Burau dan Kec. Wotu

(Sumber : Bappeda Luwu Timur,2010)

(43)

CV. WAHANA HALID MANDIRI 36

2.2. POTENSI WILAYAH

(44)
(45)
(46)
(47)
(48)

CV. WAHANA HALID MANDIRI 41

2.2.1. POTENSI SEKTOR PERTANIAN

Potensi sektor pertanian sangat ditunjang oleh kemampuan lahan sebagai media tumbuh bagi tanaman pertanian dan perkebunan termasuk pakan ternak untuk usaha peternakan. Tanah dengan karatersitik yang baik, seperti; kandungan C-organik yang tinggi, KTK tinggi, dan kejenuhan basa yang tinggi, serta solum yang dalam merupakan potensi agro-industri yang sangat potensial.

A.

Tanaman Pangan

Lahan sawah di kabupaten Luwu Timur seluas 24.074 hektar, terdapat 22.110 hektar yang menggunakan irigasi, 1.699 hektar merupakan sawah tadah hujan dan pasang surut 265 hektar. Lahan kering di Kabupaten Luwu timur diantaranya digunakan untuk berbagai keperluan. Sebanyak 25.404 hektar digunakan sebagai tegal/kebun, 11.934 hektar untuk ladang/huma, 33.487 hektar untuk perkebunan, 2.871 hektar untuk hutan rakyat, 9.092 hektar untuk tanah gembala/padang rumput.

(49)

CV. WAHANA HALID MANDIRI 42

Rata-rata produktivitas padi (padi sawah dan padi ladang) di kabupaten Luwu timur pada tahun 2013 sebesar 68,39 kuintal/hektar dengan luas panen sebesar 38.571 hektar dan produksi 263.818,98 ton. Kecamatan penyumbang produksi padi terbesar adalah kecamatan wotu dengan total produksi 50.352,10 ton dari luas panen sebesar 5.761 hektar.

Gambar 14. Grafik Produksi padi menurut Kecamatan di Kab. Luwu Timur tahun 2013 (Sumber: Kabupaten Luwu Timur dalam Angka, 2014)

Komoditi tanaman pangan Palawija juga dihasilkan Kabupaten Luwu Timur seperti jagung, kedelai, kacang tanah, kacang hijau, ubi kayu dan ubi jalar. Produksi jagung sebanyak 14.704,78 ton dari luas panen 2.933 hektar. Produksi kedelai sebesar 77,85 ton dari luas panen 69 hektar. Produksi kacang tanah sebesar 82,25 ton dari 60 hektar luas panen. Produksi kacang hijau sebesar 9,44 ton dari 13 hektar luas panen. Sedangkan komoditas ubi kayu dan ubi jalar mencapai produksi masing-masing 1.525,43 ton dan 832,88 ton

B.

Hortikultura

(50)

CV. WAHANA HALID MANDIRI 43

Sedangkan tanaman buah-buahan yang dihasilkan meliputi mangga, durian, jeruk, pisang, pepaya, nanas, rambutan dan duku. Tanaman obat-obatan meliputi jahe, laos, kencur, kunyit dan temulawak dengan produksi terbesar adalah jahe sebanyak 2.382 kg.

C.

Perkebunan

(51)

CV. WAHANA HALID MANDIRI 44 Gambar 15. Grafik Produksi tanaman perkebunan rakyat

menurut jenis tanaman, tahun 2013

(Sumber: Kabupaten Luwu Timur dalam Angka, 2014)

Gambar 16. Produksi perkebunan rakyat kelapa sawit menurut kecamatan (ton) tahun 2013

(52)

CV. WAHANA HALID MANDIRI 45

2.2.2. POTENSI KEHUTANAN

Sebagian besar Kabupaten Luwu Timur merupakan wilayah hutan. Berdasarkan data dinas Kehutanan Kabupaten Luwu Timur, sampai dengan akhir tahun 2012 tercatat luas hutan lindung adalah 238.589,52 ha, kawasan suaka alam dan pelestarian alam sebesar 179.552,45 ha, hutan produksi terbatas sebesar 96.554,38 ha, hutan produksi tetap sebesar 9.135,32 ha dan hutan produksi yang dapat di konversi sebesar 17.759,63 ha. Sedangkan untuk produksi kayu hutan, ada tiga jenis produksi kayu hutan di Kabupaten Luwu Timur, diantaranya dalam bentuk kayu bulat sebesar 12.614,38 m3, kayu gergajian sebesar 10.386,98 m3 dan kayu lapis sebesar 12.839,71 m3.

Gambar 17. Produksi kayu hutan menurut jenis produksi tahun 2010-2013 (Sumber: Kabupaten Luwu Timur dalam Angka, 2014)

2.2.3. POTENSI PETERNAKAN

(53)

CV. WAHANA HALID MANDIRI 46

pemotongan ternak tercatat sebanyak 1.394 ekor sapi, 404 kambing, 630 ekor babi, 9.773 ayam buras, 37.846 ekor ayam pedaging dan 254 ayam petelur.

Gambar 18. Jumlah ternak menurut jenis ternak (ekor) tahun 2012-2013 (Sumber: Kabupaten Luwu Timur dalam Angka, 2014)

2.2.4. POTENSI PERIKANAN

Potensi perikanan di Kabupaten Luwu Timur cukup besar karena Luwu Timur terletak di pesisir teluk Bone sehingga tidak mengherankan jika produksi perikanan di Kabupaten ini relatif cukup besar. Pada tahun 2013, produksi perikanan di Kabupaten Luwu Timur mencapai 42.497,11 ton yang terdiri dari produksi perikanan tangkap sebanyak 8.840,11 ton dan perikanan budidaya sebanyak 33.657 ton.

(54)

CV. WAHANA HALID MANDIRI 47 Gambar 19. Produksi rumput laut menurut jenis tahun 2012-2013 (ton)

(Sumber: Kabupaten Luwu Timur dalam Angka, 2014)

2.2.5. POTENSI PERTAMBANGAN

Potensi pertambangan Kabupaten Luwu Timur teridiri atas nikel, bijih besi, marmer, batu gamping dan bahan galian industri lainnya. Keberadaan nikel di Kabupaten Luwu Timur tidak diragukan lagi. PT. Inco Tbk telah melakukan eksploitasi selama puluhan tahun dan kini banyak investor yang berniat lagi menanamkan modalnya untuk mengeksplotasi nikel dan besi tersebut. Sedangkan Potensi Laterit Besi juga banyak dijumpai dan berasosiasi dengan nikel. Secara stratigrafi Laterit Besi berada pada lapisan limonit, sedangkan nikel lebih banyak ditemukan pada lapisan saprolitnya.

(55)

CV. WAHANA HALID MANDIRI 48

banyak ke bagian atas. Batu gamping pada lapisan atas umumnya berwarna putih kotor sampai kelabu, berlapis, di beberapa tempat bersifat dolomitan.

Potensi lain yang terdapat di Kabupaten Luwu Timur selain nikel dan marmer adalah silika. Sumberdaya ini bukan berupa pasir tetapi dalam bentuk batuan yaitu rijang dari kompleks Melange Wasuponda (MTmw). Potensi silika ini telah dikelola untuk dimanfaatkan sebagai bahan campuran pada proses pemurnian nikel. Lebih lengkapnya jenis-jenis potensi sumberdaya mineral yang terdapat di Kabupaten Luwu Timur, berdasarkan UU No.11 Tahun 1967 (tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan) dan PP No.27 Tahun 1980 (tentang Penggolongan Bahan-Bahan Galian), adalah:

 Bahan galian golongan A, yaitu batubara

 Bahan galian golongan B, meliputi: emas (Au), tembaga (Cu), seng (Zn) nikel (Ni), kromit (Cr), dan besi (Fe).

 Bahan galian golongan C, meliputi: batuan beku basa-ultrabasa (gabro, peridotit, dunit, serpentinit, basal), marmer, fosfat, lempung, rijang

(chert) dan serpih, talk, klorit, kuarsa, kuarsit, asbes, mika, batusabak

(slate), dan sirtu (pasir-batu).

Sumberdaya mineral yang sampai saat ini belum dilakukan kegiatan penambangan (eksploitasi) karena masih berada pada tahap kegiatan ekplorasi prospeksi, meliputi batubara, tembaga, seng, kuarsa, asbes, mika, batusabak, talk, fosfat. Dengan demikian kadar dan astimasi cadangan (tereka) sangat terbatas sesuai dengan tingkat eksplorasinya.

Batubara, endapan batubara ditemukan dalam bentuk lensa atau sisipan pada

singkapan batulempung anggota satuan batupasir kasar (F. Larona) di Daerah Kawasule, Kecamatan Malili dengan kedudukan perlapisan N215oE/20o, dan tebal tidak kurang dari 10 cm.

(56)

CV. WAHANA HALID MANDIRI 49

Besi, Endapan pasir besi di daerah ini berwarna hitam, ukuran pasir halus-sedang,

komposisi mineral berat (besi dan kromit), felspar, dan kuarsa; tersebar sebagai endapan pasir pantai; berbatasan dengan singkapan batuan ultrabasa dan lapukannya dalam bentuk laterit. Lokasi singkapan besi limonit adalah di Desa Harapan, Kecamatan Malili, dan endapan pasir besi tersebar di Pantai Teluk Bone, sekitar Jalan Poros Malili-Karebbe-Sultra, Daerah Laoli, Desa Lampia, Kecamatan Malili. Pada tahun 2004 sebuah investor lokal, yaitu PT. GEMA NUSANTARA SAKTI, telah melakukan kegiatan Penyelidikan Umum endapan laterit besi di Kecamatan Malili, dengan luas wilayah 10.000 ha (Laporan Akhir “Profil Daerah dan Daya Saing Investasi Kabupaten Luwu Timur”, LP UNHAS dan BAPPEDA LUTIM, 2006).

Marmer dan Batugamping, penyebaran cukup luar pada topografi kars, terdapat

pada satuan batugamping dan marmer, tekstur bervariasi, komposisi kimia: CaO 45,88%, MgO 8,00%, Fe2O3 0,06%, MnO 0,01%, P2O5 0,01%; dan SiO2 0,8%. Besar sumberdaya hipotetiknya adalah 544.500.000 m³.

Fosfat, terdapat di Gua Panning, Gunung Batuputih, Kecamatan Burau.

Kenampakan lapangannya berwarna coklat tua, berukuran butir halus (lempung), dan bersifat tak padu (un-consolidated). Luas sebaran endapan fosfat di daerah ini adalah 145,92 m2, dengan volume total sebesar 358,78 m3. Data laboratorium menunjukkan rata-rata berat jenis conto endapan sebesar 1,24, maka jumlah tonase endapan fosfat adalah : volume total x berat jenis = 358,78 m3 x 1,24 = 444,89 ton. Data kimia diketahui rata-rata kandungan P2O5 adalah 16,68%, dengan demikian maka sumberdayanya adalah: Tonase x % P2O5 = 444,89 ton x 16,68% = 74,21 ton P2O5.

Gabro, Serpentin, Peridotit dan Dunit ; bahan galian ini dapat menjadi batuan

induk dari unsur-unsur yang bernilai ekonomis seperti nikel, cobal, dll. Disamping itu dapt pula sebagai bahan galian golongan c untuk keperluan bahan bangunan dan kontruksi.

(57)

CV. WAHANA HALID MANDIRI 50

1) Memiliki sumber daya bahan tambang yang berwujud padat, cair, atau gas berdasarkan peta/data geologi;

2) Merupakan wilayah yang dapat dimanfaatkan untuk pemusatan kegiatan pertambangan secara berkelanjutan;

3) Tidak berada dalam kawasan hutan konservasi dan hutan lindung

Untuk kepentingan perlindungan lingkungan, perlu disusun rencana pengelolaan kawasan pertambangan, yakni:

1) Pengembangan kawasan pertambangan dilakukan dengan mempertimbangkan potensi bahan galian, kondisi geologi dan geohidrologi dalam kaitannya dengan kelestarian lingkungan;

2) Pengelolaan kawasan bekas penambangan harus direhabilitasi/reklamasi sesuai dengan zona peruntukan yang ditetapkan dengan melakukan penimbunan tanah subur dan/atau bahan-bahan lainnya sehingga menjadi lahan yang dapat digunakan kembali sebagai kawasan hijau, ataupun kegiatan budidaya lainnya dengan tetap memperhatikan aspek kelestarian lingkungan hidup;

3) Setiap kegiatan usaha pertambangan harus menyimpan dan mengamankan tanah atas (top soil) untuk keperluan rehabilitasi/reklamasi lahan bekas penambangan.

4) Memperhatikan kelestarian lingkungan dan upaya-upaya menjaga kestabilan fungsi lahan agar jangan sampai terganggu dan berubah secara drastis.

5) Memperhatikan pertimbangan faktor ekonomi pengembangan dengan mengutamakan aktivitas yang lebih menguntungkan dan bermanfaat bagi pembangunan.

6) Memperhatikan ketersediaan cadangan sumber daya mineral agar jangan sampai di eksploitasi secara berlebihan.

(58)

CV. WAHANA HALID MANDIRI 51

(Line IND-06 dan 09) dan satu sumur eksplorasi (BBA-IX) yang termasuk wilayah Kabupaten Luwu Timur menunjukkan model perangkap Hidrokarbon yang cukup ideal.

15 jenis bahan galian tambang selain nikel di Kabupaten Luwu Timur, yakni (1) batu bara, (2) batu gamping kristalin, (3) biji besi, (4) emas, (5) gabbro, (6) klorit, (7) kromit, (8) kwarsa, (9) marmer, (10) oksida besi, (11) pasir besi, (12) peridotit, durit dan serpentin, (13) rijang dan serpih, (14) sertu, (15) talk..

Kegiatan penambangan nikel di kabupaten ini dilakukan oleh PT Vale yang terletak di kecamatan Nuha. Pada tahun 2013, jumlah produksi nikel matte mencapai 77.118,421 ton. Jumlah ini mengalami kenaikan dari tahun sebelumnya yang mencapai 71.961,594 ton.

(59)

CV. WAHANA HALID MANDIRI 52 Gambar 21. Peta Lokasi Sebaran Tambang (Sumber : Bappeda Luwu Timur, 2010)

(60)

CV. WAHANA HALID MANDIRI 53

2.2.6. POTENSI SUMBERDAYA AIR

Sumberdaya Air di kabupaten Luwu Timur dipengaruhi oleh beberapa danau serta

sungai yang mengalir baik pada daerah-daerah yang menjadi kegiatan budidaya pertanian

penduduk atau yang melintasi daerah permukiman penduduk dan dimanfaatkan oleh

penduduk setempat.

Dalam sistem danau di Kabupaten Luwu Timur terdapat 3 (tiga) danau utama yaitu

Danau Matano, Mahalona serta Towuti dan 2 (dua) danau kecil (satelit) yaitu Danau Masapi

dan Wawontoa. Air Danau Matano mengalir ke Danau Mahalona melalui Sungai Petea.

Danau Towuti yang terletak di sebelah hilir Danau Mahalona menerima air dari Danau

Mahalona melalui Sungai Tominanga. Danau Wawontoa terhubung dengan Danau Towuti

melalui sebuah sungai kecil. Sedangkan Danau Masapi tidak berhubungan dengan

danau-danau yang ada, namun air dari danau-danau ini mengalir ke Sungai Larona. Sungai Larona

bergabung dengan Sungai Pongkeru dan bermuara di Teluk Bone.

Danau Matanomerupakan unit paling hulu dalam rangkaian sistem hidrologi. Danau

Matano mempunyai daerah tangkapan (catchment area) seluas 48.242 ha yang merupakan

perbukitan dengan celah-celah saluran drainase alami berupa sungai-sungai kecil (creek),

yang hanya mengalir apabila terjadi hujan. Sebagian dari areal penambangan terdapat

pada daerah tangkapan (catchment area) air Danau Matano. Sungai-sungai kecil yang

bermuara ke Danau Matano, yang mengalir pada areal penambangan adalah saluran

Lamoare dan saluran Lawewu. Genangan Danau Matano seluas 16.800 ha dengan elevasi

muka air rata-rata 392 m di atas permukaan laut (dpl) serta mempunyai kedalaman 583

m. Pada outlet danau Matano terdapat sungai Petea dengan panjang sekitar 9,5 km yang

menghubungkan Danau Matano dengan Danau Mahalona.

Danau Mahalona mempunyai daerah tangkapan air seluas 26.085 ha dan seperti

halnya Danau Matano, daerah tangkapan Danau Mahalona berupa perbukitan ang juga

mencakup sebagian dari areal penambangan. Aliran permukaan dari areal penambangan ini

masuk ke Danau Mahalona melalui Sungai Lamangka. Dalam rangka pengendalian

sedimentasi danau, maka pada Saluran Lamangka dibuat Dam Fiona yang berfungsi sebagai

jebakan sedimen dari areal penambangan. Genangan Danau Mahalona seluas 2.500 ha

mempuunyai levasi muka air setinggi 329 m dari permukaan laut dan dengan kedalaman 10

(61)

CV. WAHANA HALID MANDIRI 54

Danau Towuti merupakan danau terbesar dalam ekosistem Danau Malili. Danau ini

mempunyai daerah tangkapan air seluas 170.042 ha yang secara umum berupa hutan, lahan

pertanian dan pemukiman. Genangan Danau Towuti seluas 58.500 ha dengan kedalaman

danau 293 m. Sedangkan elevasi muka air danau dipengaruhi operasional PLTA Batubesi

yang terletak pada outlet Danau Towuti atau pada hulu Sungai Larona, yaitu berkisar

antara 317,8 sampai dengan 319,6 m diatas permukaan air laut. Outflow dari dam Batubesi

mengalir dan merupakan inflow utama debit sungai Larona.

Sungai Larona merupakan outlet dari Dam Batubesi mempunyai daerah tangkapan

air seluas 33.578 ha yang sebagian besar berupa hutan dan hanya sebagian kecil berupa

pemukiman dan perladangan. Sungai Larona mengalir pada celah-celah perbukitan

mempunyai panjang 20 km dengan gradien pengaliran tergolong curam yaitu 0,01. Substrat

dasar sungai berupa batu, sehingga dengan kondisi demikian maka sungai Larona berarus

sangat deras dan bersifat turbulen.

Sungai Pongkerumerupakan anak Sungai Larona mempunyai daerah tangkapan air

seluas 28.000 ha yang sebagian besar merupakan kawasan hutan produksi terbatas dan

sebagian kecil merupakan pemukiman dan perladangan. Sungai Pongkeru mengalir pada

celah-celah lereng yang nempunyai kemiringan > 45%. Sungai ini membawa muatan sedimen

yang lebih besar dibandingkan dengan Sungai Larona. Hal ini menunjukkan tingkat erosi

yang lebih tinggi dibandingkan daerah tangkapan air Sungai Larona.

Di Kabupaten Luwu Timur terdapat banyak aliran sungai yang berpotensi untuk

menimbulkan bencana banjir antara lain: Desa Ujung Baru, Kawata, dan Kasintuwu (Desa

Hulu), serta Desa Lanosi, Kalaena, Lanskap, dan Mangkutana (Desa Hilir). Selain itu banjir

pada lokasi tertentu yaitu pada bentang lahan dataran banjir dan rawa dapat dikatakan

bukan bencana alam, bentang lahan tersebut secara alami merupakan kantong – kantong

air. Bencana banjir yang terjadi selama ini, karena manusia menempati atau bermukim

pada bentang lahan dataran banjir dan rawa-rawa yang telah direklamasi sebelum

dijadikan pemukiman tanpa ditunjang dengan sistem drainase yang memadai.

Selain banjir, lingkungan perairan juga bepotensial mengalami pencemaran akibat

menerima masukan-masukan dari kegiatan disekitar sungai/perairan alami seperti

kegiatan industri serta rumah tangga. Kegiatan industri yang sangat menonjol di

Kabupaten Luwu Timur adalah penambangan seperti yang dilakukan oleh PT Inco Tbk.

(62)

CV. WAHANA HALID MANDIRI 55 DAS Larona. Perairan danau diwakili oleh Danau Matano, Danau Mahalona, Danau Towuti

dan dam Batubesi. Jenis-jenis lainnya adalah perairan tidak alarmi yang berupa

saluran-saluran yang dibuat oleh PT Inco Tbk untuk keperluan operasinya.

Gambar 22. Peta Wilayah Sungai (WS) Pompengan-Larona (Kemen PU)

(63)

CV. WAHANA HALID MANDIRI 56

2.3. TINJAUAN KEBIJAKAN PENATAAN RUANG

Secara umum kebijakan penataan ruang wilayah kabupaten Luwu Timur diimplementasikan melalui Peraturan Daerah Nomor 7 tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Luwu Timur Tahun 2011-2031, serta Peraturan Daerah Nomor 15 tahun 2014 tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Kabupaten Luwu Timur Tahun 2014 - 2034

2.3.1. RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN

LUWU TIMUR

A.

Tujuan, Kebijakan, dan Strategi Rencana Tata Ruang Wilayah

Kabupaten Luwu Timur

1. TUJUAN PENATAAN RUANG

Tujuan penyusunan RTRW Kabupaten Luwu Timur adalah terwujudnya Sistem Penataan Ruang Wilayah yang berkualitas, serasi dan optimal dengan pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan menuju kabupaten Agro-Industri.

2. KEBIJAKAN PENATAAN RUANG

Kebijakan penataan ruang Kabupaten Luwu Timur terdiri atas:

a. Pengembangan infrastruktur yang mempercepat perkembangan sektor-sektor unggulan;

b. Pengembangan kependudukan dan ketenagakerjaan dengan mendayagunakan potensi sumberdaya yang ada di daerah yang bersangkutan melalui arahan pengembangan penduduk secara kualitatif;

(64)

CV. WAHANA HALID MANDIRI 57

d. Pengembangan kawasan lindung yang berfungsi lindung;

e. Pengembangan Kawasan Budidaya diarahkan pada kegiatan budidaya secara optimal sesuai dengan kemampuan daya dukung lahannya; f. Pengembangan Kawasan Perkotaan dan Perdesaan;

g. Pengembangan sistem perhubungan dengan menciptakan sistem jaringan, sistem pergerakan, sistem kegiatan dan sistem kelembagaan dalam suatu kerangka sistem dinamis transportasi makro dan mikro secara optimal;

h. Pengembangan kawasan pesisir dan laut diarahkan untuk meningkatkan kegiatan budidaya perikanan, pariwisata, industri kapal rakyat dan jasa pelabuhan, melalui pendekatan ekologis, ekonomis dan sosial; dan i. Pengembangan kawasan strategis diarahkan sebagai entry point yang

berdampak terhadap peningkatan peran ekonomi, sosial dan politik terhadap wilayah/kawasan sekitarnya.

3. STRATEGI PENATAAN RUANG

1) Strategi untuk kebijakan pengembangan infrastruktur untuk mempercepat perkembangan sektor-sektor unggulan meliputi:

a) Mengembangkan sarana dan prasarana yang mendukung sektor-sektor produksi untuk meningkatkan produktivitas sektor-sektor unggulan;

b) Mengembangkan jaringan irigasi, embung dan bendung;

c) Mengembangkan sarana dan prasarana kepariwisataan, jasa pemasaran dan perdagangan;

d) Mengembangkan kawasan permukiman pada kawasan perkotaan dan perdesaan;

e) Mengembangkan jaringan air bersih untuk memenuhi kebutuhan dasar penduduk dan peningkatan fasilitas pelayanan wilayah; f) Mengembangkan dan peningkatan manajemen persampahan dan

Gambar

Gambar 1. Peta Wilayah Administrasi Kabupaten Luwu Timur (Sumber :  Bappeda Luwu Timur, 2010)
Tabel 1. Luas Wilayah Kabupaten Luwu Timur Menurut Kecamatan berdasarkan RTRW No Nama Kecamatan Luas
Gambar 2. Grafik Jumlah Penduduk Kab. Luwu Timur Tahun 2011-2013 (Sumber: Kabupaten Luwu timur dalam angka, 2014)
Gambar 3. Peta Geologi Kabupaten Luwu Timur (Sumber :  Bappeda Luwu Timur, 2010)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Lombok Timur pada Pekerjaan Penyusunan Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Kabupaten (KSK) Agropolitan Sembalun (Lanjutan) telah melaksanakan rapat hasil pelelangan

Keluaran dari pekerjaan Penyusunan Revisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Kutai Timur Tahun 2015-2035 adalah tersusunnya dokumen yang berisi kompilasi data, pengolahan

Keluaran dari pekerjaan Penyusunan Revisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Kutai Timur Tahun 2015-2035 adalah tersusunnya dokumen yang berisi kompilasi data, pengolahan

Penyusunan Renstra Satpol PP Kota Tegal juga memperhatikan RTRW dan KLHS. Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Tegal Tahun 2011-2031 telah ditetapkan dalam Perda Kota Tegal

Untuk itu, penyusunan Rencana Strategis Bappeda Provinsi Jawa Timur Tahun 2014-2019 berpedoman pada RPJMD Provinsi Jawa Timur Tahun 2014- 2019 dengan mengacu pada Undang-Undang

Penyusunan Revisi Rencana Strategis (Renstra) ini mengacu pada Revisi RPJMD Kabupaten Luwu Timur Tahun 2016 – 2021 yang memuat visi, misi, tujuan, sasaran,

Indonesia terkait penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dari.. tahun 1980 sampai dengan

KEDUNGSAPUR merupakan satu dari delapan kawasan strategis yang tercantum di dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Jawa Tengah No 21 Tahun 2003 dan