• Tidak ada hasil yang ditemukan

Untuk mengetahui kondisi pemasaran produk olahan hasil perikanan terutama dari jenis ikan teri dan pindang di DKI Jakarta, maka berbagai komponen terkait dengan kegiatan pemasaran ini perlu diidentifikasi. Supaya hasil identifikasi dan analisisnya lebih akurat, maka semua komponen/faktor yang terkait tersebut perlu dikelompokkan secara internal maupun eksternal. Hal ini penting untuk melihat secara menyeluruh dan dari berbagai sudut pandang kondisi pemasaran produk olahan hasil perikanan dari jenis ikan teri dan pindang selama ini. Penilaian terhadap semua faktor internal dan faktor eksternal akan memperlihatkan kondisi dan posisi pemasaran produk olahan tersebut saat ini, terutama bila dibandingkan kondisi pemasaran optimal/terbaik yang mendapat dukungan penuh semua faktor pemasaran terkait.

1. Identifikasi Faktor Internal

Secara umum, faktor internal yang mempengaruhi pemasaran produk olahan hasil perikanan dari jenis ikan teri dan pindang di DKI Jakarta, ada dua jenis faktor yang menjadi kekuatan dan faktor yang menjadi kelemahan dalam pemasaran. Faktor yang menjadi kekuatan merupakan faktor internal yang bila berkembang dengan baik akan memperkuat posisi tawar pemasaran produk olahan hasil perikanan jenis ikan teri dan pindang, sedangkan faktor kelemahan meruapakan faktor internal yang bila tidak dikontrol dengan baik atau dibiarkan terlalu bebas dapat menghambat kegiatan pemasaran produk olahan hasil perikanan tersebut. Terkait dengan ini, maka perimbangan faktor kekuatan dan kelemahan ini akan menentukan posisi atau kondisi pengelolaan internal dari pemasaran produk olahan hasil perikanan saat ini di DKI Jakarta. Tabel 5 menyajikan hasil indentifikasi kelompok faktor internal yang mempengaruhi pemasaran produk olahan hasil perikanan jenis ikan teri dan pindang di DKI Jakarta.

Tabel 5 Kelompok faktor internal pengelolaan pemasaran produk olahan hasil perikanan jenis ikan teri dan pindang di DKI Jakarta

Faktor Internal Bobot Rating Skor

Kekuatan :

Kekompakan pelaku pemasaran

produk 0.14 4 0.56

Kemampuan modal mandiri 0.12 3 0.36

Keawetan produk 0.09 3 0.27

Penguasaan jaringan pemasaran 0.11 3 0.33

Keterampilan pengemasan produk

yang dipasarkan 0.06 3 0.18

Kemampuan pengadaan alat bantu

pemasaran secara mandiri 0.04 4 0.16

Kelemahan :

Kontinuitas produksi 0.16 1 0.16

Keseragaman ukuran fisik produk 0.09 2 0.18

Konflik antar pelaku pemasaran

produk olahan 0.05 2 0.1

Peralatan distribusi/transportasi

pemasaran 0.1 2 0.2

Penanganan produk reject di pasar 0.04 2 0.08

Total 1 2.58

Pelaku pemasaran produk olahan hasil perikanan jenis ikan asin dan ikan umum dari rumah tangga nelayan (RTN). Oleh karena anggota RTN, maka kekompokkan yang terjadi diantara pelaku pemasaran produk olahan ikan asin dan pindang ini sangat kental (rating = 4, sangat tinggi). Kekompakkan ini merupakan faktor internal yang sangat mempengaruhi kegiatan pemasaran produk yang dilakukan nelayan (bobot = 0,14, atau 14% dari total peran semua faktor internal). Meskipun pada kondisi tertentu keuntungan yang didapat tidak bagus misalnya, tetapi mereka tetap semangat, karena sedikit banyak keuntungan akan dinikmati bersama. Kondisi ini terjadi pada beberapa sentra produk olahan hasil perikanan DKI Jakarta, seperti di Muara Baru, Kalibaru dan Kamal Muara.

Modal kerja termasuk faktor internal yang juga penting bagi pengelolaan pemasaran produk olahan hasil perikanan dari jenis ikan asing

dan pindang di DKI Jakarta. Secara umum pelaku pemasaran produk olahan hasil perikanan DKI Jakarta termasuk keluarga nelayan/masyarakat kecil dan menengah yang mempunyai peralatan pengolah sederhana dan dapat memasarkan produknya secara mandiri, meskipun terkadang dalam jumlah terbatas. Kemampuan modal kerja mereka umumnya relatif sama dengan pelaku pemasaran produk perikanan lainnya di tanah air, yang dari segi jumlah masih termasuk kecil (DKP, 2008). Kalaupun ada pelaku pemasaran dengan modal besar, umumnya dalam skala perusahaan atau pemilik pabrik/usaha olahan di lokasi, namun secara rata-rata berdasarkan populasi, pelaku pemasaran produk perikanan di DKI Jakarta dengan basis di Jakarta Utara mempunyai kemampuan pemodalan mandiri yang baik (rating = 3/tinggi). Terkait dengan ini, maka dukungan modal kerja ini terhadap pengelolaan pemasaran produk olahan hasil perikanan dari jenis ikan asin dan pindang ini perlu dipertahankan. Secara umum, kemampuan mereka dalam pemodalan selama ini telah banyak membantu pengembangan usaha pemasaran produk olahan hasil perikanan yang dilakukan.

Keawetan produk merupakan faktor internal penting dalam mendukung ketahanan produk dipasaran dan secara jangka panjang mendukung keberlanjutan pemasaran produk ikan asin dan pindang di DKI Jakarta. Kepentingan pengelolaan pemasaran terhadap faktor internal ini diduga mencapai 9% (bobot 0,09) dari 11 faktor/komponen dalam kelompok faktor internal. Selama ini, pelaku pemasaran produk olahan Muara Baru, Kalibaru dan Kamal Muara memanfaatkan teknik pengeringan alami (matahari) yang cukup untuk mempertahankan keawetan produk yang dipasarkan. Sedangkan ikan pindang mengandalkan ramuan bumbu pindang (garam, rempah-rempah) dan kadar air minimal untuk mempertahankan keawetan ikan pindang yang dihasilkan (DKPP DKI Jakarta, 2009). Teknik pengeringan/pengawetan ini sangat membantu pemasaran produk olahan ikan asin dan pindang, sehingga ketahanannya lebih lama (rating = 3/tinggi). Penguasaan jaringan pemasaran juga menjadi kekuatan penting dalam pemasaran

produk olahan hasil perikanan dari jenis ikan asin dan pindang di DKI Jakarta. Semakin banyak tahu perilaku konsumen ibu kota dan lokasi yang banyak konsumsi produk olahan hasil perikanan, maka pemasaran produk berkembang pesat (bobot = 0,11). Hal ini banyak dimanfaatkan oleh sebagian besar pelaku pemasaran produk olahan hasil perikanan jenis ikan asin dan pindang di DKI Jakarta. Disamping dipasarkan di lokasi terdekat, mereka juga mengirim produknya ke pasar potensial di Jakarta Timur, Jakarta Selatan, Bogor, dan Bekasi baik dengan tujaun pasar trasional maupun swalayan (rating = 2/tinggi).

Keterampilan dalam pengemasan produk juga berperan besar bagi kelangsungan pemasaran produk olahan hasil perikanan jenis ikan asin dan pindang. Selama ini, pelaku pemasaran di sekitar PPS Nizam Zachman, Muara Baru, Kalibaru dan Kamal Muara umumnya akan membungkus ikan asin yang dihasilkan setelah benar-benar kering, dan untuk ikan asin ukuran besar akan dipotong lebih kecil untuk menurunkan kadar airnya dan membungkusnya ke dalam kotak karton sehingga penampilannya lebih menarik (rating = 3/tinggi). Perhatian terkait pengemasan ini juga terjadi pada ikan pindang. Untuk ikan pindang ukuran besar dan sedang dibungkus daun pisang dan ikan pindang ukuran kecil dikemas dalam anyaman bambu. Menurut DKPP DKI Jakarta (2009), teknis pengemasan ini dipilih supaya ikan pindang tidak lengket/nempel satu sama lain yang dapat mengurangi penampilan produk.

Pelaku pemasaran produk olahan hasil perikanan jenis ikan asin dan pindang ini umumnya dapat menyiapkan alat bantu pemasaran secara manidiri, seperti anyaman bambu untuk wadah, alat ukur/takar, peralatan pikul produk, dan lainnya. Kemampuan pengadaan alat bantu pemasaran secara mandiri ini, memberi keuntungan bagi pelaku pemasaran tersebut untuk biaya operasional. Selama ini pelaku pemasaran ini hanya tinggal membeli bahan yang diperlukan, seperti bambu, rotan, tali rapia, dan lainnya. Menurut Moeljanto (1996), pelaku pemasaran produk olahan hasil perikanan, umumnya terbiasa memperbaiki sendiri alat pendukung pemasaran yang yang rusak/robek di saat santai. Di DKI Jakarat hal ini

terjadi, dimana bila ada waktu senggang, beberapa di antara pengolah/pedagang ikan menyibukkan diri dengan membuat alat bantu pemasaran baru baik untuk kepentingan sendiri maupun dijual kemudian (rating = 4/sangat tinggi). Dukungan faktor internal ini terhadap pengelolaan pemasaran produk olahan hasil perikanan ini di DKI Jakarta mempunyai skor sekitar 0,16.

Kontinuitas produksi selama ini sering menjadi menjadi kelemahan utama dari pengelolaan pemasaran produk olahan hasil perikanan jenis ikan hasil di DKI Jakarta. Selama ini, produk ikan asin dan pindang umumnya diproduksi pada musim puncak (banyak ikan), sedangkan pada musim lainnya, terutama paceklik tidak banyak. Hal ini tentu kurang baik untuk memperluas pemasaran produk, padahal kontinuitas penting untuk kestabilan pememuhan pemintaan produk di pasaran (bobot = 0,16). Praktek penyediaan produk olahan hasil perikanan yang hanya banyak pada musim puncak (banyak ikan) telah berlangsung lama di lokasi dan sering dianggap hanya sebagai bentuk pengalihan diwaktu harga ikan segar turun di musim puncak (rating = 1). Hal ini perlu dicari jalan keluar yang tepat, sehingga pengelolaan pemasaran produk olahan hasil perikanan lebih baik, apalagi sentra kegiatan ini sangat dekat pasar potensial Ibukota Jakarta.

Keseragaman ukuran fisik produk olahan yang dijual pelaku pemasaran hasil perikanan juga termasuk rendah di DKI Jakarta, dan juga menjadi kelemahan serius dalam pengelolalaan pemasaran produk olahan hasil perikanan jenis ikan asin dan pindang di DKI Jakarta. Selama ini, produk yang diasinkan umumnya berasal dari ikan segar yang kondisinya kurang baik dan ikan segar tujuan ekspor yang tidak masuk size. Kondisi ini tentu membuat ukuran ikan yang telah diasinkan dan dipindang tersebut lebih beragam dari umumnya ikan hasil perikanan rating = 2/biasa).

Konflik internal merupakan faktor internal yang juga menjadi kelemahan dalam pengelolaan pemasaran produk olahan hasil perikanan di DKI Jakarta. Beberapa konflik yang pernah terjadi di lokasi, seperti perebutan tempat mangkal, konflik tentang perbedaan harga jual untuk

menarik minat pembeli, dan lainnya (DKPP DKI Jakarta, 2009). Sampai saat ini ada yang berhasil diselesaikan dengan baik, dan ada yang belum karena sifatnya berulang (rating = 2/biasa). Oleh karena kondisi ini, maka dukungan terkait penanganan konflik ini perlu ditingkatkan, sehingga pengelolaan pemasaran produk olahan hasil perikanan di DKI Jakarta lebih baik lagi.

Peralatan distribusi/transportasi pemasaran juga tidak dimiliki oleh kebanyakan pelaku pemasaran hasil perikanan di DKI Jakarta, meskipun punya kemampuan dalam penyediaan peralatan pendukung yang dibuat manual. Hal ini menjadi kelemahan pengelolaan pemasaran produk olahan hasil perikanan selama ini di DKI Jakarta, dan belum dapat dipecahkannya karena kontinyuitas produk yang dipasarkan juga kurang stabil (rating = 2/biasa). Penanganan produk reject masih kurang baik dilakukan oleh pelaku pemasaran hasil perikanan ini. Radawati (2010) dalam penelitiannya menyatakan bahwa ikan asin yang sudah berjamur dengan yang bagus sering disatukan oleh pelaku pemasaran perikanan supaya tetap dijual. Padahal hal ini kurang bagus dan justru mempercepat jamuran ikan asin lainnya. Hal yang sama juga terjadi pada ikan pindang, dimana ikan pindang sudah lama sering satukan dengan ikan pindang baru, padahal tetesan airnya dapat mempercepat membusuknya ikan pindang baru. Namun demikian, hal ini sudah mulai berkurang dalam dua tahun terakhir (rating = 2/biasa), setelah ada penyuluhan dari instansi terkait akan dampak pembusukan bagi produk lainnya dan citra produk yang jelek di konsumen. Penyuluhan ini perlu dilakukan lebih intensif, sehingga pemahaman dan keterampilan pelaku pemasaran produk olahan hasil perikanan tentang penanganan produk reject lebih baik.

2. Identifikasi Faktor Eksternal

Disamping dilihat dari aspek internal, kondisi pengelolaan pemasaran produk olahan hasil perikanan di DKI Jakarta saat ini juga dapat dilihat dari dukungan faktor eksternalnya. Faktor eksternal merupakan faktor yang mempengaruhi pemasaran ikan asin dan pindang di lokasi dan sangat mempengaruhi dukungan keberlanjutan pemasaran dan penciptaan produk.

Hasil identifikasi faktor eksternal pengelolaan pemasaran produk olahan hasil perikanan di DKI Jakarta disajikan pada Tabel 6.

Pada Tabel 6 terlihat 10 faktor eksternal yang mempengaruhi pengelolaan pemasaran produk olahan hasil perikanan di DKI Jakarta. Kedekatan dengan pasar potensial yaitu Ibukota Jakarta dan jalur ekspor dan pola konsumsi konsumen merupakan dua komponen dimensional yang bersifat peluang bagi pengembangan pemasaran produk olahan hasil perikanan jenis ikan asin dan pindang, yaitu masing-masing dengan tingkat kepentingan/bobot sekitar 0,20 dan 0,13. Hal ini menunjukkan bahwa dalam mendukung eksistensi pengelolaan pemasaran produk olahan hasil perikanan, ketergantungan terhadap komponen pasar dan perubahan kondumsi masayarakat yang menyukai produk kolesterol rendah (hasil laut) sangat tinggi.

Saat ini, kedekatan dengan pasar potensial DKI Jakarta benar-benar dimanfaatkan oleh pelaku pemasaran produk olahan hasil perikanan, dimana dihampir semua pasar DKI Jakarta telah banyak dipasar ikan asin dan pindang, baik di pasar tradisional maupun supermarket rating = 4/sangat tinggi), dalam tiga tahun terakhir permintaan sekitar terus, sekitar 2-4 % per tahun. Pola konsumsi masyarakat lebih menyukai produk kelesterol rendah terutama dari jenis ikan asin (teri), juga menjadi peluang yang besar untuk pengembangan pemasaran produk olahan hasil perikanan yang lebih besar (rating =3/tinggi). Untuk kebutuhan eksporpun, sebagian besar produk olahan hasil perikanan tujuan eskpor dari Pelabuhan Tanjung Priok dan Bandara International Soekorno Hatta merupakan produk olahan hasil perikanan yang berasal sentra perikanan DKI Jakarta, seperti Muara Baru, Kalibaru dan Kamal Muara (DKPP, DKI Jakarta, 2009).

Tabel 6 Kelompok faktor eksternal pengelolaan pemasaran produk olahan hasil perikanan jenis ikan teri dan pindang di DKI Jakarta

Faktor Eksternal Bobot Rating Skor Peluang :

Kedekatan dengan pasar potensial (DKI

Jakarta& pasar ekspor) 0.20 4 0.8

Pola konsumsi konsumen 0.13 3 0.39

Kondusifitas kondisi sosial politik 0.09 3 0.27

Promosi produk perikanan oleh PEMDA 0.07 3 0.21

Trend investasi (daya tarik investor) perikanan 0.05 3 0.15

Ancaman :

Kemacetan dan polusi udara 0.18 1 0.18

Monopoli dan pengaturan harga 0.09 2 0.18

Ulah pesaing yang merusak citra produk 0.12 2 0.24 Sentralisasi aktivitas pasar produk di lokasi

tertentu 0.05 2 0.1

Pungutan liar pemasaran 0.02 1 0.02

1 2.54

Kondisi sosial politik yang diharapkan selalu kondusif sehingga mendukung kegiatan perekonomian nasional termasuk pemasaran produk olahan hasil perikanan, akhir-akhir ini sering tidak stabil karena konflik kepentingan para elite politik. Dalam era reformasi ini, tidak terhitung lagi banyaknya tindakan anarkis dalam demo, saling serang antar geng/ kelompok masyarakat, dan lainnya yang terjadi di ibukota DKI Jakarta. Namun dalam beberapa tahun terakhir sudah mulai berkurang dan kondisi lebih stabil, sehingga peluang pasar yang ada lebih dapat dimanfaatkan secara maksimal dalam pengelolaan pemasaran produk olahan hasil perikanan termasuk dari jenis ikan teri dan pindang (rating = 3/tinggi). Melihat kondisi ini, maka dukungan faktor kondusifitas kondisi sosial politik terhadap pengembangan pemasaran produk olahan hasil perikanan jenis ikan teri dan pindang di DKI Jakarta mempunyai skor cukup tinggi, yaitu sekitar 0,27.

Promosi potensi perikanan terutama Kementeraian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan PEMDA DKI Jakarta merupakan faktor eskternal dengan tingkat kepentingan yang masih sedang (bobot = 0,07) bagi pengelolaan pengelolaan pemasaran produk olahan hasil perikanan jenis ikan teri dan pindang. Menurut Nikijuluw (2005), hal ini bisa terjadi karena kegiatan pemasaran produk perikanan biasanya tidak membutuhkan promosinya yang banyak/sering seperti kegiatan ekonomi lain yang dijalankan oleh perusahaan swasta. Meskipun kecil/jarang terjadi, dari beberapa kegiatan promosi yang dilakukan oleh KKP dan PEMDA DKI Jakarta telah berpengaruh cukup besar bagi pemasaran produk olahan hasil perikanan yang meningkat 2-4 % per tahun (rating = 3/tinggi). Trend

investasi (daya tarik investor) pada kegiatan perikanan termasuk pemasaran produk olahan hasil perikanan jenis ikan teri dan pindang juga termasuk baik di DKI Jakarta (rating = 3/tinggi). Hal ini karena pasar produk olahan hasil perikanan jenis ikan teri dan pindang DKI Jakarta berada di daerah sangat potensial, yaitu DKI Jakarta dan jalur ekspor ke Singapura, Jepang, Hongkong, maupun pasar Eropa.

Disamping bersifat peluang, faktor eksternal ini ada juga yang sifat ancaman bagi pengelolaan pemasaran produk olahan hasil perikanan. Kemacetan lalu lintas dan poluasi udara yang tinggi merupakan ancaman terbesar bagi kelangsungan pengelolaan pemasaran produk olahan hasil perikanan jenis ikan teri dan pindang di DKI Jakarta. Selama ini, tujuan pasar yang berjarak hanya 10 km dapat ditempuh dalam waktu setengah hari bahkan sastu hari di DKI Jakarta. Kondisi ini tentu sangat tidak mendukung bagi pemasaran produk (rating = 1/rendah). Polusi udara yang tinggi di Jakarta juga dapat menurunkan kualitas produk olahan hasil perikanan jenis ikan teri dan pindang baik pada saat dipasarkan maupun dalam distribusinya. Hal ini tentu bertolak belakang dari kecenderungan pasar produk selama ini yang menginginkan pelayanan cepat dengan mutu terbaik

Kegiatan monopoli, pengaturan harga dan ulah pesing yang merusak citra produk (isu formalin, belatung, dan lainnya) merupakan dua faktor

eksternal yang juga bersifat ancaman bagi pengelolaan pemasaran produk olahan hasil perikanan jenis ikan teri dan pindang di DKI Jakarta. Pada tahun 1990-an, monopoli/pengaturan harga sangat kentara terjadi dalam kegiatan pemasaran hasil perikanan DKI Jakarta terutama Muara Baru dan Kali Baru, dimana seorang tengkulak/pengusaha besar dapat dengan mudahnya menurunkan harga terutama bila terjadi musim banyak ikan (Radarwati, 2010). Beberapa dari pengusaha produk olahan besar baik bidang perikanan maupun non perikanan, sengaja menyebarkan isu bahwa produk olahan tradisional tidak sehat dan diolah menggunakan bahan berbahaya. Hal ini bahkan sempat diberitakan di media massa sehingga produk olahan tradisonal banyak tidak laku di pasaran (rating = 2/biasa).

Sentralisasi aktivitas pasar produk pada lokasi tertentu dianggap sebagai ancaman bagi pelaku pemasaran produk olahan hasil perikanan. Hal ini karena mereka dibatasi untuk menjajakan produk olahannya di sekitar tempat tinggal mereka (rating = 2/biasa). Hal ini terjadi sebagai dampak lanjutan dari kegiatan penertiban pedagang kaki lima di DKI Jakarta. Oleh kegiatan pemasaran produk olahan hasil perikanan jenis ikan asin dan pindang ini umumnya dilakukan di pinggir jalan dan menyebabkan kemacetan, maka kegiatan pemasaran ini tidak luput dari upaya penertiban yang selama ini terus berlanjut di DKI Jakarta.

Pungutan liar juga menjadi faktor eksternal dengan ancaman serius di DKI Jakarta. Pungutan liar yang ada saat ini dan terjadi pada pelaku pemasaran produk olahan hasil perikanan jenis ikan teri dan pindang diantaranya pungutan parkir, setoran wilayah (oleh preman penguasa wilayah), setoran kepada Satpol PP, biaya keamanan, dan lainnya (rating = 1). Pengutan liar ini terus berlanjut di beberapa sentra ekonomi padat di DKI Jakarta termasuk yang banyak menjual produk olahan hasil perikanan. Hal ini merupakan gambaran kondisi pengelolaan pemasaran produk olahan hasil perikanan termasuk jenis ikan teri dan pindang, yang luput dari perhatian banyak orang. Kelebihan dan kelemahan, peluang dan ancaman yang terjadi dalam pengelolaan pemasaran produk olahan hasil

perikanan akan menentukan keberlanjutan dan prospek pengembangannya di masa yang akan datang.

Dokumen terkait