• Tidak ada hasil yang ditemukan

Rancangan struktur hierarki ini disusun untuk menetapkan formula dalam analisis prioritas strategi yang dapat digunakan untuk pengembangan produk olahan hasil perikanan terutama dari jenis ikan asin dan pindang di DKI Jakarta. Dengan mengacu kepada metodologi penelitian, perumusan strategi pengembangan produk olahan hasil perikanan ini dilakukan dengan pendekatan analisis hierarki. Hal ini penting supaya prioritas strategi pengembangan yang dipilih benar-benar merupakan strategi terbaik bagi pengembangan produk olahan hasil perikanan terutama dari jenis ikan asin dan pindang, serta mengakomodir semua komponen pengelolaan terkait baik yang menjadi kriteria pengembangan maupun pembatas pengembangan.

Pemilihan strategi prioritas untuk pengembangan produk olahan hasil perikanan dari jenis ikan asin dan pindang di DKI Jakarta ini sangat ditentukan oleh kriteria pengembangan yang ingin dicapai, pembatas pengembangan dan alternatif strategi pengembangan produk olahan hasil perikanan yang ditawarkan. Hasil identifikasi lapang dan studi literatur menunjukkan paling tidak ada empat kriteria yang perlu dicapai dari pengembangan produk olahan hasil perikanan, terutama dari jenis ikan asin dan pindang adalah :

a. Pertumbuhan (growth)

b. Kesinambungan (sustainable) c. Peningkatan daya saing produk d. Peningkatan profit

Dalam struktur hierarki yang dikembangkan, keempat kriteria pengembangan ini berada di level 2 setelah goal di level 1.

Pemilihan strategi prioritas untuk pengembangan produk olahan hasil perikanan terutama dari jenis ikan asin dan pindang di DKI Jakarta ini juga dipengaruhi berbagai kendala/pembatas. Kendala/pembatas ini merupakan gambaran kondisi dan kebutuhan pengembangan, namun mempunyai keterbatasan baik kualitas maupun kuantitas, sehingga dapat menjadi menghambat kegiatan pengembangan produk olahan hasil perikanan. Terkait dengan ini, maka strategi pengembangan yang baik adalah strategi yang dapat mengakomodir dan mengontrol keterbatasan tersebut, sehingga mendukung pengembangan produk olahan hasil perikanan jenis ikan asin dan pindang dan bukan sebaliknya. Hal-hal yang bisa menjadi kendala/pembatas dalam pengembangan produk olahan hasil perikanan dari jenis ikan asin dan pindang di DKI Jakarta diantaranya adalah:

a. Ketersediaan sumber daya ikan (SDI) b. Mutu SDM

c. Kekuatan modal d. Teknologi pengolahan

Faktor pembatas tersebut akan menentukan dan mempengaruhi pemenuhan kriteria pengembangan yang perlu dicapai, dimana dalam struktur hierarki, faktor tersebut berada di level 3. Sedangkan alternatif strategi yang ditawarkan untuk pengembangan produk olahan hasil perikanan dari jenis ikan asin dan pindang di DKI Jakarta mengacu kepada Glueck dan Jauch (1988) dan Porter (1997) adalah :

a. Strategi stabilitas, menitiberatkan pada peningkatan efiesien, resiko kecil, namun jenis dan jumlah produk stabil.

b. Strategi ekspansi, menitiberatkan pada penambahan jumlah produk, pasar, dan fungsi-fungsi unit usaha

c. Strategi diversifikasi, menitiberatkan pada penciptaan produk baru, kemasan baru, dan cara pelayanan baru produk

d. Strategi penciutan, menitikberatkan pada pengurangan produksi untuk mengurangi kerugian dan dampak negatif persaingan

e. Strategi kombinasi, menitiberatkan penambahan produk pada pasar kondusif dan stabilitas pada kondisi pasar tidak kondusif.

Dalam struktur hierarki AHP, alternatif strategi yang ditawarkan untuk pengembangan produk olahan hasil perikanan ini akan mengisi posisi level 4 dalam struktur hierarki AHP yang dikembangkan. Berdasarkan semua uraian tersebut, maka struktur hierarki pemilihan strategi prioritas untuk pengembangan produk olahan hasil perikanan dari jenis ikan asin dan pindang di DKI Jakarta dapat dirancang, seperti disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2 Struktur hierarki pemilihan strategi pengembangan produk olahan hasil perikanan dari jenis ikan asin dan pindang

Pada Gambar 2 terlihat bahwa ada tiga tahapan analisis hierarki yang dilakukan untuk pemilihan strategi pengembangan produk olahan hasil perikanan dari jenis ikan asin dan pindang di DKI Jakarta, yaitu (a) analisis kepentingan empat (4) kriteria pengembangan yang ingin dicapai, (b) analisis kepentingan lima (5) faktor pembatas dalam pengelolaan perikanan tangkap di Pelabuhanratu, dan (c) analisis kepentingan setiap Pemilihan Strategi Prioritas Pengembangan Produk Olahan Hasil

Perikanan GOAL

Limit Factor SDI SDM Modal Teknologi Kriteria

Pengembangan

Growth Sustainable Daya Saing Profit

Stabilitas Ekspansi Diversifikasi Penciutan Kombinasi

Alternatif

alternatif strategi pengembangan produk olahan hasil perikanan dari jenis ikan asin dan pindang. Untuk mengakomodir kepentingan semua komponen pengelolaan dalam hierarki AHP ini, maka pendapat dan pertimbangan semua stakeholders dan komponen terkait dengan pengembangan produk olahan hasil perikanan dari jenis ikan asin dan pindang di DKI Jakarta sangat diharapkan.

2. Kriteria Pengembangan Produk Olahan Hasil Perikanan

Kriteria yang menjadi pertimbangan dalam pengembangan produk olahan hasil perikanan dari jenis ikan asin dan pindang di DKI Jakarta adalah pemenuhan semua aspek yang menjadi perhatian dan harapan dari kegiatan pengembangan. Menurut Hendriwan, et. al (2008) dan hasil identifikasi lapang pengembangan produk dan usaha perikanan haruslah memperhatikan yang menjamin perkembangan/pertumbuhan, kesimbungan, peningkatan daya saing dan profit dari pengusahaan produk tersebut. Hasil analisis kepentingan kriteria pengembangan tersebut ditunjukkan pada Gambar 3.

Gambar 3 Hasil analisis kepentingan kriteria pengembangan

Dalam analisis hierarki menggunakan AHP, hasil penilaian setiap kriteria pengembangan ditunjukkan oleh tingkat kepentingannya terkait pengembangan produk olahan hasil perikanan dari jenis ikan asin dan pindang di DKI Jakarta. Berdasarkan Gambar 4.3, kriteria peningkatan daya saing produk merupakan kriteria pengembangan paling

berkepentingan dengan pengembangan produk olahan hasil perikanan dari jenis ikan asin dan pindang, yaitu dengan rasio kepentingan (RK) 0,330 pada inconsistency terpercaya 0,07. Sedangkan batas inconsistency yang diperbolehkan secara statistik adalah tidak lebih dari 0,1. Tingginya rasio kepentingan kriteria peningkatan daya saing produk ini terlihat dari hasil uji banding berpandangan (format AHP) antar kriteria pengembangan terkait seperti ditunjukkan pada Gambar 4.

Gambar 4 Hasil uji banding berpasangan antar kriteria pengembangan

Berdasarkan Gambar 4, kriteria peningkatan daya saing produk lebih penting dua kali daripada kriteria kesinambungan (sustainable) dan kriteria peningkatan profit dalam pengembangan produk olahan hasil perikanan dari jenis ikan asin dan pindang di DKI Jakarta. Kriteria peningkatan daya saing produk sama penting dengan kriteria pertumbuhan (growth), dan tidak ada kriteria pengembangan yang lebih penting daripada peningkatan daya saing produk. Kriteria pertumbuhan (growth) merupakan kriteria pengembangan yang berkepentingan kedua terhadap pengembangan produk olahan hasil perikanan dari jenis ikan asin dan pindang di DKI Jakarta, yaitu dengan rasio kepentingan (RK) 0,288 pada inconsistency

terpercaya 0,07. Pada Gambar 4.4, meskipun kriteria pertumbuhan (growth) tidak seurgen kriteria peningkatan daya saing produk, tetapi

kriteria pertumbuhan (growth) ini lebih penting dua kali daripada kriteria kesinambungan (sustainable). Pertumbuhan merupakan syarat utama adanya kegiatan ekonomi yang dipelihara kesinambungannya spaya terus bermanfaat.

Kriteria kesinambungan (sustainable) merupakan kriteria pengembangan yang berkepentingan urutan ketiga terkait pengembangan produk olahan hasil perikanan dari jenis ikan asin dan pindang di DKI Jakarat, yaitu dengan rasio kepentingan 0,207 pada inconsistency

terpercaya 0,07. Hasil uji banding berpasangan (Gambar 4.4) menunjukkan bahwa kriteria kesinambungan (sustainable) kalah penting daripada kriteria peningkatan daya saing produk dan pertumbuhan (growth), sedangkan dengan kriteria peningkatan profit lebih penting dua kali. Kriteria peningkatan profit merupakan kriteria pengembangan yang berkepentingan urutan keempat (terakhir) terkait pengembangan produk olahan hasil perikanan dari jenis ikan asin dan pindang di DKI Jakarta, yaitu dengan rasio kepentingan 0,175 pada inconsistency terpercaya 0,07. 3. Faktor Pembatas (Limit Factors) Pengembangan Produk Olahan Hasil

Perikanan

Selain kriteria pengembangan yang cenderung berupa harapan ke depan, pengembangan produk olahan hasil perikanan dari jenis ikan asin dan pindang di DKI Jakarta juga dihadapkan pada berbagai keterbatasan yang ada. Menurut Saaty (1993) dan Dahuri (2001), strategi pengembangan yang baik adalah strategi pengembangan yang dapat mengakomadir secara maksimal kriteria pengembangan dengan memperhatikan berbagai faktor pembatas (limit factors) yang ada di sentra perikanan. Hal ini penting untuk menjamin kelangsungan usaha produk olahan dan nilai manfaat yang dapat diterima oleh pelaku perikanan. Hasil analisis setiap faktor pembatas (limit factors) yang ada terkait kriteria pertumbuhan (growth) dalam pengembangan produk olahan hasil perikanan dari jenis ikan asin dan pindang di DKI Jakarta disajikan pada Gambar 5.

Gambar 5 Hasil analisis kepentingan faktor pembatas terkait kriteria pertumbuhan (growth) dalam pengembangan produk olahan hasil perikanan dari jenis ikan asin dan pindang

Dalam upaya mencari strategi yang tepat untuk pengembangan produk olahan hasil perikanan dari jenis ikan asin dan pindang, maka faktor pembatas yang terdiri dari ketersediaan sumberdaya ikan (SDI), kualitas sumberdaya manusia (SDM), kekuatan modal, dan teknologi pengolahan yang digunakan perlu dipertimbangkan, karena faktor pembatas tersebut akan menentukan tingkat upaya yang bisa dilakukan. Dalam kaitan dengan kriteria pertumbuhan (growth), maka ketersediaan sumberdaya ikan (SDI) menjadi faktor pembatas paling penting (RK = 0,366 pada

inconsistency terpercaya 0,02) untuk diperhatikan dalam pengembangan produk olahan hasil perikanan dari jenis ikan asin dan pindang DKI Jakarta. Dari lima strategi pengembangan yang ditawarkan, tentu ada yang lebih sesuai dan dapat mengakomodir lebih baik kriteria pertumbuhan (growth) ini dan faktor pembatasnya yang dominan (ketersediaan sumberdaya ikan) tersebut.

Kualitas sumberdaya manusia merupakan faktor pembatas yang penting kedua terkait kriteria pertumbuhan (growth) dalam pengembangan produk olahan hasil perikanan dari jenis ikan asin dan pindang di DKI Jakarta. Pada Gambar 5, faktor pembatas ini mempunyai rasio kepentingan (RK) 0,278 pada inconsistency terpercaya 0,02 terkait kriteria

pertumbuhan (growth). Teknologi pengolahan merupakan faktor pembatas paling rendah kepentingannya terkait kriteria pertumbuhan (growth), yaitu dengan rasio kepentingan (RK) 0,124 pada inconsistency terpercaya 0,02.

Dalam pemenuhan kriteria kesinambungan (sustainable), ketersediaan sumberdaya ikan (SDI) juga menjadi faktor pembatas paling penting dan perlu menjadi perhatian bila suatu strategi pengembangan produk olahan hasil perikanan dari jenis ikan asin dan pindang diterapkan di DKI Jakarta. Hasil analisis pada Gambar 6 menunjukkan hal ini, dimana pembatas ketersediaan sumberdaya ikan (SDI) mempunyai rasio kepentingan 0,110 pada inconsistency terpercaya 0,02.

Gambar 6 Hasil analisis kepentingan faktor pembatas terkait kriteria kesinambungan (sustainable) dalam pengembangan produk olahan hasil perikanan dari jenis ikan asin dan pindang

Kekuatan modal menjadi faktor pembatas yang berkepentingan kedua terkait kriteria kesinambungan (sustainable) ini, bila suatu strategi pengembangan produk olahan hasil perikanan dari jenis ikan asin dan pindang diimplementasikan di DKI Jakarta, yaitu dengan rasio kepentingan 0,302 pada inconsistency terpercaya 0,02. Menurut Hendriwan, et. al (2008) dan Murdiyanto (2004), kekuatan modal ini sangat menentukan skala usaha produk olahan yang bisa dilakukan, kelancaran pembayaran, perputaran usaha, dan menjadi penjamin kelangsungan usaha produk olahan di masa datang. Bila modal mandiri

tidak tersedia dengan baik, sementara kredit perbankan sulit didapat, maka usaha produk olahan tidak bertahan lama. Hal ini perlu menjadi perhatian penting dalam pengembangan produk olahan hasil perikanan dari jenis ikan asin dan pindang. Strategi pengembangan produk olahan yang baik tentu dapat memecahkan berbagai keterbatasan tersebut.

Kualitas SDM dan teknologi pengolahan menjadi faktor pembatas ketiga dan keempat (terakhir) yang berkepentingan terkait kriteria kesinambungan (sustainable) dalam pengembangan produk olahan hasil perikanan dari jenis ikan asin dan pindang. Kualitas SDM mempunyai rasio kepentingan 0,230 pada inconsistency terpercaya 0,02, sedangkan teknologi pengolahan mempunyai rasio kepentingan 0,110 pada

inconsistency terpercaya 0,02. Gambar 7 menyajikan hasil analisis kepentingan faktor pembatas pengembangan terkait kriteria peningkatan daya saing dalam pengembangan produk olahan hasil perikanan dari jenis ikan asin dan pindang di DKI Jakarta.

Gambar 7 Hasil analisis kepentingan faktor pembatas terkait kriteria peningkatan daya saing dalam pengembangan produk olahan hasil perikanan dari jenis ikan asin dan pindang

Berdasarkan Gambar 7, dalam pemenuhan kriteria peningkatan daya saing, kekuatan modal menjadi faktor pembatas paling penting dan perlu menjadi perhatian bila suatu strategi pengembangan produk olahan hasil perikanan dari jenis ikan asin dan pindang ingin diterapkan di DKI Jakarta. Faktor pembatas ini mempunyai rasio kepentingan 0,377 pada

inconsistency terpercaya 0,04. Ketersediaan SDI menjadi faktor pembatas urutan kedua paling penting dan perlu diperhatikan terkait kriteria peningkatan daya saing dalam pengembangan produk olahan hasil perikanan dari jenis ikan asin dan pindang di DKI Jakarta. Faktor pembatas ini mempunyai rasio kepentingan 0,273 pada inconsistency

terpercaya 0,04. Teknologi pengolahan menjadi faktor pembatas paling rendah kepentingannya terkait kriteria peningkatan daya saing, dengan rasio kepentingan 0,126 pada inconsistency terpercaya 0,04.

Dalam pemenuhan kriteria peningkatan profit, teknologi pengolahan tersebut menjadi faktor pembatas paling penting dan perlu menjadi perhatian bila suatu strategi pengembangan produk olahan hasil perikanan dari jenis ikan asin dan pindang ingin diterapkan di DKI Jakarta. Gambar 8 menyajikan hasil analisis kepentingan faktor pembatas pengembangan terkait kriteria peningkatan profit dalam pengembangan produk olahan hasil perikanan dari jenis ikan asin dan pindang di DKI Jakarta.

Gambar 8 Hasil analisis kepentingan faktor pembatas terkait kriteria peningkatan profit dalam pengembangan produk olahan hasil perikanan dari jenis ikan asin dan pindang di DKI Jakarta

Berdasarkan Gambar 8, teknologi pengolahan menjadi faktor pembatas berkepentingan pertama yang terkait dengan kriteria peningkatan

profit. bila suatu strategi pengembangan produk olahan hasil perikanan dari jenis ikan asin dan pindang di DKI Jakarta, yaitu dengan rasio kepentingan 0,334 pada inconsistency terpercaya 0,09. Menurut

Kusumastanto (2007), teknologi pengolahan terutama dalam penyortiran, pemotongan, dan pemasakan sangat mempengaruhi produktivitas proses dan menentukan jumlah produk reject. Strategi pengembangan yang baik tentu dapat mengakomodir tuntutan profit yang layak, melalui peningkatan kinerja usaha dan pengembangan teknologi pengolahan yang lebih tepat. Tingkat kepentingan faktor pembatas tersebut menjadi pertimbangan penting dalam pemilihan strategi pengembangan produk olahan hasil perikanan dari jenis ikan asin dan pindang yang tepat di sentra-sentra perikanan DKI Jakarta.

Kekuatan modal menjadi menjadi faktor pembatas urutan kedua yang berkepentingan terkait kriteria peningkatan profit dalam pengembangan produk olahan hasil perikanan dari jenis ikan asin dan pindang di DKI Jakarta. Kekuatan modal ini mempunyai rasio kepentingan .0,245 pada

inconsistency terpercaya 0,09. Ketersediaan SDI menjadi faktor pembatas berkepentingan ketiga terkait kriteria peningkatan profit dalam pengembangan produk olahan hasil perikanan dari jenis ikan asin dan pindang di DKI Jakarta (RK = 0,254 pada inconsistency terpercaya 0,09). Hal tersebut terjadi karena ketersediaan SDI mempengaruhi supply

bahan baku, yang bila tidak lancar maka produksi terganggu dan produk olahan yang dihasilkan juga tidak banyak, sehingga menurunkan keuntungan (profit) yang didapat pelaku perikanan. Ketersediaan SDM merupakan merupakan faktor pembatas yang paling rendah kepentingannya terkait kriteria peningkatan profit bila suatu strategi pengembangan produk olahan hasil perikanan dari jenis ikan asin dan pindang ingin diimplementasikan di DKI Jakarta. Faktor pembatas ini mempunyai rasio kepentingan 0,167 pada inconsistency terpercaya 0,09.

4.5 Pemilihan Strategi Pengembangan Produk Olahan Hasil Perikanan

Dokumen terkait