• Tidak ada hasil yang ditemukan

1. Analisis Kondisi dan Prospek Pemasaran

Analisis kondisi dan prospek pemasaran produk olahan hasil perikanan ini dilakukan menggunakan metode analisis SWOT. Analisis SWOT sangat membantu untuk memetakan kondisi, potensi dan arah pengembangan usaha (usaha ikan asin dan pindang) ke depan termasuk dari aspek pemasarannya. Pemetaan ini akan dilakukan dari segi internal maupun eksternal, sehingga kondisi dan prospek pengembangan usaha perikanan ke depan dapat diketahui secara akurat dan menyeluruh. Tujuan akhir dari kegiatan ini adalah mengetahui kondisi saat ini dan arah/prospek pengembangan usaha perikanan produk olahan ke depan terutama dilihat dari aspek pemasarannya.

Dalam analisis ini menggali informasi sebanyak-banyaknya dari berbagai pihak yang terlibat langsung maupun tidak langsung dengan kegiatan pemasaran produk olahan hasil perikanan, sehingga ditemukan berbagai kesimpulan dalam suatu matriks mengenai kekuatan (strength) atau S, kelemahan (weaknesses) atau W, peluang (opportunity) atau O dan ancaman (threat) atau T tersebut. Untuk mendapatkan deskripsi detail kondisi kini, maka data dan informasi terkait diformat dalam suatu matriks mengenai kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman dalam pengelolaan pemasaran produk olahan hasil perikanan.

Proses analisis selanjutnya kemudian dilakukan dengan tahapan (Rangkuti, 2004) :

a. Menentukan faktor-faktor strategis internal, memuat tentang kekuatan dan kelemahan lengkap dengan hasil analisis bobot, rating dan skornya (matriks IFE atau Internal Factor Evaluation).

b. Menentukan faktor-faktor strategis eksternal, memuat tentang peluang dan ancaman lengkap dengan hasil analisis bobot, rating dan skornya (matriks EFE atau External Factor Evaluation).

c. Mengembangkan matriks internal-eksternal (IE) untuk mengetahui posisi dan prospek pemasaran produk olahan hasil perikanan ke depan.

d. Mengembangkan matriks SWOT untuk merumuskan solusi pengelolaan prospek pemasaran produk olahan yang telah diidentifikasi. Rumusan ini menjadi masukan dalam analisis strategi pengembangan produk olahan menggunakan Analytical Hierarchy Process (AHP) di bagian berikutnya.

Secara ilustratif, matriks IFE dan EFE disajikan pada Tabel 1, dan matriks analisis SWOT disajikan pada Tabel 2.

Tabel 1 Matriks IFE dan EFE kondisi pengelolaan pemasaran produk olahan hasil perikanan

No Faktor-Faktor Strategis Bobot (B) Rating (R) Skor (BxR) Kode I Internal C. Kekuatan 1. 2. 3 Dst D. Kelemahan 1. 2 3 Dst Total IFE II Eksternal A. Peluang 1. 2. 3. Dst B. Ancaman 1. 2. 3. Dst Total EFE

Bobot menunjukkan tingkat kepentingan usaha pengolahan dan pemasaran terhadap suatu komponen/faktor pemasaran dengan nilai berkisar 0 - 1, dimana 0 menunjukkan tidak penting dan 1 menunjukkan

sangat penting. Rating menunjukkan tingkat pengaruh yang secara riil dapat diberikan oleh faktor pemasaran tersebut terhadap usaha pengolahan dan pemasaran hasil perikanan dengan nilai berkisar 1 – 4, dimana 1, 2, 3, dan 4 berturut-turut rendah, biasa, tinggi, dan sangat tinggi. Nilai rating untuk faktor kelemahan dan ancaman diberi secara terbalik, yaitu bila pengaruh rendah diberi nilai 4 dan pengaruh sangat tinggi diberi nilai 1 (Rangkuti, 2009). Sedangkan skor menyatakan tingkat/skor pengaruh positif (spp) sesuai kepentingan usaha pengolahan dan pemasaran terhadap suatu komponen/faktor pemasaran yang dimaksud.

Pengembangan matriks internal-eksternal (IE) dilakukan untuk mengetahui ploting kondisi/posisi pemasaran produk olahan hasil perikanan saat ini serta prospek pengembangann ke depan yang dibagi dalam sembilan kuadran kondisi pengelolaan yang digunakan dalam analisis SWOT. Kuadran tersebut adalah kuadran I, II, III, IV, V, VI, VII, VIII, dan IX yang berturut-turut menyatakan I (pengelolaan dalam pertumbuhan dengan konsentrasi pada integrasi vertikal), II (pertumbuhan dengan konsentrasi pada integrasi horizontal), III (pengelolaan dalam kondisi penciutan atau turnaround), IV (pengelolaan dalam kondisi stabilitas), V (pengelolaan dalam kondisi pertumbuhan dengan konsentrasi pada integrasi horizontal atau stabilitas), VI (pengelolaan dalam kondisi divestasi atau pengurangan), VII (pengelolaan dalam kondisi pertumbuhan melalui diversifikasi konsentrik), VIII (pengelolaan dalam kondisi pertumbuhan melalui konsentrasi konglomerasi), dan IX (pengelolaan dalam kondisi likuidasi). Setiap kuadran punya kisaran nilai faktor internal dan faktor eksternal tertentu.

Tabel 2 Matriks analisis SWOT

Peluang (Opporunities) Ancaman (Threats) Kekuatan (Strenghtenings) SO 1 SO 2 SO 3 ... SO n ST 1 ST 2 ST 3 ... ST n Kelemahan (Weaknesses) WO 1 WO 2 WO 3 ... WO n WT 1 WT 2 WT 3 ... WT n

Matriks SWOT mengakomodir semua analisis sebelumnya menjadi rumusan solusi pengelolaan prospek pemasaran produk olahan ke depan. Rumusan hasil analisis SWOT ini menjadi masukan dalam analisis AHP di bagian berikutnya.

2. Analisis Kelayakan Finansial

Analisis ini dilakukan untuk mengetahui jenis usaha pengolahan dan pemasaran ikan asin dan pindang yang secara ekonomi dinyatakan layak dikembangkan di DKI Jakarta. Usaha tersebut dapat memproduksi berbagai jenis ikan asin dan pindang, dan dari ini akan ditentukan jenis yang layak dan tidak layak dikembangkan lanjut. Analisis ini dapat memberi arahan tentang usaha pengolahan ikan asin dan pindang yang dapat dipilih sehingga usaha tersebut dapat terus bertahan dan pelakunya mendapat manfaat dari usaha pengolahan dan pemasaran hasil perikanan tersebut. Secara prinsip, analisis ini dilakukan dengan membandingkan semua penerimaan dari suatu investasi untuk pengolahan dan pemasaran hasil perikanan dengan semua pengeluaran yang harus dikeluarkan selama proses investasi tersebut. Supaya dapat diperbandingkan satu sama lain, maka penerimaan dan pengeluaran tersebut dinyatakan dalam bentuk uang dan harus dihitung selama periode operasi yang sama (Garrod dan Willis, 1999).

Parameter yang digunakan dalam analisis kelayakan usaha perikanan ini mengacu kepada Hanley dan Spash (1993) tentang analisis biaya-

manfaat (cost-benefit analysis). Adapun parameter tersebut adalah yaitu

Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Return of Investment (ROI), dan Benefit – Cost Ratio (B/C ratio).

a. Net Present Value (NPV)

Net Present Value (NPV) digunakan untuk menilai manfaat investasi usaha pengolahan dan pemasaran hasil perikanan yang merupakan jumlah nilai kini dari pendapatan bersih dan dinyatakan dalam rupiah. Bila NPV > 0 berarti investasi menguntungkan usaha pengolahan dan pemasaran hasil perikanan (usaha layak dikembangkan). Sedangkan bila NPV < 0 berarti investasi tidak menguntungkan atau usaha pengolahan dan pemasaran hasil perikanan tidak layak dikembangkan lanjut. Rumus perhitungan nilai Net Present Value (NPV) adalah : NPV =

  n 1 t t i) (1 Ct) - (Bt Dimana : B = penerimaan (benefit) C = pembiayaan (cost)

I = interest rate (suku bunga) t = umur teknis

b. Internal Rate of Return (IRR)

Internal Rate of Return (IRR) merupakan nilai suku bunga maksimal yang menyebabkan NPV = 0. Terkait dengan ini, maka IRR menjadi batas untung rugi suatu kegiatan pengelolaan sumberdaya. Usaha pengolahan dan pemasaran hasil perikanan dinyatakan “layak” bila IRR > dari interest rate (suku bunga) yang berlaku. Suku bunga kurs ini mengacu kepada Bank Umum (2010), yaitu sekitar 14 %. Bila IRR sama dengan interest rate yang berlaku maka NPV usaha pengolahan dan pemasaran hasil perikanan tersebut sama dengan nol. Jika IRR lebih kecil dari interest rate (suku bunga) yang berlaku, maka nilai NPV akan lebih kecil dari 0, dan berarti usaha pengolahan dan

pemasaran hasil perikanan tersebut tidak layak dikembangkan, sedangkan bila sebaliknya layak dikembangkan lanjut. Rumus perhitungan nilai Internal Rate of Return (IRR)adalah :

IRR = i1 + (i -i ) NPV - NPV NPV 1 2 2 1 1       Dimana :

i1 = interest rate yang menghasilkan NPV positif

i2 = interest rate yang menghasilkan NPV negatif

NPV1 = NPV pada interest rate i1

NPV2 = NPV pada interest rate i2

c. Return of Investment (ROI)

Return of Investment (ROI) digunakan untuk mengukur tingkat pengembalian investasi dari penerimaan yang didapat pemilik dari usaha pengolahan dan pemasaran hasil perikanan. Terkait dengan ini, maka ROI menjadi andalan utama dalam menyeleksi perputaran uang/investasi yang dikeluarkan dalam suatu kegiatan pengelolaan sumberdaya. Usaha pengolahan dan pemasaran hasil perikanan di DKI Jakarta dikatakan layak bila mempunyai ROI > 1, sedangkan bila usaha pengolahan dan pemasaran hasil perikanan mempunyai nilai ROI < 1, maka tidak layak dilanjutkan. Rumus perhitungan nilai Return of Investment (ROI) adalah :

I B ROI  Dimana : B = penerimaan (benefit) I = Investasi (invesment)

d. Benefit-Cost Ratio (B/C ratio)

Benefit-Cost Ratio (B/C ratio) merupakan parameter yang digunakan untuk mengukur kinerja kegiatan pengelolaan sumberdaya dari aspek perbandingan penerimaan dengan biaya yang dikeluarkan.

Secara detail, B/C ratio merupakan perbandingan dimana present value

sebagai pembilang terdiri atas total dari pendapatan bersih investasi usaha pengolahan dan pemasaran hasil perikanan yang bersifat positif, sedangkan sebagai penyebut terdiri atas present value total yang bernilai negatif atau pada keadaan pembiayaan kotor lebih besar daripada pendapatan kotor investasi usaha pengolahan dan pemasaran hasil perikanan.

Nilai B/C ratio akan terhitung bila terdapat paling sedikit satu nilai Bt – Ct yang bernilai positif. Bila B/C ratio > 1, maka kondisi ini menunjukkan investasi usaha pengolahan dan pemasaran hasil perikanan menguntungkan (NPV > 0). Sedangkan bila B/C ratio < 1, maka investasi usaha pengolahan dan pemasaran hasil perikanan termasuk merugi, sehingga tidak layak dikembangkan lanjut. Rumus perhitungan nilai Benefit-Cost Ratio (B/C ratio) adalah :

B/C ratio =

      n 1 t t n 0 t t 0 Ct) - (Bt i) (1 Bt) - (Ct 0 Ct) - (Bt i) (1 Ct) - (Bt Dimana :

Bt = penerimaan (benefit) pada tahun operasi ke-t Ct = pembiayaan (cost) pada tahun operasi ke-t I = interest rate

t = umur teknis

3. Analisis Strategi

Analisis ini dimaksud untuk merumuskan prioritas strategi yang dapat digunakan untuk pengembangan produk olahan hasil perikanan terutama dari jenis ikan asin dan pindang di DKI Jakarta. Untuk maksud ini, maka penetapan prioritas strategi dilakukan dengan mengakomodir kepentingan semua stakeholders terkait dan tetap mempertimbangkan semua keterbatasan/hambatan yang ada. Analisis hierarki ini menggunakan

Prinsip penting perlu diperhatikan dalam analisis AHP ini adalah : (a) menyederhanakan masalah yang komplek yang bersifat strategis dan dinamis melalui panataan rangkaian variabelnya dalam suatu hierarki, (b) tingkat kepentingan dari setiap variabel diberi nilai numerik (secara subyektif) yang dapat menjelaskan arti pentingnya suatu variabel dibandingkan variabel lainnya, (c) mensistesis informasi yang tersedia guna menentukan variabel mana yang memiliki tingkat prioritas paling tinggi disamping memiliki peran yang mempengaruhi hasil dalam sistem dimaksud, dan (d) secara grafis, persoalan keputusan dikonstruksikan sebagai bentuk diagram bertingkat, tersusun. Dalam kaitan dengan analisis strategi pengembangan produk olahan hasil perikanan di DKI Jakarta, maka analisis menggunakan AHP ini diatur sedemikian rupa sehingga dapat mengkaji interaksi menyeluruh dari semua komponen yang terkait dengan pengelolaan usaha produk olahan hasil perikanan di DKI Jakarta. Tahapan analisis yang dilakukan dalam perumusan strategi pengembangan produk olahan hasil perikanan di DKI Jakarta adalah : a. Pendefinisian Masalah/Komponen

Untuk memecahkan permasalahan yang ada secara kompherensif, maka semua komponen yang berkaitan dengan pengembangan produk olahan hasil perikanan perlu didefinisikan dan ditetapkan terlebih dahulu. Lingkup komponen yang didefinisikan mencakup maksud dan tujuan pengembangan produk olahan berbasis perikanan, kriteria atau kepentingan stakeholders terkait yang perlu diakomodir, pembatas (limit factor) dalam pengembangan, serta alternatif strategi pengembangan produk olahan hasil perikanan yang ditawarkan di DKI Jakarta.

b. Perancangan Struktur Hierarki

Perancangan struktur hierarki diawali dengan maksud atau tujuan, dilanjutkan dengan kriteria pelaku, pembatas, dan alternatif strategi pada tingkatan kriteria yang paling bawah. Secara umum, rancangan struktur hierarki analisis strategi pengembangan produk olahan hasil perikanan terbagi dalam 4 level mengacu kepada Wilson et.al. (2002),

yaitu level goal (tujuan), level kriteria, level pembatas (limit factor), dan level opsi strategi pengembangan.

Goal (tujuan) dalam rancangan yang diusulkan adalah perumusan strategi pengembangan produk olahan hasil perikanan di DKI Jakarta. Sedangkan yang menjadi kriteria, pembatas, dan opsi strategi akan ditetapkan berdasarkan hasil analisis bagian sebelumnya.

c. Penyusunan Matriks Perbandingan

Komparasi perbandingan ini dimaksudkan untuk menggambarkan pengaruh relatif atau pengaruh setiap komponen terhadap masing- masing kriteria yang setingkat di atasnya, perbandingan berdasarkan

judgement dari stakeholders terkait, dengan menilai tingkat kepentingan satu komponen dibandingkan dengan komponen lainnya. Untuk menilai perbandingan tingkat kepentingan suatu komponen terhadap komponen lainnya, maka dilakukan pembobotan. Teknis pembobotan mengacu kepada Saaty (1993) tentang skala banding berpasangan, dan ditunjukkan pada Tabel 3.

Tabel 3 Skala banding berpasangan Tingkat

Kepentingan Keterangan Penjelasan 1 3 5 7 9 2,4,6,8

 Kedua unsur sama pentingnya.

 Elemen yang satu sedikit lebih penting daripada elemen yang lainnya.

 Elemen yang satu lebih penting daripada elemen yang lain.

 Elemen yang satu jelas lebih penting daripada elemen yang lain.

 Elemen yang satu mutlak lebih penting daripada elemen yang lain.

 Nilai-nilai antara dua nilai pertimbangan yang berdekatan.

 Dua elemen mempunyai pengaruh yang sama terhadap tujuan.

 Pengalaman dan penilaian sedikit mendukung satu elemen dibandingkan unsur lainnya.

 Pengalaman dan penilaian sangat kuat mendukung satu elemen dibanding unsur lainnya.

 Satu elemen dengan kuat didukung dan dominan terlihat dalam praktek.

 Bukti yang mendukung elemen yang satu terhadap elemen lain memiliki tingkat penegasan tertinggi yang mungkin menguatkan.

 Nilai ini diberikan bila ada dua kompromi diantara dua pilihan.

Tingkat

Kepentingan Keterangan Penjelasan Kebalikan  Jika untuk aktifitas i mendapat

satu angka bila dibandingkan dengan aktifitas j, maka j

mempunyai nilai kebalikannya bila dibandingkan dengan i. Sumber : Saaty (1993)

Untuk mengkualifikasikan data kualitatif yang didapatkan dari wawancara, maka digunakan nilai skala komparasi 1-9. Skala 1-9 merupakan skala yang terbaik dalam mengkualifikasikan pendapat, yaitu berdasarkan akurasinya yang ditunjukkan dengan nilai RMS (Root Mean Square

deviation) dan MAD (Median Absolute Deviation).

d. Formulasi Data dan Simulasi

Formulasi data merupakan kegiatan menginput data hasil analisis skala banding berpasangan ke dalam struktur hierarki. Pembuatan hierarki dan input data ini dilakukan menggunakan sofware Expert Choice 9.5. Sedangkan data yang diinput disiapkan menggunakan program MS Excell, SPSS, atau lainnya. Setelah data diinput semua, maka dilakukan simulasi untuk mengetahui kinerja dari data yang digunakan.

e. Pengujian Konsistensi dan Sensitivitas

Tahapan ini bertujuan untuk menguji konsistensi dan sensitivitas dari hasil simulasi yang telah dilakukan. Bila dari hasil simulasi diperoleh rasio inconsistency 0,1 atau lebih, maka hasil simulasi tidak konsisten dan harus dilakukan pengambilan data ulang. Pengujian konsistensi dilakukan bersamaan dengan perhitungan uji banding berpasangan. Uji sensitivitas dilakukan untuk mengetahui sensitivitas hasil simulasi terhadap berbagai intervensi/perubahan yang mungkin. Tabel 4 menyajikan kriteria uji konsistensi dan uji sentivitas yang digunakan.

Tabel 4 Kriteria uji konsistensi dan uji sensitivitas

Jenis Pengujian Kriteria

Rasio inconsistency < 0,1

Sensitivity test Diharapkan tidak terlalu sensitif

Sumber : Expert Choice 9.5

f. Interpretasi Hasil Analisis

Tahapan interpretasi ini merupakan tahapan penggunaan hasil analisis hireraki dalam menjelaskan dan memberikan rekomendasi prioritas strategi pengembangan produk olahan hasil perikanan terutama dari jenis ikan asin dan pindang di DKI Jakarta. Kegiatan interpretasi ini juga menjelaskan kestabilan strategi prioritas terhadap berbagai hal kemungkinan yang terjadi di DKI Jakarta.

Dokumen terkait