• Tidak ada hasil yang ditemukan

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.2 Kondisi Perairan Pulau Semak Daun

3.2.1Kualitas air Pulau Semak Daun

Pengukuran parameter kualitas air dilakukan di lima stasiun pengamatan yang telah ditentukan. Secara umum menunjukkan hasil yang cukup bervariasi namun masih mendukung bagi kehidupan biota laut dan untuk kegiatan wisata bahari. Pengambilan contoh air dilakukan diatas permukaan laut. Hasil pengukuran parameter kualitas air perairan Pulau Semak Daun yang telah dilakukan disajikan pada tabel 3.1.

Tabel 3.1 Hasil rata-rata pengukuran kualitas air laut di lima stasiun pengamatan di perairan Pulau Semak Daun.

Parameter St 1 SD St 2 SD St 3 SD St 4 SD St 5 SD Suhu (°C) Salinitas (‰) Kecerahan (m) Kekeruhan (NTU) Arus (m/dt) pH DO BOD5 29,5 30,6 9,40 0,45 0,16 8,01 6,73 1,20 0,87 0,75 0,66 0,05 0,03 0,07 0,55 0,04 29,8 31,2 5,60 0,40 0,15 8,11 6,50 1,10 1,06 0,36 0,36 0,02 0,02 0,05 0,70 0,04 29,7 31,2 8,20 0,57 0,45 8,04 6,83 1,35 0,82 0,56 0,26 0,06 0,04 0,02 0,42 0,05 30,2 31,6 6,60 0,87 0,38 8,00 6,23 0,87 1,01 0,44 0,75 0,03 0,01 0,03 0,47 0,03 29,7 32,2 7,40 0,37 0,09 8,02 6,33 0,37 0,78 0.80 0,44 0,04 0,02 0,04 0,21 0,03 Sumber : Olahan data primer, 2013

Keterangan : “SD” standar deviasi, n = 3

Suhu merupakan salah satu faktor lingkungan yang mempengaruhi organisme dalam melakukan aktivitas metabolisme, perkembangbiakan serta proses-proses fisiologi organisme karena suhu dapat mempengaruhi sifat fisik, kimia dan biologi perairan. Kisaran suhu di perairan ini pada saat pengukuran masih mendukung kelangsungan hidup organisme di ekosistem terumbu karang dengan suhu 26°C – 29.5°C (Nybakken 1988).

Beberapa spesies karang dapat bertahan terhadap suhu 14 °C suhu optimum pertumbuhan karang adalah 25 °C – 30 °C. Pada suhu tersebut mampu mentolelir pertumbuhan terumbu karang. Di perairan Pulau Semak Daun pengukuran kisaran suhu di semua stasiun pengamatan dilakukan diatas permukaan air laut. Suhu di lokasi penelitian pada saat pengukuran berkisar antara 29°C – 30°C. Nilai rata-rata suhu terendah pada stasiun I sebesar 29.5°C dan tertinggi pada stasiun IV sebesar 30.2°C.

Hasil pengukuran salinitas pada lokasi penelitian menunjukkan nilai yang relatif homogen dengan kisaran nilai antara 30‰ – 33‰ dengan nilai salinitas terendah terdapat di stasiun I. Perbedaan nilai salinitas antar stasiun pengamatan sangat kecil, hal ini diduga karena tidak adanya masukan air tawar dari daratan yang dapat menurunkan nilai salinitas akibat pengenceran. Nilai salinitas di lokasi penelitian masih dalam kategori normal untuk kehidupan biota laut, hal ini sesuai dengan pernyataan Effendi (2003) bahwa nilai salinitas perairan laut berkisar

antara 30‰- 40‰ sedangkan menurut Nybakken (1988) salinitas perairan dimana karang dapat hidup adalah pada kisaran 27-40 ‰ dengan kisaran optimum untuk pertumbuhan karang adalah 34-36‰.

Cahaya diperlukan untuk fotosintesis alga simbiotik (zooxanthella) yang produknya kemudian disumbang ke hewan karang yang menjadi inangnya. Tanpa cahaya yang cukup, laju fotosintesis akan berkurang dan kemudian mengurangi kemampuan karang untuk membentuk kerangka (Nybakken 1988). Oleh karena itu distribusi vertikal terumbu karang dibatasi oleh kedalaman efektif sinar matahari yang masuk ke kolom air.

Kecerahan dan kekeruhan merupakan parameter yang saling berkaitan. Peningkatan konsentrasi padatan tersuspensi akan meningkatkan kekeruhan perairan, sebaliknya akan mengurangi kecerahan perairan. Parameter-parameter tersebut merupakan indikasi tingkat produktivitas perairan sehubungan dengan proses respirasi biota perairan dan kualitas perairan. Kecerahan menggambarkan kemampuan cahaya menembus lapisan air pada kedalaman tertentu. Kecerahan sangat penting bagi perairan karena berpengaruh terhadap berlangsungannya produktivitas primer melalui fotosintesis fitoplankton.

Nilai kekeruhan yang diperoleh selama penelitian berkisar antara 0,37 sampai dengan 0,87 NTU, nilai terendah terdapat di stasiun V dan nilai tertinggi terdapat di stasiun IV. Tingginya kekeruhan di stasiun IV diduga karena daerah tersebut merupakan kawasan KJA yang memungkinkan sisa dari pakan maupun feses akan masuk ke perairan. Dan dasar perairan bersubstrat pasir, serta kecepatan arus yang lambat, sehingga kondisi seperti ini bisa memicu tingginya kekeruhan pada stasiun tersebut. Secara umum nilai kekeruhan untuk semua stasiun pengamatan berada dalam kondisi normal dan nilai tersebut sesuai baku mutu air laut untuk biota laut yang ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Negara LH RI No. 51 Tahun 2004 yaitu <5 NTU. Hal tersebut dimungkinkan sedikitnya partikel terlarut pada perairan tersebut sehingga sangat baik untuk mendukung kehidupan biota.

Kecepatan arus pada setiap stasiun umumnya relatif bervariasi dengan kisaran 0,080 m/s – 0,50 m/s. Kecepatan arus didalam kawasan perairan karang dalam dan goba (stasiun IV) berbeda dengan karang luar atau di daerah tubir. Arus dan gelombang di luar kawasan karang dalam setelah melewati karang penghalang (barrier reef) akan berubah sama sekali. Arus dan gelombang akan berubah dengan cepat menjadi arus dan gelombang laminer (tenang) dan lambat dengan kecepatan arus berkisar antara 0.08 m/dt sampai dengan 0.10 m/dt.

Kecepatan arus relatif kuat di temui di tepi timur perairan Pulau Semak Daun (stasiun III), dengan arah aliran menuju barat laut dengan kecepatan berkisar 0.38 m/dt – 0.50 m/dt. Arus relatif kuat juga di temui di tepi selatan perairan pulau Semak Daun (stasiun V) diduga karena merupakan daerah selat sempit antara pulau Semak Daun dengan pulau Karya sehingga arus relatif kuat dengan kecepatan berkisar 0.30 m/dt – 0.48 m/dt. Untuk daerah tepi sebelah barat dan timur perairan pulau Semak Daun kecepatan arus relatif hampir sama berkisar antara 0.10 m/dt – 0.18 m/dt. Adanya arus ini diperlukan untuk tersedianya aliran air yang membawa makanan dan oksigen bagi biota karang serta menghindarkan karang dari pengaruh sedimentasi.

Menurut Sachoemar (2008) kondisi kecepatan arus pada daerah Kepulauan Seribu sebesar 5-49 cm/detik ketika posisi pasang purnama dan mencapai 4-38 cm/detik ketika posisi pasang perbani dan pada saat terjadi musim timur, tinggi gelombang air laut mencapai 0,5-1 meter dan tinggi gelombang pada musim barat mencapai 2-3 meter. Hal ini membuktikan bahwa kondisi kecepatan arus dan tinggi gelombang di perairan Kepulauan Seribu tergolong stabil.

Pengaruh angin yang berhembus pada permukaan air laut sangat kecil terhadap arah, kecepatan arus dan tinggi gelombang permukaan yang terjadi pada tiap titik penelitian. angin bergerak menuju barat dan arah gerak arus serta gelombang menuju ke arah timur sampai tenggara. Pergerakan angin mengalami peredaman oleh adanya gugusan pulau-pulau maupun daratan sehingga angin tidak memiliki kekuatan untuk mendominasi pergerakan gelombang dan pengaruh densitas memberikan kontribusi yang nyata terhadap arah arus dan gelombang.

Nilai kisaran pH di semua stasiun pengamatan relative sama berkisar antara 8,00 sampai dengan 8,11. Nilai pH tersebut masih dapat ditolerir untuk pertumbuhan biota khususnya plankton. Hal ini sesuai dengan pernyataan Effendi (2003) yang menyatakan bahwa sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai nilai pH sekitar 7 sampai 8,5..

Keputusan Menteri Kependudukan dan Lingkungan Hidup (KLH) (1988) dalam Edward (1996) menetapkan bahwa nilai kisaran ambang batas pH (derajat keasaman) yang baik bagi kehidupan biota laut berkisar diantara 6-9. Derajat keasaman (pH) adalah jumlah ion hidrogen dalam suatu larutan merupakan suatu tolak ukur keasaman. Biota–biota laut memiliki kisaran untuk hidup pada nilai pH tertentu (Nybakken, 1992).

Nilai pH (puisdance de hydrogene) menyatakan nilai konsentrasi ion hidrogen dalam suatu larutan yang didefenisikan sebagai logaritma dari resiprokal aktivitas ion hidrogen dan secara matematis dinyatakan sebagai pH=log 1/H+. Persamaan tersebut menyatakan banyaknya ion hidrogen dalam mol per liter larutan. Kemampuan air untuk melepaskan dan mengikat sejumlah ion hidrogen akan menunjukkan larutan tersebut asam atau basa. Nilai pH yang ideal bagi kehidupan organisme air pada umumnya terdapat antara 7 sampai 8,5. Kondisi perairan yang bersifat sangat asam maupun basa, akan menyebabkan terjadinya gangguan metabolisme dan respirasi (Odum, 1994).

Stres berupa panas, dingin, terang, dan gelap, terutama meningginya suhu air laut menyebabkan rusaknya hubungan simbiosisme antara karang dengan zooxanthellae pada karang tersebut. Semakin banyak karbondioksida dilepas ke atmosfir semakin banyak pula yang kembali ke laut melaui air hujan dan mengubah pH (derajat keasaman) air laut menjadi lebih rendah atau makin asam. Turunnya pH air laut ini menyebabkan karang menjadi keropos (coral osteoporosis) (Nababan, 2009).

Oksigen merupakan salah satu gas yang terlarut dalam perairan. Kadar oksigen yang terlarut di perairan alami bervariasi, tergantung pada suhu, salinitas, turbelensi air, dan tekanan atmosfer. Semakin besar suhu dan ketinggian (altitude) serta semakin kecil tekanan atmosfer, kadar oksigen terlarut semakin kecil. Kadar oksigen terlarut di Perairan Pulau Semak Daun di semua stasiun pengamatan

berkisar antara 6,23 mg/liter – 6,83 mg/liter. Kadar oksigen terlarut pada perairan alami biasanya kurang dari 10 mg/liter.

Kadar oksigen terlarut juga berfluktuasi secara harian (diurnal) dan musiman, tergantung pada percampuran (mixing) dan pergerakan (turbulence) massa air, aktivitas fotosintesis, respirasi, dan limbah (effluent) yang masuk ke badan air (Effendi, 2003).

BOD merupakan gambaran kadar bahan organik yaitu jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroba aerob untuk mengoksidasi bahan organik menjadi karbondioksida dan air. Dengan kata lain, BOD menunjukkan jumlah oksigen yang dikonsumsi oleh proses respirasi mikroba aerob yang terdapat dalam botol BOD yang diinkubasi pada suhu sekitar 20⁰ C selama lima hari, dalam keadaan tanpa cahaya. Parameter BOD₅ yang terdapat di perairan Pulau Semak Daun antara 0,37 – 1,35 menunjukkan kondisi perairan masih dalam batas normal untuk kelangsungan hidup suatu organisme perairan.

3.2.2 Status Perairan Pulau Semak Daun

Identifikasi keterkaitan antara parameter kualitas perairan dan kondisi tutupan terumbu karang di lokasi wisata perairan Pulau Semak Daun berdasarkan hasil analisis PCA (Principal Component Analysis)disajikan pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2. Nilai Indeks Pencemaran setiap Stasiun pengamatan

Lokasi Nilai IP (indeks pencemaran) Status Perairan

Stasiun 1 1,094 Kondisi Baik

Stasuin 2 0,873 Kondisi Baik

Stasiun 3 1,021 Kondisi Baik

Stasiun 4 1,044 Kondidi Baik

Stasiun 5 1,115 Cemar Ringan

Rata-rata 1,03 Kondisi Baik

Tabel 3.2 menunjukkan bahwa perairan di kawasan Pulau Semak Daun dalam kondisi baik dengan nilai indeks pencemaran rata-rata adalah 1,03 sehingga dalam kondisi ini perairan di kawasan tersebut dapat dikembangkan kegiatan perikanan budidaya dan wisata bahari terutama snorkeling dan diving. Parameter indikator pencemaran (suhu, salinitas, kekeruhan, pH, DO dan BOD5).

Kecepatan dan arah arus juga memiliki pengaruh positif terhadap tutupan terumbu karang. Pada bulan Mei dan Juni Kepulauan Seribu mengalami angin musim timur dimana arah angin dari Timur menuju Barat sehingga Peningkatan parameter pencemaran air selama musim timur dapat diimbangi dengan proses pencucian (flushing time) dan pengenceran air laut (seawater dilution) melalui parameter kecepatan arus (Hii et al., 2006).

Dokumen terkait