• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kondisi Sosial Budaya dan Ekonomi Masyarakat

VI. KONDISI EKOLOGI, EKONOMI DAN SOSIAL EKOSISTEM HUTAN MANGROVE

6.3. Kondisi Sosial Budaya dan Ekonomi Masyarakat

Analisis sosial masyarakat memberikan gambaran tentang ketersediaan tenaga kerja, pengembangan sumberdaya masyarakat dan tingkat kesejahteraan masyarakat. Penyebaran penduduk di lokasi penelitian hampir merata dengan jumlah penduduk sebanyak 11.931 jiwa, masing-masing di Kecamatan Huamual Belakang 3.346 jiwa, Kecamatan Seram Barat 6.062 jiwa, dan Kecamatan Kairatu 2.523 jiwa (Tabel 10 dan Gambar 14).

Tabel 10 menunjukkan bahwa distribusi jumlah penduduk laki-laki dan perempuan yang seimbang, distribusi seperti ini menunjukkan bahwa secara gender tidak ada dominasi laki-laki ataupun perempuan.

Tabel 10. Jumlah Penduduk Menurut dan Jenis Kelamin di Setiap Kecamatan Lokasi Penelitian

Kecamatan Penduduk Jumlah

Laki-laki Perempuan

Huamual Belakang 1.707 1.639 3.346

Seram Barat 3.140 2.922 6.062

Kairatu 1.286 1.237 2.523

Jumlah penduduk di wilayah Kabupaten Seram Bagian Barat menunjukkan bahwa eksistensi laki-laki dan perempuan yang seimbang memberikan konsekuensi kuat peranan kedua kelompok jenis kelamin ini sama-sama memiliki potensi kuat untuk berpartisipasi dalam pengelolaan ekosistem hutan mangrove.

Secara umum penduduk di lokasi penelitian bekerja sebagai nelayan dan petani. Kegiatan perikanan yang dilakukan adalah usaha penangkapan ikan dengan bagan, penangkapan ikan dengan jaring, serok maupun pancing, penangkapan kepiting, pengambilan moluska dan lain-lain, sedangkan kegiatan pertanian yang dilakukan adalah berkebun.

Tingkat pendidikan masyarakat yang menjadi responden pada penelitian, memperlihatkan data yang cukup bervariasi, yaitu tingkat pendidikan masyarakat yang tidak tamat sekolah sebanyak 63 responden (27,63 %), tamat sekolah dasar 76 responden (33,33 %), tamat sekolah lanjutan pertama 49 responden (21,49 %), tamat sekolah lanjutan atas 28 responden (12,28 %) dan tamat perguruan tinggi 12 responden (5,26 %) dengan total responden sebanyak 228 responden. Tingkat pendidikan masyarakat yang masih rendah di lokasi penelitian menjadi kendala utama dalam meningkatkan pengetahuan mereka tentang pentingnya ekosistem hutan mangrove. Tingkat pendidikan yang rendah berdampak pada kurangnya persepsi masyarakat terhadap pentingnya kelestarian mangrove sehingga mereka memanfaatkan hutan mangrove untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Kegiatan pemanfaatan mangrove untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, sudah sejak lama dilakukan oleh masyarakat walaupun tidak sesuai dengan peruntukannya, akibat dari rendahnya pengetahuan masyarakat tentang pengelolaan ekosistem hutan mangrove yang berkelanjutan, belum adanya kebijakan pemerintah daerah yang sepenuhnya mengatur prioritas kegiatan pengelolaan hutan mangrove. Oleh karena itu konsep kebijakan pembangunan untuk pengelolaan hutan mangrove berkelanjutan seharusnya dapat diaplikasikan untuk menghindari kerusakan ekosistem hutan mangrove dan konflik kepentingan antar sektor.

Disamping itu program pemberdayaan masyarakat di sekitar hutan mangrove melalui pendekatan dan penyuluhan dalam melakukan upaya penyadaran pentingnya hutan mangrove bagi masyarakat belum dilakukan oleh instansi terkait, sehingga

masyarakat kurang berpartisipasi dalam pengelolaan hutan mangrove, hal ini mengakibatkan kepedulian dan kesadaran masyarakat dalam upaya melindungi kawasan hutan mangrove masih sangat rendah. Kondisi ini juga disebabkan belum adanya koordinasi antar stakeholders yang terkait dalam pengelolaan hutan mangrove. Struktur ekonomi sebagian masyarakat Seram Bagian Barat berada di sektor pertanian dan perikanan, hal ini dapat dilihat dari besarnya peranan sektor pertanian terhadap peningkatan PDRB. Pertumbuhan ekonomi wilayah sejak tahun 2002 sampai 2006, bila ditinjau dari kontribusi berbagai sektor terhadap peningkatan PDRB menunjukkan bahwa sektor pertanian dan perikanan menempati posisi pertama dengan kontribusi sekitar 38,12%, diikuti sektor perdagangan, restoran dan hotel dengan kontribusi 24,03%, selanjutnya sektor industri pengolahan 18,19% serta sektor jasa sekitar 10 %. Peranan sektor pertanian yang dominan tersebut dalam struktur perekonomian Seram Bagian Barat didukung oleh sub sektor kehutanan yang memberikan kontribusi sebesar 6,08%, sedangkan sektor perikanan memberikan kontribusi sebesar 16,20% (BPS, 2008).

Kondisi ini memberikan motivasi bagi pemerintah kabupaten untuk dapat mengelola semua potensi sumberdaya alam pesisir secara optimal, mengingat sektor perikanan merupakan salah satu penunjang dalam peningkatan PDRB, sehingga diharapkan pemerintah dan stakeholders lainnya dapat menetapkan suatu kebijakan pemerintah tentang pengelolaan ekosistem hutan mangrove, hal ini disebabkan karena untuk mempertahankan sektor perikanan tetap berkelanjutan harus didukung oleh ekosistem mangrove yang mempunyai tingkat stabilitas yang tinggi.

Dinamika perekonomian di Kabupaten Seram Bagian Barat menunjukkan kontribusi yang berbeda dari setiap kecamatan. Kecamatan Kairatu memiliki kontribusi yang sangat tinggi terhadap PDRB Seram Bagian Barat yakni sebesar 61,44 %. Huamual Belakang dan Taniwel memberikan kontribusi masing-masing 9,40% dan 10,45 %. Untuk sub sektor perikanan kontribusi yang sangat besar ditemuka n di Kecamatan Seram Barat dan Huamual Belakang (BPS, 2008). Hal ini menunjukkan bahwa hutan mangrove berperan dalam memberikan kontribusi bagi pembangunan ekonomi wilayah melalui sumbangan mangrove di sektor perikanan.

VII. STATUS KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE

Penilaian terhadap status keberlanjutan pengelolaan hutan mangrove di Kabupaten Seram Bagian Barat dilakukan dengan menggunakan analisis Rapid Appraisal of status for Forestry Mangrovet (Rap-Mforest). Analisis ini akan menghasilkan nilai indeks status keberlanjutan pengelolaan hutan mangrove pada masing-masing dimensi ekologi, ekonomi dan sosial. Masing-masing dimensi memiliki indikator yang mencerminkan status keberlanjutan dari dimensi yang bersangkutan. Nilai indeks yang dihasilkan meliputi nilai indeks status keberlanjutan multidimensi dan masing-masing dimensi yang merupakan gambaran tentang kondisi pengelolaan ekosistem hutan mangrove di Kabupaten Seram Bagian Barat yang terjadi saat ini.

Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan Rap-Mforest diperoleh nilai indeks keberlanjutan untuk multidimensi sebesar 36,08 dengan status kurang berkelanjutan; dimensi ekologi sebesar 79,95 dengan status berkelanjutan; dimensi ekonomi 33,56 dengan status kurang berkelanjutan dan dimensi sosial sebesar 22,96 dengan kategori tidak berkelanjutan. Agar nilai indeks ini di masa yang akan datang dapat terus meningkat sampai mencapai status berkelanjutan, maka perbaikan-perbaikan terhadap indikator-indikator yang sensitif berpengaruh terhadap nilai indeks dimensi ekonomi dan sosial. indikator-indikator yang dinilai oleh para pakar didasarkan pada kondisi eksisting wilayah.

7.1. Status Keberlanjutan Multidimensi

Hasil analisis Rap- Mforest multidimensi keberlanjutan pengelolaan ekosistem hutan mangrove di Kabupaten Seram Bagian Barat menunjukkan nilai indeks keberlanjutan sebesar 36,08 dan termasuk dalam status kurang berkelanjutan. Nilai ini diperoleh berdasarkan penilaian 22 indikator dari tiga dimensi berkelanjutan. Hasil analisis multidimensi dengan Rap-Mforest terlihat seperti pada Gambar 14.